Ponsel di sebelah Alena bergetar menandakan sebuah pesan masuk. Dia meliriknya, nama Harry Borisson terpampang sebagai pengirim. Bibir Alena berkedut melihatnya. Ternyata Harry langsung menyimpan nomornya di ponsel yang dia berikan untuk Alena.
'Aku akan rapat.'
Isi pesan singkat dari Harry.
Alena meletakkan lagi ponsel itu di sebelahnya. Dia tak berminat melihat-lihat dari merk apa, seri berapa, ram, dan harga berapa ponsel itu. Bahkan jika pun itu ponsel termahal dan terbaru, bagi Alena sama saja tak ada gunanya. Dia bahkan tak bisa membawa benda itu keluar dari istana penyiksaan ini. Dia pun tak berani menghubungi seseorang dengan ponsel itu, takut akan ancaman Harry.
Sekali lagi pesan singkat masuk. Masih dari nama yang sama Harry Borisson. Alena meraih lagi ponsel itu untuk membaca pesan.
'Alena, aku sedang rapat.'
Memangnya kenapa, sih? Apa urusannya dengan Alena? Mau dia rapat, rapit, repot, juga nggak ada urusan sama Alen
"Tuan Muda mengirimkan ini untuk Nona. Pesan tuan, Nona harus memakainya sebelum Tuan Muda pulang dari kantor."Lukas menyerahkan sebuah tas belanjaan ke tangan Alena. Dari tulisan fashion di luar tas itu Alena tahu isinya pasti lah pakaian, dari butik terkenal. Dia tidak begitu tertarik, tapi hanya bisa menerima dan mengucapkan terima kasih pada Lukas."Kata tuan, jangan lupa akan ucapannya siang tadi," ucap Lukas lagi."Baik, Paman. Terima kasih," ulang Alena. Wajahnya merah menahan malu. Apa mungkin Harry juga mengatakan pada Lukas jika siang tadi dia meminta Alena melayaninya malam ini? Jika iya, sungguh sangat memalukan. Alena buru-buru masuk ke dalam kamar tak berani menatap Lukas lebih lama.Tak ada hasrat sedikit pun untuk tahu isi di dalam tas belanjaan itu. Alena meletakkannya begitu saja di atas meja rias dan duduk menghadap cermin. Pantulan wajahnya di dalam cermin itu terlihat sangat kusam tak bercahaya.Apa itu efek dari
Sepasang bulu mata itu bergerak saat Alena membuka matanya. Sebuah dada bidang langsung menyambut pemandangan Alena. Dia belum benar-benar sadar dan menelusupkan wajahnya ke dada putih bersih milik Harry. Mata itu kembali tertutup dan bibirnya tersenyum.Pikiran Alena beralih pada percintaan panas tadi malam dan seketika pula wajahnya memanas. Dia malu, mengingat dirinya membalas perbuatan Harry di atas ranjang.Astaga, Alena!Kembali dia membuka mata lebar-lebar dan saat itu pun Alena sadar dirinya berada di dalam pelukan Harry. Kepalanya bergerak lamban, mendongak mencari wajah lelaki itu. Dan sial, Harry tengah mengamatinya dengan seringai licik dan nakal."Tubuhku hangat? Kau sangat nyaman tidur satu malaman di pelukanku," bisik Harry. Suara khas bangun tidurnya sangat seksi mendayu ke rongga telinga Alena.'Alena ... apa yang kau pikirkan?!' rutuk Alena di pikiran. Dia menjauhkan tangannya dari dada Harry dan mundur dengan gerakan
"Sedang apa kau?"Alena dikejutkan suara Harry yang tiba-tiba sudah bersandar di tiang pintu. Ponsel di tangan Alena hampir saja terjatuh, tersentak oleh kehadiran pria itu. Bibirnya digigit menunjukkan dia sedang gugup."Siapa yang kau telepon? Polisi? Alena, apa kau tak mengerti juga perkataanku?"Dalam sekelabat mata Harry sudah berdiri di depan Alena dan menyambar ponsel dari tangan gadis itu."Hei, Gadis Bodoh! Bahkan jika kau memanggil semua polisi di kota ini, tak satu pun dari mereka yang berani menembus gerbang istanaku. Apa kau memang sangat bodoh!" umpat Harry.Siapa yang bisa menangkap Harry? Sepertinya Alena perlu ditunjukkan bagaimana Harry membuat polisi dan politikus tunduk dengan perintahnya."Maaf, Tuan. Aku ... aku hanya merindukan papaku," jawab Alena takut.Mata tajam Harry melembut seketika. Alena sudah hampir dua minggu tinggal di rumahnya tanpa pernah melihat dunia luar. Dia juga memiliki
Alena berlarian di lorong rumah sakit begitu turun dari dalam mobil. Dia mengabaikan panggilan Harry yang sudah membuang waktu ikut mengantarnya. Pria itu merasa kesal melihat betapa Alena tak peduli padanya."Ini yang kau sarankan itu? Kau menyuruhku ikut ke sini hanya untuk mengantarnya seperti orang bodoh? Mengucap terima kasih saja dia tidak!" sentak Harry marah. Dia merasa kesal sudah mendengarkan saran Lukas."Saya pikir Tuan Muda akan mengikutinya ke dalam.""Putar balik! Aku tak punya waktu menemani orang yang tak tahu terima kasih!" cetusnya.Biarkan saja Alena bebas malam ini. Setelah membayarkan uang itu ke pihak rumah sakit, Harry akan kembali mengurung Alena agar dia tak bisa meremehkan Harry lagi."Kau tak mendengarku? Atau kau ingin menemaninya ke dalam sana?""Maafkan saya, Tuan Muda. Ya, kita akan kembali."Lukas pikir Harry akan menghibur Alena. Ternyata tuannya itu sangat keras kepala. Atau mungkin penila
Alena tersenyum tapi hatinya menangis. Sekarang, dua orang yang dia cintai di hidupnya sama-sama berbaring tak berdaya. Entah sampai kapan, entah masih ada kesempatan untuk melihat mereka bangun lagi. Alena meremas hatinya yang sudah semakin hancur."Sudah setahun lebih, akan sampai kapan kamu berbaring seperti ini? Kamu nggak merindukanku, Ezra?" bisik Alena, tangannya menyentuh ujung jari Ezra.Namun, dia kembali menarik tangan itu. Alena merasa tak pantas menyentuh tangan pria yang bersih ini. Dia merasa dirinya sangat kotor."Bangun lah, Ezra. Aku butuh seseorang untuk mendengarkan cerita sedihku," lanjutnya.Ezra berasal dari keluarga yang cukup mampu. Papanya pemilik perusahaan yang bergerak di dunia entertainer. Dulu, Ezra pernah menyarankan agar Alena menjadi artis. Tapi kemudian Ezra melarang lagi, berkata tak rela wajah kekasihnya dinikmati orang banyak.Jika tiba-tiba ada keajaiban yang membangunkan Ezra dari tidur panjangnya, bag
"Ci-cium?"Ciuman sepuluh kali mungkin akan bikin bibir jontor. Tapi kalau Alena ikut pulang dengan Harry, bukan hanya bibirnya saja yang akan dihajar Harry. Alena frustasi, antara ngeri dan gengsi."Kau tak mau? Kalau begitu, mari pulang sekarang."Saat Harry akan memutar tubuhnya, Alena menahan pria itu cepat. Dia melingkarkan tangannya di leher Harry dan berjinjit untuk mengejar bibir pria itu. Alena menempelkan bibirnya sambil menghitung di dalam hati.'Satu.''Dua.'Harry mematung di tempatnya dengan mata terbuka lebar menyaksikan Alena masih menempelkan bibir mereka berkali-kali. Dia tak menyangka Alena sungguh akan melakukan itu, padahal niat Harry hanya ingin membuat gadis itu salah tingkah.'Sembilan.''Sepuluh'Tap!Tangan Harry menangkap pinggang Alena tepat di hitungan ke sepuluh, mengangkat tubuh gadis itu lebih tinggi. Tubuh mereka menjadi sejajar, Harry melumat habis bibir Al
Alena menjerit di meja informasi rumah sakit. Orang itu berkata, semua alat medis di tubuh papa Alena sudah dicabut sejak pagi tadi."Tidak ... tidak mungkin!" teriaknya. Matanya mulai memanas mendengar berita yang mengatakan papanya sudah meninggal pagi tadi."Tapi itu benar. Papa Anda sudah dibawa ke rumah duka.""Tidak! Satu malam ini aku menemani papaku di sana, pihak rumah sakit tidak pernah memberi tahuku apa pun!"Alena teringat dengan suster yang datang tadi pagi. Mereka berkata akan melepas peralatan medis papanya. Apa mungkin saat itu lah kematian papanya? Alena pikir, suster-suster itu hanya ingin mengganti peralatan di tubuh papanya."Maaf, Nona, jika Anda berpikir kami melakukannya tanpa ijin, Anda salah. Keluarga pasien sendiri lah yang memintanya dengan alasan tak mampu membayar biaya pengobatan. Lagian, papa Anda juga sudah tak punya kemungkinan untuk bertahan hidup tanpa bantuan alat-alat itu. Tolong jangan membu
Alena menyeret kakinya berjalan tak tentu tujuan. Sejak siang tadi dia sudah seperti itu, hingga ini hari sudah malam. Perkataan Felisha terus berulang di dalam kepalanya, menyakiti hati Alena sangat dalam.Saat melihat jembatan di depan mata, Alena berpikir ingin mengakhiri hidupnya saja. Ingin menyusul papa dan mama yang sudah lebih dulu meninggalkannya.Tidak ada salahnya Alena bunuh diri, kan? Dunia ini terlalu kejam terhadapnya. Sejak kecil sudah kehilangan mama, menjalani hidup yang berat saat Rona dan Felisha masuk ke dalam keluarganya dan sekarang Alena pun kehilangan papa juga rumah tempatnya dilahirkan. Urusan dosa, biar lah Tuhan yang menghitungnya."Aku sudah tak punya tempat di dunia ini. Tak ada satu pun yang peduli padaku," gumam Alena lemah.Kedua kaki Alena menaiki pembatas jembatan. Matanya menatap lurus pada kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana. Jika dia melompat dari atas sini, tubuhnya akan langsung remuk dilindas mobil