Suara decitan ban mobil terdengar di telinga, bersamaan dengan hentakan yang melempar tubuh Zoe ke depan dan membawanya kembali ke belakang. Dixon baru saja menginjam rem dengan keras, menimbulkan kegaduhan di sana. Lelaki itu segera memutar wajahnya ke samping, melihat Zoe yang baru saja kembali dari keterkejutannya.
“Kau ingin membunuhku? Apa kau tak bisa berhati-hati?” Mulut yang tadinya berbicara melantur itu, kini sudah kembali pada kecerewetan biasanya.
“Kenapa justru menyalahkanku?”
“Ya, karena itu memang salahmu. Kau menginjam rem terlalu keras. Apa kau pikir itu tidak berbahaya, Dixon?” katanya lagi, seakan gadis itu melupakan pertanyaan melanturnya tadi.
Menarik napas panjang, Dixon membawa mobilnya ke tepian. Lelaki itu melepas sabuk di dadanya, lantas menghadap ke arah Zoe.
“Siapa yang mengejutkanku di sini? Zoe Xaveera, apa kau tidak sadar dengan pertanyaanmu tadi?”
&
“Ini calon menantu kami?” Seorang wanita berusia empat puluhan menatap Zoe sangat lama. Gadis itu tersenyum malu, ingin sekali dia sembunyikan wajahnya ke dalam sofa yang dia duduki, agar wanita itu tidak terus menatapnya. Tetapi demi sopan santun, terpaksa dia telan rasa malunya dalam-dalam, agar semua orang melupakan kejadian yang ... sungguh tak ingin Zoe ingat. Bagaimana dia rela mengingatnya? Tapi kejadian tersebut selalu saja berputar di dalam ingatan. Ketika dia dan Dixon sibuk bermesraan di dalam mobil milik lelaki itu, seorang wanita datang mengetuk pintu dan ... mengintip dari luar. Ya, wanita yang sekarang tengah menatap Zoe. Wanita yang ternyata adalah ibu dari lelaki yang akan dia nikahi. Wanita yang akan menjadi ibu mertuanya, beberapa menit yang lalu melihat kelakuan dua sejoli yang dimabuk rindu. Itu juga salah Zoe, tentunya. Godaan kekasih mencium bibirnya membuat diri tak mampu menahan serangan bertubi-tubi. Zoe hanyut, terbaw
“Ti-tidak begitu.”Zoe tergugup. Debaran jantung di dalam sana sudah merontah bagaikan ingin melompat ke luar. Matanya tidak tenang di satu titik, malu melihat senyum Dixon yang sungguh trelalu mesum. Dan jujur, dia pun tak kuasa membayangkan bibir itu menciumnya. Zoe pasti sudah tidak waras sehingga hanya pikiran mesum lah yang ada di dalam kepala.“Apa maksud ‘Tidak begitu’, Zoe? Kau sudah tahu aku sangat mesum, begitu kah artinya?” Dixon semakin menggoda, bahkan berbisik sangat dekat di depan wajah Zoe.Bukankah mereka akan segera menikah? Kenapa Zoe tidak bisa membuat dirinya rileks sedikit saja? Bahkan ini masih siang hari, para pelayan pun tengah sibuk membantu membereskan barang bawaan Zoe. Bagaimana jika nanti hanya ada mereka berdua di malam setelah pernikahan? Zoe mungkin akan mati kutu oleh Dixon yang sungguh sangat ... suka membuat Zoe sport jantung.“Di-Dixon. I-itu ... pelayan ada di dalam sana. Mere
Apakah ini mimpi? Apakah mungkin Zoe berhalusinasi, sampai menduga Dixon calon suaminya ini adalah Dixon kecil yang dikenalnya dulu? Semakin dia menatap Dixon, semakin Zoe kebingungan. Dia memang mirip dengan wajah yang terakhir kali Zoe lihat dulu. Memang ingatannya tentang wajah Dixon sudah tak lagi jelas. Sejak lelaki itu pergi ke luar negeri, Dixon tidak pernah kembali sehingga tak ada pertemuan antara mereka setelahnya. Yang bisa Zoe ingat adalah, ketika dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Zoe marah pada Harry yang tidak membelikannya hadiah. Kala itu Zoe duduk murung di taman depan istana. Siapa pun yang membujuknya, Zoe mengacuhkan mereka. Bahkan Alena dan Harry diabaikan, tak ingin dia diajak masuk ke dalam. Hanya ketika Lukas datang membujuk dan membicarakan tentang Dixon, Zoe pun membuka mulutnya. ‘Nona Kecil, jika kau terus mengambek, Dixon-ku mungkin akan pulang lebih lama. Bukankah kau berkata ingin menikah dengannya?’ kata Lukas saa
“Dixon, ada apa ini?”Zoe bertanya, berjalan meraba-raba di depan Dixon yang memeluknya dari belakang. Kedua mata Zoe ditutup menggunakan sehelai pita lebar, sehingga dia tidak bisa melihat apa pun sekarang. Sedangkan Dixon yang terus menuntunnya tertawa kecil mendengar pertanyaan dari sang kekasih.“Jangan hanya tertawa. Katakan, ada apa kau menutup mataku seperti ini?” tanya Zoe lagi.“Hati-hati, Zoe, di depan ada tangga. Turun lah perlahan dan jangan banyak bertanya, oke?”Ada apa sih sebenarnya? Sungguh Zoe sangat ingin membuka ikatan pita yang menghalangi pemandangannya, jika tak ingin Dixon akan menjadi kecewa. Selain itu, Zoe juga harus menjaga sikap di depan keluarga besar Stewart, sungkan jika mereka melihat kecerewetannya. Terpaksa dia ikuti perkataan lelaki yang terus menggiringnya menuruni anak tangga.“Ke kiri.”Dixon menuntun Zoe lagi, dan gadis itu bisa mendengar suara riuh di de
“Maksudnya?” Zoe bertanya. Dia benar-benar tidak mengerti akan pertanyaan dari Natasha.Mengagetkan, bukan? Di saat semua orang tampak bahagia atas pernikahan ini, Natasha justru mempertanyakan kenapa Zoe harus menikahi Dixon. Memangnya, apa yang salah dengan itu? Zoe tidak melakukan kejahatan dengan menikah. Zoe tidak memaksa atau membuat Dixon menjadi tertekan. Pernikahan ini murni karena mereka saling mencintai.“Kau pura-pura tidak mengerti atau bagaimana? Apakah memang sebodoh ini putri keluarga Borisson? Kudengar, ibumu juga berasal dari keluarga biasa. Apakah mungkin IQ ibumu yang menurun padamu?”Rasanya tak bisa Zoe tahan ingin menjambak rambut gadis itu, tapi dia berusaha menahan ini. Natasha sangat kelewatan, berani menyebut-nyebut ibunya. Apakah di matanya, orang biasa akan selalu memiliki IQ yang rendah? Jika tak mengingat besok akan menjadi hari penuh sejarah di dalam hidupnya, ingin sekali Zoe menghajar calon iparnya ini.
“Jadi begitu?” Mendengus tidak percaya. Mata berkedip beberapa kali untuk menahan perasaan yang bercampur aduk. “Ternyata aku bahkan tidur dengannya.”Beruntungnya Dixon tidak serta merta menjadi marah dan meledak mendengar tuduhan dari calon istri. Hanya saja, dia tidak percaya Zoe bisa bisa berpikiran demikian tentang dirinya.“Apakah aku terlalu gila di matamu, Zoe Xaveera?” Dia bertanya dengan sedikit nada geli setiap kali memikirkan perkataan Zoe. “Hei, Nona Muda Borisson, mungkin aku bukan lelaki yang suci, tapi aku masih cukup waras. Meski Natasha terus mengganggu dan merayuku, tak sedikit pun di dalam kepalaku memikirkan hal seperti itu.”Sekarang Zoe yang justru terlihat terkejut. Dixon menyentuh tangannya, menarik gadis itu untuk berdiri. Kedua tangan kekar Dixon langsung melingkar di pinggang ramping Zoe, seakan tak mengijinkannya lepas barang satu detik. Dua mata mereka beradu beberapa saat sebelu
“Dixon Leonel Stewart, mau kah menikahi Zoe Xaveera Borisson. Setia padanya, dalam keadaan sakit atau sehatnya, senang atau susah, dan menjadikannya istri satu-satunya yang kau miliki. Jika kau bersedia, maka jawab ‘Ya, aku bersedia’, Anakku.”Pendeta yang membacakan pemberkatan pernikahan itu berbicara dengan lantang, tapi cukup lembut di akhir kalimatnya. Semua orang menunggu pengantin laki-laki yang berdiri berdampingan dengan gadis bergaun putih tulang. Dixon memang sengaja menggabungkan nama dari orang tua kandung juga angkatnya untuk disebut dihari pernikahannya, untuk terus mengingat fakta bahwa ada seorang pria yang mengawasinya dari atas sana. Lelaki itu pun menjawab dengan sangat tegas dan yakin.“Ya, aku bersedia menikahi Zoe Xaveera Borisson, untuk menjadi istriku. Menemaninya dan setia dalam keadaan sehat atau pun sakit, juga susah mau pun duka. Zoe Xaveera akan menjadi istriku satu-satunya.”“Anakku, Zoe Xa
Langkah kaki Esau semakin lebar mengelilingi aula hotel yang dijadikan tempat berlangsungnya pesta. Orang-orang tengah berbahagia, tak terkecuali dengan dua pengantin yang duduk berdampingan disepasang sofa. Esau sempat melihat kakaknya menerima banyak tamu yang datang mengucapkan kata selamat.Jika wanita bernama Felisha itu sampai melakukan sesuatu, yakin lah tak ada orang yang akan menyadarnya sampai terjadi lautan darah. Dia melupakan pesta, dan kembali fokus mencari wanita yang mencurigakan.Ketika sibuk mencari, Esau bertabrakan dengan mommy-nya. Punggungnya ditepuk oleh Alena yang kebingungan melihat sang anak.“Esau, ada apa denganmu? Tampaknya wajahmu sangat tegang.” Mengerut alis melihat kejanggalan di wajah putranya.Tangan Alena menyentuh wajah sang putra, mengusapnya pelan. “Ada masalah? Kau terlihat tegang bahkan berkeringan dingin.”“Mom, itu ...”Berhenti sejenak, Esau berpikir kembal