Halil menarik napas panjang entah untuk keberapa kalinya. Senyum lebar tak luntur dari wajahnya. Sejak mengetahui kehadiran orangtuanya yang ternyata dijemput secara misterius oleh Hanira dan Razan, Halil tidak bisa berhenti merasa bahagia. Kini, ia tidak perlu malu mendatangi calon mertuanya karena keluarga intinya dan keluarga besarnya turut hadir untuk mengambil Innara sebagai istrinya. Dada membusung dan dagunya menegak, bersiap untuk bertemu dengan calon mertuanya.
Halil tahu kalau keluarganya—khususnya Innara dan sepupu-sepupu perempuannya—bekerja sama untuk mempersiapkan semuanya. Dekorasi, gaun, catering dan lain-lainnya semuanya disulap oleh mereka dalam waktu singkat.
Mudah? Halil tahu semuanya tidak mudah. Butuh berkali lipat orang untuk mengerjakan segalanya dibandingkan dengan pernikahan biasa karena apa yang seharusnya dikerjakan dalam waktu satu-dua hari terpaksa harus disulap supaya jadi dalam waktu beberapa jam.
Tapi jelas, Halil tidak mau ta
"Saya terima nikah dan kawinnya Innara Ashalina..." Kata sah menggema di kediaman Nyonya Sita dan Tuan Parsa. Semuanya mengangkat tangan dan mengaminkan doa yang dilantunkan penghulu. Nyonya Sita dan Nin Saidah tampak saling berpegangan tangan sambil sesekali mengusap airmata yang tak henti jatuh di kedua pipinya. Innara, gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya itu pun tengah menunduk dan berusaha untuk menghentikan tangisnya. Halil tersenyum, dalam hatinya dia sangat ingin memeluk sang istri dan menenangkannya. Namun ia tahu, akan ada waktunya ia melakukan itu. Nanti, saat mereka hanya berdua dia tidak akan melepas pelukannya pada gadis mungil yang kini duduk di sampingnya. Pernikahan mereka sempat tertunda selama setengah jam lamanya. Halil sudah meyakinkan Nyonya Sita dan Tuan Parsa kalau baginya tak masalah jika Innara merasa belum siap dan ingin menghentikan pernikahan mereka. Namun Nyonya Sita meyakinkan Halil kalau Innara siap untuk menikah hanya meminta se
Hari sudah berubah menjadi malam. Innara sudah menyerah meminta Halil untuk membawanya kembali ke Bali. Pasalnya, Halil masih ingin menikmati masa bulan madunya di hotel sekaligus melakukan riset akan pelayanan yang diberikan oleh pesaingnya itu. Innara tahu itu hanya alasan, karena nyatanya semenjak masuk kemarin malam, mereka tidak pernah meninggalkan kamar super mewah itu. Segala sesuatu yang mereka butuhkan, entah itu makanan, pakaian dan termasuk film dan apapun yang Halil inginkan justru diantar oleh karyawan hotel yang tentunya tak mengeluh meskipun Halil memburunya karena mereka keluar dengan tips yang cukup besar. Masalah pekerjaan? Innara juga seharusnya tidak mencemaskannya. Toh sekarang dia menikahi atasannya sendiri, jadi masalah perijinan tentu bukan hal yang sulit dia dapat. Tapi tetap saja, yang Innara antisipasi selanjutnya adalah sikap rekan-rekannya nanti saat ia sudah kembali bekerja. Mereka tentu akan terkejut saat Halil kembali dan mengu
"Itulah pertanyaan yang juga aku ajukan padanya. Atas dasar apa dia menyebut Bunda pembunuh. Azanie mengatakan kalau Bunda dengan sengaja membunuh ibu dan adiknya supaya Bunda bisa bersama dengan Ayah Parsa. Menurutnya, Bunda dan Ayah selingkuh dan karena ingin bersama, Bunda dengan sengaja melakukan sesuatu pada mendiang ibu Azanie sampai ibu Azanie dan bayi dalam kandungannya berakhir meninggal.""Itu tidak mungkin." Ucap Halil tak percaya."Ya, aku juga berpikir seperti itu pada awalnya." Jawab Innara lirih yang membuat Halil mempertanyakan jawabannya. Tentu saja Halil merasa bahwa seharusnya Innara tidak meragukan ibunya sendiri. Tapi Innara juga remaja yang masih labil saat itu. Dia hanyalah gadis muda yang masih bisa terpengaruh oleh ucapan orang lain sekalipun itu tentang keburukan ibunya sendiri."Lalu, apa yang terjadi?""Ayah menuntut Azanie untuk bicara. Bertanya padanya siapa yang sudah mengatakan hal gila semacam itu padanya. Tapi Azanie tida
"Kenapa Mbak mau buru-buru pulang sih? Padahal kita masih bisa menghabiskan waktu untuk liburan. Abi aja udah ngasih ijin." Rajuk Halil yang entah untuk keberapa kalinya.Innara hanya menanggapi pertanyaan itu dengan memutar bola matanya. Innara sudah menjelaskan alasan kenapa mereka harus kembali. Ini masalah nama baik dan tanggung jawabnya pada pekerjaan. Halil boleh saja berlibur kapanpun dia mau, toh dia pemilik resort tempat mereka bekerja. Dia tidak perlu peduli pada gunjingan karyawan lain, beda halnya dengan Innara.Innara tidak bisa memberikan bebannya pada orang lain begitu saja. Ya, kecuali alasannya karena ada keadaan darurat yang membuatnya benar-benar harus ijin mendadak seperti sakit, tentu Innara tidak akan memaksakan diri. Tapi ini adahal hal yang berbeda.Iya memang sekarang status Innara sudah menjadi istri dari pemilik resort, tapi tetap saja statusnya hanyalah istri siri. Di mata hukum dia belum memiliki hak untuk mengklaim apapun. Sek
Satu botol minuman dingin digoyangkan tepat di depan wajah Innara. Innara mendongakkan kepala, mencoba melihat siapa yang mencoba menggodanya dan melihat senyum cerah Azanie yang terarah kepadanya. Innara mengerutkan dahi, bertanya tanpa suara akan maksud pemberiannya itu."Aku gak kasih racun." Ucap Azanie seraya meletakkan botol yang diabaikan Innara di samping kanan kakak tirinya itu sebelum menjatuhkan dirinya di bangku yang sama dengan yang Innara duduki sambil membuka tutup botol dengan merk yang sama dengan santainya.Innara masih memilih untuk mengabaikan keduanya. Si botol dan juga pemberinya. Meskipun Azanie kini bersikap ramah padanya, otaknya tidak bisa berhenti untuk curiga."Cuaca disini cukup panas. Apa Mbak gak takut kulit Mbak jadi gosong?" Tanya wanita itu berbasa-basi yang lagi-lagi tidak Innara tanggapi."Katakan saja apa ingin kamu katakan, setelah itu pergilah. Aku tidak mau waktu istirahatku terganggu." Ucap
Innara melambaikan tangan pada nenek, orangtuanya dan juga kedua adik kembarnya. Dengan atusias Innara memeluk mereka bergantian dan berakhir dengan menggelayut manja di lengan sang nenek."Kakak kelihatan lebih bahagia." Komentar Neneknya seraya mengusap rambut Innara dengan sayang."Untung aja Nin gak bilang kakak jadi gemukan." Keluh Innara dengan ekspresi cemberut."Emang gemukan kok." Komentar ibunya seraya mencubit pinggang Innara cukup keras hingga wanita itu mengaduh."Bunda ih, apaan?" Innara menepis tangan ibunya kesal."Halil ngasih kamu makan apa kak, sampe badannya segede gini?" Tanya Nyonya Sita, memandang putrinya dengan tatapan jahil."Gak ada, Bun. Halil kasih makan makanan yang biasa aja. Justru Halil juga heran kok malah jadi gemukan padahal kita olahraganya rutin." Jawab Halil menanggapi komentar ibu mertuanya."Iyakah?" Tanya Nyonya Sita ragu seraya menatap sang putri dengan sorot menilai."Iya." Halil mene
Rapat Umum Pemegang Saham yang akan dilaksanakan di resort menjadi salah satu alasan kenapa para tetua Levent berkumpul di Bali.Meskipun laporan perkembangan resort diberikan setiap bulannya melalui email pribadi dan email para asisten. Dan rapat seringkali dilakukan lewat video conference. Tapi perkumpulan itu tetap dilaksanakan sebagai ajang kumpul keluarga.Istilahnya aji mumpung. Kerja dapat, liburan pun dapat. Sekali mengudara, dua acara mereka isi.Beda di resort, beda juga di villa. Beberapa hari sebelum rapat akan dilaksanakan, Innara dengan gugup menyambut kehadiran paman tertua Halil sekaligus pemilik Coskun Company yakni Tuan Adskhan Ahmed Levent dan istrinya Nyonya Caliana Levent. Pasangan paruh baya itu datang bersama balita perempuan berusia satu tahun bernama Ilsya Zaina Levent yang tidak pernah lepas dari pengasuh belianya yang bernama Ajeng Yashmina.Saat Innara bertanya dimana orangtua Ilsya, Innara turut bersedih kare
"Apa Bunda gak bisa minta Kak Nara buat ngajakin Zanie juga? Emangnya Zanie gak dianggap keluarga?" Suara itu terdengar dari pengeras suara ponsel milik Tuan Parsa. Nyonya Sita memandang suaminya dan menggelengkan kepala."Zanie ada di Bali tapi ayah juga kayak gak ada niat buat ketemu. Ayah gak sayang kagi sama Zanie?""Zanie, Sayang. Bukannya Bunda atau Ayah gak anggap kamu keluarga. Tapi ini rumahnya Halil. Mana bisa kita seenaknya ngundang orang sementara kita sendiri tamu. Lagipula Innara juga menantu, dia gak punya kuasa untuk mengundang siapa-siapa di aacara keluarganya Halil. Halil yang punya kuasa. Lagipula selama ini kalau keluarga Rayka ada acara, Innara gak pernah minta kamu ajak dia." Ucap Tuan Parsa apa adanya."Ya bukannya Zanie gak mau ngajak. Kan Ayah sendiri tahu gimana Mas Rayka ngebetnya sama Kak Nara. Yang ada nantinya sama aja Zanie ngasih peluang Mas Rayka buat balikan lagi Kak Nara. Emangnya Ayah rela gitu kalo M