“Paman Tito!” teriak Aneet lebih keras karena perkataannya tidak di hiraukan sama sekali oleh Tito.
Annan mencoba menenangkan putrinya dengan berdiri sembari memeluk sang putri, tidak ada air mata yang keluar dari mata Aneet. Tapi Annan tetap memeluk hangat Aneet sembari mengusap – usap rambut putrinya. Gaying dan Gayang hanya tertegun saja melihat apa yang terjadi, mereka tahu Aneet tidak akan bicara sembarangan tapi mereka juga melihat peti kakaknya turun ke liang lahat.“Aneet! Dengarkan Ayah!” pinta Annan. “Aneet dapat kabar dari siapa mengenai ibu?” tanya Annan lembut yang tetap memeluk sang putri.“Ayah!” Aneet memanggil Annan memegang kedua tangan Ayahnya dan memandang wajah Annan. “Sebelum operasi paman Tito dengan menggunakan ponselnya menghubungi ibu,” jawab Aneet dengan wajahnya yang serius.Annan yang tidak bisa berkomentar apa – apa, dia hanya terus memandang putrinya laluPagi ini suasana kepolisian wilayah kota sedang sangat rame. Banyaknya kasus belakangan ini membuat polisi amat sangat sibuk.Pembunuhan Fungky Mulyoto yang belum kelar, ditambah kematian Same dan pemerkosaan istrinya, kasus – kasus lainnya yang tak kalah besar ditambah pengeroyokan Aneet oleh beberapa pereman.Hal itu semua menambah daftar panjang pekerjaan rumah kepolisian yang harus mereka segera selesaikan.Pramono terlihat begitu terburu – buru masuk ke dalam ruangannya, di belakangnya satu orang asisten berlari untuk mengikuti ritmenya dalam berjalan yang lumayan begitu cepat.“Penyidikan tentang Cokky bagaimana perkembangannya?” tanya Cokky sembari meletakkan jasnya di sandaran kursi lalu dia duduk.“Masih sama pak, Cuma mengantongi nama Dayat sebagai orang yang dikatakan Cokky sebagai pembunuh korban,” jawab Asistennya yang tetap berdiri tepat di samping meja.“Terus Cokky nya sudah ditahan?” tanya
Suasana rame masih terjadi di kantor polisi hingga siang tiba. Padahal hari ini matahari bersinar dengan begitu teriknya, seakan – akan matahari itu tepat berada di atas kepala setiap orang.Pramono yang duduk di ruangan berAC saja masih mengotak – atik remot ACnya untuk menurunkah suhu ruangannya agar terasa sejuk.Tok! Tok! Tok!“Pak! Sudah waktunya istirahat,” pemberitahuan dari Asisten Pramono yang memunculkan kepalanya dari balik pintu. “Jadi ke rumah sakit kah?” tanya sang asisten.“Kamu itu sedang apa kok kaya begitu? Masuklah!” perintah Pramono sembari melambaikan tangannya, lalu sang asisten masuk ke dalam ruangan Pramono. “Jadilah... Buah tangannya sudah disiapkan?” tanya Pramono sembari merapikan berkas – berkasnya.“Tunggu sebentar,” pinta Asisten Pramono. Sang asisten keluar untuk beberapa saat dan kembali dengan membawa sebuah parsel yang lumayan cukup besar dengan is
Vroom!Dengan menggunakan mobil Aneet. Annan dan Jarot pergi meninggalkan rumah sakit. Jarot menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menembus jalanan ibu kota yang sudah tidak terlalu padat.Sesekali Jarot melirik ke arah Annan, bermaksud untuk menyampaikan sesuatu tapi mulutnya serasa kaku karena rasa ragu yang menyelimuti hatinya.Jarot menghembuskan nafas panjangnya dan mengumpulkan keberaniannya untuk membuka pembicaraan pada Annan.“Kak! Maafi Jarot ya,” ucap Jarot lalu menghembuskan nafas panjangnya. Annan menghadapkan wajahnya ke arah Jarot setelah mendengar itu. “Jarot menyesal, seharusnya Jarot dulu mengikuti kata kakak untuk tidak bersaing. Akibat keegoisan Jarot kita kehilangan Same dan Aneet harus masuk rumah sakit,” tutur Jarot dengan wajah yang menunjukkan rasa penyesalan.Senyum mengembang dari bibir Annan, dia menepuk bahu Jarot. Seseorang yang sudah dianggap sebagai adik kandungnya sendiri.“Jangan dip
“Sudah selesai Pak?” tanya Annan pada tukang Martabak, setelah dirinya mendekat dengan gerobak.“Tunggu sebentar mas. Ini tinggal yang terakhir,” jawab tukang martabak sembari membungkus pesanan terakhir Annan.Jarot dari arah tempat duduknya tersenyum sinis melihat ke arah Linda yang berdiri sembari menangis.“Itu....” Jarot mencoba bertanya sembari menunjuk ke arah Linda.“Biarkan saja, tidak usah dihiraukan... Heran akh! Bisa – bisanya dia mengajakku pergi bersamanya untuk meninggalkan Aneet,” jawab Annan sembari menggelengkan kepalanya.“Ini mas martabaknya,” sela si penjual martabak lalu memberikan lima bungkus martabak pesanannya dalam dua kantung plastik putih.“Berapa Pak?” tanya Annan sembari menerima kantong plastik yang diberikan bapak penjual.“Sudah tidak usah , ini buat mas Annan saja” ujar si pembuat martabak. “Tidak usah heran mas, kami p
Membuka kaca mobilnya Aneet dan Annan melambaikan tangan ke arah Tito yang berdiri di depan pintu utama rumah sakit.“Aakkhh! Akhirnya pulang juga!” teriak Aneet saat sang Ayah mengemudikan mobilnya ke arah keluar rumah sakit.Annan sembari menyetir, mengusap – usap rambut sang putri dengan tangan kirinya untuk ikut merasakan kebahagiaan Aneet.Tangan Annan yang sedang mengusap – usap rambutnya diambil oleh Aneet lalu diciumnya.“Aneet sayang Ayah!” ucap Aneet setelah mencium tangan sang Ayah.“Ayah juga sayang sekali sama Aneet,” balas Annan untuk ungkapan rasa cinta dari putri semata wayangnya.Selesai berkasih sayang Antara anak dan ayahnya, Aneet menyadarkan ke jok yang dibuat menjadi agak sedikit miring. Dia menikmati perjalanan pulangnya dengan mengamati pemandangan di jalan. Sementara Annan fokus dengan kemudian dan sesekali melirik ke arah putrinya.“Memikirkan apa sih? Dari tadi k
“Jadi begitu kak, saya ingin kak Fung membantu mawar dan wilayah dua dalam pemilihan kepala ganga kenanga,” jelas Tomo. “Kakak cukup meyakinkan para petinggi untuk mempercayakan tugas ini hanya pada Santoso saat kongres digelar dua bulan lagi,” pinta Tomo yang berusaha terus meyakinkan Fungki“Oke, terus apa keuntungan dari untuk aku?” tanya Fung. “Selain uang ini tentunya,” lanjut Fung sembari menunjuk uang yang ada di depannya.“Kak Fung mau minta apa?” tanya Tomo dengan jumawa. “Jika kak Fung mau kerja sama dengan kita, nama kakak pasti selalu dikenang. Bayangkan kak, wilayah dua akan semakin luas dengan bertambahnya gangs kenanga, kita juga bisa semakin luas untuk perdagangan narkotika kita. Pasti akan banyak uang yang bisa kita hasilkan,” jelas Tomo lagi.Corry sebenarnya ingin mencegah Tomo agar tidak menceritakan bisnis narkoba yang mereka jalani, tapi tidak diberi kesempatan. Fung akan san
Sleeessss!!!Dengan lembut Gaying menyemprotkan seprai untuk meredakan rasa sakit ke bekas luka tusuk yang ada di perut Aneet. Beberapa saat setelah di semprot wajah yang tadinya meringis kesakitan menjadi lebih tenang, peluh dingin yang membasahi wajah cantiknya juga tidak keluar lagi.Hati Annan merasa sangat teriris melihat kondisi putrinya yang seperti tadi. Ingin rasanya dia menggantikan posisi Aneet untuk merasakan rasa sakitnya.“Sudah mulai enakkan?” tanya Gaying sembari terus mengamati perubahan Aneet.Aneet hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan sang Paman Gaying.“Ayah ambilkan makan dulu, lalu minum obat biar cepat kering lukanya,” ucap Annan“Tida usah Yah,” tolak Aneet yang bersuara dengan lemas. “Nanti makan bersama – sama saja, sekarang Aneet mau istirahat sebentar,” pinta Aneet***Waktu terpaut dua belas jam lamanya Antara tempat Aneet dan tempat di
Merasa sudah tenang Rika lalu mengajak Aneet bergabung dengan yang lainya. Mereka membicarakan tentang rencana teratai untuk ke depannya.“Rika, sepertinya kami harus mohon diri dulu. Karena nanti malam ada hal yang harus kami lakukan,” Pamit Annan.“Ya kak Annan. Terima kasih atas segala bantuannya untuk Rika,” ucap Rika dengan penuh kesedihan. “Kak Annan. Sampai kapan Rika harus ada di sini?” tanya Rika dengan pelan.“Semua di teratai itu saudara Rika, jadi sesama saudara sudah pantasnya saling membantu,” kata Annan sambil merangkul Rika. “Kalau di sininya, sampai semua aman untukmu. Tapi kakak janji ini tidak akan lama,” jawab AnnanRika mengangguk. “Iya Kak Annan, Rika akan bersabar untuk hal itu.”Saat ini suatu kegalauan besar melanda Arman. Di mana dia harus memilih antara menjaga adiknya di sini atau membantu Annan melakukan balas dendam.Mengetahui kegalauan hati sang kakak
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng