“Sayang, bukan kah barusan kau berkata akan membuatku mati kenikmatan di bawahmu?” kata Dixon, semakin dekat dia berdiri di belakang Zoe.
Gadis itu terperanjat dari keterpakuannya, segera mengingat terung yang masih dia genggam dengan posisi di depan bibir. Zoe menjatuhkannya ke bawah kaki lalu mengatur mimik wajahnya untuk tidak ketahuan baru saja berbuat gila.
“Hei, kau tidak ingin melihat wajah suami yang ingin kau buat tidak bisa membuka matanya dengan benar?” Dan saat itu pun Dixon memutar tubuh Zoe sehingga berhadapan dengannya.
“A-apa?” Zoe berpura bingung. “Aku... a-aku tidak mengerti maksudmu.” Dia mengelak atas tuduhan suaminya.
“Benar kah?” Mengerutkan alisnya, Dixon seperti seorang yang tengah berpikir panjang. “Tapi aku yakin mendengarmu berkata demikian, Zoe.”
Terung yang sejak tadi dimainkan oleh Zoe, kini menggelinding di atas lantai. B
Suasana di dalam kamar semakin panas. Aura percintaan dari sepasang suami istri itu masih tercium kental. Seperti perkataannya tadi, Zoe yang memegang kendali sehingga Dixon hanya bisa pasrah di bawahnya. Gadis itu tersenyum penuh kemenangan ketika melihat suaminya yang hanya bisa mendesah dan menyerukan namanya, dan dilarang keras untuk membalas perbuatan Zoe. Ponsel di atas nakas berdering. Itu sangat mengganggu telinga Zoe yang masih berusaha membuat suaminya mendapatkan klimaks. Benda itu lagi dan lagi berdering tanpa henti, membuat percintaan mereka pun menjadi sangat terganggu kegiatannya. Pasangan yang tengah dimabuk kepayang itu pun terdengar mendesah kesal. Dixon yang berada di bawah tubuh Zoe menjadi tidak sabar sehingga bangkit dari atas ranjang. "Dixon, biarkan saja," peringat Zoe, semakin kesal dia melihat suaminya yang justru sudah berjalan menuju ponsel yang masih berbunyi nyaring. “Dixon, tidak bisakah kau menu
“Kau mencoba membeliku?” “Memangnya, ada hal lain yang kau inginkan selain uang?” Esau menikung cepat pertanyaan sang gadis. Rahangnya mengetat dan kalimat yang keluar dari mulutnya sangat mematikan. “Wanita sepertimu hanya ingin uang, tidak lebih dari itu.” Sempat Dixon lihat mata gadis itu bergerak tidak tenang, dan ada embun yang menutupi pemandangannya. Tapi itu hanya berlangsung sekian detik, karena kemudian dia sudah menunjukkan mata sinis dan dengusan angkuh. Gadis bernama Freya tersebut lantas membalas lagi perkataan Esau. “Tak peduli bagaimana kau menilaiku, Esau Borisson. Tapi kau tak akan bisa membeliku. Kau meniduriku dan aku hamil karenanya, maka kau harus menikahi aku secepatnya!” Bertepatan di saat yang bersamaan, pintu ruang private itu terbuka dari luar sana dan memunculkan wajah gadis lainnya. Helaan napas tertahan terdengar sebelum dia menutup mulutnya dengan sebelah tangan. “Esau, ka-kau... kau melakukan tindaka
Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Esau, membuat lelaki itu menoleh ke samping kanan. Matanya lantas bertemu dengan milik sang kakak yang seakan ingin menelannya hidup-hidup. Zoe sangat marah sampai dia menampar wajah adik yang kemudian tersadar.“Apa kau gila? Kau tidak mengingat kedua orang tua kita?!” sentak Zoe tak terkira.“Tapi dia berbohong, Zoe! Aku tidak melakukan apa pun padanya!”“Aku tidak peduli kau atau dia yang berbohong. Lepaskan tanganmu sebelum aku yang lebih dulu membunuhmu, Esau!” Kembali Zoe berteriak.Lantas, Esau melepaskan cengkraman tangannya. Gadis bernama Freya itu pun segera meluncur dan terduduk di atas lantai. Suara batuk dari napasnya yang tersendat tak bisa dihentikan begitu saja.Esau memang sangat keterlaluan! Zoe segera bersimpuh di depan gadis itu untuk membantunya.“Kau tidak mengapa? Kau bisa bernapas?” Sigap dia raih kepala s
“Aku... aku tidak berkata seperti itu.” Freya kelabakan. Dia segera berdiri dari atas sofa ketika mendengar Esau berkata akan menikahinya segera. Gadis itu tampak panik, tidak yakin dirinya akan menerima tantangan dari Esau. “Aku tidak siap. Ak-aku....”“Tidak siap? Bukannya tadi kau berkata aku harus bertanggung jawab dan menikahimu? Jangan membuat alasan. Siap atau tidak, kita akan menikah segera!” Esau menekankan kalimatnya.Sebagai seorang ibu yang melahirkannya, Alena juga ikut panik oleh perkataan dari putranya. Dia ikut angkat bicara untuk menenangkan anak ke dua yang tengah dirasuki kemarahan itu.“Esau, tolong dengarkan perkataan Freya. Dia tidak ingin menikah, bukankah seharusnya kau pertimbangkan perkataannya?”“Lantas, aku harus membiarkan perutnya membesar dan dia bebas mencoreng namaku? Mom, keputusanku sudah bulat. Malam ini juga, tolong siapkan pernikahan kami.”
Seperti yang Esau minta, Harry dan Alena mempersiapkan pernikahan mendadak untuk anak ke dua mereka. Esau sudah memutuskan, bahkan anak itu tidak mendengarkan saran dari Alena. Meski berat menikahkannya di usia yang masih sangat muda, tak ada yang bisa dilakukan pasangan suami istri itu selain melakukan permintaan dari putranya.“Apakah ini sudah tepat, Harry?” tanya Alena ragu.Sangat wajar Alena meragukan pernikahan Esau yang tiba-tiba. Sebagai seorang ibu, dia sangat mengenal putranya yang bahkan belum bisa mengurus diri sendiri dengan benar. Di mata Alena, Esau masih terlalu muda dan seperti bayi dua puluh tahun yang lalu.Bagaimana Esau akan menikah di usia yang baru genap dua puluh tahun? Bukan hanya tentang usia, tetapi kesiapan anak itu tentunya tidak ada. Apalagi mengingat betapa Esau marah pada gadis bernama Freya itu, membuat Alena takut jika mungkin putra mereka hanya akan membuatnya menderita.“Aku takut Esau akan menyakiti
“Arga!”Kala pintu dibuka, gadis itu dikejutkan tangan seseorang yang tiba-tiba menarik pergelangannya. Freya menjerit spontan, saat punggungnya beradu dengan tembok. Sebuah tubuh lelaki menghimpitnya dari depan, membuat sang gadis ketakutkan. Mata dingin penuh kebencian pun tidak lupa diberikan untuknya.“A-apa yang kau lakukan?!” sentak Freya, membalas tatapan itu dengan takut-takut.“Apa?” Tertawa sumbang, Esau mengulangi pertanyaannya. “Maksudmu, memangnya apa yang harus dilakukan seorang suami pada istrinya? Kau lupa kita baru saja resmi menjadi suami istri? Menurutmu, aku tidak berhak meminta hak pada istriku?” Suaranya rendah penuh penekanan, menusuk ke dalam inti hati sang gadis.‘Hak? Apakah maksudnya... hak hubungan suami pada istri?’ Pikiran Freya berputar mencari maksud dari perkataan lelaki di depannya itu. Dia tidak ingin percaya akan isi kepalanya.“Maksudmu... k
Untuk beberapa detik pria itu terdiam. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh pria yang menyebut dirinya sebagai papa, tetapi Freya justru menjawab dengan panggilan yang tidak semestinya. Freya sadar, dia sudah melukai perasaan pria yang hanya mendesah di ujung sana. Pria itu terluka pastinya, Freya tahu itu. Tapi, apakah lukanya lebih banyak daripada yang dirasakan oleh gadis ini? Tidak. Bagi Freya, pria itu adalah laki-laki egois yang hanya memikirkan nama baiknya.“Pihak kampus menghubungiku pagi tadi, katanya kau tidak masuk kelas sejak beberapa hari ini,” kata suara itu, setelah beberapa menit tak ada yang berbicara di antara ayah dan putrinya.“Aku ada urusan mendesak.”“Urusan?” Suara itu sedikit meninggi, tapi kemudian terdiam lagi. Pasti lah pria itu tengah mengatur kembali nada suaranya. “Aku tidak tahu apa urusan pentingmu, tetapi kuliah adalah yang paling utama. Freya, papa mohon, jangan tinggalkan kuali
“Turun!”Freya sedang berbaring di atas ranjang, mempermainkan ponsel di dalam tangannya. Buru-buru dia bangkit kala melihat Esau datang dari arah pintu. Dia tidak menyadari kepulangan lelaki itu, sehingga tampak jelas keterkejutan di wajahnya.Masih tetap di atas ranjang, Freya duduk dan menatap Esau yang kini tengah berjalan menuju ke arahnya. Sejenak, Freya mengulang lagi di dalam kepalanya kata yang tadi dia dengar.“Turun?” tanya Freya, memastikan dia tidak salah mendengar.“Ya, turun. Kau tidak diijinkan bahkan mendudukkan dirimu di atas ranjangku.” Pelan tapi pasti, lelaki itu mendekat dan segera menarik Freya untuk berdiri. Tak sungkan dia mendorong Freya menjauh dari ranjangnya, membuat Freya terhuyung ke depan.Perlakuan kasar lelaki itu membuat Freya hampir saja terjatuh. Jika dia tidak segera memegangi tembok di depannya, yakin lah kepala Freya akan bersentuhan indah dengan tembok. Sangat