"M-Rayka?" Panggil Innara gugup. "Apa yang kamu lakuin disini?" Tanyanya heran.Apa ini, kenapa ini seperti dejavu? Bedanya, Rayka yang berdiri nyata di depannya saat ini terlihat sehat dan segar jika dibandingkan dengan Rayka yang hadir dalam mimpinya tempo lalu."Bekerja, tentu saja." Ucap pria itu dengan nada santainya."Be-bekerja?" Innara memandang pria itu tak percaya. Rayka menganggukkan kepalanya dan melangkah mendekati Innara yang membuat Innara malah terjatuh kembali ke kursi karena gugup."Bagaimana kabar kamu?" Tanya pria itu dengan nada ramahnya. "Kamu sehat? Kamu kelihatan makin cantik." Ucap pria itu seraya melangkah mendekat."Berhenti disana Ka." Perintah Innara yang membuat pria itu mengernyit seketika. "Kamu belum jelasin apa-apa. Apa maksud kamu dengan bekerja?" Tanya Innara dengan tatapan waspada.Innara tahu ini siang bolong dan Innara tidak bisa menyamakan mimpi—dimana Rayka memaksanya—dengan kenyataan. Rayka yang ada didepannya jelas terlihat sangat rasional, t
"Gak, dia gak ganggu aku.""Siapa dia? Apa kalian saling kenal?" Halil kembali menatap Innara dengan tatapan menyelidik."D-dia...""Mantan pacar?" Tanya Halil dengan nada mengejek. Innara memandang Halil sejenak sebelum kemudian mengalihkan pandangannya karena gugup. Tatapan Halil terlalu intens menurutnya hingga membuatnya salah tingkah."Begitulah." Jawab Innara jujur dan lirih."Belum move-on rupanya." Jawab Halil yang tanpa meminta ijin langsung melewati Innara dan berjalan menuju dapur. "Mbak sendiri sudah move-on?" Tanya Halil sesaat setelah meletakkan paper bag di atas meja makan. Ia menatap Innara dengan sebelah alis terangkat. Tak juga mendapat jawaban, Halil memiringkan kepalanya. "Mbak?" Ia mengulang pertanyaannya."Udah move-on atau belumnya, jelas gak ada urusannya sama kamu kan?" Ucap Innara ketus seraya melangkah mendekat dan mengintip apa yang Halil bawa."Jelas ada urusannya dong.” Ucapnya yang membuat Innara menoleh ke arahnya. “Biar aku bisa nentuin langkah aku ked
Ruangan itu tampak megah dengan dekorasi bunga mati yang tampak begitu hidup. Foto-foto kebersamaannya dan sang kekasih yang mereka ambil sejak mereka mencetuskan hubungan resmi sampai foto yang mereka ambil beberapa minggu sebelum pernikahan muncul di layar yang besar secara silih berganti.Innara tesenyum. Binar di wajahnya semakin cerah seiring setiap langkahnya menuju pelaminan. Bagaimana tidak, Innara adalah wanita paling bahagia saat ini. Dan dia merasa menjadi wanita paling cantik dan paling memukau saat ini, wanita beruntung yang bersiap untuk mendatangi pangeran tampannya.Dengan perasaan gembira, Innara kembali melangkah menuju masa depannya. Namun tiba-tiba Innara merasa kakinya berubah kaku dan langkahya terhenti tanpa dia ingini. Ruangan menjadi begitu sunyi. Layar yang tadinya menyala berubah mati begitu juga dengan lagu pengiring berlirik cinta yang tadi terdengar mengisi seluruh ruangan. Innara memandang sisi kiri dan kanan jalannya dan melihat orang-orang kini memfok
Nyatanya, harapan Halil tidak bisa menjadi kenyataan karena tubuh Innara semakin sore semakin terasa tidak baik. Entah kenapa, Innara merasa begitu letih dan lesu dan suhu panas tubuhnya sepertinya tak juga menurun malah sepertinya semakin meninggi. Innara sudah meminum obat sakit kepala yang lain—bukan yang sebelumnya diberikan oleh Lusi—tapi keadaannya tidak menjadi lebih baik, dan malah menjadi lebih buruk.Setelah keluar dari ruang istirahat, Innara berpapasan dengan Rayka, mantan calon suami yang kini sudah resmi menjadi atasannya. Pria itu menunjukkan ekspresi khawatir pada Innara namun sebelum Rayka mendekat dan mengajukan banyak pertanyaan padanya, Innara sudah memutar badannya dan mengabaikannya.Ya, Innara benar-benar mengabaikan Rayka dan menganggap kalau pria itu tidak ada. Bahkan saat perkenalan resmi dilakukan pada pagi hari, Innara menyalami pria itu seolah mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Senyum yang ia tampilkan pun hanyalah
Halil tahu ada yang salah dengan Innara sejak saat ia menemui gadis itu di ruang istirahat. Namun ia tidak bisa terus menerus memantaunya karena entah mengapa pekerjaannya hari itu seolah tiada akhir. Bahkan, pekerjaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya pun harus ia lakukan karena tuntutan atasan.Ingin memberontak, Halil sadar diri akan posisinya saat ini. Namun ia pun tidak akan mendendam karena ia tahu kalau mereka menyuruh Halil melakukan ini karena ada perintah dari orang yang lebih tinggi.Alhasil yang bisa dia lakukan adalah menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa dan pergi ke ruang ganti setelah memindai jarinya di mesin absen tepat setelah jam kerjanya usai dengan harapan Innara belum pulang.Halil membersihkan diri dengan cepat dan mengganti seragam kerjanya yang kotor dengan kaus yang ia kenakan tadi pagi dan juga celana jeans sebatas lututnya. Sepatu sport berharga murah yang terpaksa ia kenakan karena tidak mau mem
Suara ketukan di pintu membuat Innara turut membuka mata. Jam berapa ini? Tanyanya pada dirinya sendiri seraya melirik jendela yang sudah memunculkan sinar matahari pagi.“Bukankah saya yang seharusnya bertanya pada Anda apa yang Anda lakukan disini?” Innara mengernyit kala mendengar nada suara Halil yang dingin.“Bersikaplah yang sopan. Aku ini atasanmu.” Teguran itu, Innara mengenal suaranya. Itu milik Rayka.“Anda atasan saya jika di resort. Disini Anda hanya sekedar pengunjung.” Halil mengingatkan.Ya Tuhan, kumohon jangan sampai ada perkelahian. Doa Innara dalam hati. Lagipula apa yang pria itu lakukan disini? Tanyanya pada diri sendiri dan Innara mendapatkan jawabannya saat ia melihat sosok Rayka yang berjalan menerobos masuk dengan buka rose berwarna merah muda di tangannya.“Aku mendapat kabar kalau kau sakit. Kau baik-baik saja?” Tanya pria itu dengan langkah cepat mendekati tempat tidur Inna
“Apa dia berbohong dengan mengatakan kalau dia lajang padahal sebenarnya dia sudah menikah?” Tanya Halil dengan nada dingin yang membuat Innara merinding.“Tidak seperti itu. Kamu salah sangka tentangnya.” Ucap Innara lirih.“Mbak membelanya?” Tanya Halil ketus. Jelas pria itu merasa cemburu atas pembelaan Innara barusan. Gadis di hadapannya ini sudah jelas sudah pernah pria itu sakiti, namun masih saja membelanya dan hal itu membuat Halil mau tak mau merasa cemburu.“Aku tidak membelanya. Tapi dia memang tidak seburuk yang kamu pikirkan.” Ucapnya menatap Halil tegas. “Setidaknya, dia yang aku kenal dulu memang tidak seburuk itu.” Ucapnya lirih dengan kepal tertunduk untuk memandang tangannya yang masih dipegang oleh Halil. Kenapa Innara tidak menolak sentuhan pria itu? Kenapa dia tidak menarik tangannya dan menjauh?“Jadi?” Halil masih menuntut jawaban yang pasti.“Kami
Innara lagi-lagi tidak berani memandang Halil setelah ciuman panas mereka yang terpaksa terhenti karena ketukan di pintu kamarnya. Dengan salah tingkah, ia berusaha sebisa mungkin merapikan dirinya saat seorang dokter dan perawat datang untuk memeriksanya sementara Halil hanya memberikan cengiran lebar pada petugas kesehatan itu.Setelah memberikan instruksi dan resep obat pada Innara, Innara kemudian dinyatakan boleh pulang dan kini dia dan Halil dalam perjalanan kembali ke kediaman mereka menggunakan taksi yang diorder Halil lewat aplikasi online.“Kamu kemarin membawaku ke rumah sakit pakai apa?” Tanya Innara tiba-tiba ingin tahu.“Menurut Mbak?” Halil balik bertanya dengan ambigu.“Tidak mungkin pakai motor kan?” Tanya Innara dan seketika memikirkan bagaimana caranya Halil membawa tubuhnya yang pingsan dengan menggunakan motor.“Tentu saja tidak. Kecuali mungkin aku memasukkan Mbak ke dalam box be
Innara duduk di tepi tempat tidur, memandang kosong ke luar jendela tepat dimana pemandangan laut lepas tersaji.Innara marah, tapi dia bingung kepada siapa kemarahannya tertuju. Apakah kemarahannya itu untuk Azanie yang dengan begitu mudahnya meminta maaf namun mau tak mau harus Innara maafkan? Karena pertama wanita itu sudah menolongnya dan kedua, memang sejak lama Innara ingin Azanie berubah. Dan ketiga mereka tetap harus berhubungan baik karena ikatan pernikahan kedua orangtuanya.Lalu kemarahannya yang lain tertuju pada Rayka. Tidak, dia bukan hanya sekedar marah pada pria itu sekarang. Tapi benci. Jijik.Ya, Innara awalnya masih ingin hubungan mereka tetap baik-baik saja mengingat bagaimana hubungan mereka di masa lalu dan juga mempertimbangkan hubungan pernikahannya dengan Azanie. Tapi mendengar penuturan Halil dan Azanie tentang pria itu yang sudah memberikan obat perangsang padanya dan hendak memperkosanya saat Innara tidak sadar membuat Innara tiba-tib
Halil tidak pernah meninggalkan tempat tidur. Kepanikan mencekamnya. Ia takut jika sedikit saja ia memalingkan wajah, hal buruk akan terjadi pada Innara. Hipotermia, seringan apapun itu tetap saja menakutkan.Halil, Astika, Azanie dan dokter Burhan bekerja sama untuk menangani kondisi Innara.Halil tidak pernah melepaskan pelukannya dari Innara. Dengan sengaja ia bersandar pada kepala tempat tidur dan membawa Innara dalam posisi setengah duduk. Kedua tangannya tak pernah berhenti mengusap lengan Innara dan meremas jemarinya supaya tubuh Innara tidak sepenuhnya diam sementara kedua kaki Innara tidak pernah lepas dari usapan dan pijitan tangan Azanie.Sepuluh menit sekali, Astika akan memberikan Innara dua sampai tiga sendok air hangat sementara dokter akan memastikan detak jantungnya tidak menurun dan suhu tubuhnya perlahan demi perlahan naik.Menit yang berlalu terasa begitu lama sampai saat subuh menjelang, kondisi Innara sudah di
Aznie menggelengkan kepala dan setelahnya mengusap wajahnya kasar."Mama Zoya dan Ayah Parsa membiayai kehidupan ibu kandungku sampai aku lahir. Lalu setelah aku lahir dia pergi dengan membawa uang pemberian Ayah Parsa sebagai tebusan atasku. Jalang tidak tahu berterima kasih itu pergi begitu saja meninggalkanku dengan uang hasil menjualku. Lalu kemudian, saat uangnya habis dia kembali."Saat ibuku meninggal, ingatan yang aku lupakan adalah pertengkaran yang terjadi antara kakak beradik itu. Wanita itu meminta uang pada mama Zoya dan saat mama Zoya tidak mau memberikannya, dia mengancam akan membawaku pergi."Mama Zoya teramat mencintaiku dan sudah menganggapku sebagai anak kandungnya sendiri sehingga dia tidak rela aku diambil dan terjadilah tarik menarik itu. Demi melindungiku Mama Zoya terjatuh dari tangga sementara dia sedang hamil besar."Bukan Bunda yang membunuh mama Zoya. Tapi aku." Azanie menangis tersedu. "Dan wanita itu membeberkan semua fakta
Halil melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang sepi membuat adrenalinnya semakin terpacu. Kabar yang dia terima dari Azanie jelas membuat nafsu ingin membunuhnya muncul begitu saja.Sialan Rayka! Pria itu benar-benar mencari peluang tepat disaat Halil tengah lengah. Kalau saja sesuatu terjadi pada Innara maka Halil bersumpah bukan hanya Rayka yang akan mendapat ganjarannya tapi juga Azanie dan orang-orang bayarannya yang sudah lengah sampai kehilangan Innara.Tapi mungkin Azanie masih bisa dimaafkan karena wanita itu masih sempat memberikan foto plat nomor yang dikenakan Rayka dan juga berhasil mengejar Rayka sehingga mereka tidak benar-benar kehilangan arah.Sebuah villa di daerah perbukitan menjadi tempat yang dipilih Rayka untuk bersembunyi. Motor yang digunakan Azanie untuk mengikuti Rayka bersembunyi di balik sebuah pohon besar dan mengintai villa dari kejauhan."Aku tidak bisa masuk karena disana ada beberapa penjaga bertubuh besar." Ci
Jalanan lengang dan itu membuat Rayka merasa berada di atas awan. Bahkan Tuhan mempermudah rencananya. Tidak ada halangan, tidak ada hambatan kecuali drama penahanan yang beberapa waktu lalu dilakukan Azanie.'Bagaimana bisa jalang itu tahu kalau aku akan mengeksekusi rencanaku malam ini?' Tanya Rayka dalam hati. Namun pria itu tidak mau berpikir lebih jauh. Ia melirik sekilas dan melihat Innara yang bergerak semakin gelisah di kursinya. Rok katunnya bergerak naik hingga ke setengah pahanya sehingga Rayka bisa melihat kulit putih milik Innara terpampang jelas di matanya.Rayka dengan sengaja mengusap paha itu dengan tangan kirinya. Bergerak menggoda yang ia tahu akan menyiksa Innara dan membuat wanita itu menginginkan lebih.'Sebentar saja. Kamu hanya akan merasa tersiksa sebentar saja.' ucapnya dalam hati dengan senyum manis di wajahnya.Bayangan dirinya menyentuh tubuh dan bercinta dengan Innara terus meme
Untungnya keributan yang terjadi antara Innara dan Rayka tidak terdengar oleh orang luar. Atau mungkin sebenarnya bisa saja ada yang mendengarnya namun berpura-pura tidak mendengar karena tidak mau mengusik Innara yang jelas kini berstatus sebagai istri pemimpin mereka.Namun gosip pertengkaran Rayka dan Azanie santer terdengar sampai ke telinga Innara beberapa hari setelahnya. Bahkan Lusi sendiri membicarakannya."Mereka bilang kalau Rayka dan Azanie membahas masalah perceraian dalam pertengkaran mereka." Ucap Lusi saat mereka menghabiskan makan siang bersama di taman.Kenapa orang-orang tampak begitu tertarik pada urusan orang lain? Kenapa mereka memilih mendengarkan alih-alih pergi dan kenapa juga mereka memilih menyebarkannya. Padahal kalau saja informasi itu mereka telan sendiri, saat ini Innara tidak akan mendengad apa-apa.Innara sendiri sebenarnya enggan terlibat dan tidak mau ambil pusing akan urusan Azanie dan juga Rayka. Namun ia kembali mengin
"Kamu mengundurkan diri?" Innara yang sedang duduk di ruang istirahat mendongak kaget saat Rayka yang baru saja datang tiba-tiba memberondong Innara dengan pertanyaan bernada menuduh itu seolah Innara baru saja membuat kesalahan fatal.Innara memandang pria itu dengan alis bertaut. "Darimana kamu tahu?" Ia balik bertanya dengan nada ketus. Tak peduli kalau Rayka saat ini berstatus sebagai atasannya."Aku tidak buta. Aku melihat pengumuman rekrutmen yang dibuka oleh pihak HRD." Jawabnya masih tampak kesal."Ya lalu?""Kenapa kau mengundurkan diri begitu saja?" Tanya Rayka dingin."Kenapa tidak boleh?" Innara balik bertanya."Apa ini karena Azanie yang juga melamar bekerja disini?" Tanya pria itu ketus. "Aku sudah membujuknya untuk tidak melamar kesini. Dan aku sudah bicara pada pihak HRD untuk tidak menerima lamarannya. Tapi mereka yang memberikannya kesempatan." Ucap Rayka lelah.Innara mengernyit. Dia sendiri tidak tahu kalau Azanie
Innara memandangi hasil dari tiga testpack berbeda merk yang ada di tangannya. Dan ketiga benda itu menunjukkan hasil yang sama. Negatif.Innara menghela napas panjang dan menghembuskannya pasrah. Entah kenapa tiba-tiba saja Innara merasa rongga dadanya teramat kosong. Tenggorokannya tercekat. Ia ingin menangis tapi airmatanya sama sekali tidak keluar.Innara saat ini merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Sepertinya dia berekspektasi terlalu tinggi dan berharap bisa segera hamil. Berpikir kalau dirinya sangat subur padahal kenyataannya?Ia kembali menarik napas panjang dan menghembuskannya, berharap dengan demikian ia bisa mendapatkan ketenangan hati. 'Tenang Innara, usia pernikahanmu dengan Halil itu masih seumur jagung. Diluar sana masih banyak orang yang sudah menikah bertahun-tahun namun belum memiliki keturunan. Tenanglah, rejeki akan datang pada waktunya.' Ucap Innara pada diri sendiri.Namun nyatanya kekecewaan Innara tak kunjung membaik begitu saj
Innara sudah kembali mengenakan seragamnya. Sudah waktunya ia kembali bekerja karena masa cutinya sudah habis. Halil sendiri sebenarnya sudah membujuknya untuk berhenti bekerja dan beristirahat saja di rumah, mencari kegiatan lain selain berkeliling resort dan melayani tamu tapi Innara menolaknya.Ia butuh kegiatan dan bekerja di resort menjadi salah satu peralihan bosannya.Sebenarnya Halil tidak benar-benar melarangnya bekerja. Alasan pria itu meminta Innara untuk berhenti adalah karena Halil tidak mau Innara berhubungan dengan Rayka yang notabene merupakan atasan langsungnya di resort. Belakangan, setelah liburan usai Halil memang lebih protektif kepada Innara terlebih mengenai interaksinya dengan Rayka.Bukan karena cemburu buta. Tidak. Yang pasti Halil sudah merasa yakin kalau Innara sudah sepenuhnya menyerahkan hati dan tubuhnya pada Halil. Namun justru yang Halil takutkan adalah Rayka sendiri.Ada yang aneh dari Rayka semenjak liburan bersama merek