“Duh… ada apa yah… emangnya aku buat salah ya? kenapa tiba-tiba di panggil ke ruang CEO? padahal di hari pertama ini aku cuma kerjain laporan, dan aku mengerjakan nya dengan benar! Bahkan sampai jam makan siangku hampir lewat."
Rani terus menggumam ketakutan sambil menggigiti jarinya. Dengan wajah yang sedikit cemas, dadanya pun berdegup, banyak pertanyaan di dalam benak Rani. Sampai akhirnya tiba di depan ruang CEO."Seperti nya ini ruangannya" gumam Rani dalam hati.Rani menarik nafas panjang dan mengetuk pintu ruang CEO yang pak Riko maksud."Silahkan masuk" suara pak Riko terdengardari dalam.Saat Rani membuka pintu Rani terkejut melihat pria aneh itu duduk di kursi mewah dan pak Riko hanya berdiri di sampingnya.Pria dengan wajah datar itu duduk di depan laptop mahalnya. Rani merasa bingung dan terheran-heran."Loh kok dia ada disini" dengan suara yang lirih sambil menunjuk pria itu dengan jari telunjuknya."Rani silahkan duduk disini dulu" pak Riko mempersilahkan Rani duduk tepat depan meja pria aneh itu.Rani menarik kursi dengan sangat hati-hati. Rani duduk dan sedikit menundukkan kepala."Rani, perkenalkan ini pak Bagas Emilio CEO di kantor kita ini" kata pak Riko menjelaskan.Rani membelalakkan matanya tak percaya. Rani langsung merasa bersalah dan juga takut karena baru saja dia berani bertingkah tidak sopan terhadap pak Bagas. Apalagi hari ini, hari pertama Rani bekerja.Rasa takut Rani makin menjadi-jadi "apa ada yang salah dengan laporan yang ku buat? atau karena kejadian tadi, aku sudah tidak sopan menarik bajunya? omaygat!! habis aku!" gumam Rani dalam hati ketakutan.Dengan tangan yang sedikit gemetar "Oh iya, perkenalkan pak, nama saya Naomi Maharani, biasa di panggil Rani."Rani langsung berdiri dan menjabat tangannya ke arah pria wajah datar itu dengan senyum Rani yang paling manis seakan belum terjadi apa-apa sebelumnya.Tak di sangka pria jutek itu malah tersenyum dan juga langsung berdiri dan membalas jabatan tangan Rani."Bagas" pria itu hanya menyebut satu nama dan kembali duduk menyender di kursi mewahnya.Rani pun juga kembali duduk dengan menundukkan kepalanya, Rani benar-benar takut di pecat karena kejadian tadi."Kamu tau kenapa kamu di panggil kesini?" Kata Bagas."Oh kejadian tadi ya pak, maaf ya pak saya ngga tau kalau bapak CEO disini, saya cuma gemas karena bapak ngga langsung menjawab pertanyaan saya tadi. Sekali lagi saya minta maaf ya pak!" Rani langsung menjelaskan panjang lebar dengan tangan memohon dan kepala yang tetap menunduk.Keadaan hening sesaat karena Rani mengoceh panjang lebar. Karena suasana tiba-tiba canggung, Bagas pun menyuruh Pak Riko untuk keluar dulu, sehingga tersisa mereka berdua di sana."Riko kamu boleh tinggalkan kami berdua sekarang, dan melanjutkan pekerjaanmu" seru Bagas menyuruh pak Riko pergi dari ruangan nya."Baik pak" kata pak Riko.Rani melirik sedikit ke arah pak Riko yang berlalu pergi. Hati Rani terasa tak karuan, kali ini Rani tidak berkutik.Pak Bagas membuka laptopnya di atas meja, dan meluncurkan pertanyaan untuk Rani."Coba jelaskan identitas kamu dengan lengkap" kata Bagas.Jantung Rani berdegup kencang seperti kembali di interview dengan pertanyaan tersebut."Iya, pak, nama saya Naomi Maharani, saya berumur 25th, lulusan program studi manajemen dari fakultas Indonesia, dan saya belum menikah" kata Rani."Apa kelebihan kamu?" Pertanyaan kedua pak Bagas."Saya mampu berfikir kreatif, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki inisiatif yang tinggi, bisa bekerja dengan tim, dan percaya diri pak" jawab Rani dengan lugas."Tempat tinggal?" Tanya Bagas lagi."Saya tinggal di jalan setia blok A jakarta selatan pak" kata rani."Sudah punya pacar?" Tanya Bagas lagi.Rani mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan pak Bagas kali ini. Rani merasa bingung karena pertanyaan itu terlalu privasi untuk sebuah interview kerja."Pertanyaan aneh, untuk apa dia menanyakan sudah punya pacar atau belum? itu kan tidak ada hubungan nya dengan pekerjaanku" gumam Rani dalam hati.Rani diam tak langsung menjawab, dia tertegun dengan pertanyaan itu. Rani juga bingung harus menjawab apa."Sudah punya pacar belum?" Tanya pak Bagas lagi.Rani terkejut dan langsung menjawab "Belum pak saya single" Rani kembali menundukkan kepalanya malu."Kalau single, mau ngga kamu berkencan dengan saya nanti sore?" Kata Bagas.Rani spontan mengangkat kepala dan membolakan matanya lebar-lebar, mulutnya pun terbuka menganga.Rani benar-benar terkejut mendengar pertanyaan ini, jantungnya yang sejak tadi sudah berdebar menjadi lebih kencang."Duh bapak bercanda ya" Rani menjadi salah tingkah wajahnya memerah."Kita saja baru bertemu hari ini pak, bapak ngeprank saya ya hehe?" kata Rani mencoba mencairkan suasana."Mau tidak? Atau kamu ngga usah kerja lagi disini?" Kata-kata pak Bagas mengancam.Rani makin tertegun tidak bisa berkata apapun, Rani juga takut kalau ini pertanyaan jebakan. Dan Rani juga bukan wanita murahan dengan gampangnya pak Bagas mengajaknya berkencan padahal baru saja berkenalan.Rani malah diam membisu di hadapan pak Bagas, karena dia bingung harus menjawab apa. "Mengapa kamu diam saja ran?" tanya pak Bagas."Maaf pak, saya bingung mau jawab apa." kata Rani sambil menundukan kepalanya."Kalau begitu sebaiknya kamu kembali keruang kerjamu."Pak Bagas menyuruh Rani kembali ke ruang kerja. Di dalam ruang kerja, Rani hanya bengong memikirkan jawaban apa yang harus di katakan nanti jika Bagas menanyakan kembali hal yang sama.Sampai akhirnya ada yang mengetuk pintu.Tok.. tok.. tok.."Iya, silahkan masuk" jawab Rani.Rani melihat ke arah pintu, betapa terkejutnya Rani yang datang adalah pak Bagas. Rani langsung beranjak berdiri "ada apa pak?" Tanya Rani pura-pura lupa dengan janjinya."Ada apa katamu? Aku datang kesini untuk menagih jawabanmu Rani" kata Bagas.Rani menoleh ke arah jam dinding dan melirik ke arah pak Bagas "masih jam 4 sore pak, belum waktunya pulang" kata Rani."Saya CEO nya disini loh" Bagas menghampiri Rani dan duduk di bangku Rani, Rani yang
"Ohh tidak, dia Malah asik main handphone dan tidak mendengarkan aku! Oh tidak bagaimana jika benar dia jadi suamiku nanti" Rani bergumam dalam hati dengan tatapan yang menyebalkan melihat sikap pak Bagas.Tiba-tiba pak Bagas memandang Rani dengan senyuman manisnya dan meletakkan handphone nya. Paras pak Bagas memang membuat Rani selalu salah fokus. Rani yang sedang sebal tak karuan di buatnya mencair dan tersipu."Jangan macem-macem ya pak, lihatnya bisa biasa aja tidak!" Jawab Rani ketus."Baiklah kalau begitu, kita pulang saja yuk. Biar saya yang mengantar kamu, kamu tidak boleh naik taksi." Sambil bergegas pak Bagas membereskan tas nya dan berjalan begitu saja menuju pintu keluar, tanpa menunggu Rani membereskan barang-barangnya.Rani benar-benar tidak habis pikir dengan cara pak Bagas. Tanpa pikir panjang Rani pun membereskan barang-barangnya dan segera mengejar pak Bagas."Tunggu aya pak!" triak Rani dari meja makannya.......Sampainya di depan rumah Rani, pak Bagas turun da
Satu bulan berlalu.. Bagas tak membiarkan satu hari pun terlewati tanpa pembuktian cinta pada Rani.Hari demi hari dia jadikan kesempatan besar untuk meluluhkan pujaan hatinya tersebut.Waktu pernikahan sudah tinggal 2 hari lagi.Keseriusan cinta pak bagas untuk mendapatkan hati Rani seperti nya tidak sia-sia.Semakin hari Rani semakin mulai terbiasa dan mulai mau menerima takdir yang terlalu mendadak ini.Rani yang awalnya keras dan selalu cemberut kepada pak Bagas kian hari mulai memberi senyum.Rani pun masih tak menyangka mengapa seorang CEO yang tampan dan mapan bisa jatuh cinta pada dirinya. "Tinggal 2 hari lagi, sungguh aku masih tidak menyangka! Tapi wajah tampannya selalu membuat aku terlena dan tak berkutik" Rani bergumam di depan laptopnya. Rani yang profesional kerja tidak mau ambil cuti atau sesuka hati untuk bolos kerja. Rani ingin membuktikan bahwa dia mempunyai kemampuan bekerja di luar cinta pak bagas.Tok.. tok.. suara pintu ruangan Rani di ketuk."Iya, silahkan m
Acara resepsi pernikahan pun berjalan dengan sangat lancar dan penuh kebahagiaan.Rumah mewah dan megah menanti kehadiran kedua pengantin baru tersebut.Di dalam perjalanan menuju rumah baru, Rani bertanya kepada Bagas."Mas hari ini kan aku sudah menjadi istrimu, apakah aku masih di perbolehkan untuk bekerja di kantor?"Pak Bagas merangkul mesra Rani dan mendekatkan wajahnya "jika itu tidak membuat mu lelah, tidak membuatmu kesusahan lakukan saja sayang, aku tidak akan memberhentikan mu bekerja jika kamu tidak ingin" jawab Bagas dengan sangat lembut."Benar ya mas hmmm, aku senang sekali mendengar nya, ku kira kamu akan memberhentikan aku untuk bekerja disana" jawab Rani dengan manja.Rani menyenderkan kepalanya di bahu sang CEO tampan.Tak terasa mereka pun sampai di depan rumah.Pak Joko supir mereka dengan sigap membuka pintu mobil untuk keduanya, dan segenap pembantu yang lain sudah siap siaga menurunkan barang dari bagasi mobil."Mas terimakasih banyak ya, aku benar-benar menjadi
Malam ini menjadi malam yang tak akan terlupakan untuk Rani, begitu pula untuk Bagas.Hal yang tidak pernah Rani perbuat sebelum nya. keperawanan nya yang di jaga selama ini, ternyata terlabuh pada seorang CEO yang tampan dan mapan. Rani menatap wajah Bagas yang tertidur pulas di sampingnya. Dengan tatapan yang sendu, tangan Rani mencoba mengelus pipi suaminya yang sedang tidur."Tampan sekali suamiku, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah merona, dengan brewok tipis yang menggoda, oh tidak!!" "Hmmm.. bulu matanya lentik sekali, alisnya pun tebal. Hihihi aku baru pertama kali melihatnya dengan seksama begini! ternyata lebih indah ya, kalau di perhatikan begini." Rani bergumam sendirian.Selama ini, Rani yang jual mahal memang jarang menatap Bagas berlama-lama. Jangankan berlama-lama, menatap nya sebentar saja Rani sudah meleleh.Rani malah mencubit hidung suaminya agak keras karena gemas."Au" Bagas terbangun kaget.Rani pun ikut kaget. "Eh kebangun!" kata Rani"Kenapa kamu
Rani tercengang melihat berbagai makanan di atas meja."Apa! ini sarapan atau acara hajatan mas?""Yaa, aku sengaja menyuruh bi Pinem menyiapkan semuanya. Agar kamu bisa dengan mudah memilih atau boleh menghabiskan semua." jelas Bagas yang hanya mengambil satu buah Roti di atas piringnya."Besok-besok ngga perlu seperti ini mas, aku manusia normal kok! segini banyak nya untuk apa? mubazir buang-buang makanan!"Sambil mengoceh Rani mengambil piring dengan nasi yang cukup banyak dan berbagai lauk pauk bervariasi.Tak lupa juga dia membuka toples kerupuk kulit kesukaannya."Wah ada kerupuk kulit juga mas, kok tau sih" tanya Rani sambil memakan kerupuk kulit itu."Kamu kira selama ini, aku tidak memperhatikan apa saja yang kamu makan? menu semua ini, ya yang biasa kamu pesan kan?" Rani terlihat sangat senang menyantap hidangan di hadapannya.....Pak Riko tiba-tiba datang membawa sebuah amplop.Bagas dan pak Riko terlihat sedang duduk berdua di ruang tamu, ntah apa yang mereka bicarakan.
Memandang pantai saat sunset memang dapat meningkatkan kekaguman.Mengalihkan sejenak, hiruk pikuk suasana ibu kota Jakarta yang tak lepas dari suatu pekerjaan yang melelahkan.Hari berganti malam, Mereka berdua memutuskan untuk dinner di sebuah Restoran lain, yang tak jauh dari penginapan nya.Kemanapun berjalan, Bagas terus menggandeng tangan Rani, seperti layaknya pengantin baru pada umumnya, yang sedang di mabuk asmara. Bagaimana dunia milik berdua.Lampu yang berkelap-kelip melingkari tiap sudut dinding atas restoran, membuat indah mata memandang.Tiap sudut ruang pun juga terdapat patung-patung khas Bali. Bagas memesan menu-menu yang mahal.Beberapa minuman manis dan air mineral sudah di hidang kan lebih dulu.Tak lama, pelayan pun mengantarkan pesanan nya.Ada Caviar Almas, dua piring daging kobe Wagyu, Bluefin Tuna atau di sebut tuna sirip biru, Jamur matsutake dan lobster. Mereka menyantapnya dengan lahap.Ada yang bergetar dari dalam tas Rani.Seketika, Rani merogoh ponsel
"Memang nya, kamu ngapain dia mas?" dengan tatapan tajam."Kamu keroyok?" tanya nya lagi."Bukan Bagas namanya kalau main keroyokan, satu lawan satu lah" jelas Bagas dengan ketus.Tidak di pungkiri, jika mengungkit kejadian itu, pasti benar-benar membuat Bagas marah dan kecewa lagi kalau mengingat nya.Terlihat wajahnya yang berubah menjadi merah padam, alisnya saling bertabrakan terlihat tegang.Di matanya penuh amarah dan kekecewaan."Waktu itu, sekitar 3 atau 4 tahun lalu.. Saat aku meminta nya untuk jujur, Namira bilang, kalau dia juga pernah menggugurkan kehamilan nya dengan laki-laki bajingan itu di belakang ku! itu benar-benar di batas dugaan ku.""Apa?! sampai hamil??" Rani membelalakkan matanya."Iya.. Kehidupan ku benar-benar hancur waktu itu, Karena aku berniat meminang nya pada minggu itu. Hampir 3 tahun aku bersamanya, tidak mungkin aku tidak memikirkan masa depanku dengan dia. Padahal, semua yang dia pinta selalu aku turuti. Tapi ternyata dia wanita jalang. Brengsek!"Ran
Hidangan yang lezat dan banyak macam nya, tak membuat Rani ingin memakannya, semua orang tua sudah siap duduk di ruang makan. Tapi, lagi dan lagi Rani hanya ingin kentang goreng dan ikan goreng. Langkah Rani terhenti saat Bagas ingin menyiapkan kursi untuk nya duduk. "Mas, aku mau ke kamar aja ya, tolong bilang mba Pinem aku mau kentang sama ikan goreng di bawa ke kamar.. tolong ya mas" tangan kiri Rani terlihat memegang keningnya, sejak beranjak dari kursi tadi. "Kamu pusing ya? aku antar ke kamar ya" jawab Bagas dengan spontan. kedua tangan Bagas spontan merangkul bahu istrinya tersebut dengan sangat hati - hati. "Mah pah, maaf banget nih.. kayanya kalian makan aja duluan, aku temenin Rani ke kamar aja ya.." Bagas yang langsung berpamitan kepada semua tamu. "Kamu pusing ya nak, yaudah ngga apa- apa, yang penting kamu makan juga ya di kamar" celetuk ibu mertua Rani dari atas meja makan. Terlihat Bu Ratna hanya senyum - senyum melihat anak nya yang sangat di jaga oleh Baga
Mesti hari hampir larut, sekitar pukul 22.30 malam. Keluarga itu tetap berkumpul bersama di dalam ruang tamu sesuai permintaan CEO tampan itu. Mereka masih berselimut dengan rasa penasaran yang sama, "Ada apa sebenarnya yaa.." gumam Ratna ibunya Rani. "Mengapa mereka mengundang kesini, tapi mereka berdua tidak ada di rumah?" lanjutnya. Tak ada yang menjawab pertanyaan Bu Ratna, mereka semua sama -sama dalam keadaan yang penasaran. Sepanjang perjalanan menuju rumah Rani, ibunya memang memiliki perasaan tidak enak. Ada feeling terhadap kandungan Rani, Tapi dia tidak mau menerka - nerka, karena Rani juga tidak memberi kabar apapun setelah telfon hari itu. Dia hanya berharap kebaikan untuk putri semata wayang nya. Suara gerbang yang terbuka, terdengar dari dalam rumah. Mobil Bagas terparkir tepat di depan pintu masuk. Terlihat dari dalam, Bagas menggandeng tangan Rani masuk ke dalam rumah, dengan menenteng kantong obat. Ke empat orang tua berbarengan mengernyit kan dahinya
Kedua tangan Rani memegang ponselnya, sibuk memberi nama di kontak barunya, nomor baru Dokter puji.Di sampingnya ada Bagas yang setia merangkul Rani menuju loket pengambilan obat.Walaupun begitu banyak orang berlalu lalang dengan kesibukan dan keresahan nya masing -masing. Tapi, Seluas mata Bagas memandang hanya ada keindahan, dan kebahagiaan.Di dalam pikiran nya entah siapa dulu yang akan di berikan kabar bahagia tentang kehamilan Rani. Orang tua kandung nya atau mertuanya.Sampainya di loket, Bagas menyuruh Rani untuk duduk di kursi kosong yang jaraknya tidak begitu jauh.Sedangkan dia sendiri mengambil obat dengan kertas merah pudar di tangan nya."Kamu tunggu disini ya, biar aku yang kesana" Mata Rani tertuju pada tangan Bagas yang menunjuk ke arah loket obat.Loket itu berjarak kurang lebih 10 meter dari tempat duduk Rani.Baru kali ini seorang CEO yang kaya raya mau terjun langsung, bahkan mengantri. Dari dulu Bagas selalu menyuruh, pak Joko atau pak Riko untuk melakukan ha
"Mas!!" Rani memanggil Bagas dengan wajah yang mulai tegang, Rani tak sabar mengapa Bagas lama sekali berdiri di depan suster."Mas Bagas..!!" panggilnya lagi.Bagas menoleh ke arah Rani, tapi Bagas hanya melambaikan tangan menandakan tunggu sebentar lagi.Rani menghela nafas melipat kedua tangannya di dada dan menyenderkan tubuh nya di kursi.Rani mulai jengkel.Selang lima menit kemudian Bagas datang. Tanpa memberi Bagas sedikit ruai untuk bicara, Rani langsung lebih dulu menegurnya."Ngobrolin apa sih, lama banget!" Matanya berputar.Rani terlihat jengkel sekali saat itu."Maaf ya sayangku, tadi aku banyak bertanya tentang dokter terbaik di sini, untuk pemeriksaan pertama ini aku ngga mau salah dokter" Bagas mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rani.Tapi Rani membuang mukanya ke arah samping."Maaf ya sayangku" Bagas berusaha membujuk Rani yang sedang ngambek.Tangan kiri Bagas merangkul bahu Rani, sesekali mengelus - elus bahunya, berharap emosinya mereda sebelum namanya di panggil
Rani hanya mengangguk -angguk kepalanya dan duduk di atas kursi.Jus alpukat yang aroma nya sangat menyergap hidung Rani, sudah di hidangkan oleh mba Pinem. Dia terlihat menikmati jus alpukat itu.."Mba temenin aku dong duduk di sini" Mba Pinem yang baru saja ingin pergi ke belakang di tahan oleh Rani untuk duduk di meja makan khusus majikannya itu."Loh serius Bu ngga apa- apa saya duduk disini?" Tubuhnya masih terpaku berdiri di hadapan bangku yang mewah berwarna ke emasan."Loh memangnya ada peraturan ya? pegawai tidak boleh duduk di meja makan?" kata Rani.Mba Pinem tersenyum sedikit."Sudah lah duduk saja mba.. aku ngga mau di tinggal sendirian" wajah nya memohon bibirnya manyun, tapi menjadi tambah imut di lihatnya."Iya iya Bu.. heheh pantas saja pak Bagas setelah menikah banyak berubah ya Bu.. aku yakin perubahan itu pasti datang dari pasangan nya juga" kata mba pinem sambil mendudukkan tubuhnya di kursi mewah itu yang biasanya hanya dia lap - lap dengan kain. "Hmmm... omon
Jam di dinding menunjukkan pukul 11.30 menit.Rani yang sedang duduk di teras balkon melihat pemandangan di sekitar taman. Melihat - lihat bunga- bunga berwarna warni yang indah dan segar terawat.Sesekali dia mengecek ponsel nya. Membuka media sosial Instagramnya yang penuh dengan postingan tentang kehamilan, karena dari kemarin pencarian nya hanya seputar kehamilan."Hmmm... Bukan gamau ke dokter obgyn, tapi aku benar- benar ragu. aku ngga mau ngecewain mas Bagas kalau hasilnya ngga sesuai harapan." Gumamnya dalam hati."Apa aku tanya mama yah, pasti mama tau." Dia kembali membuka ponselnya, menekan nomor mama di ponselnya.Rani mulai mengetik pesan singkat."Mah, apa kabar? semoga mama baik - baik ya.. maaf aku ngga ngabarin hampir seminggu ini, dari kemarin aku sakit, dan sempat di bawa ke dokter dan di infus, nah tapi, orang dirumah nyuruh aku untuk tespek mah dan aku mencobanya mah, tapi hasilnya seperti ini"Rani mengirim foto tespeknya tadi pagi, terpampang ada garis 2, satu
Hari pun berganti malam, dan malam pun menghampiri pagi. Langit masih gelap gulita.Rani yang masih berada dalam pelukan CEO tampan itu menatap jam dinding yang persis berada di samping foto pernikahan mereka berdua di dalam kamar megah nya itu.Jam menunjukkan pukul 04.50 pagi."Masih subuh, hmmm aku deg - deg an mau tespek" Rani bergumam sendiri di dalam hatinya.Dia mengambil ponsel di laci yang berada di samping dipan nya itu, membuka google dan mengetik di pencarian tanda - tanda wanita hamil.Rani membaca dengan seksama, ada beberapa poin yang memang sedang di rasakan oleh Rani. "Tapi ngga semua poin aku rasain sih, kalau begini hamil ngga ya?" Dia meletakkan jari telunjuknya di dagu.Dia benar - benar polos untuk hal begini. Ini lah pengalaman yang tidak akan terlupakan oleh Rani. Pengalaman menggunakan tespek.Rani mencoba menggeser suaminya itu dari sisi nya. Dia berjalan pelan ke arah toilet, mengambil handuk yang di gantung dekat pintu kamar mandi. Rani menatap wajah bant
Barang yang di tunggu- tunggu akhirnya sampai juga di tangan Rani.Rani menaruhnya di atas wastafel toilet.Rani terpaku menatap cermin di dinding itu, raut wajahnya tersirat mengandung harapan besar.Suara dan gerak gerik mba Pinem terngiang -ngiang di telinga dan khayalan Rani, ("Biar lebih akurat, di pakai waktu ibu pipis pertama kali saat bangun tidur Bu, nah caranya seperti ini nanti")Wadah untuk menampung air pipis Rani pun sudah di siapkan bersama tespek tersebut.Sesekali Rani mengambil dan menimang box kotak berwarna putih biru, dengan tulisan Sensitif digital pregnancy test itu.Ragu yang melanda Rani, terselimuti dengan rasa penasaran nya.Jantungnya berdebar.."Besok akan aku coba deh, semoga hasilnya sesuai ekspektasi ku dan mas Bagas" gumam nya dalam hati.Rani kembali menatap cermin, menatap wajahnya yang polos tanpa polesan make up sedikit pun.Dia mencoba mengelus pipinya, dia mengingat - ingat dua bulan lalu, dia masih sangat ragu dengan Bagas.Tapi takdir berkata la
Pagi itu, Rani tiba- tiba saja seperti tidak sakit.Wajahnya terlihat fresh seperti tidak terjadi apa - apa tadi malam.Dia bangun jam tujuh pagi, bergegas ke dapur untuk membantu mba Pinem memasak.Mba Pinem yang sedang mencuci buah, melihat Rani yang datang sangat sehat merasa aneh."Loh Bu ngapain ke dapur, nanti kecapean Bu" kata mba Pinem menahan tangan Rani yang akan menceburkan tangannya ke dalam baskom isi buah."Aku udah ngga apa-apa kok mba, Alhamdulillah sehat. Kayanya obatnya cocok. Sini biar ku bantu. Hari ini aku juga ngga di izinin untuk masuk kerja sama mas Bagas." Mba Pinem ragu - ragu memberikan baskom isi buah itu, tapi dia tidak bisa menolak jika itu majikannya yang memaksa."Masak apa hari ini mba? " Tanya Rani pada mba Pinem yang sedang mengelap bagian kompor."Saya masak sayur bayam bening, ada ikan gurame goreng, perkedel kentang, saya juga masak gulai ayam kok Bu" jelas mba Pinem."Wah masak sebanyak itu, jam segini udah selesai ya mba""Kalau mba pulang kamp