"Mama...!"
Seorang wanita cantik dengan status nyonya di rumah ini seketika menghentikan langkah kakinya ketika mendengar panggilan bersuara malaikat itu. Ia berbalik, balas menatap datar seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang menatapnya lirih, dan penuh tanya.
"Mama mau pergi lagi?" tanyanya sekali lagi. Ia, sang nyonya rumah yang bernama Anara Aryasena, menghela napas berat tidak kentara.
"Tante, Lila. Tante," ralatnya pada si gadis kecil bernama Lila, putri sulung dirumah ini. Lila menunduk lalu bergumam lirih, "iya, Tante,"
Anara tersenyum lega. "Sekarang kembalilah. Lanjut lagi les pianonya" sahutnya sambil memberi kode pada Miss Joseline, guru piano Lila, agar kembali membawa anak itu masuk. Lila pun menurut.
Setelah keduanya pergi, Anara kembali berbalik. Ia bersiap berangkat sekarang juga.
"Tidak seharusnya kau bersikap begitu pada Lila. Bagaimanapun dia masih anak-anak," tegur seseorang dengan nada tegas dan dingin. Anara mengutuk kesal didalam hatinya. Ia selalu benci mendengar suara ini. Suara mimpi buruknya selamanya. Namun ia memberanikan diri menatap sang pemilik suara sinis. Pria dengan status Tuan rumah yang bernama Pramudya Sanjaya. Seorang pengusaha tekstil sekaligus merangkap sebagai anggota dewan di provinsi Sumatera Selatan ini
"Lila harus terbiasa. Dia harus selalu ingat kalau aku bukan ibunya,"
"Tapi kalian tetap memiliki darah yang sama," tukas pria itu lagi, membuat Anara langsung menatapnya sengit. Sementara Pram masih menatapnya tenang.
Anara memalingkan wajahnya. "Sudahlah! Aku tak mau berdebat denganmu,"
"Pastikan kau kembali untuk makan malam," ujar Pram lagi.
"Berhentilah mengurusiku. Lebih baik cepat hadiri rapat dewanmu," tukas Anara kesal.
"Wah, akhirnya kau perhatian juga. Kau mengingat jadwal rapatku. Catat kalau perlu, hari ini kau melakukan tugasmu sebagai istri dengan baik,"
Ucapan itu jelas terasa bagai sindiran bagi Anara. Ia benci label itu.
Istri.
Ibu.
5 tahun menyandang gelar yang tak pernah ia inginkan karena sebuah pernikahan yang dipaksakan orang tuanya pada seorang pria berstatus duda beranak satu yang sebelumnya justru bergelar kakak iparnya. Mimpi apa yang lebih buruk daripada ini?
Dari sekian banyak wanita yang ada didunia ini, kenapa harus ia yang dipilih pria itu sebagai pengganti istrinya? Kenapa harus ia yang dipaksa orang tuanya agar hubungan baik antara keluarga Aryasena dan Sanjaya tetap terjaga?
"Biarkan Pak Wira mengantarmu,"
Anara menggeleng cepat. "Tak perlu. Aku akan naik mobilku sendiri,"
Anara melangkah cepat. Ia tak peduli lagi apakah pria berstatus suaminya itu masih membalas perkataannya atau tidak. Diluar mobilnya sudah menunggu. Ia pun segera melesat pergi dan tak berencana untuk cepat kembali hari ini. Kalau perlu, ia tak ingin kembali lagi...
Sekitar satu kilometer dari rumahnya, ia berbelok ke sebuah jalan kecil, menyepikan mobilnya sebentar. Kemudian menangis.
Menangisi segalanya.
Menangisi nasib sialnya. Menangisi pernikahan tersembunyinya. Bahkan, menangisi kematian kakaknya.
Ya, segalanya tidak akan seperti ini kalau saja kakaknya tidak pergi begitu cepat dari dunia ini. Amira Aryasena, kakaknya satu-satunya, istri pertama Pram, meninggal secara tiba-tiba 5 tahun yang lalu akibat kecelakaan. Meninggalkan Lila yang masih berumur 5 tahun. Anak kecil itu jadi sulit ditangani sejak kematian ibunya yang mendadak. Ditambah lagi Pram yang frustrasi dan justru lebih sering menghabiskan waktunya diluar rumah. Membuat keluarga besar Sanjaya memutuskan mereka membutuhkan pengganti Amira, baik sebagai istri bagi Pram, ataupun ibu bagi Lila.
Namun siapa sangka, Anara yang saat itu berniat melanjutkan studinya di Singapura, justru malah diminta, atau lebih tepatnya dipaksa untuk menikah dengan Pram. Tentu saja itu mimpi buruk baginya. Bagaimana bisa ia menikahi kakak iparnya sendiri? Dan lagi, di usia itu, ia baru saja membangun mimpinya untuk menjadi seorang desainer produk yang handal. Pernikahan itu, tentu saja akan merenggut mimpinya.
Namun karena paksaan kedua orangtuanya, dan nalurinya sebagai bibi yang kasihan melihat keadaan keponakan satu-satunya, ia pun akhirnya menyetujuinya. Dengan syarat, pernikahan ini harus tetap disembunyikan dari khalayak ramai. Anara tidak mau dikenal sebagai istri pengganti kakaknya. Baginya itu terdengar seperti aib. Dan Pram juga meminta syarat, bahwa ia harus menghentikan karirnya dan fokus mengurus Lila. Tentunya Anara tidak perlu mengkhawatirkan masalah finansial. Pram menjamin kehidupannya akan seperti ratu di rumah mewahnya.
Ya, ratu boneka. Begitulah kenyataannya.
5 tahun sudah cukup untuk Lila mulai memahami kepergian ibu kandungnya. Dan usia 10 tahun sudah cukup bagi Anara untuk meminta anak itu berhenti memanggilnya ibu. Lima tahun ini sudah cukup. Anara ingin kembali mendapatkan hidupnya. Ia sudah memulai rencananya sejak setahun yang lalu. Karena Pram melarangnya berkarir diluar, ia pun mulai rajin mengekspos kecantikan dan kemewahan hidupnya di dunia maya. Hingga tanda centang biru berhasil ia dapatkan di akun media sosialnya yang kini sudah memiliki jutaan pengikut. Statusnya pun berubah menjadi selebgram. Berbagai endorsement produk ia terima. Pram tak marah karena ia pikir Anara hanya membutuhkan 'mainan baru' untuk mengatasi kebosanannya.
Hingga akhirnya, salah satu brand skincare premium di negara ini, Estella, memintanya untuk menjadi brand ambassador salah satu produk terbaru mereka. Tanpa pikir panjang, Anara langsung menandatangani kontraknya. Estella merupakan perusahaan besar, tentu saja lebih besar daripada perusahaan Pram. Tidak peduli sebesar apapun kemarahan pria itu nantinya, tetap saja ia tak punya kuasa untuk meminta pihak Estella membatalkan kontrak istrinya.
Inilah cara Anara untuk kembali mendapatkan hidupnya. Perlahan-lahan meninggalkan kehidupan ratu-nya di rumah besar itu. Membangun kembali karirnya meski di bidang yang berbeda. Membuat Lila membiasakan dirinya agar berhenti memanggilnya ibu. Karena ia berencana untuk berhenti menjadi ibu bagi gadis kecil itu. Dan juga, berhenti menjadi istri Pram.
Cerai.
Ya, satu kata dengan lima huruf yang akan mulai diperjuangkannya. Tidak peduli apa kata dunia. Ini demi dirinya. Demi hidupnya.
***
"Tell me, what's wrong with you?" desak Deana begitu Lyan kembali ke kantin, duduk dihadapannya dengan wajah sedikit sembap."Cuma teringat masa lalu yang nggak enak aja. Sorry, aku agak emosional tadi. Efek PMS barangkali. But i'm okay now," sahut Lyan."Kau yakin?" tanya Deana skeptis. Ia memperhatikan Lyan yang saat ini justru menghindari kontak mata dengannya. Sahabatnya itu mulai melahap potongan browniesnya. Deana pun memutuskan untuk tak memaksanya bercerita. Ia memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan agar berganti suasana."Oh ya Ly, menurutmu gimana tuh, si dosen baru? Ganteng nggak?"Nyatanya, pembicaraan ini tidak benar-benar baru. Setidaknya begitulah bagi Lyan. Ia berhenti mengunyah sesaat. Lalu kembali mengatur ekspresinya agar Deana tak curiga."Biasa aja. Nggak ada yang istimewa," sahutnya datar."Serius?? Cakep gitu! Jenius lagi! Udah S3!" kilah Deana masih tak pua
"Aku benci ditatap orang asing lebih dari 5 detik,"Sorot mata yang mengintimidasi, dan ucapan dengan nada yang dingin dari sesosok mahasiswa yang baru diketahui Lyan adalah Dirga Hadinata. Cowok itu berdiri tegap dihadapannya dan Deana dengan sebelah tangan berada didalam saku jeansnya.Deana hanya menunduk, sambil berkali-kali memberikan kode pada Lyan melalui kakinya agar mereka segera kabur dari situ. Namun nyatanya Lyan justru tak bergeming."Aku juga benci dengan orang yang terlalu baper dengan hanya ditatap lebih dari 5 detik,"Tatapan Dirga berubah. Ia terpana dengan caranya. Masih dengan tatapan yang sama dinginnya. Dan Lyan, ia pun masih bernyali untuk terus menatap Dirga yang menjulang tinggi di hadapannya.Deana yang kini menarik kaus Lyan dari bawah meja, membuat Lyan akhirnya mengalah. Ia pun bangkit sambil menarik tangan Deana."Balik yuk! Ngerjain tugas d
"Jadi, kau ingin berkarir sebagai selebriti secara profesional?" Pram mengusap mulutnya dengan tisu setelah ia menyelesaikan makan malamnya. Di meja hanya ada ia dan juga Anara. Lila sudah lebih dulu tidur.Ia menatap Anara di hadapannya yang juga baru menyelesaikan makan malamnya. Pram melirik piring wanita itu. Ia bahkan hanya makan sedikit namun tetap tidak menghabiskannya. Apa wanita ini sedang berdiet?"Kontrakku dengan Estella tentunya bukan main-main," sahut Anara dingin. Ia menghindar berkontak mata dengan Pram. Ia meneguk air minumnya dengan tenang."Berapa lama kontrakmu?"Anara terdiam sesaat, lalu menjawab, "enam bulan,"Pram menarik napas lega. "Baguslah,""Tapi aku akan membuat mereka memperpanjang kontrakku," tukas Anara cepat. Pram menatapnya tak senang. "Lalu bagaimana dengan Lila? Apa kau mau menelantarkannya?""Bagaimana bisa kau menuduhku m
Lyan mengernyit melihat seseorang yang berdiri didepan pagar kosannya."Ohh, kau si cowok lima detik ya?" gumamnya cuek."Cowok lima detik?" gantian cowok itu yang mengernyit bingung. Ia terlihat keren dengan setelan kasualnya berapa celana jeans rebel dan kaus berpotongan V-neck berwarna beige. Dan semakin bertambah keren dengan tunggangan motor gede yang sepertinya keluaran terbaru.Dialah Dirga Hadinata'Oh, jadi karena inikah dia terkenal?' batin Lyan. Ia teringat percakapannya dengan Deana semalam."Dirga itu terkenal di kampus kita. Dia anak orang kaya, dan jumlah mantannya udah berderet-deret. Tapi denger-denger sih, dia semacam anak yang nggak diakui gitu di keluarganya yang kaya raya itu. Semacam anak haram atau anak gundik ayahnya. Makanya dia tinggal di apartemennya sendiri. Dan sifatnya jadi rebel gitu. Tapi tetep aja banyak yang naksir dan ngantri buat jadi pacarnya. Soa
"Mau jadi pacarku?"Sorak sorai langsung riuh terdengar memenuhi seluruh jagat kantin. Ini benar-benar peristiwa langka karena inilah pertama kalinya seorang Dirga Hadinata langsung nembak cewek didepan umum. Karena biasanya kalau ia baru jadian, nggak ada angin nggak ada hujan, keesokan harinya ia sudah akan langsung menggandeng pacar barunya didepan seluruh mahasiswa, bak pasangan artis yang tengah berjalan di red carpet.Dan ini juga pertama kalinya bagi Dirga memilih seorang cewek yang berbeda dari tipe para mantan pacarnya sebelumnya. Lyan memang cukup cantik, tapi terlalu sederhana dibandingkan para mantan Dirga yang selalu berpenampilan bak selebgram. Bahkan juga cukup aneh bahwa Dirga akhirnya tertarik pada seorang cewek cerdas semacam Lyan. Bukannya semua orang tahu, cowok itu malas belajar. Jelas ia tidak berminat berkencan dengan cewek cerdas yang nantinya akan membuatnya repot karena terus-terusan diminta untuk serius belajar.
8 tahun yang lalu..."Namaku Lyan!" seru Lyan cepat, menjawab pertanyaan seorang pemuda dewasa dihadapannya yang menanyakan namanya dengan ramah."Hmm, namamu cukup unik. Apa itu nama panggilan?"Lyan menggeleng cepat. "Nama lengkapku Lyan Keshwari,"Pemuda itu tersenyum lagi sambil menatap lembut ke arahnya. "Kalau nama kakak? Sudah tahu kan?"Lyan mengangguk. "Abimana Hattala," sahutnya. Ia mengetahuinya dari KTP di dompet Abi yang ia temukan terjatuh di jalan. Demi menemukan sang empunya dompet, Lyan terpaksa membuka isinya demi mencari identitas pemiliknya. Namun alamat yang tertera justru sebuah alamat di luar kota. Karena kebingungan, Lyan pun pergi ke kantor kepala desa untuk melaporkan dompet yang ia temukan. Dan bersyukurnya, orang-orang di kantor kepala desa mengenal sang pemilik dompet. Yang ternyata salah satu mahasiswa yang sedang ikut kegiatan volunteering di desa mereka. Ya, desa mere
Abi tersenyum sambil memegangi dompet yang kini telah kembali ke tangannya. Bukan senang karena dompetnya telah kembali, melainkan terkesan dengan gadis kecil yang telah mengembalikan dompetnya meskipun ia bisa saja menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ada beberapa ratus ribu di dompet itu, dan tak satu lembar pun yang hilang. Ya, Abi mengagumi kejujuran anak itu serta usahanya demi menemukan dirinya sebagai pemilik dompet."Wahh... akhirnya ketemu juga ya sayang. Dapat dimana?"Abi melirik seorang gadis disampingnya yang sedang bergelayut manja di lengannya yang kini ikut memperhatikan dompetnya.Anara. Kekasihnya.Abi mengusap lembut rambut Anara."Dibalikin sama anak kecil,"Anara mendongak. "Anak kecil? Serius? Tumben masih ada anak yang sejujur itu ya di zaman sekarang,"Abi menggumam setuju sambil tersenyum lagi.
"Ly... kenapa nangis?" tanya Deana cemas melihat Lyan yang berdiri didepan pintunya sambil berurai air mata. Sekian lama bersahabat dengan Lyan, baru kali ini ia melihat Lyan menangis. Deana mulai berpikir macam-macam. Apakah pernyataan cinta Dirga membuat Lyan di bully para penggemar fanatiknya? Apa mereka menghinanya? Menyakitinya secara fisik karena merasa tak terima?Deana merasa miris melihat Lyan yang seperti ini. Meskipun belum tahu pasti apa penyebabnya kesedihan Lyan, namun Deana serasa ingin menangis bersamanya."Ma...maaf De, a...aku... nggak bawa...buah untukmu..." sahut Lyan sambil sesenggukan. Ia sibuk mengusap air matanya yang tak henti mengalir.Deana memeluknya. "Nggak perlu pikirin itu. Lagian aku juga udah mulai enakan. Yuk masuk dulu. Kamu tenangin diri didalam,"Lyan mengangguk. Deana menuntunnya masuk lalu segera menutup pintu. Lyan segera duduk di tepi kasur sementara Deana mengambilkan segela
Sambil menutup mulutnya karena tak menyangka dengan apa yang dia lihat, kaki Retania pun tak mampu bergerak. Dirga di depan sana, sedang tercebur ke dalam kolam renang akibat di pukul ayahnya. Melihat luka yang tergambar jelas di wajah Dirga, hati Retania ikut merasakan sakit. Dia jadi teringat pembicaraan mereka dulu."Kau tahu Reta, ada terlalu banyak hal yang kubenci di dunia ini.""Oh ya? Apa saja?""Aku benci belajar, benci keluargaku, dan terutama, aku benci ayahku."Retania terdiam, lalu akhirnya menyahut, "kenapa?""Karena dia itu pria paling brengsek di dunia. Karena kebrengsekannya, aku harus lahir di dunia ini. Dan dia juga mencampakkan ibuku, sampai akhirnya ibuku meninggalkan dunia ini tanpa ikut membawaku."Retania terdiam lagi. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang bahagia dan terhormat. Tidak pe
Beberapa saat sebelumnya..."Kau...benar-benar datang?"Lyan menyambut kedatangan Dirga dengan ekspresi tidak percaya. Namun Dirga bisa melihat rasa iba di matanya. Seakan-akan akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya setelah ini."Tentu saja. Mana mungkin aku berbohong padamu, kan?" Sahut Dirga santai sambil melepaskan helmnya dan turun dari motornya. "Sekarang bawa aku menemui ibunya Deana." Dirga langsung menarik tangan Lyan sementara Lyan masih terperangah.Lyan segera membawanya menemui Bu Narita dan memperkenalkan Dirga padanya. Bu Narita kemudian menjelaskan secara ringkas mengenai tugas yang harus Dirga lakukan kemudian memberikan seragam pakaian pada Dirga. Dan sama seperti Lyan, Dirga juga terlihat tampan dengan seragam itu."Kalian berdua benar-benar good-looking!" Puji Bu Narita saat melihat Lyan dan Dirga berdiri beriringan.&
Retania menaikkan kembali gaunnya namun tidak ada sedikit pun rasa malu yang tergambar di wajahnya meski aksi kemesraannya dipergoki oleh Anara. Berbeda dengan Abi yang kini tampak gugup, Retania justru merasa murka. Sekalipun dia sangat mengagumi Anara sebelumnya, tapi sikap wanita itu sangat ini benar-benar membuatnya amarahnya sudah berada di puncak kepala.Siapa juga yang bakalan suka kalau diganggu saat sedang mesra-mesranya?"Maaf kalau aku terdengar terlalu ikut campur... ""Anda memang terlalu ikut campur, Nona Anara!!" Potong Retania cepat dengan emosi yang terdengar jelas dari nada suaranya. Anara terdiam. Ia mengepalkan tangannya.Dasar, bocah-bocah zaman sekarang memang banyak tingkah!"Anda seharusnya tahu kalau kami sedang membutuhkan privasi. Kalaupun Anda melihatnya, bukankah sebaiknya Anda diam saja?" Cecar Retania.
"Nak, kita mendadak kekurangan pelayan. Mariani mendadak sakit. Deana bilang ada teman kalian yang mau jadi pelayan, benar begitu?" Tanya Narita dengan kecemasan di wajahnya."E-eh, iya Bu," Sahut Lyan gugup. Teman yang mau jadi pelayan? Dirga kah?"Bisa tolong hubungi temanmu itu? Dari tadi Ibu sudah mencoba menelepon Deana tapi tidak diangkat.""Baiklah, Bu. Sebentar ya."Lyan pamit untuk menelepon Dirga. Sebenarnya dia ragu untuk menawarkan ini pada Dirga. Karena di sini ada ayah beserta ibu tirinya. Dan juga Retania yang malam ini resmi mengumumkan hubungan romantisnya dengan Abi di depan publik."Hai Lyan. Ada apa? Kau butuh bantuan?" Nada ceria Dirga terdengar di seberang sana."Kami... Sedang butuh pelayan tambahan di sini. Salah seorang pelayan ada yang mendadak sakit. Apa kau..bisa datang?""Tentu! Acara k
"Boleh aku tahu ada ada sebenarnya dengan kehidupan puteri kalian yang katanya bahagia bersama jodohnya?"Wisnu dan Jeanita semakin pucat pasi mendengar perkataan Abi dengan nada ejekan di sana. Jeanita meggamit erat lengan suaminya, kode agar sebaiknya mereka pergi saja dari sana. Dan akhirnya, sepasang suami istri itu pun pergi.Abi menghela napas lega. Ia pun kembali memilih kudapannya. Seorang pelayan baru saja meletakkan beberapa jenis kudapan baru di atas meja hidang. Melihat salah satu kudapan tradisional favoritnya tersaji di sana, Abi langsung mengambilnya dengan penuh semangat."Wah, akhirnya ada juga kue tradisional! Ini kesukaanku! Terima kasih... Eh?? Lily?!"Suara Abi berubah menjadi pekikan saat menyadari siapa sosok pelayan yang barusan menghidangkan kudapan di atas meja. Dan ternyata itu adalah Lyan!"Lily? Kenapa bisa ada di sini?"
Lyan menatap dirinya di depan cermin di hadapannya. Ia merapikan penampilannya sekali lagi, memastikan seragam pelayan kombinasi hitam dan putih yang diberikan ibunya Deana ini tidak kusut sama sekali. Ia juga memperhatikan rambutnya yang sudah tertata rapi, disanggul kecil di belakang. Riasannya yang sederhana juga sudah pas. Bagaimanapun, sesuai arahan ibunya Deana, ia tidak perlu berpenampilan berlebihan.Lyan tersenyum sekali lagi sambil menyemangati diri. Jujur sebenarnya ia gugup sekali. Ini pertama kalinya ia bekerja di acara keluarga kelas atas. Reputasi keluarga Hardoyo sebagai pengusaha tambang sungguh tidak main-main. Dan karena ini pesta yang tidak terlalu besar, Lyan justru semakin gugup. Para tamu akan lebih mudah mengenalinya. Dan seperti cerita Dirga sebelumnya, Lyan cukup khawatir akan ada yang coba mempermainkannya."Semangat Lyan! Semangat!" Ia masih berusaha keras memberi sugesti pada dirinya sendiri. Kemudian
"Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirga sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng ke arah Lyan. Saat ini ia, Lyan, dan juga Deana sedang nongkrong di kafetaria kampus."Apa maksudmu?" Tanya Lyan heran.Dirga meneguk minumannya lalu menjawab, "yah, kau benar-benar orang yang penuh rahasia. Dan penuh kejutan juga. Kemarin kau ternyata kenal dengan dosen baru kita. Dan tiba-tiba hari ini kau mengenal artis itu juga. Besok besok siapa lagi yang akan kau kenal? Presiden Amerika? Atau apa jangan-jangan kau ini juga anak mafia?"Deana terkikik geli mendengar perkataan Dirga. Sementara Lyan segera melempar pelan kotak tisu yang ada di hadapannya ke arah Dirga dan cepat di tangkap cowok itu."Jangan-jangan kau juga keturunan ilmuwan? Guruku ini kan sangat pintar!" Celetuk Dirga lagi"Hentikan! Kau ini!" Kali ini Lyan juga tertawa kecil mendengar ledekan itu."Mungkin Lyan juga keturunan peraih Nobel Perdamaian
"Wahhh, pemandangannya bagus sekali disini!" Celetuk Anara riang ketika kakinya menyentuh lantai rooftop. Pemandangan seluruh kota terlihat dari atas sini. Sangat indah.Di ujung sana, Abi berdiri namun ia hanya membalikkan tubuhnya. Tapi Anara sangat yakin pria itu pasti menyadari kedatangannya. Ia tersenyum. Abi sungguh pintar memilih tempat yang bagus dan romantis untuk mereka berbicara berdua saja."Maaf lama menunggu, Abi..."Abi langsung membalikkan tubuhnya dan menatap Anara serius."Katakan apa tujuanmu sebenarnya!"Rahang Anara mengeras dan raut wajahnya tidak lagi seriang sebelumnya. Hatinya terluka karena hingga detik ini tidak ada keramahan dari Abi samasekali padahal Anara sudah melakukan berbagai hal sejauh ini untuk bisa dekat dengannya.Namun Anara berusaha untuk tetap memasang senyum manisnya. "Apa maksudmu, Abi? Aku t
Dan tentu saja, hari itu di Universitas Bina Darma, semua yang terjadi sesuai dugaan Anara."Hei!! Bukannya itu Anara Aryasena?!!""Wah...!! Dewi Estella!!""My God! Dewi Estella benar-benar ada di sini??!""Ya Tuhan... Dia benar-benar dewi! Dia sangat cantik!"Anara tersenyum sambil tetap melenggang anggun di sepanjang kawasan Universitas Bina Darma. Karena ia sedang berada di kampus, ia mencoba mengenakan busana yang lebih pantas. Dan ternyata, setelah blazer hitam dari desainer ternama, rambut yang diikat rendah ke belakang dengan sedikit anak rambut yang terurai di bagian depan, dan cukup dengan riasan minimalis yang cantik, pesonanya sukses mengguncang semua orang. Di tambah dengan kacamata hitam dan blazer yang tidak dikancing dan memperlihatkan dalaman berupa kemeja berwarna abu-abu, ia terlihat lebih kasual namun amat sangat keren. Setiap mata yang memandang tak hen