Seorang gadis merogoh selembar kertas yang sudah tampak lusuh dari dalam tas. Dibacanya sekali lagi surat pemberitahuan yang telah didapatnya dari pihak kampus. Diamatinya dengan cermat jadwal untuk menghadap petugas administrasi kampus untuk memastikan agar tak keliru.
Dengan tergesa-gesa ia mengetuk pintu. Di dalam ruangan tata usaha, netranya menatap lurus petugas administrasi yang sibuk berkutat dengan dokumen-dokumen.Petugas itu menutup map dokumennya saat gadis itu duduk menghadapnya, untuk sesaat ada rasa canggung yang bergelayut dalam dirinya."Kalian tak bisa mendrop-out mahasiswa begitu saja!" teriak gadis itu kesal di tengah percakapan."Kalau begitu segera selesaikan pembayaran uang kuliahmu. Kampus telah melonggarkan kebijakannya demi mahasiswa-mahasiswa seperti kalian, mahasiswa yang tidak taat pada peraturan. Namun, kalian masih saja tetap membandel, menunda-nunda pembayaran uang kuliah dengan berbagai alasan tak masuk akal. Mungkin saja kalian telah menghabiskan jatah uang kuliah dari orang tua kalian untuk berfoya-foya."Gadis itu memicingkan netranya."Pak, tuduhan Anda sama sekali tak berdasar. Jangan samakan aku dengan mahasiswa lainnya. Aku sedang mengalami kesulitan keuangan untuk saat ini, bukannya dengan sengaja menunda pembayaran uang kuliah apalagi menggunakannya untuk berfoya-foya.""Kalau begitu carilah cara agar kau bisa melunasinya, Nona. Kampus telah berbaik hati dengan memberikan kelonggaran waktu tapi kalian masih saja tidak menaatinya."Kali ini ia meruncingkan bibirnya."Sekarang kampus memberikan kebijakan baru untuk mahasiswa-mahasiswa sepertimu. Ada tambahan waktu untuk pembayaran biaya kuliah sampai tiga minggu kedepan. Setelah itu takkan ada toleransi lagi!"Darah gadis itu mulai mendidih."Baiklah, Pak akan kulunasi bahkan sebelum tiga minggu itu!" kesalnya.Diliriknya jam tangannya, diputuskanlah untuk menghentikan perdebatan dengan petugas administrasi kampus dan bergegas keluar dari ruangan.Teringat akan janjinya untuk datang ke kantor berita The Yonhap News, berada di luar kampus gadis itu segera menghadang taxi yang sedang melaju. Duduk di dalam taxi pikirannya bercampur aduk."Apa yang harus kulakukan sekarang untuk melunasi biaya kuliah?!" pekik gadis itu.Dengan langkah penuh percaya diri dan memasang wajah sumringah, si gadis belia yang telah sampai di gedung kantor berita Yonhap memasuki ruangan Margareth, atasannya.Ia berpikir mungkin hari ini Margareth akan memberikannya pujian padanya atas keberhasilannya menyajikan artikel-artikel yang menarik dan bisa memuaskan para pembaca surat kabar The Yonhap News dalam beberapa bulan terakhir."Jadi hanya itu saja pilihan yang bisa kau berikan untukku, Ma'am?" sahutnya mencoba memenuhi rasa penasarannya."Ya, saat ini kau hanya punya dua pilihan itu, dear. Kau harus rela posisimu akan tergeser dengan jurnalis lepas lainnya atau kau dapat dipromosikan menjadi jurnalis tetap, tapi tentu dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.""Bisa kau terangkan, Ma'am?"Syaratnya kau harus menulis artikel yang bombastis untuk headline koran The Yonhap News paling tidak untuk tiga bulan ke depan. Artikel yang belum pernah terpublish, tema yang baru dan segar, bahkan belum pernah terbayangkan oleh pembaca sebelumnya tentu akan menjadi lebih baik lagi, dear." ujar Margareth panjang lebar.Alis gadis itu menyatu dengan dahi berkerut, 'Apa ia sudah tak waras?'"Tapi aku 'kan sudah lama menjadi jurnalis lepas disini, aku telah memberikan kalian banyak liputan berita yang sudah termuat di surat kabar. Selama ini respon para pembaca positif saja terhadap tulisanku, tapi kalian dengan tega dan mudahnya akan memberikan posisiku pada anak-anak magang itu?" gertaknya lalu menggigit bibirnya karena geram."Aku tahu, dear, tapi kau juga harus memahami pembaca koran kami butuh liputan berita dan pemikiran yang berkualitas tinggi. Apalagi surat kabar dan portal berita online kami akan segera bertransformasi dengan mulai menyasar kalangan muda mudi, yah meski kutahu kau juga masih muda. Entahlah, apapun itu, kau harus segera membuat pilihan, gadis muda, ingat batas waktumu tidak banyak dan kabar buruknya tidak ada opsi lain untukmu, dear. Maaf aku akan menghadiri rapat direksi, hubungi aku jika masih ada yang ingin kau tanyakan." ujar Margareth sambil beranjak meninggalkan gadis itu yang masih menunjukkan raut wajah kebimbangan.Tangannya mengepal erat. 'Aku telah salah menilaimu selama ini. Kupikir selama ini kau telah berpihak padaku. Kau telah membuat kekeliruan yang fatal dengan mengancamku dan berhasil membuat hariku semakin kacau balau.'Gadis itu kemudian memutuskan untuk melepaskan kepenatannya sejenak dengan mengunjungi suatu tempat favoritnya.Di dalam perpustakaan Starfield, yang terletak di dalam sebuah mall, Coex Mall and Convention di Distrik Gangnam, Seoul, Louise menghabiskan waktu siangnya. Di perpustakaan yang memiliki luas sekitar 2800 meter persegi ini terdapat 3 buah rak buku setinggi 13 meter dengan koleksi buku dan majalah kurang lebih 50 ribu, sungguh memanjakan netra Louise yang memang dikenal kutu buku.Berada di lantai atas alih-alih membaca salah satu dari koleksi buku yang tersimpan di rak-rak, perhatian Natsumi justru teralihkan oleh objek lain. Sosok perempuan jangkung yang berdiri diantara rak-rak buku berhasil mencuri perhatiannya, meskipun saat itu banyak pengunjung perpustakaan yang lalu lalang disana.Matanya terus menyorot perempuan bersyal merah menyala sambil sesekali melakukan gerakan yang sama persis seperti yang dilakukan perempuan itu sebagai bentuk pengalihan.Namun, ternyata perempuan itu dapat merasakan jika dirinya sedang dimata-matai. Diletakkannya buku yang tadi dibacanya secara acak, bergegas mengambil langkah seribu.Melihat targetnya telah lenyap, langsung dilemparkannya buku yang digenggamnya diantara tumpukan buku-buku yang berserakan di meja dan melakukan pengejaran pada perempuan itu.Merasa tidak aman, perempuan itu berlari dengan kecepatan maksimal hingga mencapai lantai underground.Louise tak sengaja menyenggol kursi yang berjajar di sepanjang pinggir rak buku sehingga membuat tubuhnya goyah, perempuan itu lenyap dalam peredaran.Beruntungnya, netra Louise masih dapat menangkap kembali sosok perempuan yang tengah berada di ambang pintu keluar mall itu.Dalam pengejarannya ia harus rela berjibaku dengan panasnya terik matahari serta melewati gang-gang sempit yang membuat langkahnya tak lagi leluasa.Langkah perempuan yang begitu cepat dan lebar itu cukup menyulitkan Louise untuk menandinginya.Louise mulai kehabisan napas lalu menyadari telah kehilangan jejak perempuan itu.Dengan rasa kecewa yang membuncah di dalam dada, ditendangnya batu-batu kerikil yang berserakan di jalanan serta mematahkan ranting-ranting pohon yang berguguran.Tak lama, lorong pendengarannya menangkap bunyi gemerincing uang logam yang berhamburan di tanah.Tiba-tiba dari dalam gang sempit muncul sosok perempuan yang dicarinya, "Ada urusan apa sebenarnya kau denganku? Kenapa kau terus mengejarku? Apa kau polisi yang sedang menangkap pencuri?"Louise tergelak dengan mata membulat.Perempuan itu berdiri tepat dihadapannya dengan raut muka menantang."Tidak, itu karena aku pernah melihatmu sebelumnya di gereja Onnuri saat prosesi berkabungnya adik Lucas.""Benarkah? Kenapa aku tidak pernah menyadarinya?""Ya, karena kita belum bertatap muka secara langsung, aku hanya bisa menatapmu dari jauh saat itu. Alasan tersebut yang membawaku untuk menemuimu kembali tapi kau malah kabur dan berprasangka buruk padaku, aku Louise.""Daniela.""Kurasa kau memang mempunyai hubungan khusus dengan keluarga Lucas. Aku dapat merasakannya saat berada disana.""Ya, kau benar, hubungan khusus yang takkan pernah terlintas di benakmu itu, Nona.""Apa maksud perkataanmu itu?""Haruskah aku menjelaskan detail padamu? Lagipula ada urusan apa juga sampai kau harus mengetahuinya, hah?!""I-Itu karena aku juga sahabat Lucas, apa itu salah?""Ya, tentu saja, kau tidak harus mengetahui hubungan pribadi antar individu karena bagiku itu sangat privasi, Nyonya. Apa kau mulai memahaminya?"Perempuan bersyal merah itu beranjak pergi tanpa mengacuhkan Louise kembali.'Hmm… ada apa dengan perempuan itu?' benak Louise keheranan.Di luar tidak sedang turun hujan tapi tubuh Obelia seakan tersambar petir yang tenang tapi menggelegar. Disadarinya sumber petir itu berasal dari suara Dokter yang mengaduk-aduk perasaannya dan membuatnya seketika bergemuruh. Dokter telah memvonisnya dengan penyakit paralysis of the left cord. Obelia menepuk keningnya seakan tak percaya, "Ta-Tapi bisa sembuh 'kan, Dok?"Dokter mengangguk sambil menjelaskan kemungkinan untuk kesembuhannya."Lakukan operasi terbaik, Dok, aku tidak akan mempermasalahkan berapapun biayanya."Dokter mengatakan tidak masalah dengan hal itu karena operasi terbaik dapat diusahakannya. Namun, masalahnya ia akan benar-benar beristirahat total dalam bernyanyi untuk kurun waktu yang lama. Kemungkinan terburuknya ia akan pensiun dini menjadi penyanyi. Bahkan, jika tetap ingin dipaksakan, ia harus memulai semuanya dari dasar alias dari nol lagi.Mata Obelia membola.Setelah berdiskusi dan mempertimbangkan dengan singka
Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya."Kau sudah bangun, ya?""Jam berapa sekarang?" tanya Obelia."Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia."Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!""Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?""Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"Tak mampu lagi mengelak, Obelia
"Apaaa?!! Cepat bawa Ayah ke rumah sakit terdekat, Bel, aku akan menyusul kesana." pekik Louise yang terjangkit kepanikan seketika.Setelah mendapat kabar kurang mengenakkan mengenai kondisi kesehatan sang Ayah yang sedang memburuk dan perlu segera mendapat penanganan khusus dari rumah sakit, tak pelak membuat Louise terpaksa membubarkan kelas ajarnya kemudian meluncur ke rumah sakit Hanguk.Louise tidak bisa duduk dengan tenang, ia terus bergerak gelisah saat menunggu hasil diagnosis sang dokter. Tak berselang lama dokter Liam keluar dari dalam ruang perawatan."Bagaimana, dok?""Ayah Anda secepatnya memerlukan donor ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.""Ta-tapi dimana aku bisa mendapatkan pendonor itu, dok?""Rumah sakit ini bisa membantumu untuk mendapatkan pendonor ginjal yang sesuai, Nona tapi tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saran yang bisa kuberikan untuk saat ini berusahalah dul
"Wah, rupanya aku tak salah memilih orang, kau memang sangat mirip diriku, Hanna." ucap Obelia terkesiap menatap rambut baru Hanna usai keduanya melangkah keluar dari salon. Saat ini rambut dan style penampilan mereka tampak sangat mirip.Hanna menunduk dengan pipi memerah.Diletakkannya kunci apartemen dan mobil di atas telapak tangan Hanna. "Kita bertukar peran, mulai detik ini kau telah resmi menjadi diriku, Hanna. Kau harus siap meninggalkan kehidupan lamamu untuk menjalani kehidupan barumu. Ingat, namamu sekarang berganti menjadi Obelia, Hanna sudah lenyap dari kehidupan fana ini.""Ta-Tapi nona, apa kau yakin ingin aku menggantikan dirimu?"Obelia menganggukkan keras kepalanya, "Aku telah melangkah sejauh ini. Tak akan kulakukan jika tidak seyakin ini, Hanna."Hanna hanya diam membisu."Usai keluar dari mall ini, bersiaplah, kita akan melakukan sesuai rencanaku.""Ba-Baik, nona."Sudut bibir Obel
"Kak, biarkan aku saja yang mendonorkan ginjal untuk Ayah." ucap sang adik, Bellona pada Louise."Tidak akan pernah kubiarkan kau melakukannya, Bel.""Kenapa kau melarang, kak, Ayah sedang sekarat ia membutuhkan bantuan kita secepatnya.""Karena kau masih terlalu muda, Bel, masa depanmu masih panjang. Biarkan aku yang mengurusi kondisi Ayah, kau cukup mengurusi sekolahmu saja, mengerti? Aku harus pergi mengajar sekarang.""Ta-tapi kak…"Diayunkan kakinya mendekati Hanna sambil menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku jaket."Dengan kondisi amnesia yang kau alami tentu akan memudahkanmu untuk masuk ke kehidupanku yang sebenarnya dan bertemu dengan orang-orang di sekitarku. Kau pun akan punya cukup waktu untuk mengenal kepribadian mereka tapi bersiaplah menghadapi semua kenyataan yang akan terjadi." ujar Obelia sambil menunduk menatap lurus pada kedua mata Hanna yang seakan terpojok ketakutan."Aku rasa tidak akan sanggup melewatinya, aku ingin menarik kembali ucapanku untuk bertukar pe
Hanna telah menginjakkan kakinya di apartemen Obelia. Sebuah surat beramplop yang Iseul berikan mengejutkan dirinya. Dengan tangan bergetar, dibuka dan dibacanya isi dalam amplop itu perlahan."Tidak mungkin!" teriak Hanna usai membaca isi keseluruhan surat lalu menjatuhkannya. Wajahnya memutih sekejap."Kenapa dia tega berbuat itu padaku?! Dia berkata aku akan mendapatkan kenyamanan hidup tapi nyatanya tidak. Ia malah meninggalkan hutang akibat kalah bermain judi lalu membebaniku? Ia sungguh tak waras, aku merasa dijebak olehnya!" Hanna menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Ia merasa harus bertemu dengan Obelia untuk membahas masalah ini tapi tak tahu kemana harus menemukan keberadaannya.Ketukan pintu kamar sekali lagi mengejutkannya. Disisirnya rambut dengan jari-jemarinya agar tampak tak terlalu berantakan. Sophie sudah lebih dulu membuka pintu sebelum Obelia sempat membukanya."Apa ingatanmu sudah mulai membaik setel
Di tengah perjalanan, kedua mata Hanna tertuju pada sebuah plakat yang bertuliskan "Toko Roti Almond 'Sam Dong'." Teringat Sophie pernah membuatkan roti untuknya saat sarapan maka ia pun ingin membalas kebaikannya.Langkah kakinya seketika terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya digenggam dari arah belakang.Belum sempat memalingkan wajahnya, seorang perempuan berparas cantik dengan tinggi melebihi dirinya dan berambut pirang telah berdiri tepat dihadapannya.Hanna menaikkan salah satu alisnya."Kau masih ingat aku, Obelia?" tanya perempuan asing itu sambil memamerkan seulas senyum manisnya.Alis Hanna saling bertautan dengan dahi berkerut. Kepalanya menggeleng perlahan."Aku Freya, teman seperjuanganmu saat audisi menyanyi. Kau ingat 'kan sekarang?!""Aku belum mengingatmu, maafkan aku."Freya seakan tak juga menyerah untuk membuat Obelia palsu itu kembali mengingat sosoknya.Berada di dalam t
Dengan ketakutan yang menjalar di sekujur tubuh dan berjibaku dengan pikiran kalutnya, Hanna bergegas merogoh ponsel dari dalam saku dan melakukan panggilan darurat ke ambulans.Setelah hampir satu jam waktu berlalu, Hanna dan Maverick dikejutkan oleh suara sirine ambulans yang melintas. Dapat disaksikan langsung oleh pasangan itu kala para petugas medis berlarian untuk menyelamatkan gadis asing yang sudah terkapar tak sadarkan diri di tanah lalu mengangkutnya di atas brankar.Hanna ikut masuk saat brankar sudah masuk ke dalam ambulans. Ban ambulans mulai bergerak untuk menuju rumah sakit, sementara Maverick membuntuti dari arah belakang dengan mobilnya sendiri.Ketegangan semakin membucah dalam diri Hanna ketika menyadari gadis yang tak sengaja ditabrak oleh tunangan Obelia adalah gadis yang pernah ditemuinya beberapa saat lalu, Freya. "Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadiii…" pekik Hanna tak percaya.'Obelia andai saja kau disini untuk
Merasa harga dirinya sebagai pria runtuh akibat perkataan Louise, emosi kembali bergelayut dalam relung hati Maverick. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah vas bunga kaca. Dalam jarak jangkauan tangannya seketika diraihnya vas bunga kaca yang menghiasi meja sudut samping sofa. Tanpa aba-aba ia menjatuhkan vas bunga kaca itu ke lantai.Kembali terdengar bunyi pecahan benda jatuh. Serpihan vas bunga kaca itu mengenai jari kaki Louise. Darah menetes pelan dari sana hingga membuat Louise merintih kesakitan. Maverick menunduk dan menatapnya dengan tatapan datar, seolah pemandangan tersebut bukan sesuatu yang mengerikan. Dirinya menganggap hal itu sesuatu yang biasa saja.Maverick melihat luka pada jari Louise dengan santai, baginya luka itu bukanlah luka besar yang harus membuatnya turun tangan untuk melakukan pertolongan pertama.Tangan Maverick menjangkau kotak tisu dari atas meja dan melemparkannya ke tubuh Louise. Dengan sabar Louise menyeka lu
Kendrick bersama dengan beberapa pelayan kembali melangkahkan kaki menuju kamar Tuannya yang telah dibentengi oleh dua anggota penjaga. Masuk ke dalam kamar netranya menatap nanar kondisi istri Tuannya yang tengah dalam keadaan cukup memprihatinkan, meringkuk di atas ranjang dengan kondisi terikat di kedua tangan dan kakinya. Rambutnya terlihat kusut dan berantakan. Pakaian yang melekat di tubuhnya juga sebanding lurus dengan keadaan tubuhnya saat ini, terlihat kumal dan terdapat robekan di beberapa sisi akibat perlakuan paksa Maverick pada dirinya saat berusaha menyentuhnya. Luka memar dan lebam di beberapa bagian tubuh Louise pun tak luput dari sorotan mata Kendrick.Dengan perlahan asisten pribadi Maverick itu melepaskan ikatan tali yang dengan kuat membelit paksa kedua tangan dan kaki Louise. Ikatan tali yang membelit dengan kencang itu tak pelak meninggalkan bekas luka di pergelangan tangan dan kakinya. “Mari kubantu untuk bangun, Nona.”De
Maverick berjalan cepat ke arah paviliun di belakang mansion diiringi Kendrick yang membuntutinya dari arah belakang. Masuk ke dalam paviliun, selaput matanya berpendar ke segala penjuru ruangan yang terdapat disana. Dihembuskan napasnya panjang setelah menyadari paviliun miliknya kurang terurus dengan baik.“Ck, bersihkan paviliun ini, Rick, mulai besok wanita itu akan tinggal disini. Siapkan pelayan yang khusus untuk membersihkan paviliun ini setiap harinya. Aku tidak ingin wanita itu berada di kamarku lagi.”“Apa Anda yakin Tuan? Bagaimana kalau Mr. Boylee mengetahuinya? Kuyakin ia akan marah besar pada Tuan.”“Itu akan menjadi urusanku dengan Papaku, Rick.”“Baiklah, Tuan. Apakah Tuan sudah mendengar berita terbaru mengenai Nona Obelia yang sedang ramai di media?”“Berita apa memangnya? Apa ia membuat ulah lagi?”“Lebih dari itu, Tuan. Ia membuat kehebohan dengan kebohongan publiknya selama ini.”“Apa maksu
Mentari terbit dari balik cela-cela jendela, Maverick meneguk ludah kasar melihat Louise terlelap disampingnya. Ia duduk seraya memperhatikan kamar yang luas itu. Perhatiannya tertuju pada beragam foto yang terpampang di dinding dan meja. Salah satu foto memperlihatkan sosok Ecclesie yang tampak sangat cantik dengan senyum sumringah, sangat kontras dengan kondisi Louise yang terlihat saat ini, sungguh sangat berantakan. Ia pun tak berselera melihatnya.Tanpa berpikir panjang, dengan langkah cepat, ia meraih handuk di atas nakas. Maverick melangkah tanpa suara menuju kamar mandi.Seraya membersihkan diri Maverick memikirkan ulang mengenai ucapan seorang wanita yang baru dikenalnya namun cukup menarik perhatiannya. Ajakan untuk bergabung dalam kelompok persaudaraan? Akankah aku menuruti ucapannya? Sepertinya akan menjadi warna baru dalam hidupku jika aku mengikuti perkataan wanita itu, pikirnya.Di bawah kucuran air, pikirannya beralih ke diri Loui
Hiruk pikuk terdengar di bawah ruang bawah tanah. Dua kubu pendukung meneriakkan kata-kata kasar menghujani semangat pada dua pria berbadan besar yang tengah bergelut di atas arena pertarungan. “Bunuh… bunuh… bunuh…”Tanpa menggunakan pelindung tangan maupun kepala dua petarung saling memukul keras satu sama lain dengan menggebu-gebu. Kepalan tangan menghantam wajah petarung lain tanpa ampun. Setiap petarung akan mengincar bagian kepala maupun ulu hati untuk menjatuhkan bahkan mematikan musuhnya dengan mudah.Mereka menyebut arena ini Arena Bayangan Kematian karena menyuguhkan pertarungan antara hidup dan mati. Bonyok, lebam bahkan hidung bengkok berdarah yang menghiasi wajah petarung seolah pemandangan yang lumrah. Arena petarung mempunyai aturan khusus dimana para petarung harus saling membunuh untuk mendapatkan sejumlah uang dalam jumlah yang fantastis dan tumpukan batangan emas berkilauan. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak nyawa melayan
Malam cepat berlalu, malam yang gelap berganti menjadi pagi yang cerah.Ketika matanya terbuka, yang pertama kali dilihatnya plafon putih bersih berbeda dari ruangan yang sebelumnya terlihat.Sesaat ia memperhatikan ruangan yang luas itu, tampak tidak terlalu asing. Kemudian dirasakannya bawah hidungnya berair, berniat untuk menyekanya tapi ia kesulitan karena tangannya masih terikat begitupun dengan mulutnya.Lorong pendengarannya menangkap suara pintu yang terbuka. Louise mengenali sosok yang masuk ke dalam kamar.Kendrick, iya benar itu Kendrick, benaknya. Berusaha berteriak tapi mulutnya sudah dibuat terkunci, hanya raungan aneh yang keluar dari mulutnya. Didapatinya Kendrick tidak datang seorang diri, ia membawa serta seorang pelayan wanita. Tak lama kerongkongannya terasa dialiri sesuatu, menduga pelayan itu sengaja memberikan minuman padanya.“Obati luka berdarah di kakinya.” perintah Kendrick.Pelayan itu menund
Professor Brooks terperanjat saat mendapat kejutan tiba-tiba dengan kemunculan Louise di ruang kerjanya.Duduk di seberang meja Professor Brooks, iris perak sang Professor menangkap gelagat gelisah yang Louise tampakkan. “Sepertinya penelitian tidak dapat dilanjutkan, Louise.”“Tidak, Prof. Aku masih sangat berambisi untuk melanjutkan penelitian itu sampai tuntas.”“Statusmu sudah berubah menjadi istri seseorang sekarang. Mustahil penelitian dapat terus dilanjutkan sementara kau sulit untuk dihubungi.”“Maafkan, Professor, aku janji tidak akan terulang lagi.”“Kemana saja kau selama ini, Louise?”Aku terkungkung di mansion milik Maverick, Prof, tapi tidak… Tidak perlu kau mengetahuinya, Prof., benak Louise mengembara.“Bulan madu ke suatu tempat, Professor. Kami sengaja mematikan semua alat komunikasi selama masa itu.” dalihnya.“Baiklah. Rencana lanjutan seperti apa yang sudah kau persiapkan untuk pen
“Malam ini aku tak ingin menyentuhmu sama sekali, kau tidur di sofa. Ah, ya, kudengar dari Kendrick janinmu itu telah mati di usia kandunganmu yang sudah mencapai 21 minggu.”Louise membuang muka.“Well, aku turut prihatin, tapi lahirkan anak untukku atau kubiarkan tubuh indahmu dicabik-cabik binatang di dalam hutan. Kau dengar itu?!” tegasnya sambil meremas kencang dagu Louise memaksanya untuk menatap dalam-dalam selaput matanya.Maverick lantas beranjak dari dalam kamar menuju balkon dengan membakar cerutunya, menyesapnya dalam-dalam hingga menyembulkan asap putih menembus udara malam.Menghela napas panjang sambil memejamkan mata dengan wajah mendongak ke langit-langit, bayangan akan sosok Ecclasie mendadak hadir. Ia merindukannya. Dibiarkannya terpaan angin malam membelai wajahnya dengan lembut.Kematian Ecclasie yang tidak wajar seakan menaburkan garam di atas luka yang menganga, begitu perih. Prosedur autopsi terpaksa dilakukan
Suara jerit keras terdengar dari balik pintu ruang persalinan rumah sakit tua. Dua penjaga pria bersenjata yang berjaga di depan pintu menahan ngilu mendengar pekikan itu kembali terdengar.Kendrick yang berdiri tak jauh dari kamar persalinan tampak mengawasi dokter yang dibantu perawat melakukan proses tindak induksi untuk mengeluarkan janin mati dalam kandungan Louise.Membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dokter dan para perawat yang telah menyelesaikan proses operasi pengangkatan janin melangkah keluar melewati pintu ruang persalinan. Kendrick mengangguk saat para petugas medis itu melangkah melewatinya. Ia mengayunkan langkah kaki mendekati ranjang yang ditempati Louise. Dengan tangan gemetar Kendrick mencoba menyentuh bahu Louise yang merintih menahan pilu, ikut merasa terpukul atas musibah yang menimpa istri Tuannya itu. Bahu Louise terguncang hebat. Air matanya jatuh tak terbendung mengingat kegagalannya menjadi orang tua."Beatrix