Vano yang mendengar Rifia marah tersebut, berusaha untuk membujuk sang pacar yang marah karena melihat dirinya dicium sang istri sendiri tadinya.
“Tidak sayang. Aku juga terkejut, kenapa dia bisa seperti itu? Dia tidak pernah seperti itu sebelumnya!” tegas dari Vano.
Mendelik tajam Rifia melihat wajah sang pria yang merupakan kekasihnya tersebut, tengah memohon kepadanya supaya tidak salah paham atas apa yang baru saja terjadi tersebut.
Api cemburu melahap akal sehatnya, dan itu membuatnya jadi benar-benar marah tidak terima dengan apa yang terjadi di depan mereka kala tersebut.
“Sayang…,” Vano membujuk dengan memegang tangan Rifia dengan halus, “percaya padaku, aku hanya mencintaimu sepanjang hidupku,” sambung Vano.
Hanya dengan ucapan manis bak buaya yang sedang mencari mangsa tersebut, Rifia benar-benar luluh dengan apa yang dikatakan oleh Vano barusan. Dia sampai tersipu malu karena merasa bahwa pria di depannya jauh lebih memilihnya.
“Pokoknya aku tidak mau dia menyentuhmu lagi! Kamu sudah berjanji akan menjauh darinya!” tegas dari Rifia.
“Iya sayang…, iya. Kita duduk dulu, ya?” ajak dari Vano.
Mereka berdua duduk di tempat sebelumnya Siella duduk tersebut. Dari kejauhan saja sebenarnya Siella sakit hati melihat bagaimana sang suami memperlakukan wanita itu.
Dia jauh lebih halus, lebih lembut, dan bahkan berusaha menjaga perasaan si perempuan. Sementara Siella? Tidak. Bukan tidak pernah, tetapi tidak pernah sampai sedemikian rupa. Vano memperlakukannya berbeda dengan Rifia.
Air matanya yang mengambang di permukaan bola matanya tersebut terlihat dengan sangat jelas sekali. Devan yang melirik dan mengetahui bahwa tampaknya Siella tidak baik-baik saja, segera sedikit pelannya menyiku lengan Siella supaya bisa sadar dan tidak terhanyut dalam pemandangan barusan.
Merasakan dirinya disiku, Siella segera menoleh. Ia melihat bagaimana Devan menatap tajam memperingatinya. Selain pembalasan ini, membuat perasaan Siella sirna adalah yang paling susah. Karena selama ini Siella begitu mencintai Vano, jadi itu adalah pemberat sebenarnya dalam masalah ini.
“Ma- Maaf,” Siella langsung meminta maaf dan segera menghapus air matanya dengan dada yang sesak.
“Kamu harus menguatkan diri. Sakit memang melihat faktanya di depan matamu, tapi, kamu akan jauh lebih sakit kalau kamu tahu dari orang lain,” beritahu dari Devan.
Ucapannya memang kasar dan tidak memikirkan perasaan Siella. Namun dirinya paham, Devan dengan cara bicaranya yang tidak disaring itu berusaha membuat Siella supaya tidak memakai hati dalam pembalasannya ini. supaya ia berfokus menggunakan logika dan akal sehatnya saja.
Siella mengangguk, meski ia hampir merasa sesenggukan setelah melihat dan mendengarkan percakapan kecil Vano dari ponsel Devan tersebut.
Kembali menyimak dengan baik, Devan dan Siella berusaha mengumpulkan bukti supaya nantinya saat Siella bercerai dengan Vano, dirinya tidak mengalami kerugian yang besar.
“Kapan kamu akan ceraikan istrimu itu? Aku tidak suka lama-lama in private begini. Rasanya tidak bebas ingin menemuimu,” Rifia merengek karena keinginannya tersebut.
“Sabar sayang,” Vano mengelus pelan rambut Rifia, kemudian menyentuh lembut pipi Rifia sambil memberikan cubitan pelannya, “aku masih perlu kemampuannya untuk menggaet investor. Ada 3 investor yang harus ada di pihakku, supaya saat aku meninggalkannya, aku tidak perlu repot mencari dana,” jawab dari Vano.
Mendengarnya membuat Rifia tidak bisa melawan. Karena Rifia tahu bahwa perusahaan Vano sangat membutuhkan investor untuk melebarkan sayapnya. Tetapi, ini baginya sudah sangat lama sekali.
“Kenapa kamu tidak terima bantuanku saja? Terima dana dari ayahku, dan kamu bisa tinggalkan istrimu yang tidak berguna tersebut!” pekik dari Rifia.
“Hahaha, aku tidak mau seperti itu. Kalau menerima dana dari ayahmu, bisa saja sewaktu-waktu itu malah menjadi bumerang besar bagiku. Jadi, kalau aku cari investor luar, setidaknya aku menghindari masalah dari eksternal yang tidak berkaitan dengan perusahaan,” jelas dari Vano.
Menguntungkan memang menerima dana dari perusahaan keluarga Rifia. Tetapi, kalau ketahuan soal tingkahnya yang ternyata memiliki hubungan bayangan begini, bisa-bisa dananya ditarik dan citra perusahaan hancur lebur.
Vano mempertahakan Rifia bukan tanpa alasan. Dia adalah orang cerdas yang mampu menggaet banyak investor dengan kemampuannya dalam berbicara dan meyakinkan. Jadi, rasanya sayang kalau diceraikan sekarang.
‘Untung saja Siella masih mau membantu meski dia bilang mau keluar dari perusahaan. Pokoknya aku harus bisa membuat Siella mendapatkan investasi dari para investor itu, setelahnya aku akan melepaskannya sepenuhnya,’ batin dari Vano.
Situasi jadi sedikit canggung sejak Siella secara sengaja mencium Vano. Rifia memilih untuk mencoba mengajak Vano pergi, ke suatu tempat untuk memperbaiki suasana hatinya tersebut.
“Sayang…, bagaimana kalau kita pergi dari sini? Rasa-rasanya, aku ingin tidur dengan sebuah pelukan,” ucap dari Rifia sambil mengipas diri, memberikan kode bahwa dia ingin pergi dari sana.
Vano yang menangkap apa yang sengaja dipancing oleh Rifia tersebut jelas saja merasa sangat bersemangat sekali. Dia dengan perasaan yang menggebu mencoba untuk mengajak pacarnya yang Ulala tersebut ke tempat seperti apa yang diinginkannya.
“Baiklah, sayang. Tunjukkan kemana maumu, dan aku akan mengantarmu.”
Dua pasangan sejoli dengan cara buruk itu segera keluar dari kafe sambil saling merangkul dengan perasaan bahagia sekali. Seolah mereka tidak ingat bahwa hubungan mereka itu benar-benar terlarang.
Sementara Siella yang masih di sana, melihat semua dengan mata dan kepalanya sendiri merasa benar-benar murka. Dadanya makin sesak, dan detak jantungnya berpacu maki cepat.
Mendengar apa yang mereka katakan tadi membuat Siella langsung berspekulasi mengenai tempat yang akan mereka datangi. Hotel. Satu-satunya tempat yang menjadi tujuan mereka pastinya.
Devan keluar sebentar ke dalam kafe untuk mengambil alat yang menempel di sana. Sementara Siella masih mematung dengan segala fantasi liar akan apa yang hendak mereka lakukan nantinya di dalam sana. Siella benar-benar kacau.
Kembalinya dari sana, Devan segera masuk mobil dan menancap gas untuk berjalan mengikuti kemana perginya pasangan menjijikkan tersebut.
“Kita akan menghampirinya?” lirih tanya Siella.
“Tentu saja, kita kumpulkan bukti yang paling kuat bahwa mereka melakukan hubungan itu. Setelahnya kamu bisa melakukan semua sesukamu, karena kamu punya kunci buktinya,” jawab dari Devan.
Tidak ada perasaan kagum atau senang dari dalam dirinya setelah mendengar Devan berkata demikian. Memang menguntungkan bagi dirinya, tetapi entah kenapa dada Siella seperti tidak mau melakukan kesepakatan atas apa yang akan mereka dapatkan nantinya.
“Jangan…,” pelan dari suara Siella yang meminta.
“Maksudmu?” Devan terkejut saat dia tengah menyetir tersebut.
“Jangan datangi mereka,” Kembali Siella memperjelasnya.
“Kamu gila? Jangan bilang sekarang kamu berpikir bahwa kamu akan merasa sangat sakit hati kalau kamu melihatnya sendiri,” Devan langsung mengatakan kecurigaannya.
Siella dengan pelan menoleh ke arah dari Devan yang menyetir dengan wajah yang benar-benar marah.
“Kenapa? Tidak boleh?”
KITTT. Mobil di rem secara mendadak. Dari belakang banyak sekali bunyi klakson yang lewat di telinga mereka berdua. Jelas sekali ini menunjukkan bagaimana rencana mereka tidak berjalan sama sekali.
Melihat ekspresi Devan yang datar dan hanya memandang ke depan, membuat Siella sudah menerka bagaimana perasaan dari Devan mendengar jawaban Siella yang jelas sekali mengecewakan.
“Keluar.”
Singkat, namun membuat Siella kaget akan perintah dari Devan yang sangat kedengaran tegas begitu.
“A- Apa?” Terbata Siella bertanya.
“Kalau kamu masih pakai hati untuk membalas dendam KELUAR! Aku tidak mau membantu orang yang niatnya hanya setengah-setengah!” tegas dari Devan.
Sekujut tubuh Siella merinding mendengarnya. Ia tahu kalau Devan adalah orang yang sangat dingin dan tidak mengekspresikan wajahnya dengan baik. Namun, marahnya benar-benar kelihatan sekali.
“Aku bilang keluar ya KELUAR!” hardik Devan yang makin keras.
Segera Siella membuka pintu dengan terburu-buru. Ia merasa benar-benar takut saat mendengar apa yang baru saja di dengar. Keluar dari mobil Devan, Siella berdiri di samping sana.
Dan tanpa pikir panjang atau ada sepatah kata untuknya, Devan meninggalkannya di sisi jalan dengan suasana yang benar-benar buruk dan tidak terduga sama sekali.
KACAU. Rencana awal saja sudah begini kacaunya. Bagaimana kedepannya Siella akan melewati hari?
Siella yang sudah dibuang di tepi jalan tersebut hanya bisa merenung selama beberapa saat. Ia sama sekali tidak tahu harus berkata apa, dan harus melakukan apa lagi.Sadar akan tindakannya yang setengah-setengah, jelas membuat Siella merasa malu kepada Devan yang mau membantunya.Padahal mereka tidak sepaham dan sejalan, tetapi karena Devan punya dendam tersendiri dengan Vano, membuatnya mau membantu Siella yang merupakan orang yang tidak ia senangi.Tapi mau bagaimana lagi? Melawan perasaan adalah perlawanan paling berat dan sulit untuk Siella lakukan. Move on itu perlu proses yang tidak singkat, dan tidak bisa terjadi hanya dalam waktu semalam.‘Sekarang aku harus apa?’ batinnya yang bertanya-tanya.Ia melangkah perlahan ke depan dengan kepala menunduk. Segala isi pikirannya yang buruk dan juga kosong benar-benar membuat Siella tidak bisa berpikir jernih.TINNNNNNN. Bunyi klakson mobil dari arah kanan yang mendatanginya dengan kecepatan yang tidak bisa dikendalikan.Siella yang menol
Mendengar ucapan dari Devan, membuat Siella sama sekali tidak bisa menjawab apa yang brausan dikatakan kepada dirinya tersebut.Meski ucapan dari Devan benar, dan jelas saja mencoba untuk membuat Siella sadar dan tidak tutup mata lebih jauh mengenai apa kenyataan yang ada. Namun, hati Siella seolah menolak untuk menerimanya.Tatapan Siella yang bergetar penuh keraguan itu disadari oleh Devan yang daritadi berada di depannya. Dia sebagai pria hanya bisa terheran dengan logika wanita yang tidak jalan kalau sudah urusan perasaan.Segera Devan menarik tangan Siella, supaya masuk ke dalam mobil. Siella sama sekali tidak melawan. Dia mengikuti kemana perginya Devan. Ia banyak terdiam tanpa melawan sama sekali meski Devan sudah sampai sedemikian rupa.Tatapan mata yang melihat ke jalanan tersebut membuat Siella sadar, bahwa Devan mengarahkan mobil yang mereka naiki ke salah satu hotel dekat sana.Dengan mata yang terbelalak, dirinya menoleh ke arah Devan dengan raut wajah yang terkejut sekali
Tekad Siella kali ini berusaha untuk lebih bulat daripada sebelumnya. Karena selama ini dia benar-benar berada di titik yang tidak menyenangkan sedikit pun.Napasnya yang menggebu terasa panas menguasai seluruh isi pikirannya dan juga menghantam hati kecilnya untuk berhenti berharap kepada Vano. Sudah jelas-jelas dirinya ini diselingkuhi! Bisa-bisanya ia masih berusaha untuk berpikiran positif.“Apa yang harus aku lakukan supaya mereka benar-benar jera?!” kesal Siella yang menatap dengan penuh amarah.“Coba saja hancurkan hubungan mereka dari dalam,” jawab dari Devan.“Maksudmu? Aku ini orang yang memiliki hubungan resmi dengan Vano! Bukan wanita itu!” pekik Siella.“Aku tahu. Maksudku, coba kamu buat mereka bertengkar karena ulahmu. Entah itu kompori atau terserahlah, kamu yang jadi pemain, kamu yang menentukan,” jawab dari Devan.Bertengkar? Jadi Devan memintanya melakukan hal seperti tadi, yang dimana emosi dari Rifia akhirnya meledak karena tidak terima atas apa yang dilakukannya k
Segelintir senyuman ditunjukkan oleh Siella saat mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Benar, ia tidak boleh memakai hatinya lagi untuk persoalan ini. Vano sudah melampau terlalu jauh.“Tapi, tadi katamu kamu kan mau mendekati Rifia juga, bagaimana kalau kamu juga pakai ini untuk ancaman perusahaan ayahnya?”“Ha?” Siella sedikit kaget dengan saran dari Hani yang cukup berisiko tersebut.“Iya. Perusahaan ayah Rifia itu besar sekali! Jelas citra perusahaan akan hancur kalau sampai ada skandal di keluarganya. Apalagi aku dengar desas-desusnya, kalau keluarga Rifia menjunjung tinggi kedisiplinan,” jelas Hani.Siella yang sama sekali tidak kepikiran ke sana mereasa sedikit tersentak selama beberapa saat. Dirinya tidak punya masalah dengan keluarga Rifia, jadi kenapa harus membawanya juga?“Aku rasa itu ide buruk. Aku tidak punya masalah dengan mereka, aku hanya punya masalah dengan Rifia,” jawab dari Siella.“Justru itu! Rifia bisa saja dibuang oleh keluarganya demi menjaga citranya. Kamu m
Tak perlu menunggu waktu lebih lama lagi, Siella segera berlari ke kamarnya yang dimana memang sudah lama berpisah dengan Vano. Ia berlari sekencang yang ia bisa sebelum akhirnya menutup pintu dengan sangat keras.Sementara itu Vano membukakan pintu ke orang gila yang memencet bel rumahnya secara gila-gilaan di kala tersebut. Rasanya benar-benar gila hanya dengan memikirkannya saja.“Siapa sih?!” kesal dari Vano.“Halo, kami dari Chicken Go Delivery ingin mengirimkan pesanan ayam anda!” Seru dari seorang kurir dengan baju warna merah di depan rumahnya tersebut.Terkejut Vano mendengar ucapan orang yang mengirimkan ayam tersebut. Siapa yang memesannya? Vano yakin tidak memesannya. Apa jangan-jangan Siella yang memesannya?Segera Vano menoleh ke belakang, hendak bertanya kepada sang istri mengenai pesanan yang datang tersebut. Siapa tahu dia adalah orang yang memesannya.“Sayang, apa kam-“ BRAKHHH. Pintu kamar Siella tertutup sesaat setelah Vano menoleh ke belakan
Kembali suasana hening dari luar sana. Bisa dengan jelas Siella menyimpulkan bahwa tampaknya Vano pun terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Siella barusan.Debaran jantung Siella jadi makin kencang karena tidak bisa membayangkan bahwa mungkin saja habis ini akan ada emosi membara yang akan berputar sekeras angin dan akan membuat Siella jadi kesulitan.“Maaf…., Siella…,” Suara lirih terdengar dari luar sana.Siella tidak salah dengar, kan? Vano meminta maaf? Tapi kenapa tiba-tiba begini? Padahal dia tadi sangat menggebu memberikan emosinya yang besar dan ingin sekali mendobrak pintu kamarnya.“A- Aku akan bicara padamu besok…., maaf….” Sekali lagi, Siella mendengar ucapan dari luar sana.Sungguhan dia pergi dari depan pintu? Benar-benar pergi dan benar-benar tidak menampakkan dirinya lagi di sana. Kembali Siella menerima notifikasi pesan di ponselnya.(Dia sudah pergi dari sana.) Pesan dari Devan membuat Siella merasa lega.Lemas kaki Siella seketika setelah melewati kejad
“Wah, idemu bagus juga. Percakapan di dalam mobil memang selalu membeberkan banyak hal,” Devan cukup kagum setelah ikut mendengar rekaman tersebut.Mereka berdua duduk di rumah Hani yang dimana Hani sedang dalam kondisi sakit. Jadi mereka sekalian menjenguk, dan juga sekalian membicarakan rencana mereka tersebut.“Awalnya tidak kepikiran sama sekali. Hanya saja, mengawasi pergerakan Vano cukup sulit. Jadi aku coba sedikit demi sedikit, supaya tidak disadari,” jawab dari Siella.“Kamu juga harus waspada. Siapa tahu malah Vano yang mengawasimu dari ponselmu sendiri,” ujar dari Devan.“Yah, santai saja,” jawab dari Siella dengan menyepelekan ucapan dari Devan.Dari dalam kamar Hani, terdengar bagaimana langkahnya yang nampaknya ikut keluar dari dalam rumah sana. Ia kelihatan benar-benar pucat sekali.Seketika Siella langsung menoleh, dan melihat sang sahabat yang sedang sakit tersebut berusaha berjalan keluar dari dalam kamarnya tersebut.“Hani,” panggil Siella dengan sedikit lirih.Hani
Amarah buatan Siella jelas sekali membuat siapa yang melihatnya menjadi sangat amat terkejut. Siella punya citra yang cukup unik, karena selalu dikenal penurut dan juga kalem. Ia tidak pernah melayangkan protes meski suaminya sendiri yang bermasalah.Tetapi kali ini jelas berbeda. Karena dirasa sudah tidak etis lagi untuk menahan diri dan bersikap baik kepada Vano, membuat Siella harus benar-benar mengeluarkan sifatnya yang berbeda dari sebelumnya.“Dengarkan aku dulu…, aku bisa menjelaskan semua ini…,” lirih dari Vano yang masih berusaha menjelaskan meski sudah bisa dipastikan bahwa akan tidak masuk akal sama sekali.Namun, tampaknya pikiran dari Rifia pun tidak sebodoh itu. Dia segera mengangkat kepala dan mendekat ke arah Siella sambil memasang wajah memelas meminta untuk dikasihani dengan baik.“Siella…, dengarkan dulu…, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Kami hanya punya hubungan sebagai seorang partner dalam pekerjaan. Aku di sini bekerja secara profesional,” Rifia berusaha m