Obelia memicingkan mata saat Sophie, sahabatnya sibuk membuka jendela kamar apartemen. Desiran angin menyelinap masuk, tak pelak membuat sekujur tubuhnya agak menggigil. Refleks, Obelia menaikkan kembali selimut bulunya.
"Kau sudah bangun, ya?""Jam berapa sekarang?" tanya Obelia."Jam sembilan, bangunlah. Di meja makan Iseul sudah menyiapkan segelas teh herbal dicampur akar licorice, madu dan mint demi kesembuhan pita suaramu."Sophie sering mendengar keluhan Obelia mengenai tenggorokannya yang nyeri dan suara yang tiba-tiba serak atau hilang. Sophie mempunyai inisiatif untuk menyuruh Iseul rutin membuatkan minuman herbal untuk Obelia tiap pagi.Sophie melangkah mendekati ranjang, menelisik wajah Obelia."Matamu tampak sembab. Apa kau menangis semalam?!""Ah, tidak kok tidak, mana mungkin aku menangis?""Sudahlah, jangan coba berbohong padaku. Apa Maverick penyebabnya?"Tak mampu lagi mengelak, Obelia hanya bisa berdehem."Apa yang sudah Maverick lakukan padamu, dear?""Maverick membawa perempuan lain ke kamarnya, ia t'lah menyelingkuhiku." jawab Obelia dengan suara paraunya sambil menahan perih di mata, sebenarnya ia tak mampu lagi menyembunyikan kegundahan hatinya."Sinting! Teganya ia berbuat begitu padamu! Akan kuberi pelajaran biar ia jera!""Tidak perlu, akan kuselesaikan sendiri masalahku dengannya.""Apa kau yakin?" tanya Sophie sesekali mengusap-usapkan telapak tangannya ke bahu Obelia tapi ditepisnya.Obelia bergeming."Kalau kau membutuhkan bantuanku, kau tahu aku selalu ada untukmu. Apa ada hal lain yang ingin kau ceritakan padaku, dear?"Obelia menggelengkan kepalanya, "Kurasa tidak."Mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk, ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri. Ia juga tak yakin Sophie dapat membantunya.Masih dipenuhi amarah yang berkecambuk karena ulah Maverick, Obelia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.Dress selutut warna pastel dengan corak polkadot telah menempel sempurna di tubuh semampai Obelia. Seketika diraihnya sebuah kotak kardus di sudut ruangan dengan cepat.Beberapa benda di meja dan lemari kaca dimasukkan paksa ke dalam kotak kardus sehingga menimbulkan suara gesekan."A-Apa yang sedang kau lakukan? Ke-Kenapa kau melakukannya?" tanya Sophie yang tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan membawa gelas kaca yang diletakkan di atas nampan."Aku sudah muak melihat benda-benda ini menghiasi kamarku!!!""Lalu kau mau apakan benda-benda itu, Obelia?""Dikembalikan ke pemiliknya yang brengsek itu!"Obelia seketika menutup erat rapat kardus dengan lakban kemudian meraih tas selempang dan sepatu flatnya."Hey, kau mau pergi kemana, Obelia?"Obelia bergeming."Makanlah dulu sarapanmu, Nadya sudah memasaknya untukmu."Obelia memilih tak menggubrisnya. Diayunkan kakinya keluar kamar tanpa mengindahkan Sophie yang masih berdiri sambil menggenggam nampan."Waktunya untuk setor uang bulanannya selama kau tinggal disini, Sophie, kutunggu!"Biasanya Obelia cukup antusias saat melihat berbagai pemandangan di jalanan melalui kaca jendela mobil. Namun, berbeda kali ini, gemuruh di dadanya mengalahkan semua keindahan yang tampak di depan mata."Kau telah memperlakukanku dengan sangat buruk, Maverick, kau pasti akan merasakan akibatnya."Mobil yang dikendarai sopir berhenti tepat di depan Perusahaan Firma milik Pengacara Maverick, Daeshim Firma sesuai perintah Obelia.Ketika sopir membukakan pintu mobil untuknya, Obelia seketika mengangkat kotak kardus yang diletakkannya di atas jok mobil.Air mukanya tampak kusut saat melangkah menuju depan pintu kaca kantor. "Siang, nyonya Emily, apa Maverick ada di dalam? Ijinkan aku bertemu, ada urusan penting yang harus kubicarakan dengannya." ucapnya pada Emily, Resepsionis Maverick sesampainya di meja resepsionis sambil menenteng kotak kardus.Obelia kerap mengunjungi Maverick saat rehat manggung sehingga mereka tak asing lagi satu sama lain.Emily melirik ke arah kardus yang diletakkan di mejanya dengan tatapan waspada. Saat jaringan telepon terhubung ke ruang kerja Maverick, Emily seketika menyampaikan kedatangan tunangan atasannya itu ke kantornya. "Tunggulah disana nona, bos akan keluar dalam 30 menit karena rapat masih berlangsung." ucap Emily sambil menunjuk ke arah sofa warna krem di ruang tunggu."Baiklah, nyonya." ujarnya."Eits, jangan lupa bawa kotak kardusmu itu juga, tampak sangat mengganggu nona." seloroh Emily."Aroma parfummu lebih mengganggu, nyonya." celetuk Obelia.Aroma parfum menyerbak memenuhi ruangan dan menyeruak menembus dinding-dinding hidung Obelia saat Maverick membuka pintu. "Obelia, aku tahu kau datang kesini untuk membicarakan kejadian kemarin 'kan. Dengar, kejadian yang kau saksikan itu hanya kesalahpahaman semata. Maafkan kekhilafanku, Obelia.""Oh, begitukah?! Kau sudah pandai berdusta, rupanya. Kau memang pria paling brengsek yang pernah kukenal, Maverick." Obelia menyodorkan paksa kotak kardus pada Maverick."Apa ini?!""Kau bisa menganggapnya sampah, sama seperti dirimu, kau juga bisa membuangnya ke jalanan jika kau mau. Ah, ya, dan satu lagi ini, mulai saat ini hubungan kita sudah resmi berakhir, Maverick."Obelia melepas cincin tunangan dari jari manisnya dan meletakkannya di atas telapak tangan Maverick."Menyesal telah mengenalmu, Rick." murkanya.Obelia berjalan cepat meninggalkan Maverick. Bunyi kotak kardus yang sengaja dibanting 'Bruk!', masih terdengar di lorong pendengaran Obelia yang sudah berjarak beberapa langkah di depan Maverick. Langkahnya semakin dipercepat agar Maverick semakin sulit mengejarnya.'Aaaarrrrggghhh ….'Teriak Maverick saat sebuah insiden menimpanya di halaman depan kantor. Ia tersungkur dengan posisi mencium aspal akibat tak mampu mengelak dari tubrukan seorang perempuan belia berpenampilan lusuh nan kumuh dengan rambut acak-acakan. Maverick menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja menimpanya.Perempuan belia itu menjulurkan tangan ke arah Maverick. Namun, Maverick sontak menepis bantuannya, 'Cuih!' merasa jijik.Menengok dengan tatapan merendahkan, Maverick bangkit perlahan sambil menopangkan sikunya ke atas aspal."Apa kau sudah buta, hah?! Sampai tidak lihat ada orang lewat." geramnya sambil menyibak-nyibakan setelan jas peraknya dari debu aspal."Salahmu sendiri kenapa kau berjalan tanpa menoleh kanan kiri. Kau pikir jalanan ini punya nenek moyangmu.""Dasar kau perempuan kumuh.""Kau pria yang sangat angkuh, Tuan."Enggan meladeni argumen perempuan itu, Maverick memilih menutup rapat mulutnya.Perempuan lusuh itu memutar kepalanya, dilihatnya segerombolan pria bertubuh tegap nan kekar dengan setelan gelap berupaya mengejar dan mengepungnya kembali. Tak mampu membayangkan akibat yang akan diterimanya jika sampai tertangkap, ia kembali berlari panik dengan napas yang terengah-engah.Maverick mengacuhkannya, memilih tidak membantu perempuan asing itu dari kejaran pria-pria yang entah siapa mereka dan apa tujuan mereka mengejarnya, "Sial! Pagi-pagi sudah tertimpa kesialan beruntun."Belum sempat menghela napas panjang, satu kejutan menghampirinya kembali. Dirinya sudah dikepung oleh para jurnalis media yang ingin menggali informasi lebih banyak darinya sambil membawa kamera, mikrofon dan alat perekam suara."Tuan Maverick, seseorang melaporkan bahwa Anda menyewa jasa beberapa perempuan penghibur saat berada di tempat karaoke. Benarkah?""Tuan, benarkah Anda bermalam dengan salah satu perempuan penghibur itu setelah keluar dari bar?""Pengacara Maverick, dengan berbagai berita buruk yang menimpa Anda masihkah Anda merasa pantas menjadi salah satu kandidat kuat Calon Pewaris Shangdong Corp.?""Benarkah perusahaan Anda, Daeshim Firma sedang berada dalam ambang kebangkrutan?""Sebagai putra bangsawan, apakah Anda ….."Wajah Maverick memerah. Perangainya tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, "Brengsek!!! Tulis saja semua berita buruk tentangku!!! Tulis semua ingin kalian tuliskan!!! Jangan ganggu aku!!! Atau kalian akan membusuk di penjara!!!"Para wartawan yang seketika dilanda ketakutan akibat amarah Maverick memilih untuk mundur, tak lagi melanjutkan wawancaranya. Aparat berseragam polisi yang melakukan patroli rutin turun dari mobil menertibkan para jurnalis media saat melihat adanya kerumunan.Merasa dirinya sudah benar-benar bebas dari berbagai kepungan jurnalis, Maverick kembali berlarian mencari Obelia. Namun, seakan sosoknya sudah lenyap dari peredaran bumi. Dihubunginya ponsel tunangannya itu tapi yang terdengar hanya suara operator yang mengalihkannya ke kotak pesan suara.Maverick menyepak kaleng kosong di depan kakinya, 'Klontang!'"Sial! Kemana perginya kau, Obelia?""Apaaa?!! Cepat bawa Ayah ke rumah sakit terdekat, Bel, aku akan menyusul kesana." pekik Louise yang terjangkit kepanikan seketika.Setelah mendapat kabar kurang mengenakkan mengenai kondisi kesehatan sang Ayah yang sedang memburuk dan perlu segera mendapat penanganan khusus dari rumah sakit, tak pelak membuat Louise terpaksa membubarkan kelas ajarnya kemudian meluncur ke rumah sakit Hanguk.Louise tidak bisa duduk dengan tenang, ia terus bergerak gelisah saat menunggu hasil diagnosis sang dokter. Tak berselang lama dokter Liam keluar dari dalam ruang perawatan."Bagaimana, dok?""Ayah Anda secepatnya memerlukan donor ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.""Ta-tapi dimana aku bisa mendapatkan pendonor itu, dok?""Rumah sakit ini bisa membantumu untuk mendapatkan pendonor ginjal yang sesuai, Nona tapi tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saran yang bisa kuberikan untuk saat ini berusahalah dul
"Wah, rupanya aku tak salah memilih orang, kau memang sangat mirip diriku, Hanna." ucap Obelia terkesiap menatap rambut baru Hanna usai keduanya melangkah keluar dari salon. Saat ini rambut dan style penampilan mereka tampak sangat mirip.Hanna menunduk dengan pipi memerah.Diletakkannya kunci apartemen dan mobil di atas telapak tangan Hanna. "Kita bertukar peran, mulai detik ini kau telah resmi menjadi diriku, Hanna. Kau harus siap meninggalkan kehidupan lamamu untuk menjalani kehidupan barumu. Ingat, namamu sekarang berganti menjadi Obelia, Hanna sudah lenyap dari kehidupan fana ini.""Ta-Tapi nona, apa kau yakin ingin aku menggantikan dirimu?"Obelia menganggukkan keras kepalanya, "Aku telah melangkah sejauh ini. Tak akan kulakukan jika tidak seyakin ini, Hanna."Hanna hanya diam membisu."Usai keluar dari mall ini, bersiaplah, kita akan melakukan sesuai rencanaku.""Ba-Baik, nona."Sudut bibir Obel
"Kak, biarkan aku saja yang mendonorkan ginjal untuk Ayah." ucap sang adik, Bellona pada Louise."Tidak akan pernah kubiarkan kau melakukannya, Bel.""Kenapa kau melarang, kak, Ayah sedang sekarat ia membutuhkan bantuan kita secepatnya.""Karena kau masih terlalu muda, Bel, masa depanmu masih panjang. Biarkan aku yang mengurusi kondisi Ayah, kau cukup mengurusi sekolahmu saja, mengerti? Aku harus pergi mengajar sekarang.""Ta-tapi kak…"Diayunkan kakinya mendekati Hanna sambil menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku jaket."Dengan kondisi amnesia yang kau alami tentu akan memudahkanmu untuk masuk ke kehidupanku yang sebenarnya dan bertemu dengan orang-orang di sekitarku. Kau pun akan punya cukup waktu untuk mengenal kepribadian mereka tapi bersiaplah menghadapi semua kenyataan yang akan terjadi." ujar Obelia sambil menunduk menatap lurus pada kedua mata Hanna yang seakan terpojok ketakutan."Aku rasa tidak akan sanggup melewatinya, aku ingin menarik kembali ucapanku untuk bertukar pe
Hanna telah menginjakkan kakinya di apartemen Obelia. Sebuah surat beramplop yang Iseul berikan mengejutkan dirinya. Dengan tangan bergetar, dibuka dan dibacanya isi dalam amplop itu perlahan."Tidak mungkin!" teriak Hanna usai membaca isi keseluruhan surat lalu menjatuhkannya. Wajahnya memutih sekejap."Kenapa dia tega berbuat itu padaku?! Dia berkata aku akan mendapatkan kenyamanan hidup tapi nyatanya tidak. Ia malah meninggalkan hutang akibat kalah bermain judi lalu membebaniku? Ia sungguh tak waras, aku merasa dijebak olehnya!" Hanna menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Ia merasa harus bertemu dengan Obelia untuk membahas masalah ini tapi tak tahu kemana harus menemukan keberadaannya.Ketukan pintu kamar sekali lagi mengejutkannya. Disisirnya rambut dengan jari-jemarinya agar tampak tak terlalu berantakan. Sophie sudah lebih dulu membuka pintu sebelum Obelia sempat membukanya."Apa ingatanmu sudah mulai membaik setel
Di tengah perjalanan, kedua mata Hanna tertuju pada sebuah plakat yang bertuliskan "Toko Roti Almond 'Sam Dong'." Teringat Sophie pernah membuatkan roti untuknya saat sarapan maka ia pun ingin membalas kebaikannya.Langkah kakinya seketika terhenti saat ia merasakan pergelangan tangannya digenggam dari arah belakang.Belum sempat memalingkan wajahnya, seorang perempuan berparas cantik dengan tinggi melebihi dirinya dan berambut pirang telah berdiri tepat dihadapannya.Hanna menaikkan salah satu alisnya."Kau masih ingat aku, Obelia?" tanya perempuan asing itu sambil memamerkan seulas senyum manisnya.Alis Hanna saling bertautan dengan dahi berkerut. Kepalanya menggeleng perlahan."Aku Freya, teman seperjuanganmu saat audisi menyanyi. Kau ingat 'kan sekarang?!""Aku belum mengingatmu, maafkan aku."Freya seakan tak juga menyerah untuk membuat Obelia palsu itu kembali mengingat sosoknya.Berada di dalam t
Dengan ketakutan yang menjalar di sekujur tubuh dan berjibaku dengan pikiran kalutnya, Hanna bergegas merogoh ponsel dari dalam saku dan melakukan panggilan darurat ke ambulans.Setelah hampir satu jam waktu berlalu, Hanna dan Maverick dikejutkan oleh suara sirine ambulans yang melintas. Dapat disaksikan langsung oleh pasangan itu kala para petugas medis berlarian untuk menyelamatkan gadis asing yang sudah terkapar tak sadarkan diri di tanah lalu mengangkutnya di atas brankar.Hanna ikut masuk saat brankar sudah masuk ke dalam ambulans. Ban ambulans mulai bergerak untuk menuju rumah sakit, sementara Maverick membuntuti dari arah belakang dengan mobilnya sendiri.Ketegangan semakin membucah dalam diri Hanna ketika menyadari gadis yang tak sengaja ditabrak oleh tunangan Obelia adalah gadis yang pernah ditemuinya beberapa saat lalu, Freya. "Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadiii…" pekik Hanna tak percaya.'Obelia andai saja kau disini untuk
Netra Louise menghadap lurus menuju danau surga yang airnya berwarna biru jernih bak lazuardi."Jadi, apa alasan yang menyebabkan adikku melakukan bunuh diri di danau ini, Louise?""Kau tahu 'kan danau surga ini berada di bawah kaki puncak gunung Baekdu. Ada masyarakat tertentu yang menganggap gunung itu suci.""Lalu apa kaitannya dengan kematian adikku?""Mereka yang sengaja melakukan bunuh diri di danau surga ini ingin dekat dengan tempat yang suci yang tak lain gunung suci Baekdu itu, mungkin menjadi alasan adikmu melakukan bunuh diri.""Apa mungkin? Sejauh yang kutahu dia tak sereligius itu.""Sebelumnya aku telah melakukan sedikit riset, kebanyakan wisatawan yang datang kesini mereka membawa masalah pribadi atau mempunyai masa lalu yang buruk. Jadi, danau surga ini merupakan tempat tujuan bagi mereka yang memang mempunyai masalah. Mereka mengira danau surga ini merupakan tempat yang sempurna untuk mengakhiri masalah mereka.
Mode auto pilot telah diaktifkan dan pintu cockpit telah tertutup. Namun, di dalam cockpit terjadi kericuhan yang tak diinginkan saat pilot dan co-pilot menatap dengan jelas gumpalan awan hitam cumulonimbus disertai gemuruh petir dan kilat yang menyala-nyala mengintari pesawat. Pilot pun seketika meraih radio dan melapor pada pihak ATC (Air Traffic Controller) dan pengawas lalu lintas udara demi keselamatan.Pesawat masih terkepung gumpalan awan hitam saat pesawat naik di ketinggian 39 ribu kaki. Pilot berusaha mengendalikan navigasi dengan membelokkan pesawat dan memukik tajam ke arah kanan demi terhindar dari gumpalan awan hitam dan pesawat lain yang juga sedang melintas.Suasana tegang di dalam area cockpit menjalar ke area kabin penumpang ketika co-pilot mengumumkan pada kru dan penumpang mengenai fenomena alam yang sedang terjadi saat ini."Kepada kru dan penumpang pesawat dengan kode penerbangan QZ829, bahwa sebentar lagi pesawat akan mengalami turbu
Merasa harga dirinya sebagai pria runtuh akibat perkataan Louise, emosi kembali bergelayut dalam relung hati Maverick. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah vas bunga kaca. Dalam jarak jangkauan tangannya seketika diraihnya vas bunga kaca yang menghiasi meja sudut samping sofa. Tanpa aba-aba ia menjatuhkan vas bunga kaca itu ke lantai.Kembali terdengar bunyi pecahan benda jatuh. Serpihan vas bunga kaca itu mengenai jari kaki Louise. Darah menetes pelan dari sana hingga membuat Louise merintih kesakitan. Maverick menunduk dan menatapnya dengan tatapan datar, seolah pemandangan tersebut bukan sesuatu yang mengerikan. Dirinya menganggap hal itu sesuatu yang biasa saja.Maverick melihat luka pada jari Louise dengan santai, baginya luka itu bukanlah luka besar yang harus membuatnya turun tangan untuk melakukan pertolongan pertama.Tangan Maverick menjangkau kotak tisu dari atas meja dan melemparkannya ke tubuh Louise. Dengan sabar Louise menyeka lu
Kendrick bersama dengan beberapa pelayan kembali melangkahkan kaki menuju kamar Tuannya yang telah dibentengi oleh dua anggota penjaga. Masuk ke dalam kamar netranya menatap nanar kondisi istri Tuannya yang tengah dalam keadaan cukup memprihatinkan, meringkuk di atas ranjang dengan kondisi terikat di kedua tangan dan kakinya. Rambutnya terlihat kusut dan berantakan. Pakaian yang melekat di tubuhnya juga sebanding lurus dengan keadaan tubuhnya saat ini, terlihat kumal dan terdapat robekan di beberapa sisi akibat perlakuan paksa Maverick pada dirinya saat berusaha menyentuhnya. Luka memar dan lebam di beberapa bagian tubuh Louise pun tak luput dari sorotan mata Kendrick.Dengan perlahan asisten pribadi Maverick itu melepaskan ikatan tali yang dengan kuat membelit paksa kedua tangan dan kaki Louise. Ikatan tali yang membelit dengan kencang itu tak pelak meninggalkan bekas luka di pergelangan tangan dan kakinya. “Mari kubantu untuk bangun, Nona.”De
Maverick berjalan cepat ke arah paviliun di belakang mansion diiringi Kendrick yang membuntutinya dari arah belakang. Masuk ke dalam paviliun, selaput matanya berpendar ke segala penjuru ruangan yang terdapat disana. Dihembuskan napasnya panjang setelah menyadari paviliun miliknya kurang terurus dengan baik.“Ck, bersihkan paviliun ini, Rick, mulai besok wanita itu akan tinggal disini. Siapkan pelayan yang khusus untuk membersihkan paviliun ini setiap harinya. Aku tidak ingin wanita itu berada di kamarku lagi.”“Apa Anda yakin Tuan? Bagaimana kalau Mr. Boylee mengetahuinya? Kuyakin ia akan marah besar pada Tuan.”“Itu akan menjadi urusanku dengan Papaku, Rick.”“Baiklah, Tuan. Apakah Tuan sudah mendengar berita terbaru mengenai Nona Obelia yang sedang ramai di media?”“Berita apa memangnya? Apa ia membuat ulah lagi?”“Lebih dari itu, Tuan. Ia membuat kehebohan dengan kebohongan publiknya selama ini.”“Apa maksu
Mentari terbit dari balik cela-cela jendela, Maverick meneguk ludah kasar melihat Louise terlelap disampingnya. Ia duduk seraya memperhatikan kamar yang luas itu. Perhatiannya tertuju pada beragam foto yang terpampang di dinding dan meja. Salah satu foto memperlihatkan sosok Ecclesie yang tampak sangat cantik dengan senyum sumringah, sangat kontras dengan kondisi Louise yang terlihat saat ini, sungguh sangat berantakan. Ia pun tak berselera melihatnya.Tanpa berpikir panjang, dengan langkah cepat, ia meraih handuk di atas nakas. Maverick melangkah tanpa suara menuju kamar mandi.Seraya membersihkan diri Maverick memikirkan ulang mengenai ucapan seorang wanita yang baru dikenalnya namun cukup menarik perhatiannya. Ajakan untuk bergabung dalam kelompok persaudaraan? Akankah aku menuruti ucapannya? Sepertinya akan menjadi warna baru dalam hidupku jika aku mengikuti perkataan wanita itu, pikirnya.Di bawah kucuran air, pikirannya beralih ke diri Loui
Hiruk pikuk terdengar di bawah ruang bawah tanah. Dua kubu pendukung meneriakkan kata-kata kasar menghujani semangat pada dua pria berbadan besar yang tengah bergelut di atas arena pertarungan. “Bunuh… bunuh… bunuh…”Tanpa menggunakan pelindung tangan maupun kepala dua petarung saling memukul keras satu sama lain dengan menggebu-gebu. Kepalan tangan menghantam wajah petarung lain tanpa ampun. Setiap petarung akan mengincar bagian kepala maupun ulu hati untuk menjatuhkan bahkan mematikan musuhnya dengan mudah.Mereka menyebut arena ini Arena Bayangan Kematian karena menyuguhkan pertarungan antara hidup dan mati. Bonyok, lebam bahkan hidung bengkok berdarah yang menghiasi wajah petarung seolah pemandangan yang lumrah. Arena petarung mempunyai aturan khusus dimana para petarung harus saling membunuh untuk mendapatkan sejumlah uang dalam jumlah yang fantastis dan tumpukan batangan emas berkilauan. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak nyawa melayan
Malam cepat berlalu, malam yang gelap berganti menjadi pagi yang cerah.Ketika matanya terbuka, yang pertama kali dilihatnya plafon putih bersih berbeda dari ruangan yang sebelumnya terlihat.Sesaat ia memperhatikan ruangan yang luas itu, tampak tidak terlalu asing. Kemudian dirasakannya bawah hidungnya berair, berniat untuk menyekanya tapi ia kesulitan karena tangannya masih terikat begitupun dengan mulutnya.Lorong pendengarannya menangkap suara pintu yang terbuka. Louise mengenali sosok yang masuk ke dalam kamar.Kendrick, iya benar itu Kendrick, benaknya. Berusaha berteriak tapi mulutnya sudah dibuat terkunci, hanya raungan aneh yang keluar dari mulutnya. Didapatinya Kendrick tidak datang seorang diri, ia membawa serta seorang pelayan wanita. Tak lama kerongkongannya terasa dialiri sesuatu, menduga pelayan itu sengaja memberikan minuman padanya.“Obati luka berdarah di kakinya.” perintah Kendrick.Pelayan itu menund
Professor Brooks terperanjat saat mendapat kejutan tiba-tiba dengan kemunculan Louise di ruang kerjanya.Duduk di seberang meja Professor Brooks, iris perak sang Professor menangkap gelagat gelisah yang Louise tampakkan. “Sepertinya penelitian tidak dapat dilanjutkan, Louise.”“Tidak, Prof. Aku masih sangat berambisi untuk melanjutkan penelitian itu sampai tuntas.”“Statusmu sudah berubah menjadi istri seseorang sekarang. Mustahil penelitian dapat terus dilanjutkan sementara kau sulit untuk dihubungi.”“Maafkan, Professor, aku janji tidak akan terulang lagi.”“Kemana saja kau selama ini, Louise?”Aku terkungkung di mansion milik Maverick, Prof, tapi tidak… Tidak perlu kau mengetahuinya, Prof., benak Louise mengembara.“Bulan madu ke suatu tempat, Professor. Kami sengaja mematikan semua alat komunikasi selama masa itu.” dalihnya.“Baiklah. Rencana lanjutan seperti apa yang sudah kau persiapkan untuk pen
“Malam ini aku tak ingin menyentuhmu sama sekali, kau tidur di sofa. Ah, ya, kudengar dari Kendrick janinmu itu telah mati di usia kandunganmu yang sudah mencapai 21 minggu.”Louise membuang muka.“Well, aku turut prihatin, tapi lahirkan anak untukku atau kubiarkan tubuh indahmu dicabik-cabik binatang di dalam hutan. Kau dengar itu?!” tegasnya sambil meremas kencang dagu Louise memaksanya untuk menatap dalam-dalam selaput matanya.Maverick lantas beranjak dari dalam kamar menuju balkon dengan membakar cerutunya, menyesapnya dalam-dalam hingga menyembulkan asap putih menembus udara malam.Menghela napas panjang sambil memejamkan mata dengan wajah mendongak ke langit-langit, bayangan akan sosok Ecclasie mendadak hadir. Ia merindukannya. Dibiarkannya terpaan angin malam membelai wajahnya dengan lembut.Kematian Ecclasie yang tidak wajar seakan menaburkan garam di atas luka yang menganga, begitu perih. Prosedur autopsi terpaksa dilakukan
Suara jerit keras terdengar dari balik pintu ruang persalinan rumah sakit tua. Dua penjaga pria bersenjata yang berjaga di depan pintu menahan ngilu mendengar pekikan itu kembali terdengar.Kendrick yang berdiri tak jauh dari kamar persalinan tampak mengawasi dokter yang dibantu perawat melakukan proses tindak induksi untuk mengeluarkan janin mati dalam kandungan Louise.Membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dokter dan para perawat yang telah menyelesaikan proses operasi pengangkatan janin melangkah keluar melewati pintu ruang persalinan. Kendrick mengangguk saat para petugas medis itu melangkah melewatinya. Ia mengayunkan langkah kaki mendekati ranjang yang ditempati Louise. Dengan tangan gemetar Kendrick mencoba menyentuh bahu Louise yang merintih menahan pilu, ikut merasa terpukul atas musibah yang menimpa istri Tuannya itu. Bahu Louise terguncang hebat. Air matanya jatuh tak terbendung mengingat kegagalannya menjadi orang tua."Beatrix