Siella yang mendengarnya cukup kaget. Rifia membuat proposan untuk ke perusahaan papanya? Kenapa? Kan dia anaknya, seharusnya jalur orang dalam pun bisa dia lakukan dengan mudah kalau memang dia adalah anaknya.
Emosi Siella mendadak mereda, tetapi berubah menjadi kebingungan yang berlebih, karena tidak paham, kenapa Rifia harus sampai seperti itu hanya untuk bisa bekerja sama dengan papa sendiri.
“Ya sudah, kalau memang begitu, setor langsung saja,” Siella seketika merubah ekspresi wajahnya, menjadi tidak peduli sama sekali.
Rifia yang sudah blak-blakan tersebut malah kaget mendengar respon dari Siella yang terkesan tidak peduli sama sekali. Bahkan seperti membiarkan saja dirinya lepas tanpa memberikan bantuan.
Baru saja Siella beranjak dari tempatnya berdiri, hendak meninggalkan Rifia karena merasa tugasnya sudah cukup, dan tidak perlu di perpanjang lagi, Rifia mendadak meraih tangannya, menghentikan langkah dari Siella.
“Tu- Tun
Siella sedikit mundur dari posisinya tersebut. Sambil memegangi kepalanya yang masih terasa sakit, Siella merasa hampir seluruh rambutnya hilang dari atas sana.Benar-benar gila, ada wanita yang bahkan terobsesi dengan cara mengerikan seperti ini. Kalau Rifia benar-benar menganggap Siella tidak tahu, seharusnya dia bersikap lebih tenang dan biasa saja.Siella menoleh ke samping. Ia melihat Vano datang dengan napas terengah memandangi Rifia yang barusan melakukan sesuatu yang terbilang cukup tidak menyenangkan.“Apa yang kamu lakukan pada istriku?!” Vano membentak Rifia.Rifia yang semula emosi berat tersebut terkaget dengan Vano yang mendadak membentaknya tersebut. Ia pastinya tidak menyangka bahwa Vano akan meninggikan suara, dan tidak berusaha menenangkannya.Siella yang semula kesakitan pasca rambutnya ditarik tersebut, kini bisa menyeringai puas atas apa yang barusaja terjadi. Vano lebih memihaknya ketimbang Rifia.“Va- Vano?!” Rifia agak terkejut.Vano langsung mendekati Siella da
Rasanya syok melihat kemunculan dari Devan yang ada di luar dari rencana Siella. Tidak sedikit pun Siella diberitahu bahwa Devan nantinya akan datang atau tidak.Devan melirik ke arah Siella. Bahkan dia memasang senyuman ramah tamah yang tidak muncul apabila hanya berdua saja dengan Siella. Dia kembali menjadi orang yang berbeda, dari yang dikenal oleh Siella sendiri.“Kamu tidak boleh begitu Vano. Siella sudah bekerja denganku sekarang,” ujar Devan, sambil tangannya memegang pundak Siella, menunjukkan ketegasannya.Siella melotot matanya melihat tindakan Devan. Matanya berpindah dari tangan Devan, lalu melihat wajahnya yang tanpa dosa tersebut melakukan hal tersebut.Vano yang melihat Devan dengan sembarangan menyentuh Siella tersebut, terasa terbakat oleh api cemburu. Rasanya isi pikirannya meronta ingin melawannya.“Tenang saja. Dia bekerja denganku secara profesional. Jadi, bukankah kamu harus begitu juga?” tanya dari De
Degup jantung Siella terasa mau berhenti setelah mendengar ucapan dari Devan barusan. Kenapa dan ada apa? Aneh sekali respon dari Devan yang membuat Siella jadi merasa salah paham dengan cara bicaranya.“Kenapa? Bersikap ramah itu kan bagus,” Siella memberikan pembelaannya.Pintu lift terbuka, sampai di lantai tempat mereka akan turun. Devan memberikan jawabannya, sembari keluar dari dalam lift tersebut.“Kamu jadi kelihatan ganjen dan tepar pesona.”Singkat, padat, jelas, dan membuat Siella merasa tersinggung. Siella sampai tidak berpindah dari posisinya karena merasa kaget dengan apa yang barusan dikatakan oleh Devan.“A- Ap, Tunggu!” Siella merasa kesal.Ia keluar mengikuti kemana perginya Devan dengan langkah yang terasa tidak menyenangkan tersebut. Orang ini benar-benar pintar membuat orang lain tersinggung dan pastinya sakit hati dengan cara bicaranya.Siella mengejar Devan yang berjalan cukup
Seperti yang Siella duga lagi, bahkan, Pak Romi tidak berusaha untuk menyembunyikan keinginannya itu. Yang berarti, Rifia membicarakan perihal keinginannya untuk melawan perusahaan Devan.“Tidak masalah. Selama hasilnya itu tetap dinilai dari apa yang kami bawa, dan bukan karena hubungan keluarga.”Siella sedikit menyindiri apabila ayah Rifia ini berusaha memilih sang anak dengan keadaan karena statusnya saja. Mendengar itu membuat pak Romi sedikit kaget. Ia menyadari maksud dari Siella.“Hahaha. Kamu benar-benar sangat teliti, ya,” pujinya.“Tentu saja. Saya meyakini bahwa bisnis tidak ada hubungannya dengan keluarga. Berkeluarga dalam bisnis tidak selamanya menguntungkan. Bahkan, bisa merugikan ke titik yang paling besar sekalipun,” ujar Siella.Pak Romi yang mendengar bagaimana prinsip Siella merasa sedikit takjub pastinya. Karena jelas tidak ada orang yang bisa bekerja seperti itu.Biasanya perusahaan
Siella panik seketika setelah membaca pesan dari Devan tersebut. Rasanya sekujur tubuhnya sempat berhenti karena dia sama sekali tidak memikirkan bahwa mereka akan benar-benar datang sekarang ini.Panik! Siella yang kebingungan hanya melangkah ke segala arah, memikirkan dimana sekiranya ia bisa bersembunyi saat ini. Hingga akhirnya dia merasa tidak dapat menemukan apa pun, dan memilih segera masuk ke dalam kolong kasur Vano pada saat itu.Ia segera mensenyapkan ponselnya, tetapi masih terhubung dengan Devan yang ada di seberang telpon tersebut. Mulutnya benar-benar ia tutup rapat-rapat. Tidak boleh sedikit pun dirinya bersuara.“Kamu jangan begitu lagi. Aku tidak suka kamu lebih membela Siella daripada aku,” Suara dari Rifia yang merengek tersebut benar-benar membuat Siella tidak senang.“Tentu saja sayang. Maaf ya. Aku tidak berpikir jernih pada saat itu. Karena di depan umum, aku masih harus menjaga citra diriku. Apalagi Siella masih i
Siella bisa menerka, bahwa nafsu buas dari Devan pun kini sedang merajalela di dalam dirinya. Meski dirinya merasakan hal yang sama, Siella tidak mau mengeluarkan.Bisa saja hal ini menjadi bumerang di masa depan, yang dimana Vano dan Rifia akan menjadikannya senjata apabila dirinya mulai melangkah lebih jauh untuk bisa melawan mereka.“Jangan gila, Devan! Aku masih istri orang!” tegasnya.“Lalu, apa kamu bukan istri orang…,” Devan mendekat ke arah leher Siella, dan memberikan napas panas, “kamu mau?”Memerah lagi wajah dari Siella setelah mendengarnya. Ia benar-benar merasa dipermainkan oleh bagaimana cara bermain dari orang ini. Dia sengaja memancing saat ini.Tangan Devan yang semula di dada tersebut, mulai berpindah ke arah pinggang Siella. Dia melingkar dengan erat dan memeluk Siella dengan sangat kuat sekali.“Sekali ini saja…, setelah ini…, aku akan membantumu lebih cepat&
Tatapan Siella sama sekali tidak merasakan amarah yang meledak. Karena sudah tahu lebih awal, dan Siella sudah mengendalikan perasaannya secara penuh. Tidak ada lagi ada yang namanya drama sakit hati.Sementara itu Vano kelihatan sangat terkejut mendengar pernyataan dari Siella yang sangat terang-terangan tersebut. Sorot matanya menunjukkan seberapa besar kepanikan yang sekarang ini dia bawa. Jelas sekali kelihatannya.“Ka- Kamu mengarang, kan! Mana mungkin aku selingkuh dengan orang yang baru aku kenal!” Vano berusah membela diri.“Baru kenal?” Siella menyeringai jelas tidak percaya, “mana ada orang yang baru kenal aku pertemukan langsung pergi ke hotel! Bullshit!” tegas Siella, kesal.“Ka- Kamu-““Sering pergi berdua, bahkan kalian dengan terang-terangan mengirimku pergi perjalanan
Meski tidak diberitahu dahulu oleh Hani, Siella merasa sangat penasaran dengan siapa yang akan diajak menikah oleh Hani.Esoknya, Siella benar-benar ikut kemana Hani akan pergi. Sebuah taman yang biasa digunakan oleh orang-orang yang akan menikah, untuk melakukan Pre-wedding yang pastinya akan cantik sekali.“Kamu akan berfoto di sini, wah…, pasti cantik sekali,” Siella merasa begitu bersemangat.“Haha…, rencananya sih begitu,” sahut dari Hani.Berjalan selama beberapa saat, sambil Siella terus melihat ke sekitar terus memuji tempat tersebut, akhirnya mereka sampai di tujuan yang ingin dicapai oleh Hani.Siella melihat ke depan, dan ingin mengetahui siapa pria yang hendak dinikahi oleh Hani. Betapa terkejutnya Siella saat melihat sosok yang muncul di depannya. Devan datang dengan wajah datar dan begitu dingin sekali.“D- Devan?” Siella terbata memanggilnya.“Oh? Kalian juga di si
Devan yang mendengarnya merasa sangat menggebu sekali. Benar, seharusnya dia tidak membuat Siella berada di titik yang tidak seharusnya. Seharusnya dia adalah orang yang bisa diandalkan bagi Siella, dan juga menjadi orang yang bisa bersamanya setiap saat.Dengan penuh keberanian yang meski sudah terlambat ini, Devan tidak mau menyia-nyiakan kembali apa yang belum bisa ia lakukan. Apa pun hasilnya, ia akan menerima semua keputusan Siella.Devan segera mengendarai mobil dan menuju ke bandara, sesuai dengan apa yang dikatakan Bu Ina, bahwa Siella sebentar lagi akan pergi dari negara ini.Masih belum terlambat selama ia masih mau mencoba. Ia benar-benar berharap bahwa Siella belum pergi dari sana. Ia masih harus menebus hutang pertanggungjawaban kepada Siella.Di bandara, Devan benar-benar tidak tahu harus mencarinya kemana. Ia menelepon Siella berkali-kali, setelah sekian lama ia berusaha menghindari komunikasi dengannya. Ia tidak akan membuang masa lagi.‘Kumohon Siella…, angkat,’ batin
Siella yang mendengarnya langsung mematung tidak bisa berkata selama beberapa saat. Hamil? Dirinya ini hamil? Ia merasakan tangannya gemetar setelah mendengar ucapan dari Dokter barusan.“Aku akan memberikanmu vitamin untuk bayi dalam kandunganmu. Harus rajin diminum untuk calon bayinya ya?” seru dari sang Dokter yang kelihatan sangat senang.Sementara Siella masih belum bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar tidak tahu harus merespon bagaimana kabar barusan. Antara tidak percaya, atau mungkin dirinya harus percaya dengan hal barusan.Perlahan ia memegangi perutnya, dan terus berpikir bahwa ini adalah mimpi saja. Ia masih belum bisa mencernanya dengan baik. Jadi, selama ini dirinya sudah hamil? Tapi ia sama sekali tidak sadar?“Apa suamimu ada? Apa yang di depan itu-““Bu- Bukan, na- nanti aku beritahu padanya,” Siella langsung menolak.Ia tidak tahu bagaimana Devan akan meresponnya. Siella hanya pernah berhubungan dengan Devan, jadi ia yakin kalau Devan adalah anak dari dalam kandunga
Siella merasa sepertinya memang masih ada yang mengganjal dari pihak Vano. Tetapi ia menolak bertemu, karena sejatinya, bagi Siella ini sudah berakhir sepenuhnya.Biarlah Vano harus berdamai dengan sendirinya dengan emosi yang juga masa lalu yang tidak ia bisa terima sama sekali. Tugas Siella sekarang ini benar-benar sudah tidak ada lagi. Ia kini sudah tidak boleh ikut campur lebih jauh.“Kamu merasa sedih?” tanya Devan kepadanya.“Entahlah. Padahal penyebab awalnya bukan aku. Tapi kenapa aku seperti dibuat mendapatkan semua karmanya?” Siella merasa tidak adil.Di dalam mobil suasana jadi sangat hening dan tidak ada yang memecah sama sekali. Sepertinya mereka berdua dalam kondisi perasaan yang sama-sama tidak nyaman sama sekali.Tetapi, entah kenapa Devan yang kala itu sedang menyetir tidak mengantarkan Siella pulang sebagai mana seharusnya. Dia malah berbelok ke Danau yang tidak jauh dari sana. Jelas sekali Siella terkejut.“H- Hei! Kita kemana?!” terkejut Siella.
Devan sebenarnya setengah senang hati mendengar ucapan dari Siella yang memilih mengajaknya. Tetapi, tahu bahwa dia akan diajak menemui Vano, jelas membuat Devan merasa agak sedikit jengkel.Mereka kemudian pergi setelah berpamitan dengan Rifia. Sudah usai perasaan terpendam dan juga masalah internal yang jelas membuat mereka jadi seperti ini. sekarang semua sudah baik-baik saja di antara mereka berdua.Mereka pergi ke tempat Vano dengan mengendarai mobil. Rasanya sedikit gugup memikirkan bahwa dirinya akan menemui orang itu lagi. Padahal dia sudah bertekad yang waktu ini akan menjadi yang terakhir bagi dirinya itu.“Kamu takut dia akan melakukan hal buruk?” tanya Vano kepadanya.“Ah, tidak, hanya saja, aku kepikiran apa yang mungkin dia lakukan kalau melihatku lagi,” balas Siella.Devan yang melihat ke depan dengan tatapan kosong itu selama beberapa saat sempat tidak memberikan jawaban yang pasti. Perasaan jengkelnya lebih besar ketimbang perasaan khawatirnya.Ketika mereka sudah sam
Siella membawakan buah tangan untuk Rifia, dan juga sedikitnya susu ketika ia hendak mengunjungi Rifia. Bukan tanpa alasan. Anggap saja ini sebagai formalitas karena dirinya akan menengoki orang sakit. Jadi dia tidak mungkin datang dengan tangan kosong, kan?“Kamu sungguh tak apa mendatangi Rifia?” tanya Devan yang khawatir.Siella menganggukkan kepala, ia jelas tidak merasa masalah kalau memang begitu perlunya dirinya untuk saat ini. Ia sudah memantapkan diri untuk bertemu dengan Rifia, jadi tidak seharusnya ia membatalkannya.Ruangan Rifia benar-benar dijaga dengan sangat ketat. Mungkin karena dia sempat bersekutu dengan Vano, jadi dia juga mendapatkan label berbahaya dari pihak keamanan yang ada.Masuk ke dalam sana, Siella terus mengatur napas untuk bisa menenangkan dirinya. Ia akan menahan segala emosi yang ada, baik atau buruk pun akan dia coba bendung di dalam dirinya.Di dalam sana, ia melihar Rifia berbaring dengan perban di kepalanya. Entah apa yang dilakukan oleh Vano sampa
Siella menikmati bagaiman Devan mengajaknya berkeliling, dan juga sesekali melihat berbagai binatang kecil yang tersedia di dekat sana. Devan tidak pernah melepas kamera di tangannya, dan selalu siaga untuk mengambil gambar untuk Siella.“Kamu tak mau aku foto juga?” Siella menawarkan diri.Devan yang sedang mencoba membidik gambar tersebut menurunkan kamera, dan melihat ke arah Siella. Dia tampak lebih bahagia daripada sebelum-sebelumnya.“Tidak apa. Aku tidak terlalu suka foto,” tolaknya dengan lembut sekali.Siella merasa agak terpukau mendengar jawabannya, rasanya seperti melihat orang yang berbeda, padahal baru kemari Devan sangat menyebalkan sekali. Tetapi, sekarang jauh berbeda, dia seperti menjadi orang lain yang belum pernah Siella lihat sebelumnya. Sungguh mengagetkan sekali.“Jarang-jarang kita bisa keluar begini, kamu serius tidak mau?” ucap Siella, lagi.Devan sekali lagi menolak sambil menggelengkan kepala dan tersenyum cukup tipis kepada dirinya ini. “Tenang, aku akan m
Siella merasa benar-benar sendiri sekarang ini. ia memang berhasil pergi dari hidup Vano dan terlepas dari pernikahan yang tidak sehat itu. Tetapi, kini ia kehilangan tempatnya untuk pulang dan menceritakan isi hatinya.Rasanya remuk sekali perasaan Siella. Ia lebih banyak berdiri di dekat jembatan dan sesekali ke danau juga. Bukan untuk menyerah pada segalanya, melainkan ingin menenangkan diri dengan merasakan dinginnya angin yang berembus kepadanya.Tak ada pikiran Siella untuk segera menyusul Hani. Karena belum tentu ia bisa bertemu dengannya. Tetapi, Siella akan memanfaatkan hidupnya dengan baik, dan ingin mendedikasikan sisa hidupnya untuk menjadi orang berguna.‘Huhhh, setelah ini apa?’ batin Siella merasa sangat kesal.Semuanya memang berakhir dengan baik, hanya saja, di setiap prosesnya Siella mendapatkan pembelajaran dan juga hasil yang tidak diinginkan sama sekali.Sesekali Siella melemparkan batu ke sungai untuk bisa meredakan kekesalannya. Sesekali juga ia melemparkan sebu
Siella sudah duduk rapi di kursinya, dan kini sedang menunggu Vano masuk ke bilik kaca untuk bisa berbicara engannya. Entah apa yang sebenarnya dia ingin bicarakan dengan Siella di saat seperti ini sebenarnya.Devan, Pak Romi, dan Bu Ina berdir di belakangnya mengawasi. Kali ini mereka akan mendengarkan semua yang dibicarakan oleh Vano.Vano masuk ke dalam, dan duduk tepat di kursi yang sudah disediakan. Sesuai dengan permintaan, Vano diborgol dengan kuat pada kursinya, dan tidak dibiarkan bisa bangun dari tempat itu.Melihat bahwa Siella tidak datang sendirian membuat Vano tertawa, dia jelas merasa dibohongi karena ingin bertemu dengan Siella saja.“Heuuuhhh, lihat, kamu datang membawa pasukan,” ucap Vano.“Kenapa memangnya? Ada obrolan yang kamu tidak ingin mereka ketahui?” Siella langsung mengatakannya.“Kalau memang ada kenapa?” Vano menyeringai licik.“Aku tidak mau mendengarnya kalau begitu,” Siella segera membalas.“Ahhh, kalau begitu kamu pasti marah padaku, ya? Memang seberap
Siella lebih banyak berada di rumahnya tanpa keluar sama sekali. Rumah kecil yang ia tinggali sementara itu kini terasa makin menyesakkan dan juga begitu membuatnya tidak tenang.Ting… Tong… Bunyi bel rumahnya yang membuat seisi ruangan jadi terisi penuh akan suaranya.Siella segera keluar, dan melihat siapa yang datang. Dia mendapati Devan sedang berdiri di depan sana. Wajahnya masih layu dan menunjukkan bagaimana kesedihannya.“Ada apa?” Siella bertanya dengan suara yang lemah.“Rumah Hani akan segera dibersihkan oleh pemilik. Kamu mau ambil beberapa barangnya?” tawar dari Devan.Mendengarnya membuat Siella makin merasa sedih. Air matanya jadi kembali dan membuat Siella tidak bisa mengendalikan diri.“Aku tahu bagimu ini berat, tetapi bukan aku yang minta rumah itu segera dibersihkan,” sambing Devan.Siella segera membersihkan air matanya dan mengiyakan ajakan dari Devan, “Ya, baiklah, aku ikut,” Siella menyetujui.Mereka yang pergi ke rumah Hani sudah membawa segala kardus pakaian