"Ah, lega sekali, Edgard!" Janice langsung duduk di ranjang empuk di dalam kamar hotel itu setelah akhirnya mereka menyelesaikan pestanya malam itu. Mereka mengadakan pesta di ballroom hotel dan kebanyakan tamu dari luar negeri juga menginap di hotel yang sama, begitu juga dengan keluarga Edgard dan Janice. "Akhirnya acaranya selesai juga, Sayang," sahut Edgard sambil membuka jas dan dasinya. "Hmm, dan akhirnya aku bisa bertelanjang kaki," seru Janice sambil menggerakkan kakinya yang sudah bebas dari sepatu apapun. Janice pun duduk di ranjang itu sambil memejamkan matanya karena ia sudah terlalu lelah dan ngantuk. Namun, Edgard yang melihatnya malah tersenyum dan melangkah mendekati istrinya sambil membuka kancing kemejanya sendiri. Dengan perlahan dan lembut, Edgard menunduk di depan Janice dan mendadak mendaratkan bibirnya ke bibir Janice sampai Janice pun membelalak kaget. "Edgard!" pekik Janice kaget. "Kita sudah resmi menikah, Janice. Jadi surat ijin menyentuh atau apa p
Beberapa hari berlalu sejak pernikahan dan para tamu pun akhirnya pulang ke negara masing-masing. Edgard dan Janice yang awalnya masih menginap di hotel pun akhirnya pulang ke rumah mereka dengan status baru yaitu suami dan istri. Namun, jangan tanyakan soal malam pengantin yang tertunda karena setiap malam akhirnya Collin dan Calista terus tidur bersama kedua orang tuanya di kamar hotel. Edgard dan Janice pun memaklumi anak-anaknya yang sedang manja dan tidak keberatan, walaupun Edgard tetap mencuri kiss dari istrinya itu setiap kali ada kesempatan dan Janice akan selalu mengulum senyumnya malu setiap Edgard melakukannya. Dan setiap melihatnya, Collin dan Calista pun menjadi iri dan minta dicium juga. Begitulah yang dialami pengantin baru yang sudah mempunyai dua anak, tapi sejauh ini mereka sangat bahagia. Sampai akhirnya tepat saat mereka pulang ke rumah, Elizabeth menelepon dan meminta kedua cicitnya itu menginap di rum
"Cheers!" Edgard dan Janice bersulang malam itu setelah menikmati makan malam romantis di restoran resort. Mereka pun tidak berhenti saling menatap dan melemparkan senyum. Setelah sepanjang sore berjalan bergandengan tangan menyusuri resort, mereka pun begitu kelaparan sampai Janice makan begitu banyak. "Bagaimana rasa winenya, Sayang?" "Hmm, ada rasa manis tapi ada pahitnya juga." "Kau menyukainya?" "Hmm, tidak. Tapi aku mau meminumnya sedikit lagi. Apa ini tidak membuat mabuk?" "Tidak, Sayang. Kecuali kau minum satu botol. Haha!" Edgard hanya tertawa mendengarnya. "Lagipula kalau kau mabuk, kau aman bersamaku, Sayang."Janice pun tertawa lebar mendengarnya dan terus meneguk winenya sambil memejamkan matanya. "Hmm, apa acara kita setelah ini, Edgard?" Edgard menaikkan alis mendengarnya. "Acara kita? Apa yang bisa kita lakukan di malam hari, Sayang? Haha, tentu saja berdua di kamar, bahkan mungkin kita tidak akan keluar sampai besok siang." "Astaga, Edgard! Kau membuatku me
Beberapa waktu berlalu dan Janice serta Edgard sudah kembali disibukkan dengan banyaknya kegiatan serta pekerjaan mereka. Pekerjaan Edgard makin sibuk dan makin berkembang, sedangkan Janice membantu suaminya dengan sepenuh hati sambil mengurus kedua anaknya. Namun, padatnya kegiatan mereka akhirnya membuat Janice tumbang juga. "Kau yakin tidak perlu ke dokter, Sayang? Aku tidak tega melihatmu seperti ini, apalagi aku harus ke luar kota besok," seru Edgard cemas. "Aku hanya kelelahan. Aku hanya butuh istirahat, Edgard! Sudahlah, tidak usah cemas!" Janice terus menenangkan Edgard sampai Edgard pun akhirnya pasrah. Namun, saat Edgard ke luar kota, Janice mulai mengalami mual-mual dan gejala yang mencurigakan bagi Nara. "Cobalah melakukan tespek, Janice! Ibu rasa kau sedang hamil." "Ah, tidak, Ibu. Aku hanya kelelahan, tidak apa." Janice berdebar mendengar kemungkinan ia hamil, tapi rasa trauma kehilangan janinnya masih membuatnya takut kecewa kalau ternyata ia tidak hamil. Jani
"Kembar lagi? Grandma akan punya cicit kembar lagi?" Elizabeth memekik senang saat Edgard memberitahunya tentang kehamilan Janice. "Benar, Grandma akan punya cicit lagi dan bukan hanya satu bayi tapi dua sekaligus," tegas Edgard. "Oh, Mefi, kau dengar itu? Oh, Grandma senang sekali! Grandma senang sekali! Janice ... oh, cucu Grandma ...." Elizabeth merentangkan kedua tangannya dan Janice pun langsung masuk ke dalam pelukan wanita tua itu. "Oh, cucu Grandma! Dengar ya, mulai hari ini Grandma akan selalu menyiapkan makanan sehat untukmu, Janice. Kau harus punya tenaga untuk menjaga dan melahirkan bayi kembar yang lucu itu. Haha ...." Janice hanya tertawa senang di pelukan Elizabeth dan Janice mengangguk bersemangat. Memang Janice belum sepenuhnya segar karena kehamilan kembar membuatnya begitu mudah lelah dan mengalami morning sickness parah, tapi ia begitu antusias melihat kebahagiaan semua orang. Elizabeth dan Nara pun langsung asik sendiri membayangkan anggota keluarga baru
Di umur kehamilan Janice yang memasuki lima bulan, Edgard mengajak Janice melakukan babymoon sekaligus berlibur bersama keluarga mereka. Edgard membawa serta Nara, Collin, Calista, dan pengasuh kecil mereka, berlibur ke Bali. "Karena aku tidak mau mengambil resiko, jadi kita akan pergi ke tempat yang dekat saja ya, Sayang. Aku sudah menyuruh Jefry menyiapkan semuanya dan kita tinggal menyusun barang pribadi kita saja," kata Edgard malam itu saat mereka sudah berdua di kamar. "Ya ampun, Edgard, aku sungguh tidak perlu babymoon seperti ini." Edgard tersenyum lalu menangkup kedua tangan istrinya itu. "Janice, Sayang, babymoon memang bukan merupakan keharusan, bahkan honeymoon juga bukan merupakan keharusan." "Semua pasangan akan tetap baik-baik saja tanpa honeymoon maupun babymoon." "Hanya saja bedanya, ada pasangan yang memang menginginkannya dan kalau mereka mampu, mereka akan melakukannya." "Begitu juga dengan aku, Sayang. Aku menginginkannya, menyenangkanmu dan anak-anak kita
When I was just a little girl ....I asked my mother, what will I be ....Will I be pretty? Will I be rich?Here's what she said to me ....Que sera, sera ....Whatever will be, will be ....The future's not ours to see ....Que sera, sera ....What will be, will be ....Suara Calista bernyanyi terdengar begitu merdu memenuhi ruangan serbaguna yang digunakan untuk acara pementasan sekolah hari itu. Semua orang pun langsung bertepuk tangan begitu acara selesai. Termasuk Edgard, Janice, Nara, dan Grandma Elizabeth yang ikut hadir sebagai penonton. Mereka bertepuk tangan sambil meneteskan air mata begitu bangga melihat Collin dan Calista bersama teman-teman mereka yang menampilkan pertunjukkan drama musical yang begitu indah.Para anak-anak itu berdialog dalam bahasa Inggris, mereka berinteraksi bersama, melangkah kesana kemari, menari, dan diakhiri dengan nyanyian yang begitu merdu dari Calista. Sungguh semua orang tua yang melihatnya begitu bangga pada anak-anak mereka. Nara dan El
Janice terus merasa gelisah dalam tidurnya menjelang subuh hari itu. Saat melahirkan sudah tinggal menghitung hari dan Janice tidak berhenti berdebar sampai membuatnya insomnia beberapa hari ini. Janice pun masih terus gelisah sendiri sampai ia merasakan rasa aneh di bawah tubuhnya. "Apa yang lembab ini? Mengapa perutku juga terasa melilit?" gumam Janice sambil perlahan Janice bangkit berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Janice memeriksa dan ternyata ada darah di sana, tanda bahwa ia sudah waktunya melahirkan. Jantung Janice langsung memacu kencang, apalagi rasa sakit di perutnya mulai makin kencang seperti meremat perutnya. "Edgard! Edgard!" panggil Janice sambil melangkah keluar dari kamar mandi. Edgard yang tadinya masih tertidur lelap di samping Janice pun seketika langsung membuka matanya waspada. Sejak Janice hamil, Edgard selalu waspada kapan pun istrinya itu membutuhkannya sehingga hanya perlu sedikit suara untuk membuat Edgard langsung membuka matanya. "Janice, ada