Melihat Alena mematung tak berkutik, Harry yakin dirinya sudah menang. Dengan mantap dia berjalan ke dekat gadis itu, menarik tangan Alena kembali ke kursinya lagi. Harry mengaduk makanan di dalam mangkuk tanpa peduli dengan respons Alena.
"Buka mulutmu."
Dua pasang mata mereka saling beradu beberapa saat, sebelum Alena menuruti perkataan Harry. Ragu dia membuka mulut, menerima suapan pertama dari tangan Harry. Gadis itu mulai mengunyah bubur di dalam mulutnya.
Keadaan di dalam kamar itu sudah bisa dibilang aman. Lukas menarik napas lega dan membawa semua pelayannya keluar dari sana. Pria tua itu tersenyum penuh arti ketika melihat tuannya berhasil membujuk Alena. Ya meski sempat membuat jantung Lukas hampir lepas.
"Lagi."
Alena tidak suka makan bubur. Pipinya terasa gembung, geli dengan teksturnya yang lembek. Dia menutup mulut dan mengabaikan suapan ke tiga dari Harry.
"Perutmu akan sakit jika diisi makanan ke
Taman itu sangat luas ditumbuhi sangat banyak jenis tanaman bunga. Alena berkeliling ditemani dua pelayan yang mengikutinya di belakang. Seperti guide perjalanan, pelayan itu menjelaskan apa pun yang ditanyakan Alena pada mereka."Di situ, berapa banyak gadis simpanan Tuan Harry di tempat itu?"Tangan Alena menunjuk ke arah yang dulu pernah dimasukinya. Tempat di mana dia melihat Harry dikelilingi gadis simpanannya dengan pakaian yang sudah setengah telanjang."Maksud Nona Istana Selatan?" tanya salah satu pelayan itu.Jadi nama tempat itu disebut Istana Selatan? Alena pikir namanya Asrama Putri, atau mungkin Harem yang lebih tepat?"Ya, apa pun itu namanya. Berapa gadis yang tinggal di sana?"Dua pelayan itu saling melirik satu sama lain dan menyikut temannya seraya berkata, "Kau aja yang menjelaskan. Aku takut."Alena tertawa kecil melihat tingkah mereka berdua. "Tidak perlu takut. Katakan saja.""Tapi, Nona
Kemarahan Lea tidak hanya sampai di taman saja. Hingga di kembali ke Istana Selatan, Lea masih membawa api yang membara di dadanya. Kakinya berjalan sangat cepat, dan wajahnya yang tegang membuat siapa pun tak berani menyapanya.Bruk!"Aaauw ...."Seorang gadis pelayan menabrak Lea dan terjatuh di atas lantai. Gadis itu meringis kesakitan memegangi lututnya yang berdarah."Kau buta?!" bentak Lea tepat di depan mata gadis itu."Ma-maaf, Nona. Aku nggak sengaja." Gadis bernama pelayan itu menjawab gugup.Lea melihat ujung gaunnya menjuntai di atas lantai. Gaun itu robek oleh tarikan tangan pelayan ketika mencoba mempertahankan keseimbangan tubuhnya, sebelum terjatuh di atas lantai. Gaun yang baru Lea beli dan berharga sangat mahal, membuat Lea meradang seketika. Matanya melotot, urat lehernya timbul ke permukaan ketika dia menahan napas."Nggak sengaja?" Mata Lea memicing. "Kau merusak gaun mahalku dan masih bilang nggak sen
Dua pelayan yang tadi bersama Alena berkata, Lea adalah gadis simpanan yang paling sering dikunjungi Harry. Lea juga dikenal sebagai ratunya para selir, dan bertanggung jawab di Istana Selatan. Semua selir percaya Lea akan menjadi satu-satunya yang akan dicintai Harry. Dan satu yang membuat Alena semakin kesal adalah, selain semena-mena pada pelayan, Lea juga sering menghukum para selir lainnya jika tidak patuh. Harry mengetahui itu tapi membiarkannya. Bukankah itu berarti Lea memang sangat spesial bagi Harry?"Terkutuk lah kau, Alena! Kau cari mati?"Alena berputar-putar sendiri di dalam kamarnya. Ucapan dua pelayan itu terus berputar di kepalanya. Dia sudah sangat lancang melawan Lea. Tapi ... jika dia diam saja juga tak tega pada pelayan dan selir lain yang sering mendapat perlakuan buruk. Pikiran Alena sangat terganggu."Apa yang harus aku lakukan? Aku bisa gila kalau begini," ucap Alena lagi. Dia takut Lea akan memenangkan persaingan mereka bahkan seb
Alena masih diam di tempatnya dengan mulut sedikit terbuka. Pikirannya sudah dipenuhi dengan adegan-adegan kotor, seperti yang pernah dia lakukan dengan harry. Sekali lagi, dia meneguk saliva untuk membasahi tenggorokan yang mengering."Alen?" panggil Harry, tapi gadis itu belum kembali dari lamunannya.Mengerti akan ada adegan yang tak ingin dilihat di tempat itu, Lukas mundur perlahan, meninggalkan Tuan Muda dan Nona yang sedang saling menatap. Tak lupa dia tersenyum, mengingat kucing dan tikus itu kini mulai memperbaiki hubungannya."Alena?"Sekali lagi Harry memanggil nama Alena, yang membuatnya sadar dari pikiran mesum tentang Harry."A- i-iya," jawab Alena gugup. Matanya berkedip dua kali, mengembalikan kesadaran."Apa yang kau pikirkan? Kau tengah membayangkan aku yang aneh-aneh?""A-apa?" Mata Alena terbelalak. 'Kok dia tau, sih? Seperti bisa membaca pikiranku aja.' Tapi, dia berusaha mengelak. "Ti-tidak. Aku tak seperti
Dokter di depan mereka masih merapikan peralatannya, tidak langsung menjawab pertanyaan dari dua orang yang tampaknya tak sabaran. Apalagi Harry, ingin sekali dia menarik kerah baju si dokter agar segera memberitahu bahwa Alena hamil."Menjawab itu saja sangat lama," gerutu Harry.Wajah dokter memucat, takut akan mendapat kemarahan dari Harry. Tapi masih berusaha tersenyum walau hambar."Maaf, Tuan, sepertinya Anda harus berusaha lebih kuat lagi. Nona Alena belum hamil.""Apa katamu?" Harry meradang. Segera dia berdiri dan benar-benar menarik kerah baju si dokter. "Kau meremehkan kemampuanku? Kau pikir aku bermain-main dua minggu ini? Aku sudah bekerja sangat banyak dengannya!""Tuan ... saya tidak melihat kantung kandungan di rahim Nona Alena." Keringat dingin mulai mengucur di kening dokter, ketika membalas tatapan menakutkan dari Harry.Alena menghela napas melihat emosi lelaki yang sulit dikontrol itu. Sambil merapikan bajunya dia
"Tuan Harry sudah pulang? Aku menunggu sejak tadi."Harry baru saja turun dari mobilnya saat Lea datang bergelayut di lengannya. Wajahnya dibuat tersipu malu-malu, seperti bukan dirinya yang biasa. Harry melihat Lea menyelipkan rambut ke balik telinganya."Jaga sikapmu. Lepaskan!" ucap Harry, tenang.Pria itu sudah terkenal sebagai laki-laki yang suka semaunya, kasar, dan tidak terlalu peduli dengan perasaan orang lain. Tak peduli itu rekan bisnis atau bawahan di kantor, apalagi pada gadis simpanannya.Namun, Lea bukan gadis penakut seperti simpanan Harry yang lain. Dia memang selalu bersikap sopan selama ini, tapi tidak gampang menyerah."Maaf, Tuan Harry. Aku terlalu merindukanmu sampai tak bisa mengontrol diri," ucap Lea, berusaha keras mendapat perhatian."Jangan memancing amarahku, Lea. Kau tau, aku bukan orang yang sabaran." Ketika mengatakan itu, Harry melihat sosok Alena di ujung sana. Harry menjadi teringat dengan kejadian
Dagu Harry diletakkan di atas kepala Alena, sedang dia sibuk dengan berkas-berkas di depan matanya. Jika seseorang melihat posisi mereka sekarang, orang akan berpikir Harry dan Alena sedang melakukan hal mesum di balik kertas yang menutupi wajah mereka.Tubuh Alena menegang, tak berani bahkan menggerakkan jari-jarinya. Dia serta merta ikut membaca kertas-kertas yang tidak dimengertinya, sembari meniup teh di dalam cangkir."Apa itu nyaman?" tanya Harry, menyentak Alena dari pikiran."A-apa?" Alena tak berani memutar wajahnya untuk melihat Harry di belakang."Berada di pangkuanku. Apa kau merasa nyaman? Kulihat, kau sangat menikmatinya."'Terserah, deh. Dilawan juga nanti tetap salah.' Alena mengunci bibirnya tak ingin menjawab."Apa yang membawamu ke sini? Tak seorang pun diijinkan masuk ke dalam kamarku, kecuali Lukas dan berapa pelayan pilihan. Itu juga jika ada urusan penting. Kupikir, kau pasti ada urusan makanya datang."
Refleks Alena menarik diri dari pangkuan Harry. Kakinya mundur ke belakang, dengan mata yang terus menatap Harry. Dia tak ingin mendengar apalagi mempercayai ucapan pria itu."Kau pasti mengantuk, Harry. Tidur lah agar pikiranmu kembali normal," ucapnya. Kembali Alena terkekeh.Harry merenung sejenak. Dia melihat Alena shock oleh pengakuan suka yang dia katakan barusan. Tapi sebenarnya, Harry memang sudah menyukai Alena jauh sebelum mereka bertemu."Aku tidak mengantuk. Aku juga sadar seratus persen. Alen, aku menyukaimu," ulang Harry meyakinkan.Alena kembali mundur lebih jauh dari tempatnya. Dia tak ingin masuk dalam permainan Harry dan membuat dirinya dalam kesulitan. Alena jelas tahu Harry memiliki puluhan gadis lain yang menghiburnya, pasti lah dia juga menyukai gadis-gadis itu.Sementara di dalam hatinya, pikiran Alena berbeda. Rasa suka adalah awal dari cinta, bukan suka di atas ranjang saja. Dia tak ingin bodoh