Halil berjalan hilir mudik di kediaman kakak sepupunya, Akara.
Gugup? Ya, Halil benar-benar gugup. Di kediamannya, Halil tahu kalau Innara sedang didandani dan mungkin beberapa waktu lagi akan selesai. Tapi masalahnya bukan tentang make-up Innara. Melainkan tentang orangtuanya.
Halil merasa sedang mengikuti permainan Fear Factor karena tantangan yang diberikan Azanie pada Innara.
Ya. Pada akhirnya Innara dan Azanie berseteru tentang pernikahan Halil dan Innara. Sepulangnya dari makan siang, Halil mengantarkan keluarga Innara kembali ke kediaman mereka. Dan ternyata, tanpa mereka duga Azanie sudah menunggu mereka disana. Tatapan wanita itu terarah pada Innara, Halil, Nin Saidah dan Tuan Parsa serta Nyonya Sita.
"Jadi, bagaimana? Kapan pernikahannya berlangsung?" Tanya Azanie dengan nada menantang bahkan sebelum kedua orangtuanya masuk ke dalam rumah.
“Pernikahan akan dilangsungkan kalau keluarga Halil sudah datang kesini.&
“Tante…” Halil mencoba menyanggah ucapan wanita itu. Jelas ia tidak mau wanita yang sudah melahirkan gadis yang dipujanya itu beranggapan kalau Innara tidak layak menjadi menantu. “Ibu saya tidak akan menolak Innara.” Ucap Halil dengan yakin. “Itu menurut pendapatmu. Tapi bagaimana dengan ibu kamu?” Tanya Nyonya Sita pada Halil. “Siapa yang tahu kalau ibu kamu sebenarnya sudah memiliki calon lain untuk dia nikahkan sama kamu.”“Gak ada. Mama gak pernah ikut campur masalah jodoh aku.” Ucap Halil meyakinkan. “Siapa bilang?” Hanira memandang Halil dengan sebelah alis terangkat. Halil memandangnya, jelas kakaknya itu sedang ingin mempermainkannya. Karena semua orang tahu kalau kedua orangtuanya tidak pernah ikut campur dengan siapapun jodoh pilihan anak-anaknya. “Abla?!”“Ibu saya berniat menjodohkan
Suara musik mengalun masuk ke kamar Innara yang memang berada di lantai satu kediaman Nyonya Sita dan Tuan Parsa. Innara mengerutkan dahinya. Apakah normal melaksanakan pernikahan siri dengan musik tradisional mengalun seperti ini layaknya pernikahan resmi?Innara pikir, pernikahan siri hanya berlangsung seadanya saja. Cukup dengan akad dan diakhiri dengan foto sebagai dokumentasi. Tapi sebagaimana dirinya yang dirias secantik mungkin dan rumahnya di dekorasi, dimainkannya musik tradisional ini seharusnya bukan hal yang aneh untuk Innara. Karena momen ini termasuk sakral dan tidak akan diulang untuk kedua kalinya, jadi ya, mungkin Halil dan keluarganya ingin membuat kesan spesial dengan membuat dokumentasi acara untuk mereka kenang di masa depan.Samar Innara mendengar suara seorang pria dari pengeras suara yang entah diletakkan dimana. Jujur saja, semenjak perseteruannya dengan Azanie tadi siang, Innara tidak pernah meninggalkan kamarnya. Selain karena ia tidak ingin
Halil menarik napas panjang entah untuk keberapa kalinya. Senyum lebar tak luntur dari wajahnya. Sejak mengetahui kehadiran orangtuanya yang ternyata dijemput secara misterius oleh Hanira dan Razan, Halil tidak bisa berhenti merasa bahagia. Kini, ia tidak perlu malu mendatangi calon mertuanya karena keluarga intinya dan keluarga besarnya turut hadir untuk mengambil Innara sebagai istrinya. Dada membusung dan dagunya menegak, bersiap untuk bertemu dengan calon mertuanya. Halil tahu kalau keluarganya—khususnya Innara dan sepupu-sepupu perempuannya—bekerja sama untuk mempersiapkan semuanya. Dekorasi, gaun, catering dan lain-lainnya semuanya disulap oleh mereka dalam waktu singkat. Mudah? Halil tahu semuanya tidak mudah. Butuh berkali lipat orang untuk mengerjakan segalanya dibandingkan dengan pernikahan biasa karena apa yang seharusnya dikerjakan dalam waktu satu-dua hari terpaksa harus disulap supaya jadi dalam waktu beberapa jam. Tapi jelas, Halil tidak mau ta
"Saya terima nikah dan kawinnya Innara Ashalina..." Kata sah menggema di kediaman Nyonya Sita dan Tuan Parsa. Semuanya mengangkat tangan dan mengaminkan doa yang dilantunkan penghulu. Nyonya Sita dan Nin Saidah tampak saling berpegangan tangan sambil sesekali mengusap airmata yang tak henti jatuh di kedua pipinya. Innara, gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya itu pun tengah menunduk dan berusaha untuk menghentikan tangisnya. Halil tersenyum, dalam hatinya dia sangat ingin memeluk sang istri dan menenangkannya. Namun ia tahu, akan ada waktunya ia melakukan itu. Nanti, saat mereka hanya berdua dia tidak akan melepas pelukannya pada gadis mungil yang kini duduk di sampingnya. Pernikahan mereka sempat tertunda selama setengah jam lamanya. Halil sudah meyakinkan Nyonya Sita dan Tuan Parsa kalau baginya tak masalah jika Innara merasa belum siap dan ingin menghentikan pernikahan mereka. Namun Nyonya Sita meyakinkan Halil kalau Innara siap untuk menikah hanya meminta se
Hari sudah berubah menjadi malam. Innara sudah menyerah meminta Halil untuk membawanya kembali ke Bali. Pasalnya, Halil masih ingin menikmati masa bulan madunya di hotel sekaligus melakukan riset akan pelayanan yang diberikan oleh pesaingnya itu. Innara tahu itu hanya alasan, karena nyatanya semenjak masuk kemarin malam, mereka tidak pernah meninggalkan kamar super mewah itu. Segala sesuatu yang mereka butuhkan, entah itu makanan, pakaian dan termasuk film dan apapun yang Halil inginkan justru diantar oleh karyawan hotel yang tentunya tak mengeluh meskipun Halil memburunya karena mereka keluar dengan tips yang cukup besar. Masalah pekerjaan? Innara juga seharusnya tidak mencemaskannya. Toh sekarang dia menikahi atasannya sendiri, jadi masalah perijinan tentu bukan hal yang sulit dia dapat. Tapi tetap saja, yang Innara antisipasi selanjutnya adalah sikap rekan-rekannya nanti saat ia sudah kembali bekerja. Mereka tentu akan terkejut saat Halil kembali dan mengu
"Itulah pertanyaan yang juga aku ajukan padanya. Atas dasar apa dia menyebut Bunda pembunuh. Azanie mengatakan kalau Bunda dengan sengaja membunuh ibu dan adiknya supaya Bunda bisa bersama dengan Ayah Parsa. Menurutnya, Bunda dan Ayah selingkuh dan karena ingin bersama, Bunda dengan sengaja melakukan sesuatu pada mendiang ibu Azanie sampai ibu Azanie dan bayi dalam kandungannya berakhir meninggal.""Itu tidak mungkin." Ucap Halil tak percaya."Ya, aku juga berpikir seperti itu pada awalnya." Jawab Innara lirih yang membuat Halil mempertanyakan jawabannya. Tentu saja Halil merasa bahwa seharusnya Innara tidak meragukan ibunya sendiri. Tapi Innara juga remaja yang masih labil saat itu. Dia hanyalah gadis muda yang masih bisa terpengaruh oleh ucapan orang lain sekalipun itu tentang keburukan ibunya sendiri."Lalu, apa yang terjadi?""Ayah menuntut Azanie untuk bicara. Bertanya padanya siapa yang sudah mengatakan hal gila semacam itu padanya. Tapi Azanie tida
"Kenapa Mbak mau buru-buru pulang sih? Padahal kita masih bisa menghabiskan waktu untuk liburan. Abi aja udah ngasih ijin." Rajuk Halil yang entah untuk keberapa kalinya.Innara hanya menanggapi pertanyaan itu dengan memutar bola matanya. Innara sudah menjelaskan alasan kenapa mereka harus kembali. Ini masalah nama baik dan tanggung jawabnya pada pekerjaan. Halil boleh saja berlibur kapanpun dia mau, toh dia pemilik resort tempat mereka bekerja. Dia tidak perlu peduli pada gunjingan karyawan lain, beda halnya dengan Innara.Innara tidak bisa memberikan bebannya pada orang lain begitu saja. Ya, kecuali alasannya karena ada keadaan darurat yang membuatnya benar-benar harus ijin mendadak seperti sakit, tentu Innara tidak akan memaksakan diri. Tapi ini adahal hal yang berbeda.Iya memang sekarang status Innara sudah menjadi istri dari pemilik resort, tapi tetap saja statusnya hanyalah istri siri. Di mata hukum dia belum memiliki hak untuk mengklaim apapun. Sek
Satu botol minuman dingin digoyangkan tepat di depan wajah Innara. Innara mendongakkan kepala, mencoba melihat siapa yang mencoba menggodanya dan melihat senyum cerah Azanie yang terarah kepadanya. Innara mengerutkan dahi, bertanya tanpa suara akan maksud pemberiannya itu."Aku gak kasih racun." Ucap Azanie seraya meletakkan botol yang diabaikan Innara di samping kanan kakak tirinya itu sebelum menjatuhkan dirinya di bangku yang sama dengan yang Innara duduki sambil membuka tutup botol dengan merk yang sama dengan santainya.Innara masih memilih untuk mengabaikan keduanya. Si botol dan juga pemberinya. Meskipun Azanie kini bersikap ramah padanya, otaknya tidak bisa berhenti untuk curiga."Cuaca disini cukup panas. Apa Mbak gak takut kulit Mbak jadi gosong?" Tanya wanita itu berbasa-basi yang lagi-lagi tidak Innara tanggapi."Katakan saja apa ingin kamu katakan, setelah itu pergilah. Aku tidak mau waktu istirahatku terganggu." Ucap
Innara duduk di tepi tempat tidur, memandang kosong ke luar jendela tepat dimana pemandangan laut lepas tersaji.Innara marah, tapi dia bingung kepada siapa kemarahannya tertuju. Apakah kemarahannya itu untuk Azanie yang dengan begitu mudahnya meminta maaf namun mau tak mau harus Innara maafkan? Karena pertama wanita itu sudah menolongnya dan kedua, memang sejak lama Innara ingin Azanie berubah. Dan ketiga mereka tetap harus berhubungan baik karena ikatan pernikahan kedua orangtuanya.Lalu kemarahannya yang lain tertuju pada Rayka. Tidak, dia bukan hanya sekedar marah pada pria itu sekarang. Tapi benci. Jijik.Ya, Innara awalnya masih ingin hubungan mereka tetap baik-baik saja mengingat bagaimana hubungan mereka di masa lalu dan juga mempertimbangkan hubungan pernikahannya dengan Azanie. Tapi mendengar penuturan Halil dan Azanie tentang pria itu yang sudah memberikan obat perangsang padanya dan hendak memperkosanya saat Innara tidak sadar membuat Innara tiba-tib
Halil tidak pernah meninggalkan tempat tidur. Kepanikan mencekamnya. Ia takut jika sedikit saja ia memalingkan wajah, hal buruk akan terjadi pada Innara. Hipotermia, seringan apapun itu tetap saja menakutkan.Halil, Astika, Azanie dan dokter Burhan bekerja sama untuk menangani kondisi Innara.Halil tidak pernah melepaskan pelukannya dari Innara. Dengan sengaja ia bersandar pada kepala tempat tidur dan membawa Innara dalam posisi setengah duduk. Kedua tangannya tak pernah berhenti mengusap lengan Innara dan meremas jemarinya supaya tubuh Innara tidak sepenuhnya diam sementara kedua kaki Innara tidak pernah lepas dari usapan dan pijitan tangan Azanie.Sepuluh menit sekali, Astika akan memberikan Innara dua sampai tiga sendok air hangat sementara dokter akan memastikan detak jantungnya tidak menurun dan suhu tubuhnya perlahan demi perlahan naik.Menit yang berlalu terasa begitu lama sampai saat subuh menjelang, kondisi Innara sudah di
Aznie menggelengkan kepala dan setelahnya mengusap wajahnya kasar."Mama Zoya dan Ayah Parsa membiayai kehidupan ibu kandungku sampai aku lahir. Lalu setelah aku lahir dia pergi dengan membawa uang pemberian Ayah Parsa sebagai tebusan atasku. Jalang tidak tahu berterima kasih itu pergi begitu saja meninggalkanku dengan uang hasil menjualku. Lalu kemudian, saat uangnya habis dia kembali."Saat ibuku meninggal, ingatan yang aku lupakan adalah pertengkaran yang terjadi antara kakak beradik itu. Wanita itu meminta uang pada mama Zoya dan saat mama Zoya tidak mau memberikannya, dia mengancam akan membawaku pergi."Mama Zoya teramat mencintaiku dan sudah menganggapku sebagai anak kandungnya sendiri sehingga dia tidak rela aku diambil dan terjadilah tarik menarik itu. Demi melindungiku Mama Zoya terjatuh dari tangga sementara dia sedang hamil besar."Bukan Bunda yang membunuh mama Zoya. Tapi aku." Azanie menangis tersedu. "Dan wanita itu membeberkan semua fakta
Halil melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang sepi membuat adrenalinnya semakin terpacu. Kabar yang dia terima dari Azanie jelas membuat nafsu ingin membunuhnya muncul begitu saja.Sialan Rayka! Pria itu benar-benar mencari peluang tepat disaat Halil tengah lengah. Kalau saja sesuatu terjadi pada Innara maka Halil bersumpah bukan hanya Rayka yang akan mendapat ganjarannya tapi juga Azanie dan orang-orang bayarannya yang sudah lengah sampai kehilangan Innara.Tapi mungkin Azanie masih bisa dimaafkan karena wanita itu masih sempat memberikan foto plat nomor yang dikenakan Rayka dan juga berhasil mengejar Rayka sehingga mereka tidak benar-benar kehilangan arah.Sebuah villa di daerah perbukitan menjadi tempat yang dipilih Rayka untuk bersembunyi. Motor yang digunakan Azanie untuk mengikuti Rayka bersembunyi di balik sebuah pohon besar dan mengintai villa dari kejauhan."Aku tidak bisa masuk karena disana ada beberapa penjaga bertubuh besar." Ci
Jalanan lengang dan itu membuat Rayka merasa berada di atas awan. Bahkan Tuhan mempermudah rencananya. Tidak ada halangan, tidak ada hambatan kecuali drama penahanan yang beberapa waktu lalu dilakukan Azanie.'Bagaimana bisa jalang itu tahu kalau aku akan mengeksekusi rencanaku malam ini?' Tanya Rayka dalam hati. Namun pria itu tidak mau berpikir lebih jauh. Ia melirik sekilas dan melihat Innara yang bergerak semakin gelisah di kursinya. Rok katunnya bergerak naik hingga ke setengah pahanya sehingga Rayka bisa melihat kulit putih milik Innara terpampang jelas di matanya.Rayka dengan sengaja mengusap paha itu dengan tangan kirinya. Bergerak menggoda yang ia tahu akan menyiksa Innara dan membuat wanita itu menginginkan lebih.'Sebentar saja. Kamu hanya akan merasa tersiksa sebentar saja.' ucapnya dalam hati dengan senyum manis di wajahnya.Bayangan dirinya menyentuh tubuh dan bercinta dengan Innara terus meme
Untungnya keributan yang terjadi antara Innara dan Rayka tidak terdengar oleh orang luar. Atau mungkin sebenarnya bisa saja ada yang mendengarnya namun berpura-pura tidak mendengar karena tidak mau mengusik Innara yang jelas kini berstatus sebagai istri pemimpin mereka.Namun gosip pertengkaran Rayka dan Azanie santer terdengar sampai ke telinga Innara beberapa hari setelahnya. Bahkan Lusi sendiri membicarakannya."Mereka bilang kalau Rayka dan Azanie membahas masalah perceraian dalam pertengkaran mereka." Ucap Lusi saat mereka menghabiskan makan siang bersama di taman.Kenapa orang-orang tampak begitu tertarik pada urusan orang lain? Kenapa mereka memilih mendengarkan alih-alih pergi dan kenapa juga mereka memilih menyebarkannya. Padahal kalau saja informasi itu mereka telan sendiri, saat ini Innara tidak akan mendengad apa-apa.Innara sendiri sebenarnya enggan terlibat dan tidak mau ambil pusing akan urusan Azanie dan juga Rayka. Namun ia kembali mengin
"Kamu mengundurkan diri?" Innara yang sedang duduk di ruang istirahat mendongak kaget saat Rayka yang baru saja datang tiba-tiba memberondong Innara dengan pertanyaan bernada menuduh itu seolah Innara baru saja membuat kesalahan fatal.Innara memandang pria itu dengan alis bertaut. "Darimana kamu tahu?" Ia balik bertanya dengan nada ketus. Tak peduli kalau Rayka saat ini berstatus sebagai atasannya."Aku tidak buta. Aku melihat pengumuman rekrutmen yang dibuka oleh pihak HRD." Jawabnya masih tampak kesal."Ya lalu?""Kenapa kau mengundurkan diri begitu saja?" Tanya Rayka dingin."Kenapa tidak boleh?" Innara balik bertanya."Apa ini karena Azanie yang juga melamar bekerja disini?" Tanya pria itu ketus. "Aku sudah membujuknya untuk tidak melamar kesini. Dan aku sudah bicara pada pihak HRD untuk tidak menerima lamarannya. Tapi mereka yang memberikannya kesempatan." Ucap Rayka lelah.Innara mengernyit. Dia sendiri tidak tahu kalau Azanie
Innara memandangi hasil dari tiga testpack berbeda merk yang ada di tangannya. Dan ketiga benda itu menunjukkan hasil yang sama. Negatif.Innara menghela napas panjang dan menghembuskannya pasrah. Entah kenapa tiba-tiba saja Innara merasa rongga dadanya teramat kosong. Tenggorokannya tercekat. Ia ingin menangis tapi airmatanya sama sekali tidak keluar.Innara saat ini merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Sepertinya dia berekspektasi terlalu tinggi dan berharap bisa segera hamil. Berpikir kalau dirinya sangat subur padahal kenyataannya?Ia kembali menarik napas panjang dan menghembuskannya, berharap dengan demikian ia bisa mendapatkan ketenangan hati. 'Tenang Innara, usia pernikahanmu dengan Halil itu masih seumur jagung. Diluar sana masih banyak orang yang sudah menikah bertahun-tahun namun belum memiliki keturunan. Tenanglah, rejeki akan datang pada waktunya.' Ucap Innara pada diri sendiri.Namun nyatanya kekecewaan Innara tak kunjung membaik begitu saj
Innara sudah kembali mengenakan seragamnya. Sudah waktunya ia kembali bekerja karena masa cutinya sudah habis. Halil sendiri sebenarnya sudah membujuknya untuk berhenti bekerja dan beristirahat saja di rumah, mencari kegiatan lain selain berkeliling resort dan melayani tamu tapi Innara menolaknya.Ia butuh kegiatan dan bekerja di resort menjadi salah satu peralihan bosannya.Sebenarnya Halil tidak benar-benar melarangnya bekerja. Alasan pria itu meminta Innara untuk berhenti adalah karena Halil tidak mau Innara berhubungan dengan Rayka yang notabene merupakan atasan langsungnya di resort. Belakangan, setelah liburan usai Halil memang lebih protektif kepada Innara terlebih mengenai interaksinya dengan Rayka.Bukan karena cemburu buta. Tidak. Yang pasti Halil sudah merasa yakin kalau Innara sudah sepenuhnya menyerahkan hati dan tubuhnya pada Halil. Namun justru yang Halil takutkan adalah Rayka sendiri.Ada yang aneh dari Rayka semenjak liburan bersama merek