Home / Romansa / May I Love You? / Hari Pertama Kontrak

Share

Hari Pertama Kontrak

Author: Sin Cera
last update Last Updated: 2021-05-26 00:36:35

Emily menekan-nekan bel apartemen Harold yang tak kunjung dibuka. Emily mendengus jengkel. Ia baru saja beranjak pergi saat terdengar suara dari interkom.

"Siapa? Ada yang bisa kubantu? Ini masih sangat pagi. Bukankah tidak sopan menekan bel apartemen seseorang berulang kali di pagi hari seperti ini?" tanya sebuah suara yang masih terdengar serak seperti baru saja bangun tidur. Nadanya suaranya terlihat kesal karena waktu istirahatnya harus diganggu.

Langkah Emily berderap kembali menuju depan apartemen Harold. "Emily Grace. Aku datang untuk membersihkan apartemenmu seperti kontrak kesepakatan yang sudah kutandatangani. Aku datang karena takut kalau saja kau akan menuntutku karena melanggar kontrak. Dan juga perlu kuingatkan bahwa kau sendiri yang menyuruhku untuk datang pada jam enam pagi. Tapi, jika pagi ini kau merasa terganggu dengan kehadiranku, aku dengan senang hati akan pergi dari sini. Terima—" belum selesai Emily menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara pintu dibuka.

Emily membuang nafasnya kasar, dan bergegas masuk ke dalam apartemen Harold. Nampak Harold yang berpenampilan seperti baru bangun tidur. Bahkan dengan wajah yang masih mengantuk, rambut acak-acakkan dan baju seadanya, Harold masihlah terlihat menawan.

"Kau tidak perlu menekan bel apartemenku setiap pagi. Masuk saja langsung. Kau mengganggu jam tidurku saja," gerutu Harold. Perkataan Harold memecah imajinasi Emily terhadapnya.

"Apa yang kau pikirkan, Em?" rutuk Emily dalam hati.

"Kau tidak memberikanku kartu akses apartemenmu dan aku tidak tau kata sandi pintumu karena kau tidak pernah memberitahuku, remember?" kata Emily yang tak kalah kesalnya karena ia sudah menunggu sangat lama tadi di depan apartemen Harold.

Harold mengangguk pelan. "Begitu ya? Aku akan menyuruh Anthony untuk memberikan kartu akses milikku. Mengenai kata sandi, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu. Karena bisa saja kau nanti menyebar luaskannya," kata Harold sambil setengah bercanda.

Emily mendengus. "Kau pikir aku orang macam apa!" serunya jengkel.

"Kau bisa mencari peralatan kebersihan di gudang,"  kata Harold malas.

"Aku akan kembali tidur. Tak usah menghiraukanku dan bekerja saja. Kau juga tak perlu membersihkan kamarku," kata Harold sambil berlalu pergi menuju kamarnya dan menutup pintunya rapat.

Emily sedang membersihkan dapur saat tiba-tiba Harold muncul hadapannya hanya dengam sehelai handuk yang terlilit di pinggang. "Aarrgghh!!!!" pekik Emily hingga ia tanpa sadar menjatuhkan Lap di tangannya. Ia segera berbalik membelakangi Harold.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Harold santai.

"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan! Kau tiba-tiba muncul di hadapanku dengan setengah telanjang seperti itu! Bagaimana bisa aku tidak terkejut. Dan juga, kau bilang tadi mau tidur! Kenapa juga kau tiba-tiba muncul hanya dengan menggunakan handuk? Kau tidak punya baju apa?" seru Emily masih membelakangi Harold. Sekarang Ia berdiri berhadapan dengan meja dapur.

"Ini rumahku. Mau aku berkeliling tanpa busana pun, itu merupakan hakku," balas Harold. Harold terdengar nampak sibuk dengan barang-barang di atas pantry.

"Ya! Kau benar, itu hakmu. Tapi, ada aku disini bodoh!"

"Kau tidak melanjutkan pekerjaanmu?" tanya Harold yang tidak menghiraukan seruan Emily barusan.

Emily membuang nafasnya jengkel. "Bagaimana aku bisa bekerja jika aku berada di ruangan yang sama denganmu dengan kau yang setengah tenajang di sini!"

"Memangnya apa masalahnya, Emily? Apa jantungmu berdebar saat melihat tubuhku?" tanya Harold sambil terkekeh.

Pertanyaan Harold membuat Emily naik pitam. "Berdebar apa—" Emily tak dapat menyelesaikan kalimatnya. Karena, saat ia membalikkan tubuhnya, Harold sudah berdiri di hadapannya dengan jarak yang sangat dekat.

Mata Emily membola. Ia menegak salivanya tat kala  melihat dada bidang Harold di hadapannya. Perutnya rata. Otot-ototnya tak terlihat berlebihan. Tubuhnya terlihat mengkilap karena sehabis mandi.

Emily membuang muka yang sudah memerah ke samping. Harold melangkah semakin mendekat. "Ada apa, Emily? Tak ingin menikmati pemandangan, huh?" bisik Harold di telinga Emily.

Dari jarak sedekat ini, Emily dapat mencium aroma sabun yang menguar dari tubuh Harold. Hal itu membuat Emily kembali meneguk salivanya. "Mengapa kau tidak menjawabku, Em?" bisik Harold lagi.

Emily memejamkan matanya. Ia mengigit bibir bawahnya karena gugup. Jantungnya tak berhenti bedegub kencang. Sejujurnya, wanita mana yang tidak akan merasa deg-degan jika berhadapan sedekat ini dengan Harold Spears? Emily tak mampu menyahuti kalimat yang dilontarkan oleh Harold karena ia merasa tenggokkannya tercekat.

Harold tiba-tiba menyentuh dagu Emily dan menolehkan wajah Emily ke arahnya. Ia lalu menarik bibir bawah Emily dengan jarinya, agar gigitannya terlepas. Hal itu membuat Emily merasakan gelayar aneh di tengkuknya. Ia menahan napasnya.

"Jangan pernah mengigit bibir bawahmu, atau aku akan benar-benar menyerangmu sekarang di sini. Di atas meja ini," kata Harold sambil menepuk meja dapur di belakang tubuh Emily.

Emily hanya terdiam, hingga Harold pergi menjauhinya dan mengambil secangkir kopi miliknya. Emily akhirnya menghembuskan napasnya yang sejak tadi tertahan, tat kala Harold pergi dari dapur dan hilang dari pandangan Emily.

Emily sudah selesai dengan pekerjaannya. Tapi, ia tak menemukan Harold di mana pun. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi saja dari apartemen Harold tanpa berpamitan.

.....

"Ya, Dad. Aku baik-baik saja. Tentu, aku akan pulang. Aku tidak ingin merayakan thanks giving sendirian di apartemen. Karena sepertinya Shopie akan sibuk dengan restorannya dan Jessica sedang berada di luar kota." Emily menjepitkan ponselnya di antara bahu dan telinganya, sementara tangannya sibuk menutup pintu mobil, dan tangan yang lainnya sedang menggenggam tali tas kerjanya.

Emily mengambil ponsel di antara bahu dan telinganya saat salah satu tangannya sudah kosong. Ia lalu menempelkan kembali ponselnya ke telinga sambil berjalan menuju lift yang berada di basement kantornya. "Baiklah. Aku bekerja dulu. Nanti akan kutelepon lagi. Dah, Dad. I love you," katanya sambil menutup panggilan telepon dari ayahnya.

Ayah dan ibunya pagi ini menghubunginya untuk menanyakan kapan Emily pulang untuk mengunjungi mereka. Sejujurnya, Emily ingin sering-sering pulang mengunjungi kedua orang tuanya. Tapi, apalah daya, pekerjaannya selalu menumpuk setiap saat. Saat masih menjadi penulis junior, para seniornya sangat suka memerintahnya melakukan banyak hal sehingga ia memiliki sangat banyak pekerjaan. Tapi, masa itu sudah berakhir karena sekarang ia sudah di angkat menjadi kepala penulis di kantornya.

"Tunggu!" seru Emily sambil berlari ke arah lift yang hampir tertutup.

Lift kembali terbuka lebar lagi dan Emily segera masuk ke dalamnya. Nampak beberapa orang di dalam yang menatap tak suka ke arahnya. Ia sudah biasa dengan hal tersebut dan sudah kebal terhadap orang-orang yang iri terhadapnya di kantor.

Emily baru saja sampai di lantai dasar saat ia melihat keributan yang sedang terjadi. Telinganya mendengar bisik-bisik dari para karyawan.

"Bukankah dia manager Harold Spears?"

"Apa yang ia lakukan disini?"

"Apakah Harold menjadi model majalah kita minggu ini?" dan berbagai gumaman-gumaman lainnya.

Emily memutar bola matanya. "Bahkan managernya pun terkenal," batinnya sebelum menghampiri Anthony cepat. Karena ia yakin laki-laki itu sedang mencarinya.

Emily menarik tangan Anthony yang sedang melangkah menuju resepsionis, dan membawanya ke tempat yang lebih sepi. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku hanya ingin menyerahkan ini," kata Anthony sambil menyerahkan sebuah kartu.

Emily segera mengambil kartu milik Harold tersebut dan memasukkannya asal ke dalam tas.

"Anda tak bisa sembarangan meletakkannya. Jika anda kehilangan kartu tersebut, anda tidak akan bisa masuk ke dalam apartemen Mr. Spears," komentar Anthony.

"Tidak bisakah kau meneleponku terlebih dahulu dan kita bisa bertemu di luar saja? Lihatlah kekacauan yang kau buat!" seru Emily jengkel.

"Maaf, Miss. Tapi, anda tidak pernah memberikan nomor anda kepadaku ataupun Mr. Spears," jelas Anthony.

"Kupikir kalian menyelidikiku. Bagaimana bisa kalian tak memiliki nomorku," komentar Emily sinis sambil menyerahkan kartu namanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • May I Love You?   Pertemuan Pertama

    Tiga orang gadis berusia pertengahan dua puluh tahun sedang berkumpul di sebuah club malam yang terkenal di kota New York. Alunan musik yang diputar DJ nampak menggema memenuhi ruangan.Emily, Jessica dan Shopie berkumpul di sebuah ruangan khusus dan menikmati minuman mereka sambil bercengkrama melepas penat akibat pekerjaan."Kau harus berhenti berkerja, Em. Dan berkencanlah," komentar Jessica kepada Emily temannya. Menurutnya kehidupan Emily sungguh membosankan dan ia butuh berkencan.Emily mengibaskan tangannya, ia lalu menegak minuman keras di tangannya. "Tidak. Aku menyukai kehidupanku sekarang. Aku tak butuh lelaki," komentar Emily setelah menandaskan minuman di tangannya."Apa kau ada masalah? Kau sudah minum lebih banyak daripada biasanya," komentar Shopie.Emily kembali menuangkan minuman ke gelas. "Tidak. Aku baik-baik saja," katanya lalu menegak habis minuman di gelasnya.Jessica menahan tangan Emily yang hendak menuangkan cairan yang m

    Last Updated : 2021-05-26
  • May I Love You?   Efek Mabuk

    "Kau harus berhenti minum, Em," kata Shopie Kim, ketika melihat Emily yang baru muncul dari balik kamar tidurnya. Rambutnya mencuat kemana-mana.Emily merenggangkan tubuhnya dengan menyatukan kedua telapak tangannya, lalu menariknya ke atas kepalanya. "Apa aku melakukan kesalahan semalam?" tanya Emily kepada gadis berwajah asia yang sekarang sedang memakan sebuah apel. Sementara satu tangan Shopie mengenggam apel, tangannya yang lain memegang segelas air mineral."Kau tak ingat? Setelah kembali dari toilet, kau merancau tak jelas tentang memberi pelajaran kepada para brengsek. Setelahnya kau langsung jatuh tertidur. Aku dan Jess berusaha keras membopongmu kembali ke apartement," jelas Shopie panjang lebar. Ia lalu menggigit apelnya lagi dan mengunyahnya lamat-lamat sambil menatap Emily.Emily mengangkat bahunya. "Aku tidak ingat," katanya singkat."Ngomong-ngomong, Em. Siapa yang kau beri pelajaran ketika kau ke toilet?" tanya Shopie dengan wajah

    Last Updated : 2021-05-26
  • May I Love You?   Harold Spears

    Emily pergi bersama Shopie dengan mobilnya. Mengikuti mobil milik Anthony. Hingga mereka sampai ke sebuah kompleks apartement mewah.Sesampainya di lobby apartemen, Shopie ditahan untuk tidak ikut naik ke atas. Sedangkan Emily diminta untuk mengikuti Anthony ke atas. Ke tempat di mana Harold Spears tinggal.Setelah sampai di depan sebuah pintu, Anthony menekan sebuah bel yang terletak di samping pintu apartemen nomor 13 ini. Melihat nomor apartemennya saja, Emily sudah bergidik ngeri. Ia sekarang sedang berpikir apa yang akan dilakukan oleh Harold Spears kepadanya. Mengingat perlakuannya yang kurang ajar kepada selebriti tersebut."Masuk!" terdengar suara maskulin dari interkom.Anthony membuka pintu dengan kartu akses di tangannya. Ia lalu membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Emily untuk ikut masuk.Emily mengikuti Anthony masuk ke dalam apartemen dengan nuansa abu-abu ini. Apartemen yang Emily duga merupakan milik Harold Spears, terlihat elega

    Last Updated : 2021-05-26
  • May I Love You?   Kontrak Kesepakatan

    "Kesepakatan?" tanya Emily dengan wajah bingung.Harold menganggukkan kepalanya. "Ya! Aku sudah membuat kontraknya dan kau hanya tinggal menandatanganinya.""Bagaimana jika aku tidak mau menandatanganinya?" tantang Emily."Kau pasti mau. Karena kau tidak punya pilihan," kata Harold percaya diri."Cih... kau percaya diri sekali," komentar Emily sebelum Harold pergi meninggalkannya. Emily menatap punggung Harold yang memasuki sebuah ruangan.Harold kembali dengan sebuah amplop besar berwarna coklat beserta sebuah pena di tangannya. "Kau bisa melihatnya terlebih dahulu," katanya sambil menyerahkan amplop tersebut kepada Emily. Kemudian dengan isyarat tangan, ia mempersilahkan Emily untuk duduk di sofa.Mereka duduk berhadap-hadapan. Dengan sebuah meja yang menjadi pembatasnya. Emily membuka amplop coklat dan mengeluarkan kertas putih di dalamnya. Lalu, membaca lamat-lamat isi yang

    Last Updated : 2021-05-26

Latest chapter

  • May I Love You?   Hari Pertama Kontrak

    Emily menekan-nekan bel apartemen Harold yang tak kunjung dibuka. Emily mendengus jengkel. Ia baru saja beranjak pergi saat terdengar suara dari interkom."Siapa? Ada yang bisa kubantu? Ini masih sangat pagi. Bukankah tidak sopan menekan bel apartemen seseorang berulang kali di pagi hari seperti ini?" tanya sebuah suara yang masih terdengar serak seperti baru saja bangun tidur. Nadanya suaranya terlihat kesal karena waktu istirahatnya harus diganggu.Langkah Emily berderap kembali menuju depan apartemen Harold. "Emily Grace. Aku datang untuk membersihkan apartemenmu seperti kontrak kesepakatan yang sudah kutandatangani. Aku datang karena takut kalau saja kau akan menuntutku karena melanggar kontrak. Dan juga perlu kuingatkan bahwa kau sendiri yang menyuruhku untuk datang pada jam enam pagi. Tapi, jika pagi ini kau merasa terganggu dengan kehadiranku, aku dengan senang hati akan pergi dari sini. Terima—" belum selesai Emily menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara pintu

  • May I Love You?   Kontrak Kesepakatan

    "Kesepakatan?" tanya Emily dengan wajah bingung.Harold menganggukkan kepalanya. "Ya! Aku sudah membuat kontraknya dan kau hanya tinggal menandatanganinya.""Bagaimana jika aku tidak mau menandatanganinya?" tantang Emily."Kau pasti mau. Karena kau tidak punya pilihan," kata Harold percaya diri."Cih... kau percaya diri sekali," komentar Emily sebelum Harold pergi meninggalkannya. Emily menatap punggung Harold yang memasuki sebuah ruangan.Harold kembali dengan sebuah amplop besar berwarna coklat beserta sebuah pena di tangannya. "Kau bisa melihatnya terlebih dahulu," katanya sambil menyerahkan amplop tersebut kepada Emily. Kemudian dengan isyarat tangan, ia mempersilahkan Emily untuk duduk di sofa.Mereka duduk berhadap-hadapan. Dengan sebuah meja yang menjadi pembatasnya. Emily membuka amplop coklat dan mengeluarkan kertas putih di dalamnya. Lalu, membaca lamat-lamat isi yang

  • May I Love You?   Harold Spears

    Emily pergi bersama Shopie dengan mobilnya. Mengikuti mobil milik Anthony. Hingga mereka sampai ke sebuah kompleks apartement mewah.Sesampainya di lobby apartemen, Shopie ditahan untuk tidak ikut naik ke atas. Sedangkan Emily diminta untuk mengikuti Anthony ke atas. Ke tempat di mana Harold Spears tinggal.Setelah sampai di depan sebuah pintu, Anthony menekan sebuah bel yang terletak di samping pintu apartemen nomor 13 ini. Melihat nomor apartemennya saja, Emily sudah bergidik ngeri. Ia sekarang sedang berpikir apa yang akan dilakukan oleh Harold Spears kepadanya. Mengingat perlakuannya yang kurang ajar kepada selebriti tersebut."Masuk!" terdengar suara maskulin dari interkom.Anthony membuka pintu dengan kartu akses di tangannya. Ia lalu membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Emily untuk ikut masuk.Emily mengikuti Anthony masuk ke dalam apartemen dengan nuansa abu-abu ini. Apartemen yang Emily duga merupakan milik Harold Spears, terlihat elega

  • May I Love You?   Efek Mabuk

    "Kau harus berhenti minum, Em," kata Shopie Kim, ketika melihat Emily yang baru muncul dari balik kamar tidurnya. Rambutnya mencuat kemana-mana.Emily merenggangkan tubuhnya dengan menyatukan kedua telapak tangannya, lalu menariknya ke atas kepalanya. "Apa aku melakukan kesalahan semalam?" tanya Emily kepada gadis berwajah asia yang sekarang sedang memakan sebuah apel. Sementara satu tangan Shopie mengenggam apel, tangannya yang lain memegang segelas air mineral."Kau tak ingat? Setelah kembali dari toilet, kau merancau tak jelas tentang memberi pelajaran kepada para brengsek. Setelahnya kau langsung jatuh tertidur. Aku dan Jess berusaha keras membopongmu kembali ke apartement," jelas Shopie panjang lebar. Ia lalu menggigit apelnya lagi dan mengunyahnya lamat-lamat sambil menatap Emily.Emily mengangkat bahunya. "Aku tidak ingat," katanya singkat."Ngomong-ngomong, Em. Siapa yang kau beri pelajaran ketika kau ke toilet?" tanya Shopie dengan wajah

  • May I Love You?   Pertemuan Pertama

    Tiga orang gadis berusia pertengahan dua puluh tahun sedang berkumpul di sebuah club malam yang terkenal di kota New York. Alunan musik yang diputar DJ nampak menggema memenuhi ruangan.Emily, Jessica dan Shopie berkumpul di sebuah ruangan khusus dan menikmati minuman mereka sambil bercengkrama melepas penat akibat pekerjaan."Kau harus berhenti berkerja, Em. Dan berkencanlah," komentar Jessica kepada Emily temannya. Menurutnya kehidupan Emily sungguh membosankan dan ia butuh berkencan.Emily mengibaskan tangannya, ia lalu menegak minuman keras di tangannya. "Tidak. Aku menyukai kehidupanku sekarang. Aku tak butuh lelaki," komentar Emily setelah menandaskan minuman di tangannya."Apa kau ada masalah? Kau sudah minum lebih banyak daripada biasanya," komentar Shopie.Emily kembali menuangkan minuman ke gelas. "Tidak. Aku baik-baik saja," katanya lalu menegak habis minuman di gelasnya.Jessica menahan tangan Emily yang hendak menuangkan cairan yang m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status