"Wahhh, pemandangannya bagus sekali disini!" Celetuk Anara riang ketika kakinya menyentuh lantai rooftop. Pemandangan seluruh kota terlihat dari atas sini. Sangat indah.
Di ujung sana, Abi berdiri namun ia hanya membalikkan tubuhnya. Tapi Anara sangat yakin pria itu pasti menyadari kedatangannya. Ia tersenyum. Abi sungguh pintar memilih tempat yang bagus dan romantis untuk mereka berbicara berdua saja.
"Maaf lama menunggu, Abi..."
Abi langsung membalikkan tubuhnya dan menatap Anara serius.
"Katakan apa tujuanmu sebenarnya!"
Rahang Anara mengeras dan raut wajahnya tidak lagi seriang sebelumnya. Hatinya terluka karena hingga detik ini tidak ada keramahan dari Abi samasekali padahal Anara sudah melakukan berbagai hal sejauh ini untuk bisa dekat dengannya.
Namun Anara berusaha untuk tetap memasang senyum manisnya. "Apa maksudmu, Abi? Aku t
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirga sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng ke arah Lyan. Saat ini ia, Lyan, dan juga Deana sedang nongkrong di kafetaria kampus."Apa maksudmu?" Tanya Lyan heran.Dirga meneguk minumannya lalu menjawab, "yah, kau benar-benar orang yang penuh rahasia. Dan penuh kejutan juga. Kemarin kau ternyata kenal dengan dosen baru kita. Dan tiba-tiba hari ini kau mengenal artis itu juga. Besok besok siapa lagi yang akan kau kenal? Presiden Amerika? Atau apa jangan-jangan kau ini juga anak mafia?"Deana terkikik geli mendengar perkataan Dirga. Sementara Lyan segera melempar pelan kotak tisu yang ada di hadapannya ke arah Dirga dan cepat di tangkap cowok itu."Jangan-jangan kau juga keturunan ilmuwan? Guruku ini kan sangat pintar!" Celetuk Dirga lagi"Hentikan! Kau ini!" Kali ini Lyan juga tertawa kecil mendengar ledekan itu."Mungkin Lyan juga keturunan peraih Nobel Perdamaian
Lyan menatap dirinya di depan cermin di hadapannya. Ia merapikan penampilannya sekali lagi, memastikan seragam pelayan kombinasi hitam dan putih yang diberikan ibunya Deana ini tidak kusut sama sekali. Ia juga memperhatikan rambutnya yang sudah tertata rapi, disanggul kecil di belakang. Riasannya yang sederhana juga sudah pas. Bagaimanapun, sesuai arahan ibunya Deana, ia tidak perlu berpenampilan berlebihan.Lyan tersenyum sekali lagi sambil menyemangati diri. Jujur sebenarnya ia gugup sekali. Ini pertama kalinya ia bekerja di acara keluarga kelas atas. Reputasi keluarga Hardoyo sebagai pengusaha tambang sungguh tidak main-main. Dan karena ini pesta yang tidak terlalu besar, Lyan justru semakin gugup. Para tamu akan lebih mudah mengenalinya. Dan seperti cerita Dirga sebelumnya, Lyan cukup khawatir akan ada yang coba mempermainkannya."Semangat Lyan! Semangat!" Ia masih berusaha keras memberi sugesti pada dirinya sendiri. Kemudian
"Boleh aku tahu ada ada sebenarnya dengan kehidupan puteri kalian yang katanya bahagia bersama jodohnya?"Wisnu dan Jeanita semakin pucat pasi mendengar perkataan Abi dengan nada ejekan di sana. Jeanita meggamit erat lengan suaminya, kode agar sebaiknya mereka pergi saja dari sana. Dan akhirnya, sepasang suami istri itu pun pergi.Abi menghela napas lega. Ia pun kembali memilih kudapannya. Seorang pelayan baru saja meletakkan beberapa jenis kudapan baru di atas meja hidang. Melihat salah satu kudapan tradisional favoritnya tersaji di sana, Abi langsung mengambilnya dengan penuh semangat."Wah, akhirnya ada juga kue tradisional! Ini kesukaanku! Terima kasih... Eh?? Lily?!"Suara Abi berubah menjadi pekikan saat menyadari siapa sosok pelayan yang barusan menghidangkan kudapan di atas meja. Dan ternyata itu adalah Lyan!"Lily? Kenapa bisa ada di sini?"
"Nak, kita mendadak kekurangan pelayan. Mariani mendadak sakit. Deana bilang ada teman kalian yang mau jadi pelayan, benar begitu?" Tanya Narita dengan kecemasan di wajahnya."E-eh, iya Bu," Sahut Lyan gugup. Teman yang mau jadi pelayan? Dirga kah?"Bisa tolong hubungi temanmu itu? Dari tadi Ibu sudah mencoba menelepon Deana tapi tidak diangkat.""Baiklah, Bu. Sebentar ya."Lyan pamit untuk menelepon Dirga. Sebenarnya dia ragu untuk menawarkan ini pada Dirga. Karena di sini ada ayah beserta ibu tirinya. Dan juga Retania yang malam ini resmi mengumumkan hubungan romantisnya dengan Abi di depan publik."Hai Lyan. Ada apa? Kau butuh bantuan?" Nada ceria Dirga terdengar di seberang sana."Kami... Sedang butuh pelayan tambahan di sini. Salah seorang pelayan ada yang mendadak sakit. Apa kau..bisa datang?""Tentu! Acara k
Retania menaikkan kembali gaunnya namun tidak ada sedikit pun rasa malu yang tergambar di wajahnya meski aksi kemesraannya dipergoki oleh Anara. Berbeda dengan Abi yang kini tampak gugup, Retania justru merasa murka. Sekalipun dia sangat mengagumi Anara sebelumnya, tapi sikap wanita itu sangat ini benar-benar membuatnya amarahnya sudah berada di puncak kepala.Siapa juga yang bakalan suka kalau diganggu saat sedang mesra-mesranya?"Maaf kalau aku terdengar terlalu ikut campur... ""Anda memang terlalu ikut campur, Nona Anara!!" Potong Retania cepat dengan emosi yang terdengar jelas dari nada suaranya. Anara terdiam. Ia mengepalkan tangannya.Dasar, bocah-bocah zaman sekarang memang banyak tingkah!"Anda seharusnya tahu kalau kami sedang membutuhkan privasi. Kalaupun Anda melihatnya, bukankah sebaiknya Anda diam saja?" Cecar Retania.
Beberapa saat sebelumnya..."Kau...benar-benar datang?"Lyan menyambut kedatangan Dirga dengan ekspresi tidak percaya. Namun Dirga bisa melihat rasa iba di matanya. Seakan-akan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya setelah ini."Tentu saja. Mana mungkin aku berbohong padamu, kan?" Sahut Dirga santai sambil melepaskan helmnya dan turun dari motornya. "Sekarang bawa aku menemui ibunya Deana." Dirga langsung menarik tangan Lyan sementara Lyan masih terperangah.Lyan segera membawanya menemui Bu Narita dan memperkenalkan Dirga padanya. Bu Narita kemudian menjelaskan secara ringkas mengenai tugas yang harus Dirga lakukan kemudian memberikan seragam pakaian pada Dirga. Dan sama seperti Lyan, Dirga juga terlihat tampan dengan seragam itu."Kalian berdua benar-benar good-looking!" Puji Bu Narita saat melihat Lyan dan Dirga berdiri beriringan.&
Sambil menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dia lihat, kaki Retania pun tak mampu bergerak. Dirga di depan sana, sedang tercebur ke dalam kolam renang akibat di pukul ayahnya. Melihat luka yang tergambar jelas di wajah Dirga, hati Retania ikut merasakan sakit. Dia jadi teringat pembicaraan mereka dulu."Kau tahu Reta, ada terlalu banyak hal yang kubenci di dunia ini.""Oh ya? Apa saja?""Aku benci belajar, benci keluargaku, dan terutama, aku benci ayahku."Retania terdiam, lalu akhirnya menyahut, "kenapa?""Karena dia itu pria paling brengsek di dunia. Karena kebrengsekannya, aku harus lahir di dunia ini. Dan dia juga mencampakkan ibuku, sampai akhirnya ibuku meninggalkan dunia ini tanpa ikut membawaku."Retania terdiam lagi. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang bahagia dan terhormat. Tidak pe
Dddrrtt...ddrrrtt...Ponsel yang bergetar, dan decakan kesal seorang pria dibelakang kemudi, membuat sang supir diam-diam melirik penumpang istimewa yang sedang duduk dibelakangnya melalui kaca spion dalam mobilnya. Seorang pria tampan dengan kisaran usia 30-an. Setelan hitam formalnya semakin memperjelas kesan profesionalnya serta tampilannya yang menawan. Bahkan sebagai sesama pria dengan kisaran usia yang tidak jauh berbeda , dalam hati sang supir juga berdecak kagum dengan sosok yang beberapa menit yang lalu baru ia jemput dari bandara internasional Sultan Mahmud Badaruddin II. Seorang yang baru saja menyelesaikan gelar doktornya di bidang sistem informasi di Nanyang Technological University di Singapura, dan akan segera menjadi dosen baru di universitas tempatnya bekerja. Ya, seseorang yang akhirnya ia ketahui bernama Abimana Hattala.Tidak ada kesan buruk saat supir muda ini pertama kali bertemu dengannya ketika menjemputnya di ban
Sambil menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dia lihat, kaki Retania pun tak mampu bergerak. Dirga di depan sana, sedang tercebur ke dalam kolam renang akibat di pukul ayahnya. Melihat luka yang tergambar jelas di wajah Dirga, hati Retania ikut merasakan sakit. Dia jadi teringat pembicaraan mereka dulu."Kau tahu Reta, ada terlalu banyak hal yang kubenci di dunia ini.""Oh ya? Apa saja?""Aku benci belajar, benci keluargaku, dan terutama, aku benci ayahku."Retania terdiam, lalu akhirnya menyahut, "kenapa?""Karena dia itu pria paling brengsek di dunia. Karena kebrengsekannya, aku harus lahir di dunia ini. Dan dia juga mencampakkan ibuku, sampai akhirnya ibuku meninggalkan dunia ini tanpa ikut membawaku."Retania terdiam lagi. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang bahagia dan terhormat. Tidak pe
Beberapa saat sebelumnya..."Kau...benar-benar datang?"Lyan menyambut kedatangan Dirga dengan ekspresi tidak percaya. Namun Dirga bisa melihat rasa iba di matanya. Seakan-akan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya setelah ini."Tentu saja. Mana mungkin aku berbohong padamu, kan?" Sahut Dirga santai sambil melepaskan helmnya dan turun dari motornya. "Sekarang bawa aku menemui ibunya Deana." Dirga langsung menarik tangan Lyan sementara Lyan masih terperangah.Lyan segera membawanya menemui Bu Narita dan memperkenalkan Dirga padanya. Bu Narita kemudian menjelaskan secara ringkas mengenai tugas yang harus Dirga lakukan kemudian memberikan seragam pakaian pada Dirga. Dan sama seperti Lyan, Dirga juga terlihat tampan dengan seragam itu."Kalian berdua benar-benar good-looking!" Puji Bu Narita saat melihat Lyan dan Dirga berdiri beriringan.&
Retania menaikkan kembali gaunnya namun tidak ada sedikit pun rasa malu yang tergambar di wajahnya meski aksi kemesraannya dipergoki oleh Anara. Berbeda dengan Abi yang kini tampak gugup, Retania justru merasa murka. Sekalipun dia sangat mengagumi Anara sebelumnya, tapi sikap wanita itu sangat ini benar-benar membuatnya amarahnya sudah berada di puncak kepala.Siapa juga yang bakalan suka kalau diganggu saat sedang mesra-mesranya?"Maaf kalau aku terdengar terlalu ikut campur... ""Anda memang terlalu ikut campur, Nona Anara!!" Potong Retania cepat dengan emosi yang terdengar jelas dari nada suaranya. Anara terdiam. Ia mengepalkan tangannya.Dasar, bocah-bocah zaman sekarang memang banyak tingkah!"Anda seharusnya tahu kalau kami sedang membutuhkan privasi. Kalaupun Anda melihatnya, bukankah sebaiknya Anda diam saja?" Cecar Retania.
"Nak, kita mendadak kekurangan pelayan. Mariani mendadak sakit. Deana bilang ada teman kalian yang mau jadi pelayan, benar begitu?" Tanya Narita dengan kecemasan di wajahnya."E-eh, iya Bu," Sahut Lyan gugup. Teman yang mau jadi pelayan? Dirga kah?"Bisa tolong hubungi temanmu itu? Dari tadi Ibu sudah mencoba menelepon Deana tapi tidak diangkat.""Baiklah, Bu. Sebentar ya."Lyan pamit untuk menelepon Dirga. Sebenarnya dia ragu untuk menawarkan ini pada Dirga. Karena di sini ada ayah beserta ibu tirinya. Dan juga Retania yang malam ini resmi mengumumkan hubungan romantisnya dengan Abi di depan publik."Hai Lyan. Ada apa? Kau butuh bantuan?" Nada ceria Dirga terdengar di seberang sana."Kami... Sedang butuh pelayan tambahan di sini. Salah seorang pelayan ada yang mendadak sakit. Apa kau..bisa datang?""Tentu! Acara k
"Boleh aku tahu ada ada sebenarnya dengan kehidupan puteri kalian yang katanya bahagia bersama jodohnya?"Wisnu dan Jeanita semakin pucat pasi mendengar perkataan Abi dengan nada ejekan di sana. Jeanita meggamit erat lengan suaminya, kode agar sebaiknya mereka pergi saja dari sana. Dan akhirnya, sepasang suami istri itu pun pergi.Abi menghela napas lega. Ia pun kembali memilih kudapannya. Seorang pelayan baru saja meletakkan beberapa jenis kudapan baru di atas meja hidang. Melihat salah satu kudapan tradisional favoritnya tersaji di sana, Abi langsung mengambilnya dengan penuh semangat."Wah, akhirnya ada juga kue tradisional! Ini kesukaanku! Terima kasih... Eh?? Lily?!"Suara Abi berubah menjadi pekikan saat menyadari siapa sosok pelayan yang barusan menghidangkan kudapan di atas meja. Dan ternyata itu adalah Lyan!"Lily? Kenapa bisa ada di sini?"
Lyan menatap dirinya di depan cermin di hadapannya. Ia merapikan penampilannya sekali lagi, memastikan seragam pelayan kombinasi hitam dan putih yang diberikan ibunya Deana ini tidak kusut sama sekali. Ia juga memperhatikan rambutnya yang sudah tertata rapi, disanggul kecil di belakang. Riasannya yang sederhana juga sudah pas. Bagaimanapun, sesuai arahan ibunya Deana, ia tidak perlu berpenampilan berlebihan.Lyan tersenyum sekali lagi sambil menyemangati diri. Jujur sebenarnya ia gugup sekali. Ini pertama kalinya ia bekerja di acara keluarga kelas atas. Reputasi keluarga Hardoyo sebagai pengusaha tambang sungguh tidak main-main. Dan karena ini pesta yang tidak terlalu besar, Lyan justru semakin gugup. Para tamu akan lebih mudah mengenalinya. Dan seperti cerita Dirga sebelumnya, Lyan cukup khawatir akan ada yang coba mempermainkannya."Semangat Lyan! Semangat!" Ia masih berusaha keras memberi sugesti pada dirinya sendiri. Kemudian
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirga sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng ke arah Lyan. Saat ini ia, Lyan, dan juga Deana sedang nongkrong di kafetaria kampus."Apa maksudmu?" Tanya Lyan heran.Dirga meneguk minumannya lalu menjawab, "yah, kau benar-benar orang yang penuh rahasia. Dan penuh kejutan juga. Kemarin kau ternyata kenal dengan dosen baru kita. Dan tiba-tiba hari ini kau mengenal artis itu juga. Besok besok siapa lagi yang akan kau kenal? Presiden Amerika? Atau apa jangan-jangan kau ini juga anak mafia?"Deana terkikik geli mendengar perkataan Dirga. Sementara Lyan segera melempar pelan kotak tisu yang ada di hadapannya ke arah Dirga dan cepat di tangkap cowok itu."Jangan-jangan kau juga keturunan ilmuwan? Guruku ini kan sangat pintar!" Celetuk Dirga lagi"Hentikan! Kau ini!" Kali ini Lyan juga tertawa kecil mendengar ledekan itu."Mungkin Lyan juga keturunan peraih Nobel Perdamaian
"Wahhh, pemandangannya bagus sekali disini!" Celetuk Anara riang ketika kakinya menyentuh lantai rooftop. Pemandangan seluruh kota terlihat dari atas sini. Sangat indah.Di ujung sana, Abi berdiri namun ia hanya membalikkan tubuhnya. Tapi Anara sangat yakin pria itu pasti menyadari kedatangannya. Ia tersenyum. Abi sungguh pintar memilih tempat yang bagus dan romantis untuk mereka berbicara berdua saja."Maaf lama menunggu, Abi..."Abi langsung membalikkan tubuhnya dan menatap Anara serius."Katakan apa tujuanmu sebenarnya!"Rahang Anara mengeras dan raut wajahnya tidak lagi seriang sebelumnya. Hatinya terluka karena hingga detik ini tidak ada keramahan dari Abi samasekali padahal Anara sudah melakukan berbagai hal sejauh ini untuk bisa dekat dengannya.Namun Anara berusaha untuk tetap memasang senyum manisnya. "Apa maksudmu, Abi? Aku t
Dan tentu saja, hari itu di Universitas Bina Darma, semua yang terjadi sesuai dugaan Anara."Hei!! Bukannya itu Anara Aryasena?!!""Wah...!! Dewi Estella!!""My God! Dewi Estella benar-benar ada di sini??!""Ya Tuhan... Dia benar-benar dewi! Dia sangat cantik!"Anara tersenyum sambil tetap melenggang anggun di sepanjang kawasan Universitas Bina Darma. Karena ia sedang berada di kampus, ia mencoba mengenakan busana yang lebih pantas. Dan ternyata, setelah blazer hitam dari desainer ternama, rambut yang diikat rendah ke belakang dengan sedikit anak rambut yang terurai di bagian depan, dan cukup dengan riasan minimalis yang cantik, pesonanya sukses mengguncang semua orang. Di tambah dengan kacamata hitam dan blazer yang tidak dikancing dan memperlihatkan dalaman berupa kemeja berwarna abu-abu, ia terlihat lebih kasual namun amat sangat keren. Setiap mata yang memandang tak hen