Suasana kota pagi ini sedikit heboh karena seluruh media cetak maupun media elektronik semua memuat hotline tentang jatuhnya Samuel. Warga yang haus informasi berburu berita tersebut dari sumber – sumber yang mereka anggap dapat di percaya.
Suasana tersebut di atas sangat berbanding terbalik dengan suasana di rumah duka yang terletak di rumah Arman kakak ipar Samuel yang juga merupakan kelapa cabang wilayah satu.Tentu saja saat ini di rumah duka banyak anggota wilayah satu dan lima termasuk anak gangs motor gentala. Kesedihan tampak terpancar dari setiap wajah pelayat. Tak terkecuali Jarot yang merupakan sahabat dengan Samuel.Brak!Aneet, Gaying dan Gayang turun dari mobilnya, mereka melangkah ke dalam yang langsung di sambut oleh Arman.“Kakak Arman, saya Gayang Pradipta Pasya mewakili keluarga Pradipta Pasha mengucapkan duka yang sedalam – dalamnya untuk kematian Kak Same,” ucap Gayang sembari berjabat tangan.“Kami janAnnan terlihat oleh Aneet sedang merapikan setelan jas hitam yang dipakainya lalu menghembuskan nafasnya dan berjalan masuk ke dalam yang di ikuti oleh Aneet di belakangnya.Kedatangan Annan dan Aneet tentunya menarik perhatian pelayat yang ada di sana. Termasuk Arman yang menyambut Annan di dekat peti jenazah Same.“Kak Arman,” Belum sempat melanjutkan ucapannya Annan lalu mendapatkan pelukan dari Arman. “Saya turut berduka cita atas semua ini. Mohon maaf saya datang terlambat karena tadi ada urusan sebentar,” lanjut Annan berucap ketika Arman melepaskan pelukannya.“Terima kasih Annan dan mari silakan duduk.” Arman berkata.Annan duduk tepat di samping Arman, duduk segaris dengan kepala cabang dan pimpinan gangs yang lain. Sementara Aneet memilih untuk menjauh dari Annan dan duduk dengan Anees, Gaying dan juga Gayang.“Ketemu di mana Ayahmu?” tanya Gaying berbisik di telinga Aneet.“Di aparte
Vroom!Vroom!Vroom!Tepat tengah malam Aneet, Gaying dan Gayang sampai di halaman white house, Aneet segera keluar dan menuju bagasi belakang.“Paman! Jangan lupa berkasnya,” seru Aneet mengingatkan pamanya sambil menunjuk bagasi belakang.“Agak menjauh! Paman mau buka,” perintah Gayang yang melihat dari spion mobil posisi Aneet yang sangat dekat dengan pintu bagasi.Berkas – berkas penyelidikan yang lumayan agak banyak mereka keluarkan dari bagasi untuk di bawa masuk ke dalam dan di simpan.Annan, Ojan dan Fahmi sedang menunggu kedatangan mereka di ruang tengah ditemani bir dan beberapa bungkus rokok. Aneet dengan sedikit kesusahan membawa berkas itu masuk. Ojan yang melihatnya lalu mendekat.“Wah bawa apa ini? Sini – sini paman bantu kelihatannya berat sekali,” ucap Ojan sembari mengambil bekas dari tangan Aneet.“Terima kasih paman Ojan!” seru Aneet yang kemudian menyandarkan
Prang!Sebuah botol minuman yang terbuat dari kaca tampak diayunkan tangan Dayat ke kepala Aneet. Seketika darah segar mengalir dari kepala Aneet ke wajahnya yang putih bersih.“Cuma begitu doang?!” seru Aneet dengan darah yang terus mengalir.Gadis kecil yang sebenarnya sudah tidak berdaya itu masih bisa berkata di depan para pria dewasa yang mengeroyoknya.Plak!Plak!Plak!Tubuhnya semakin melemah karena rasa sakit yang dia rasakan di sekujur badannya, tapi di sisa – sisa tenaganya Aneet masih berusaha untuk tetap kuat dan membuka matanya yang mulai sayu.“Kuat juga tubuhmu!” seru DayatDia terus memukuli tubuh gadis kecil itu, sebenarnya dia mulai dibuat prustasi oleh daya tahan Aneet.“Ayah! Tolong Aneet! Segeralah datang, Aneet sudah tidak kuat lagi,” ucap Aneet dalam hatinya.Dengan nafas yang terengah dan mata yang mulai sayu, Aneet masih berusaha menegakkan kepalanya untuk melih
“Terima kasih atas segala bantuan dokter kepada Aneet,” ucap Gayang sembari menjabat tangan dokter Tito.“Sama – sama Yang, ini sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang dokter,” balas dokter Tito sembari menepuk lengan atas Gayang.Ketika mereka berbincang terdengar suara roda yang didorong dari arah dalam. Beberapa orang perawat terlihat berada di sisi kanan dan kiri.Tubuh cantik yang biasanya aktif dan selalu membuat orang – orang didekatnya ceria sekarang tergolek lemas dengan bantuan alat kedokteran dan perban yang melingkari kepalanya. Bibirnya yang mungil terlihat pucat.“Aneet!” panggil Winda saat ranjang pasien yang membawa Aneet melintas di depannya. “Cepat sembuh sayang, biar bibi bisa melihat senyummu kembali,” lanjut Winda berkata dengan derai air mata.Jarot lalu merangkul kekasihnya yang tidak berhenti menangis sejak tiga jam yang lalu. Gayang menghentikan lalu ranjang tersebut ke
Seluruh media cetak sore ini serempak memuat hotline pencarian Dayat. Dengan memampang wajah Dayat hampir setengah halaman dengan judul DPO polisi untuk kasus pembunuhan Fungki Mulyoto dan Penganiayaan seorang siswi sekolah. Tidak lupa di media cetak juga menuliskan yang menemukan akan mendapat uang lima ratus juta dolar.Tidak kalah dengan media cetak, media elektronik dengan empat belas cannel menayangkan berita yang sama dengan durasi lima menit dan akan di putar satu sekali secara terjadwal. Begitu juga dengan berita – berita utama melakukan hal yang sama.“Brengsek! Siapa sebenarnya gadis ini sampai aku jadi buronan begini!” umpat Dayat di rumahnya sekaligus tempat persembunyiannya.“Eh dia itu anaknya Gannandra,” celetuk Yuli.Plak!Dayat memukul kepala adiknya.“Bodoh! Kenapa kamu tidak bilang jika dia anaknya Gannandra, aku pikir dia hanya pengikut teratai biasa,” teriak Dayat“Memang kenapa j
“Paman Tito!” teriak Aneet lebih keras karena perkataannya tidak di hiraukan sama sekali oleh Tito.Annan mencoba menenangkan putrinya dengan berdiri sembari memeluk sang putri, tidak ada air mata yang keluar dari mata Aneet. Tapi Annan tetap memeluk hangat Aneet sembari mengusap – usap rambut putrinya. Gaying dan Gayang hanya tertegun saja melihat apa yang terjadi, mereka tahu Aneet tidak akan bicara sembarangan tapi mereka juga melihat peti kakaknya turun ke liang lahat.“Aneet! Dengarkan Ayah!” pinta Annan. “Aneet dapat kabar dari siapa mengenai ibu?” tanya Annan lembut yang tetap memeluk sang putri.“Ayah!” Aneet memanggil Annan memegang kedua tangan Ayahnya dan memandang wajah Annan. “Sebelum operasi paman Tito dengan menggunakan ponselnya menghubungi ibu,” jawab Aneet dengan wajahnya yang serius.Annan yang tidak bisa berkomentar apa – apa, dia hanya terus memandang putrinya lalu
Pagi ini suasana kepolisian wilayah kota sedang sangat rame. Banyaknya kasus belakangan ini membuat polisi amat sangat sibuk.Pembunuhan Fungky Mulyoto yang belum kelar, ditambah kematian Same dan pemerkosaan istrinya, kasus – kasus lainnya yang tak kalah besar ditambah pengeroyokan Aneet oleh beberapa pereman.Hal itu semua menambah daftar panjang pekerjaan rumah kepolisian yang harus mereka segera selesaikan.Pramono terlihat begitu terburu – buru masuk ke dalam ruangannya, di belakangnya satu orang asisten berlari untuk mengikuti ritmenya dalam berjalan yang lumayan begitu cepat.“Penyidikan tentang Cokky bagaimana perkembangannya?” tanya Cokky sembari meletakkan jasnya di sandaran kursi lalu dia duduk.“Masih sama pak, Cuma mengantongi nama Dayat sebagai orang yang dikatakan Cokky sebagai pembunuh korban,” jawab Asistennya yang tetap berdiri tepat di samping meja.“Terus Cokky nya sudah ditahan?” tanya
Suasana rame masih terjadi di kantor polisi hingga siang tiba. Padahal hari ini matahari bersinar dengan begitu teriknya, seakan – akan matahari itu tepat berada di atas kepala setiap orang.Pramono yang duduk di ruangan berAC saja masih mengotak – atik remot ACnya untuk menurunkah suhu ruangannya agar terasa sejuk.Tok! Tok! Tok!“Pak! Sudah waktunya istirahat,” pemberitahuan dari Asisten Pramono yang memunculkan kepalanya dari balik pintu. “Jadi ke rumah sakit kah?” tanya sang asisten.“Kamu itu sedang apa kok kaya begitu? Masuklah!” perintah Pramono sembari melambaikan tangannya, lalu sang asisten masuk ke dalam ruangan Pramono. “Jadilah... Buah tangannya sudah disiapkan?” tanya Pramono sembari merapikan berkas – berkasnya.“Tunggu sebentar,” pinta Asisten Pramono. Sang asisten keluar untuk beberapa saat dan kembali dengan membawa sebuah parsel yang lumayan cukup besar dengan is
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng