Qiya tidak menemukan Irham di dalam kelas, tapi tasnya masih ada di atas meja cowok itu. Qiya langsung sadar kalau setiap istirahat Irham akan lebih banyak menghabiskan waktunya di warung belakang.
Ia bergegas pergi ke sana. Tapi di tengah jalan ia berpikir lagi, pasti di warung belakang isinya cowok doang.
Qiya merogoh ponselnya di saku rok berniat menghubungi Irham, namun sudah panggilan ketiga tidak juga diangkat. Ah benar juga, pesannya semalam saja hanya di baca dan teleponnya semalam di tutup sepihak.
Qiya menghembuskan nafasnya. "Ribet banget sih punya pacar!" Keluhnya.
Akhirnya Qiya menelepon Yasir untuk menanyakan keberadaan Irham di warung belakang.
"Ada Irham gak?" Tanya Q
Qiya sampai rumah dengan ekspresi wajah yang kusut banget. Pokonya gak enak dipandang. Yasir memperhatikan Qiya dengan intens. Rasanya tadi siang ekspresi Qiya masih biasa saja, sekarang sudah kusut kaya nahan sesuatu."Lo mau boker ya?" Tanyanya asal.Qiya mendelik tajam kemudian melangkah ke dapur untuk meminum air dingin. Badan, tenggorokan dan otaknya panas sekali.Setelah mendinginkan tenggorokannya Qiya jalan dengan sedikit terburu-buru ke kamarnya. Ia sudah tidak mampu lagi menahan air mata yang entah sejak kapan membendung di pelupuk matanya.Setelah masuk ke kamar, Qiya menutup pintu dan langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur. Kepalanya ia tenggelamkan di atas bantal agar suara isak tangisnya sedikit teredam. Kenapa rasanya s
Bel masuk berbunyi sekitar 5 menit lagi. Qiya dan teman-teman kelasnya sudah mulai kembali berkumpul di kelas walaupun masih pada ngobrol.Akhir-akhir ini guru jarang masuk karena sibuk dengan kelas 12 yang beberapa hari lagi akan melaksanakan ujian nasional. Jadi kelas Qiya pasti makin rusuh. Dan entah setan mana yang merasuki teman kelas Qiya, terutama Qiya dan Ajeng. Karena mereka tidak kabur padahal guru sering tidak masuk. Biasanya freeclass selalu dimanfaatkan oleh beberapa murid untuk pergi."Nih. Bekalnya enak, besok bawa lagi ya!" Ujar Irham sambil menyodorkan kotak bekal milik Qiya yang sudah habis ludas tanpa sisa sedikit pun."Ogah!""Galak lagii..." gumam Irham sambil melenggang pergi ke bangkunya.
"Senin besok libur! Gue gak tau di rumah harus ngapain," keluh Qiya."Untungnya ujian kelas 12 gak lama, semoga gue bertahan di rumah jadi babu!" Ucapnya lagi.Irham terkekeh dengan ekor mata yang melirik Qiya yang sedang berjalan di sampingnya. "Kewajiban anak cewek kan memang begitu.""Iyaa.. tapi kalo di babuinnya sama kak Yasir gue gak sudi!!! Status gue sama dia di rumah kan sama! Sama-sama jadi anak! Tapi kenapa gue doang yang disuruh ini itu? Mana dia juga ikutan nyuruh!"Irham tertawa mendengarnya. Ia jadi membayangkan jika nanti adiknya sudah remaja, boleh juga di perlakukan seperti Yasir memperlakukan Qiya, kayaknya seru."Gue jadi mikir, lo nanti ke adek lo gitu gak?" Tany
Qiya mendongak menatap langit yang ditutupi awan hitam. Setetes demi tetes air hujan mulai turun dan lama-lama semakin deras.Qiya berlari ke sebuah halte untuk berteduh menghindari hujan. Ia memang suka dengan hujan, tapi jika kehujanan seperti sekarang Qiya juga tidak mau.Sore ini Qiya baru pulang bermain dengan teman SMPnya. Sekarang karena hujan ia jadi bingung harus pulang naik apa. Minta di jemput sama Yasir juga pasti di tolak karena kakaknya itu paling tidak suka kedinginan lagipula ponselnya mati.Sekitar 10menit Qiya berteduh di halte datang tiga orang pemuda. Setelah memarkir motornya dengan tergesa, ketiganya menghampiri Qiya yang sekarang sudah ketakutan karena tidak mengenali mereka.Ia menjauh dan bersiap untuk lari me
Berkali-kali pesan Qiya hanya Irham baca tanpa di balas. Setelah drama telponan yang akhirnya di putus sepihak oleh Irham, Qiya berusaha menghubungi pacarnya walaupun tidak di respond. Kesel sih tapi ya lucu gemes, ini Irham beneran ngambek atau sengaja biar Qiya pengen nyubit? Pikirnya.Qiya terus menelepon Irham walaupun tidak satu pun dari panggilannya yang di angkat. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka aplikasiGrabdan memesan satu makanan favorite sang pacar. Ia kirim ke alamat rumahnya dengan sebuah pesan yang ia titipkan ke abangGrabnya untuk merayu Irham agar tidak ngambek lagi dan mau membalas pesan-pesannya.Qiya :Sudah otw ke rumahorangnya, mas?Grab :Baru otw teh.
Satu bulan kemudianAcara graduation kelas 12 di adakan hari ini di lapang outdoor sekolah. Dan nanti malam akan ada acara promnight di sebuah hotel yang tak jauh dari sekolah.Qiya datang menghadiri acara graduation ini karena paksaan Sarah. Kalau bukan karena dipaksa Qiya akan memilih tidur dirumah seperti Yasir.Sarah udah terlihat sedih banget sejak datang ke sekolah. Gadis itu akan LDR dengan Alan yang memilih kuliah di Jakarta. Bukan karena tidak sanggup berjauhan, tapi Sarah takut Alan akan kembali menjadi buaya yang mendekati banyak cewek di kampusnya nanti. Apalagi Sarah tidak bisa memantaunya secara langsung.Tangis Sarah pecah saat Alan menghampirinya seusai pemasangan mendali di panggung. Mereka berpelukan dengan Alan yang
ahun ajaran baru, itu berarti angkatan Qiya naik kelas 11 dan angkatan Bara naik kelas 12. Satu geng Bara makin menjadi-jadi tebar pesona karena semakin banyak pula adik kelas baru yang mengagumi mereka layaknya titisan dewa.Tapi tidak dengan Fatur, cowok satu itu tetap konsisten dengan tujuan hidupnya yang setengah datar dan cuek. Cara mereka tebar pesona memang berbeda. Tapi hanya Bara yang paling aneh. Makhluk tuhan yang satu itu hanya tebar pesona kepada Qiya.Setelah banyak rasa sakit yang Qiya torehkan di hatinya, perasaan Bara tetap untuk Qiya. Dia tidak berniat menikung Qiya dari Irham. Dia hanya menunjukan rasa cintanya.Pernah saat liburan semester, Bara dan Irham hampir adu tonjok karena Qiya. Saat itu sepertinya Irham tidak bisa menahan sabar lagi ketika melihat Qiya mengo
"Assalamualaikum.""Aciill..""Yuhuuu.""Permisi, spadaaaa.""Buset sepi amat apa kepagian?" Tanya Riza entah kepada siapa.Tak lama pintu utama rumah yang sejak tadi mereka ketuk terbuka, menampilkan seorang gadis dengan pakaian santainya dan wajah polos serta rambut yang di kuncir kuda."Eehh Neng geulis, si acilnya belum bangun?" Tanya Riza dengan senyum tebar pesonanya.Bara mendelik tak suka melihat Riza yang menyapa Qiya dengan sikap yang menjijikan menurutnya. Bara lalu menarik baju Riza dari belakang."Minggir lo, kalo yang keluar Qiya bagian gue yang hadapi.