Gadis itu mengendap-endap mengikuti lelaki yang berjalan di depan sana. Dia sangat penasaran apa tujuan Dixon pergi ke lantai atas, tepatnya di mana ruang kerja Harry Borisson berada. Perkataan Dixon saat di kamar tadi lah yang membuat Zoe merasa sangat ingin tahu, sehingga membuatnya terlihat sangat menggelikan.
‘Benar kah Dixon akan membahas tanggal pernikahan dengan dad?’ pikir Zoe.
Sedang dia sibuk akan dugaan itu, Dixon tahu jika dirinya diikuti oleh Zoe. Bibirnya yang sejak tadi sudah tersenyum pun semakin melebar, menyadari Zoe menguntitnya.
“Apa dia sangat tak sabar ingin mendapat seranganku?” gumam Dixon. Bahkan gairah yang membara masih sulit dia redam, dan Zoe sudah membuatnya sangat gemas. Rasanya, sangat ingin Dixon berbalik dan menarik Zoe kembali ke dalam kamarnya.
“Lihat saja, aku akan menghajarmu ketika kau resmi jadi istriku.”
Mengetuk pintu yang dia yakini ruang kerja Harry Borisson, dia
Dua pria berbeda usia itu masih saling menatap satu sama lain. Bisa Dixon lihat mata Harry yang sedikit gelisa di sana. Sudah pasti karena pria itu sebenarnya tahu jawaban yang ingin Dixon berikan padanya. Tetapi ini lah seorang ayah, sungguh ingin mendengarkan jawaban pasti dari pemuda yang akan menikahi putri mereka.“Tuan Harry, jika kukatakan ingin membahagiakan Zoe, semua lelaki pasti berkata ingin membahagiakan pasangannya. Tapi yang lebih kurasakan adalah, aku ingin membahagiakan diriku sendiri, sebab itu lah aku ingin menikah dengan Zoe,” kata Dixon, setelah beberapa menit mereka hanya terdiam.Dan bisa Dixon lihat kali ini bibir Harry menipis membuktikan dia kurang senang akan jawaban yang Dixon berikan.“Kebahagiaanmu?” Harry mendengus. “Baru kali ini aku mendengar seseorang berkata ingin membahagiakan dirinya terlebih dahulu.”Siapa saja tentunya tahu. Harry Borisson yang namanya terkenal ke berba
Di tangga jet pribadi miliknya, Dixon berdiri satu tingkat lebih tinggi dari Zoe. Postur tubuhnya yang tinggi tegap membuat gadis di depannya terlihat sangat pendek. Dua matanya mengamati milik Zoe yang tampak berkaca-kaca.“Kau jahat.” Zoe mengatainya demikian, tanpa menatap langsung ke inti mata lelaki itu.“Maafkan aku.”Seharusnya tak ada yang harus dimaafkan. Dixon hanya ingin kembali ke negaranya, meminta restu pada kedua orang tua untuk datang melamar gadis bertubuh mungil itu. Bagaimana pun, meski Dixon hanya anak adopsi di keluarga Stewart, dia tak mungkin melaksanakan pernikahannya tanpa sepengatahuan keluarga. Dan selain itu, Dixon ingin Zoe tehormat dengan mendapatkan lamaran resmi dari keluarganya.Hanya karena ini adalah kepergian Dixon yang sangat tiba-tiba, sebab itu lah dia meminta maaf. Zoe menyalahkannya yang tidak lebih dulu membicarakan kepergian lelaki itu.“Aku membencimu.” Sekali lagi, Zoe
“Ya Tuhan, kenapa dia sangat lama di Aussie? Apakah dia tidak berpikir tentangku? Atau jangan-jangan dia membohongiku?” Meremas tangan kanan Zoe sangat kesal mengingat wajah Dixon, calon suami yang pergi meminta restu.“Lihat saja, jika dia berani berbohong, aku akan membuatnya menyesal seumur hidup!”Zoe terus saja mengoceh, menceritakan tentang Dixon yang kembali ke Aussie. Ini sudah hari ke lima sejak lelaki itu meminta ijin, katanya ingin mengajak orang tuanya untuk melakukan lamaran secara resmi pada keluarga. Tapi sampai sekarang lelaki itu tidak juga mengirimkan kabar.“Apakah dia sangat bodoh? Matanya buta membaca nomorku di ponselnya? Bahkan menelepon pun dia tidak!”Ocehan itu justru semakin besar, membuat beberapa pengunjung kafe harus mengalihkan mata padanya. Lihat lah Lucia, sahabat yang sejak tadi diam menjadi pendengar setia di depannya, sudah merasa malu dengan tatapan orang-orang.
Suara decitan ban mobil terdengar di telinga, bersamaan dengan hentakan yang melempar tubuh Zoe ke depan dan membawanya kembali ke belakang. Dixon baru saja menginjam rem dengan keras, menimbulkan kegaduhan di sana. Lelaki itu segera memutar wajahnya ke samping, melihat Zoe yang baru saja kembali dari keterkejutannya.“Kau ingin membunuhku? Apa kau tak bisa berhati-hati?” Mulut yang tadinya berbicara melantur itu, kini sudah kembali pada kecerewetan biasanya.“Kenapa justru menyalahkanku?”“Ya, karena itu memang salahmu. Kau menginjam rem terlalu keras. Apa kau pikir itu tidak berbahaya, Dixon?” katanya lagi, seakan gadis itu melupakan pertanyaan melanturnya tadi.Menarik napas panjang, Dixon membawa mobilnya ke tepian. Lelaki itu melepas sabuk di dadanya, lantas menghadap ke arah Zoe.“Siapa yang mengejutkanku di sini? Zoe Xaveera, apa kau tidak sadar dengan pertanyaanmu tadi?”&
“Ini calon menantu kami?” Seorang wanita berusia empat puluhan menatap Zoe sangat lama. Gadis itu tersenyum malu, ingin sekali dia sembunyikan wajahnya ke dalam sofa yang dia duduki, agar wanita itu tidak terus menatapnya. Tetapi demi sopan santun, terpaksa dia telan rasa malunya dalam-dalam, agar semua orang melupakan kejadian yang ... sungguh tak ingin Zoe ingat. Bagaimana dia rela mengingatnya? Tapi kejadian tersebut selalu saja berputar di dalam ingatan. Ketika dia dan Dixon sibuk bermesraan di dalam mobil milik lelaki itu, seorang wanita datang mengetuk pintu dan ... mengintip dari luar. Ya, wanita yang sekarang tengah menatap Zoe. Wanita yang ternyata adalah ibu dari lelaki yang akan dia nikahi. Wanita yang akan menjadi ibu mertuanya, beberapa menit yang lalu melihat kelakuan dua sejoli yang dimabuk rindu. Itu juga salah Zoe, tentunya. Godaan kekasih mencium bibirnya membuat diri tak mampu menahan serangan bertubi-tubi. Zoe hanyut, terbaw
“Ti-tidak begitu.”Zoe tergugup. Debaran jantung di dalam sana sudah merontah bagaikan ingin melompat ke luar. Matanya tidak tenang di satu titik, malu melihat senyum Dixon yang sungguh trelalu mesum. Dan jujur, dia pun tak kuasa membayangkan bibir itu menciumnya. Zoe pasti sudah tidak waras sehingga hanya pikiran mesum lah yang ada di dalam kepala.“Apa maksud ‘Tidak begitu’, Zoe? Kau sudah tahu aku sangat mesum, begitu kah artinya?” Dixon semakin menggoda, bahkan berbisik sangat dekat di depan wajah Zoe.Bukankah mereka akan segera menikah? Kenapa Zoe tidak bisa membuat dirinya rileks sedikit saja? Bahkan ini masih siang hari, para pelayan pun tengah sibuk membantu membereskan barang bawaan Zoe. Bagaimana jika nanti hanya ada mereka berdua di malam setelah pernikahan? Zoe mungkin akan mati kutu oleh Dixon yang sungguh sangat ... suka membuat Zoe sport jantung.“Di-Dixon. I-itu ... pelayan ada di dalam sana. Mere
Apakah ini mimpi? Apakah mungkin Zoe berhalusinasi, sampai menduga Dixon calon suaminya ini adalah Dixon kecil yang dikenalnya dulu? Semakin dia menatap Dixon, semakin Zoe kebingungan. Dia memang mirip dengan wajah yang terakhir kali Zoe lihat dulu. Memang ingatannya tentang wajah Dixon sudah tak lagi jelas. Sejak lelaki itu pergi ke luar negeri, Dixon tidak pernah kembali sehingga tak ada pertemuan antara mereka setelahnya. Yang bisa Zoe ingat adalah, ketika dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Zoe marah pada Harry yang tidak membelikannya hadiah. Kala itu Zoe duduk murung di taman depan istana. Siapa pun yang membujuknya, Zoe mengacuhkan mereka. Bahkan Alena dan Harry diabaikan, tak ingin dia diajak masuk ke dalam. Hanya ketika Lukas datang membujuk dan membicarakan tentang Dixon, Zoe pun membuka mulutnya. ‘Nona Kecil, jika kau terus mengambek, Dixon-ku mungkin akan pulang lebih lama. Bukankah kau berkata ingin menikah dengannya?’ kata Lukas saa
“Dixon, ada apa ini?”Zoe bertanya, berjalan meraba-raba di depan Dixon yang memeluknya dari belakang. Kedua mata Zoe ditutup menggunakan sehelai pita lebar, sehingga dia tidak bisa melihat apa pun sekarang. Sedangkan Dixon yang terus menuntunnya tertawa kecil mendengar pertanyaan dari sang kekasih.“Jangan hanya tertawa. Katakan, ada apa kau menutup mataku seperti ini?” tanya Zoe lagi.“Hati-hati, Zoe, di depan ada tangga. Turun lah perlahan dan jangan banyak bertanya, oke?”Ada apa sih sebenarnya? Sungguh Zoe sangat ingin membuka ikatan pita yang menghalangi pemandangannya, jika tak ingin Dixon akan menjadi kecewa. Selain itu, Zoe juga harus menjaga sikap di depan keluarga besar Stewart, sungkan jika mereka melihat kecerewetannya. Terpaksa dia ikuti perkataan lelaki yang terus menggiringnya menuruni anak tangga.“Ke kiri.”Dixon menuntun Zoe lagi, dan gadis itu bisa mendengar suara riuh di de