Siella yang sudah dibuang di tepi jalan tersebut hanya bisa merenung selama beberapa saat. Ia sama sekali tidak tahu harus berkata apa, dan harus melakukan apa lagi.
Sadar akan tindakannya yang setengah-setengah, jelas membuat Siella merasa malu kepada Devan yang mau membantunya.
Padahal mereka tidak sepaham dan sejalan, tetapi karena Devan punya dendam tersendiri dengan Vano, membuatnya mau membantu Siella yang merupakan orang yang tidak ia senangi.
Tapi mau bagaimana lagi? Melawan perasaan adalah perlawanan paling berat dan sulit untuk Siella lakukan. Move on itu perlu proses yang tidak singkat, dan tidak bisa terjadi hanya dalam waktu semalam.
‘Sekarang aku harus apa?’ batinnya yang bertanya-tanya.
Ia melangkah perlahan ke depan dengan kepala menunduk. Segala isi pikirannya yang buruk dan juga kosong benar-benar membuat Siella tidak bisa berpikir jernih.
TINNNNNNN. Bunyi klakson mobil dari arah kanan yang mendatanginya dengan kecepatan yang tidak bisa dikendalikan.
Siella yang menoleh dan melihat bagaimana laju mobil tersebut yang sedang berusaha menghentikan diri tersebut langsung terbelalak. Ia tahu bahwa kata celaka datang kepada dirinya. Spontan Siella mencoba menghindarinya dengan melemparkan diri.
BRUGHHHH. Siella terhantam dengan aspal di sisi lain tempat ia melemparkan badannya. sementara mobil itu berhasil berhenti setelah beberapa meter dari tempatnya dengan bekas ban yang berusaha di rem dengan cepat.
Jantung Siella serasa tidak mau diam, napasnya tersengal dan bahkan kedua matanya gemetar.
‘A- Aku bisa mati….’ Batinnya yang tidak terucap di bibirnya.
Dalam posisi duduknya, Siella tidak berani mengangkat kepalanya. Yang ia barusan hadapi bukan lagi perihal kecil, melainkan sebuah petaka yang tidak akan menguntungkannya sama sekali.
“Astaga! Nak, kamu tidak apa?!” Seorang bapak-bapak berumur yang baru saja keluar dari mobil, menghampirinya.
Entah kenapa jalanan kala itu cukup sepi, seperti sengaja tidak membiarkan ada yang tahu Siella ada di sana. Orang tersebut mendatangi Siella dengan wajah panik, dan bahkan tidak tenang sama sekali.
“Nak, kamu tidak apa? Apa ada yang terluka?” Si bapak paruh baya tersebut bertanya sambil menyentuh pundak Siella dan melihat ke titik dimana sekiranya Siella mengalami luka.
Siella segera menggelengkan kepala menjawab pertanyaan orang tersebut. Dia masih sedikit syok, namun sudah bisa sedikit mengendalikan diri setelah menenangkan selama beberapa saat. Ia benar-benar mencoba untuk tidak terlalu ambil hati.
“Tidak apa…, ma- maaf…, aku melamun dan malah hampir mencelakakan anda,” ucap dari Siella yang merasa tidak enak.
“Tidak, tidak. Ini salahku. Lain kali akan mengemudi lebih hati-hati. Mau aku antarkan ke rumah sakit? Atau hubungi walimu supaya bisa menjemputmu,” Si bapak tampak benar-benar panik sampai ia kelihatan berkeringat selama berbicara dengan Siella.
Lagi dan lagi, Siella memilih menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau merepotkan orang lain yang hampir kenapa-kenapa karena dirinya tersebut. Ia juga dengan pelan menepis tangan dari si bapak yang berada di pundaknya.
“Aku baik-baik saja, Pak. Mungkin aku sedang banyak pikiran, jadi agak tidak fokus ke jalanan,” ungkap dari Siella.
Mendengarnya jelas membuat orang tersebut sedikitnya khawatir dengan jawaban yang diberikan oleh Siella. Namun, Siella yang berusaha tersenyum dan kelihatan benar-benar tidak apa-apa, jelas saja tidak bisa membuat orang itu memaksa.
“Baiklah, lain kali hati-hati, ya.”
Bapak tersebut pergi setelah memberikan nomor ponselnya. Katanya kalau Siella kenapa-kenapa setelah kejadian ini, nomor itu bisa dihubungi.
Kemudian Siella minggir dari jalanan yang sepi tersebut, menuju ke tempat yang lebih aman sembari memegang lengannya yang sakit tersebut.
Ia kembali berjalan, namun kali ini berada di jalan tempatnya para pejalan kaki. Ia terus melamun memikirkan mengenai keputusannya yang belum bulat sempurna itu.
‘Kalau semisal aku menunggu Vano, apa dia mau berubah dan meninggalkan wanita itu? aku jauh lebih menguntungkan daripada dia, lalu kenapa aku takut kalau aku dibuang?’
‘Vano pasti melakukan ini bukan karena keinginannya…., aku yakin, dia pasti begini karena adanya paksaan! Kan! Selama ini Vano selalu baik padaku! Tidak mungkin dia mengkhianatiku!
Batin dari Siella terus bergejolak meyakinkan diri bahwa Vano tidak sedemikian rupa. Hati kecilnya terus mengingatkan bagaimana baik dan lembutnya Vano selama bersama dirinya. Bahkan bagaimana cara Vano memperlakukannya saja bagi Siella adalah sebuah hal yang sangat luar biasa.
Hanya dengan membayangkan saja, Siella merasakan kebahagiaan yang tidak terduga sama sekali. Senyumannya memang tipis, namun terasa begitu menyegarkan bagi dirinya.
Berjalan terus sambil memikirkan bantahan atas sikap Vano, membuat Siella seperti kehilangan rasa curiga dan meyakinkan diri bahwa ini bukan keinginan dari Vano.
“Senyum saja terus. Pikirkan pria yang akan membuangmu setelah ini karena sudah sampai di puncak. Sampai kamu tahu kalau pikiranmu itu salah!”
Suara Devan mendadak muncul. Menoleh seketika Siella ke arah samping tepat dimana ada pohon-pohon rindang sedang meneduhinya. Ia mengerutkan dahi melihat pria tersebut malah ada di sana berdiri sambil menyilangkan tangan.
Menoleh lagi ke arah lain, Siella mendapati kalau mobil Devan terparkir di seberang jalan di depan taman yang menyediakan parkiran mobil.
Dengan kedua tangan masih menyilang, Devan mendekat ke arah Siella dan menatap Siella dengan tatapan yang sediktnya cukup tajam dan juga sangat kasar sekali.
“Aku tahu isi pikiranmu. Wanita yang hanya memakai hati itu otaknya bodoh!” Devan menunjuk ke arah kepala Siella, “mereka akan menyangkal seberapa buruk perbuatan pasangannya, atas nama hatinya yang sudah pernah hancur!”
Tamparan fakta tersebut jelas membuat Siella yang mendengarnya merasa sedikit tersentak. Rasanya Devan benar-benar seperti cenayang yang bisa mengetahui segala isi pikiran dari Siella seperti yang dikatakannya barusan.
“Ta- Tapi bisa saja benar kan! Aku yang selama ini menemaninya dari dia kesulitan mencari uang! Dan aku adalah satu-satunya yang mau bersamanya di kala itu!” tegas dari Siella.
Devan yang keheranan tersebut langsung menoyor kepala Siella yang ekspresinya sangat bersikukuh sekali setelah mengatakan hal barusan kepadanya. Dia benar-benar menunjukkan bagaimana perasaannya pada kala itu.
“Tantangan pria ber-uang adalah Harta, Tahta, Wanita. Saat dia memiliki 2 hal pertama, yang terakhir adalah salah satu senjata yang paling berbahaya. Antara dia akan bertahan dengan yang selama ini menemaninya, atau dia akan mencari yang lebih baik karena dia merasa memiliki segalanya,” jelas dari Devan.
Padahal baru saja Siella menyembuhkan perasaannya setelah memikirkan semua perilaku Vano kepadanya, ucapan Devan seolah langsung merobohkan semuanya tanpa membiarkan adanya puing-puing yang mengambang di atasnya.
Remuk hati Siella setelah mendengarnya. Rasanya seperti susunan hati yang daritadi ia bangun diobrak-abrik dengan sangat mudah olehnya.
“Harta masih bisa dicari berlebih, Tahta bisa didapatkan dengan kemampuan, tapi, Wanita adalah salah satu pilihan yang bisa terganti. Tergantung orangnya, dia Setia? Atau akan mencari yang lebih untuk memenuhi ekspetasinya,” sambung dari Devan.
Meski kata-kata dari penjelasan Devan menyakiti perasaan Siella. Tetapi tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan olehnya. Semuanya benar dan tidak sedikit pun ada yang meleset. Rasanya benar-benar seperti mendapatkan hantaman yang begitu kuat sekali.
Devan kembali memandangi Siella dengan tatapan dinginnya yang menusuk tersebut, kali ini ia mengucapkan kalimat yang membuat Siella goyah tidak tahu harus memilih yang mana lagi.
“Jadi, sekarang kamu masih ingin balas dendam, atau kembali ke Vano yang sudah merusak kepercayaanmu itu? aku tidak akan memaksa setelah ini. Pilihanmu adalah tetap tetap maju, aku akan bantu. Atau pergi, dan jangan datang lagi.”
Mendengar ucapan dari Devan, membuat Siella sama sekali tidak bisa menjawab apa yang brausan dikatakan kepada dirinya tersebut.Meski ucapan dari Devan benar, dan jelas saja mencoba untuk membuat Siella sadar dan tidak tutup mata lebih jauh mengenai apa kenyataan yang ada. Namun, hati Siella seolah menolak untuk menerimanya.Tatapan Siella yang bergetar penuh keraguan itu disadari oleh Devan yang daritadi berada di depannya. Dia sebagai pria hanya bisa terheran dengan logika wanita yang tidak jalan kalau sudah urusan perasaan.Segera Devan menarik tangan Siella, supaya masuk ke dalam mobil. Siella sama sekali tidak melawan. Dia mengikuti kemana perginya Devan. Ia banyak terdiam tanpa melawan sama sekali meski Devan sudah sampai sedemikian rupa.Tatapan mata yang melihat ke jalanan tersebut membuat Siella sadar, bahwa Devan mengarahkan mobil yang mereka naiki ke salah satu hotel dekat sana.Dengan mata yang terbelalak, dirinya menoleh ke arah Devan dengan raut wajah yang terkejut sekali
Tekad Siella kali ini berusaha untuk lebih bulat daripada sebelumnya. Karena selama ini dia benar-benar berada di titik yang tidak menyenangkan sedikit pun.Napasnya yang menggebu terasa panas menguasai seluruh isi pikirannya dan juga menghantam hati kecilnya untuk berhenti berharap kepada Vano. Sudah jelas-jelas dirinya ini diselingkuhi! Bisa-bisanya ia masih berusaha untuk berpikiran positif.“Apa yang harus aku lakukan supaya mereka benar-benar jera?!” kesal Siella yang menatap dengan penuh amarah.“Coba saja hancurkan hubungan mereka dari dalam,” jawab dari Devan.“Maksudmu? Aku ini orang yang memiliki hubungan resmi dengan Vano! Bukan wanita itu!” pekik Siella.“Aku tahu. Maksudku, coba kamu buat mereka bertengkar karena ulahmu. Entah itu kompori atau terserahlah, kamu yang jadi pemain, kamu yang menentukan,” jawab dari Devan.Bertengkar? Jadi Devan memintanya melakukan hal seperti tadi, yang dimana emosi dari Rifia akhirnya meledak karena tidak terima atas apa yang dilakukannya k
Segelintir senyuman ditunjukkan oleh Siella saat mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Benar, ia tidak boleh memakai hatinya lagi untuk persoalan ini. Vano sudah melampau terlalu jauh.“Tapi, tadi katamu kamu kan mau mendekati Rifia juga, bagaimana kalau kamu juga pakai ini untuk ancaman perusahaan ayahnya?”“Ha?” Siella sedikit kaget dengan saran dari Hani yang cukup berisiko tersebut.“Iya. Perusahaan ayah Rifia itu besar sekali! Jelas citra perusahaan akan hancur kalau sampai ada skandal di keluarganya. Apalagi aku dengar desas-desusnya, kalau keluarga Rifia menjunjung tinggi kedisiplinan,” jelas Hani.Siella yang sama sekali tidak kepikiran ke sana mereasa sedikit tersentak selama beberapa saat. Dirinya tidak punya masalah dengan keluarga Rifia, jadi kenapa harus membawanya juga?“Aku rasa itu ide buruk. Aku tidak punya masalah dengan mereka, aku hanya punya masalah dengan Rifia,” jawab dari Siella.“Justru itu! Rifia bisa saja dibuang oleh keluarganya demi menjaga citranya. Kamu m
Tak perlu menunggu waktu lebih lama lagi, Siella segera berlari ke kamarnya yang dimana memang sudah lama berpisah dengan Vano. Ia berlari sekencang yang ia bisa sebelum akhirnya menutup pintu dengan sangat keras.Sementara itu Vano membukakan pintu ke orang gila yang memencet bel rumahnya secara gila-gilaan di kala tersebut. Rasanya benar-benar gila hanya dengan memikirkannya saja.“Siapa sih?!” kesal dari Vano.“Halo, kami dari Chicken Go Delivery ingin mengirimkan pesanan ayam anda!” Seru dari seorang kurir dengan baju warna merah di depan rumahnya tersebut.Terkejut Vano mendengar ucapan orang yang mengirimkan ayam tersebut. Siapa yang memesannya? Vano yakin tidak memesannya. Apa jangan-jangan Siella yang memesannya?Segera Vano menoleh ke belakang, hendak bertanya kepada sang istri mengenai pesanan yang datang tersebut. Siapa tahu dia adalah orang yang memesannya.“Sayang, apa kam-“ BRAKHHH. Pintu kamar Siella tertutup sesaat setelah Vano menoleh ke belakan
Kembali suasana hening dari luar sana. Bisa dengan jelas Siella menyimpulkan bahwa tampaknya Vano pun terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Siella barusan.Debaran jantung Siella jadi makin kencang karena tidak bisa membayangkan bahwa mungkin saja habis ini akan ada emosi membara yang akan berputar sekeras angin dan akan membuat Siella jadi kesulitan.“Maaf…., Siella…,” Suara lirih terdengar dari luar sana.Siella tidak salah dengar, kan? Vano meminta maaf? Tapi kenapa tiba-tiba begini? Padahal dia tadi sangat menggebu memberikan emosinya yang besar dan ingin sekali mendobrak pintu kamarnya.“A- Aku akan bicara padamu besok…., maaf….” Sekali lagi, Siella mendengar ucapan dari luar sana.Sungguhan dia pergi dari depan pintu? Benar-benar pergi dan benar-benar tidak menampakkan dirinya lagi di sana. Kembali Siella menerima notifikasi pesan di ponselnya.(Dia sudah pergi dari sana.) Pesan dari Devan membuat Siella merasa lega.Lemas kaki Siella seketika setelah melewati kejad
“Wah, idemu bagus juga. Percakapan di dalam mobil memang selalu membeberkan banyak hal,” Devan cukup kagum setelah ikut mendengar rekaman tersebut.Mereka berdua duduk di rumah Hani yang dimana Hani sedang dalam kondisi sakit. Jadi mereka sekalian menjenguk, dan juga sekalian membicarakan rencana mereka tersebut.“Awalnya tidak kepikiran sama sekali. Hanya saja, mengawasi pergerakan Vano cukup sulit. Jadi aku coba sedikit demi sedikit, supaya tidak disadari,” jawab dari Siella.“Kamu juga harus waspada. Siapa tahu malah Vano yang mengawasimu dari ponselmu sendiri,” ujar dari Devan.“Yah, santai saja,” jawab dari Siella dengan menyepelekan ucapan dari Devan.Dari dalam kamar Hani, terdengar bagaimana langkahnya yang nampaknya ikut keluar dari dalam rumah sana. Ia kelihatan benar-benar pucat sekali.Seketika Siella langsung menoleh, dan melihat sang sahabat yang sedang sakit tersebut berusaha berjalan keluar dari dalam kamarnya tersebut.“Hani,” panggil Siella dengan sedikit lirih.Hani
Amarah buatan Siella jelas sekali membuat siapa yang melihatnya menjadi sangat amat terkejut. Siella punya citra yang cukup unik, karena selalu dikenal penurut dan juga kalem. Ia tidak pernah melayangkan protes meski suaminya sendiri yang bermasalah.Tetapi kali ini jelas berbeda. Karena dirasa sudah tidak etis lagi untuk menahan diri dan bersikap baik kepada Vano, membuat Siella harus benar-benar mengeluarkan sifatnya yang berbeda dari sebelumnya.“Dengarkan aku dulu…, aku bisa menjelaskan semua ini…,” lirih dari Vano yang masih berusaha menjelaskan meski sudah bisa dipastikan bahwa akan tidak masuk akal sama sekali.Namun, tampaknya pikiran dari Rifia pun tidak sebodoh itu. Dia segera mengangkat kepala dan mendekat ke arah Siella sambil memasang wajah memelas meminta untuk dikasihani dengan baik.“Siella…, dengarkan dulu…, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Kami hanya punya hubungan sebagai seorang partner dalam pekerjaan. Aku di sini bekerja secara profesional,” Rifia berusaha m
Rifia menyeringai licik memikirkan idenya tersebut. Menjadi pasif selama ini karena tahu bahwa Siella tidak mengetahui hubungannya, dirasa sudah cukup dan sudah harus dipertegas.Rifia merasa harus bisa merebut Vano dari Siella yang tidak ada harganya tersebut. Wanita dengan penampilan tidak enak dipandang itu harus segera di hempaskan dari hidup Vano.“Aku akan mencoba mendekatinya. Dengan begitu, dia akan perlahan percaya padaku. Aku akan membuat dia sakit hati karenamu,” ujar dari Rifia.“Aku? Maksudmu?” Vano sedikit tidak paham dan juga terkejut mendengarnya.“Iya. Aku akan menjelek-jelekkanmu di depan Siella, dengan begitu, dia akan menjadi sangat curiga denganmu, dan tidak akan mau tahu tentangmu lagi kedepannya,” jawab Rifia.“Kalau begitu malah namaku yang jelek. Bagaimana kalau dia malah menyebarkannya ke orang lain? Kamu kan tahu, dia itu orang yang menghubungkanku dengan para investor dan juga orang-orang ternama untuk membangun koneksi perusahaanku!” tegas Vano.Jelas ia s