Beranda / Romansa / Mawar Hitam Berdarah / Bab 3. Pertemuan dengan laki-laki misterius.

Share

Bab 3. Pertemuan dengan laki-laki misterius.

Penulis: Irna flo
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-27 21:44:24

"Sebaiknya mulai sekarang kamu harus tau diri!" Sela menyeringai. "Sebelum Fiko membuangmu dengan hina, lebih baik kamu pergi dengan terhormat."

Maria menatap datar Sela. "Sepertinya kamu begitu ingin saya pergi?" Maria tidak tau letak salahnya di mana sehingga Sela bisa begitu tidak menyukainya. Harusnya, di sini yang merasakan ketidak sukaan adalah dirinya karena sela telah masuk ke dalam pernikahannya. Walaupun agama memperbolehkannya, tapi itu juga harus sesuai dengan syariat yang telah ditentukan. Dan letak poligami yang Fiko lakukan tentu tidak dapat di benarkan.

"Tentu!" Sela menyilangkan tangannya di dada dan memandang Maria rendah. "Orang sepertimu hanya bagaikan batu kerikil yang ingin dipungut untuk dijadikan berlian. Harusnya kamu sadar, sekali kerikil tetap kerikil. walau digosok sedemikian rupa pun, nilai jualnya akan tetap sama rendah. Sama sepertimu yang rendahan."

"Bicaramu seolah kamu berlian saja. Saya kerikil, namun kemanfa'atannya begitu banyak bagi orang lain. Salah satunya selain kerikil itu tahan banting, untuk jalan raya. Tanpa kerikil, tidak akan ada jalan yang kuat untuk dilalui banyak mobil. Lalu kamu seolah merasa dirimu adalah berlian. Ya, mungkin memang benar. Kamukan ular. Dalam film tuh biasanya ular juga pada punya berlian." Maria tersenyum puas mendapti wajah merah Sela. "Ternyata sebegitu tidak sukanya kamu dengan keberadaanku!"

Sela kembali menyeringai. Dia berbalik, namun sebelum melangkah, dia menengok sedikit kearah Maria. "Baguslah kamu menyadarinya. Untuk membuat Fiko hanya memandangku seorang, maka benalu sepertimu harus kusingkirkan terlebih dahulu."

Maria tertegun dengan apa yang baru saja Sela ucapkan. Apakah baru saja dia diancam madunya? Maria tertawa miris, "sebegitu tidak lakunya kamu sehingga harus merebut suami orang."

Sela yang sudah berjalan sontak menghentikan langkahnya. Dia berbalik sepenuhnya menghadap Maria. "Saya tidak merebutnya dari kamu. Fiko sendiri yang menginginkanku. Lagipula, apa yang bisa diharapkan dari perempuan mandul sepertimu. Menyusahkan."

Maria meredam gejolak rasa yang ingin meledak keluar dengan beristigfar dalam hati. "Jadilah apa yang kamu inginkan. Sesungguhnya karma tau harus pada siapa dia membalas."

"Takuuut." Sela tertawa mengejek.

Maria yang melihat kepergian Sela hanya bisa menghela napas pelan. "Kenapa kamu menikahi wanita seperti itu, mas?"

***

Rutinitas sehari-hari Maria tetap sama walau di rumah itu bertambah satu anggota, yaitu Sela. Maria tidak pernah meminta Sela untuk membantu pekerjaannya dalam mengurus rumah, memasak, bahkan memberi ibu obat dengan teratur. Semua kegiatan itu Maria kerjakan sendiri karena ingin memperlihatkan pada Fiko kalau wanita yang menjadi madunya itu tidak sebaik yang Fiko pikirkan. Sela adalah wanita ular berkepala dua.

Setelah kejadian kemarin di belakang rumah. Maria kini paham dengan niat Sela yang ingin merebut Fiko dari dirinya. Dia sengaja menarik perhatian Ibu, karena Ibu merupakan kelemahan terbesar Fiko. Maria sungguh menyayangkan sikap Ibu mertuanya yang gampang terbujuk rayu oleh Sela. Maria yakin, setelah Sela mendapatkan apa yang dia mau, perlakuan Sela pada Ibu pasti berubah.

Maria yang saat ini tengah membuka kulkas guna ingin mengambil sayuran untuk di masak hanya bisa menghela napas lelah. Isi kulkas itu ternyata kosong. Dia bertanya-tanya, apakah Sela tidak berbelanja kebutuhan dapur? Lantas di gunakan untuk apa uang gaji yang di berikan Fiko?

Maria menyeringai samar. Dalam hati dia beristigfar karena memiliki niat tidak baik. Dia tidak akan memasak sarapan untuk pagi ini. Maria akan membiarkan para penghuni lapar karena tidak ada makanan. Biarkan saja Sela yang mendapat kemarahan karena salahnya tidak berbelanja. Tentu Maria tidak akan membiarkan dirinya ikut kelaparan. Dia masih mempunyai uang yang di berikan Fiko kemarin.

Dengan langkah ringan Maria pergi keluar untuk mencari sarapan. Sekitar 1 kiloan dia berjalan, akhirnya dapat menemukan penjual bubur ayam. 

"Mang, bubur ayamnya satu porsi. Jangan pakai kecap manis!" Teriaknya pada Mang Ahmad, penjual bubur ayam.

Mang Ahmad mengacungkan jempolnya.

Maria mendudukan tubuhnya di kursi kosong. Selagi menunggu bang Ahmad membuatkan pesanannya, Maria melihat sekelilingnya. Kedai ini ramai dengan para pembeli dan hampir semua kursi penuh. Mungkin kursi di sebelahnya satu-satunya yang kosong. Maria berucap syukur dalam hati karena kebagian tempat duduk. Kalau tidak, Maria terpaksa harus memakannya di rumah.

"Boleh saya duduk di sini?" Seorang laki-laki berdiri di belakang kursi yang bersebelahan dengan Maria.

Maria mengangguk. "Silahkan."

Laki-laki itu duduk dan ikut memesan. "Mang, saya pesan satu porsi bubur ayamnya, jangan tambahkan kecap manis!" Dia lalu menoleh ketika merasakan tatapan dari perempuan di sampingnya. "Kenapa?"

Maria tersenyum kecil. "Pesanan kita sama."

Laki-laki itu juga tersenyum. "Tidak menambahkan kecap manis?"

Maria menggangguk dan tertawa.

"Seleraku memang sama dengan selera adikku waktu kecil." Laki-laki itu tersenyum penuh arti. Ada emosi tertahan dalam matanya ketika memandang Maria.

Tak lama pesanan pun datang. Setelah mengucapkan basmalah dalam hati, Maria memakannya dalam diam.

"Adikku juga suka memisahkan kerupuknya untuk ia makan terakhir." Laki-laki itu berbicara kembali ketika melihat cara makan Maria yang tengah memisahkan kerupuk dari bubur.

Gerakan tangan Maria yang sedang memilah kerupuk sontak terhenti. Maria berpikir, kenapa perkataan laki-laki di sampingnya seolah mengatakan kebiasaan Maria adalah kebiasaan adiknya. Apakah Maria bisa menyimpulkan maksud dari ucapan laki-laki ini adalah Maria itu adik kecilnya karena kebiasaan mereka sama.

"Kenapa berhenti?"

Maria tersenyum kaku. "Tidak." Maria kembali melanjutkan makannya, namun kali ini dengan ritme yang agak cepat. Maria merasa orang di sampingnya punya aura yang dapat membuat orang di sekelilingnya merinding ngeri.

Setelah buburnya habis, dengan cepat Maria berdiri untuk melangkah. Karena tergesa-gesa, pinggul Maria terantuk meja dan menyebabkan Maria akan terjatuh menghantam aspal ababila sebuah tangan kekar tidak memeluk pinggang rampingnya.

Maria mengerjap kaget. Dalam pelukan seorang pria asing, harusnya Maria merasa risih, namun kenapa pelukan laki-laki ini terasa nyam dan melindungi. Perubahan emosional yang tiba-tiba, mendesak bendungan di mata bulat Maria dan menerobos banjir kecil. Isakan kecil lolos begitu saja. Seolah tubuh Maria begitu merindukan pelukan ini padahal jelas laki-laki ini adalah orang asing.

"Gak pernah berubah. Tetap ceroboh dan cengeng." Suara berat laki-laki itu terdengar mengejek. Ada senyum geli tersungging di bibirnya. Namun, binar matanya tak dapat menutupi kerinduan yang besar pada sosok dipelukannya.

Maria yang baru sadar dengan kondisinya buru-buru melepaskan diri dari pelukan laki-laki yang menolongnya. Dia melihat ke sekelilingnya. Hampir semua orang kini melihat ke arahnya. "Terima kasih karena telah menolongku." Maria berlari tanpa menunggu jawaban dari laki-laki yang menolongnya.

Sedangkan laki-laki itu hanya memandang kepergian Maria dengan sendu sampai menghilang.

Di perjalanan pulang, Maria memikirkan kembali perkataan laki-laki itu. Apa maksudnya dengan kata  'gak pernah berubah. Tetap ceroboh dan cengeng'. Apakah mereka dulu saling mengenal?

"Seperti ini kelakuan istrimu Fiko! Keluarganya kelaparan eh,dianya malah keluyuran." Marni berucap sinis begitu Maria membuka pintu rumah.

***

Bab terkait

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 4. Hukuman untuk Maria.

    Di ruang tamu semua orang sudah berkumpul. Ada Marni, Fiko, dan Sela. Maria melirik Marni sekilas yang duduk di kursi roda sebelum berjalan santai sampai berhadapan dengan Fiko."Kamu tau kan di rumah tidak ada makanan. Semua orang kelaparan. Kenapa kamu malah keluar?" Fiko berucap lembut. Bagaimana pun, ini bulan kesalahan penuh Maria. Sela juga istrinya, jadi yang memasak bukan kewajiban Maria seorang.Maria melirik Sela dan menyeringai samar sampai tidak ada yang menyadarinya kecuali Sela. "Tadi pagi aku udah mau masak. Tapi, pas aku buka kulkas, di sana tidak ada bahan apapun yang bisa di masak.""Kenapa gak belanja?" Fiko masih berbicara dengan nada lembut. Fiko tidak ingin mengulangi kesalahannya waktu itu yang sempat membentak Maria.Maria menampilkan wajah tak berdosanya. "Yang pegang uang gajian Mas, kan Sela. Aku kira Sela yang belanja semua kebutuhan rumah. Jadi, mana tau kalau ternyata Sela tidak bisa membagi waktu walau hanya untu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-27
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 5. Siapa Ibu kandung Maria.

    Gimana rasanya?" Sela bertanya dengan mimik wajah bahagia. Rasanya Sela ingin tertawa keras saat menyaksikan Fiko menghukum Maria. Dia puas, benar-benar puas.Maria mendongak ke arah Sela yang berdiri sambil menyender di tiang pintu. "Kamu kan, yang melakukannya?""Apa?" Sela pura-pura tidak mengerti."Kamu yang menambah garam pada sayurnya kan, Sela!" Maria menunjuk Sela penuh perhitungan.Sela tertawa puas sampai sudut matanya mengeluarkan air mata. "Ya ampun, aku kira kamu bodoh sampai tidak mengetahui kalau aku yang sabotase sayur itu. Ternyata kamu cukup cerdik juag."Setelah puas mentertawakan kemalangan Maria, Sela melenggang pergi dengan langkah ringan. Sedangkan Maria hanya bisa mengepalkan tangannya kuat sambil terus mengucap istigfar dalam hati.Maria turun dari bak mandi dalam keadaan tubuh bergetar kedinginan sampai jari-jarinya mengkeriput. Setelah membilas t

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-27
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 6. Kenyataan tentang Ibu Maria

    Selama Maria sakit, Maria tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Membereskan rumah, memasak, berbelanja ke pasar, dan aktivitas lainnya seperti dalam keadaan sehat.Maria bukan memaksakan diri. Setiap Maria ingin merebahkan tubuhnya untuk istirahat, Marni selalu menyuruhnya ini itu walaupun Marni bisa menyuruh Sela yang ada di sampingnya.Dan kali ini pun sama. Ketika Maria baru duduk di kursi makan untuk meredakan rasa sakit yang mendera kepalanya, Marni datang menyuruhnya membuat jus belimbing. Jus yang sering Marni minum dengan rutin agar darah tingginya berkurang.Maria membuka kulkas dan mengambil belimbing yang selalu tersedia di tempat penyimpanan. Memotong-motongnya jadi bagian agak kecil lalu memblendernya. Setelah selesai, Maria mengantarkannya pada Marni yang tengah bercanda dengan Sela."Ini bu, jusnya." Maria meletakan jus itu di atas meja dekat Marni. Maria yang melihat Marni begitu lepas saat berbicara dan bercanda ria dengan S

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 7. Arkan Adiaksa

    Sudah seminggu lewat setelah insiden di mana Maria jatuh pingsan. Kini kondisinya sudah jauh lebih membaik. Hanya lemas dan sesekali batuk saja yang masih terasa. Selepas shalat subuh, Maria bergegas membereskan rumah sampai pagi menjelang. Karena bahan makanan di kulkas habis, Maria memutuskan untuk belanja sayuran dan bahan lainnya ke pasar. Setelah siap dengan bawannya, Maria keluar rumah.Sesampainya di sisi jalan, Maria tidak menemukan angkot yang bisanya nagkring di sini. Maria menghela napas pasrah karena terpaksa harus berjalan kaki untuk ke pasar.Di tengah perjalanan ketika Maria hendak menyebrang, seorang pengendara motor melaju kencang dan tak sadar ada orang yang lewat. Maria yang saat ini melihat sepeda motor melaju kearahnya hanya bisa terpaku di tempat karena shock. Ketika motor itu hampir menabraknya, seseorang dari arah belakang memegang tangannya lalu menarik hingga mereka terguling bersama.Pengendara m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 8. Aku tidak serendah itu sehingga menghianatimu, Mas.

    Maria sontak tersenyum lebar begitu melihat Fiko tengah menungguinya. Dengan terburu, Maria menghampiri Fiko yang tengah duduk di atas jok motornya. "Mas, udah lama di sini?" Maria bertanya penasaran. Pasalnya Maria tidak mendengar suara motor berhenti, tau-tau suaminya itu sudah menungguinya.Fiko tidak menjawab, namun matanya menyorot lurus ke arah laki-laki yang sedang menyenderkan tubuhnya di tiang rambu lalau lintas dengan tenangnya.Maria yang pertanyaannya tidak digubris sang suami, ikut menolehkan kepalanya mengikuti arah tatapan Fiko. Maria kini tau, objek tatapan Fiko adalah Arkan. "Mas, ini Arkan."Fiko mengalihkan atensinya pada Maria. Dia sedikit tidak senang ketika Maria menyebut nama laki-laki lain selain dirinya dengan nada riang begitu. Fiko cemburu, dan dia tidak suka rasa itu.Maria mencebik ketika mendapati wajah suram suaminya. "Gak usah curiga gitu, Arkan.."Fiko langsung menyimpan jari telunjuknya di depan b

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-04
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 9. Pertengkaran.

    Begitu Fiko memberhentikan motornya di depan rumah. Maria langsung turun dan berlari masuk tanpa menunggu Fiko. Fiko yang ditinggalkan hanya bisa menghela napas lelah. Kenapa Maria tidak mengerti juga? Fiko melakukan semua ini untuknya juga. Fiko tau Maria juga sudah menginginkan anak. Harusnya Maria mengerti, dengan adanya Sela hamil berarti dia ikut dipanggil Ibu juga.Selama ini memang dia dan Maria tak pernah memeriksakan kondisi kesehatannya karena Fiko yakin dirinya tidak mengalami kesusahan dalam kesuburannya. Satu-satunya alasan yang terpikirkan olehnya adalah Maria. Fiko jelas tau di keluarganya tidak ada yang mandul, sedangkan Maria yang asal usulnya tidak jelas sudah cukup menjadi bukti kalau kemungkinan besar di keluarganya ada yang mandul. Kadi, untuk apa mereka memeriksakan kesuburannya kalau Fiko jelas sudah tau yang mandul di sini adalah Maria. Sadar tidak sadar, perlakuan Fiko selama ini semata karena ketidak puasannya terhadap Maria.Fiko membuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 10. Pembalasan Arkan.

    Lelah menangis, Maria keluar rumah untuk mengisi perutnya yang sudah melilit perih. Maria memang mempunyai penyakit mag yang telat makan sebentar saja sudah kambuh. Apa lagi sekarang dia telat makan sudah berjam-jam lamanya. Dia merutuki dirinya sendiri karena lalai dalam menjaga kesehatannya. Setelah memeriksa seluruh ruangan yang terdiri dari ruang tamu, dapur, kamar Fiko dan Sela, kamar Marni yang kini juga ia tempati, terakhir kamar mandi. Maria tidak menemukan siapa-siapa. Kenapa mereka belum pulang juga, ini sudah hampir tengah hari? Apa mereka pergi lagi setelah acara makan? Tanpa di cegah, air mata Maria mengalir lagi, namun buru-buru Maria hapus. Maria mengambil es batu dari kulkas untuk mengompres mata bengkaknya. Setelah di rasa matanya agak lumayan, Maria pergi keluar rumah untuk mencari makan sekaligus obat mag. Karena perutnya yang dari pagi tidak terisi papaun, di tengah jalan Maria berkaali-kali oleng ha

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-13
  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 11. Hasutan Arkan

    Maria tengah di periksa oleh Dokter perempuan begitu Arkan kembali ke ruangannya. Maria melambaikan tangannya sebagai bentuk sapaan yang dibalas lambaian tangan juga oleh Arkan. "Gimana ke adaannya Dokter Ema?" Arkan langsung bertanya begitu Dokter Ema selesai memeriksa ke adaan Maria. Dokter Ema menurunkan stetoskop dan melepas alat pengukur tekanan darah di lengan Maria. Setelah melepas masker yang menutupi sebagian wajahnya, barulah Dikter berusia ahir 40-an itu angkat suara. "Alhamdulillah. Keadaan bu Maria kini sudah membaik." Dokter Ema berjalan ke arah mejanya dan menuliskan beberapa resep lalu menyerahkannya pada Arkan. "Jangan lupa berikan tiga kali sehari pada masing-masing lembar! Obatnya bisa di tebus di apotek." Arkan menerima lertas berisi resep obat Maria. "Terima kasih Dokter Ema. Kalau begitu kami permisi." Dokter Ema mengangguk mempersilahkan Arkan untuk membawa Maria keluar. Arkan menghampiri Maria dan berniat membantu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-19

Bab terbaru

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 46. Tamat

    Dua bulan kemudianGudy menggeliat merubah posisi tidurnya untuk mencari kenyaman, tapi saat satu tangannya meraba tempat di samping yang selalu menjadi kebiasaan Maria tidur ia tidak dapat menemukan istrinya itu. Gudy langsung membuka matanya, untuk memastikan. Benar saja, Maria tidak ia temukan di mana-mana."Sayang," Gudy memanggil serak.Tidak ada jawaban. Gydy turun dari ranjang, mencari keberadaan istri yang baru ia nikahi dua bulan lalu itu. Kini dirinya dan Maria sudah tinggal di rumah mereka, tidak lagi tinggal bersama orang tua Maria.Drama menjengkelkan dengannya Arkan tidak mau mengijinkan Maria untuk pindah membuat Gudy ingin menggigit habis sosok kakak iparnya itu. Pada akhirnya setelah sang nyonya besar Kinanti menjewer telinga Arkan, barulah ia dapat membawa Maria lepas dari sosok kakak yang selalu memonopoli istri tersayangnya itu.&

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 45. Pagi pertama

    Gudy terbelalak begitu bangun di pagi hari. Menengok kanan kirinya, ia tidak menemukan Maria ada di mana-mana. Apa yang terjadi? Apa semalam memang tidak terjadi apa-apa?Gudy menunduk melihat penampilannya sendiri, baju kemeja dan celana bahan yang kemarin ia pakai untuk resepsi pernikahan. Melihat sekeliling, kamarnya masih kamar pengantin.Kemarin Gudy dan Maria melaksanan akad nikah sekaligus resepsi di hotel, jadi saat ini Gudy seharusnya bersama Maria masih ada di hotel untuk malam pertama. 3 hari menginap Gudy rasa itu adalah waktu sebentar sebelum kemudian mereka memutuskan untuk tinggal di mana.Gudy membaringkan kembali tubuhnya, berguling memeluk guling di samping kirinya. Menguyel-nguyel untuk menyalurkan rasa gregetnya. Kenapa bisa semalam ia ketiduran?CklekSaat pintu kamar mandi terbuka, Maria

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 44. Sah

    "Bagaiamana saksi sah?"Seorang penghulu melirik beberapa saksi yang duduk di sisi dan belakang Gudy dengan pandangan penuh penilaian. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis menunggu para saksi mengucapkan kata yang akan merubah Gudy menjadi seorang suami bagi Maria."Sah," serempak para saksi mengucapkan 'sah' setelah saling pandang."Alhamdulillahirobiolalamain," Sang penghulu mengucap hamdalah sambil dilanjutkan dengan doa, begitu pula orang-orang yang hadir menjadi saksi pernikahan, mereka mengangkat tangan untuk ikut berdoa."Sekarang sang mempelai wanita bisa di bawa ke sini," sang penghulu menatap Bagus yang duduk di depan Gudy.Bagus mengangguk, melepaskan jabatan tangannya dengan Gudy. Ia harus menjemput putrinya yang sudah bersuami lagi. Betapa bahagianya ia sekarang karena akhirnya dapat menyaksika

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 43. Lamaran yang diterima

    Gudy mengambil air yang tersedia di depannya, menengguk untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Ia melihat kanan kirinya, ada tiga pasang mata yang sedang mengawasinya. Ia menelan ludah, mencoba tersenyum di tengah kekalutan hatinya sendiri."Bagaimana kabar Nak Gudy sekarang?"Gudy mentap Kinanti dengan senyum tak terbaca. "Baik."Kinanti tersenyum, "sekarang Nak Gudy sudah mampir, apa..,""Ya Tante saya sudah siap mendengar jawaban dari lamaran pada Maria." Gudy berkata cepat dan hanya dalam satu tarikan napas. Ia sedikit mendongak dan itu hanya untuk mendapati semua orang menatapnya dengan wajah tercengang.Kinanti yang pertama menyadari kegugupan Gudy, ia tertawa renyah karena merasa terhibur dengan tingkah gugup Gudy. "Padahal Tante hanya mau mengajakmu makan loh.""Ma-makan?" Gu

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 42. Kegelisahan Gudy

    Gudy mengerjap, tidak menyangka dengan pertanyaan mendadak dari Kinanti. Kalau di tanya begitu, memang Gudy menunggu, tapi kalau jawaban dari Kinanti yang cepat malah hanya berupa penolakan, maaf saja Gudy masih waras untuk memilih nanti saja. "Kalau Tante mau menjawab iya, maka sekarang boleh banget, tapi kalau jawabannya tidak, mohon maaf Tante, nanti saja ya. Moga-moga kalau diundur, jawaban Tante jadi berubah." Gudy tersenyum manis. Senyum dengan tujuan menenangkan diri dari goncangan dahsyat keputusan sang calon ibu mertua. Kinanti tertawa renyah, merasa lucu dengan tingkah dan ucapan pemuda di depannya. "Apa benar begitu?" Gudy mengangguk semangat, "benar Tante." Buru-buru Gudy menambahkan di saat melihat Kinanti hendak membuka mulut. Terlalu parno, Gudy takut kata yang keluar dari mulut Kinanti adalah berupa penolakan. "Maaf sekali Tante karena tidak bisa berlama-lama lagi. Saya ada meeting di perusahaan." "Lagi pula siapa yang ingin kamu berla

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 41 Mengunjungi calon ibu mertua

    "Apa yang kamu katakan?" Bagus menatap tajam Arkan. Namun, Arkan sama sekali tidak terpengaruh dengan peringatan Bagus, dia kini menatap satu persatu orang-orang yang menatap serempak ke arahnya."Saya tidak mau adik saya menikah dengan dia kalau tidak menyiapkan pelangkah.""Pelangkah apa?" Maria bertanya heran. Kenapa kakaknya ini bertingkah aneh? Setaunya Arkan bukan orang yang suka meminta hal-hal seperti ini.Arkan melipat tangan di depan dada, senyum menyebalkan tersungging di wajah angkuhnya. Dia terkekeh jahat dalam hati. Kalau laki-laki ini ingin mengambil adik kesayangannya, maka dia juga bisa mengambil hal paling berharga milik Gudy."Kak?" Maria memanggil untuk menyadarkan Arkan dari khayalannya.Arkan menatap lembut Maria, kemudian menoleh ke arah Gudy dengan seringaian kurang ajar. "Saya ingin pelangkah berupa mini market milikmu. Entah kenapa, saya merasa ada ketertarikan dengan mini market itu, mungkin jodoh."Gudy berkedip.

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 40. Lamaran resmi

    Nudy menggilirkan matanya ke sana ke mari mengikuti langkah Gudy yang sudah seperti setrikaan baju. Dia berdecak jengkel karena lehernya mulai pegal teros mendongak dari satu jam yang lalu. Salah dia sendiri memang, sudah tahu Gudy tengah gelisah, tetap saja dia penasaran akan kakaknya itu.Berkali-kali Gudy melihat, lalu menyimpan kembali Handpohn di tangangannya ke dalam saku celana. Helaan napas kasar sudah puluhan kali dia keluarkan. Bukan pusing yang saat ini Gudy rasakan, melainkan dug dug ser jantungnya yang dari tadi berdetak terus.Gudy tidak dapat untuk tidak berpikir, apa dia saja yang mengalami hal seperti ini saat melamar anak orang? Apa orang lain juga mengalami hal sama? Baru kali ini Gudy merasa hidupnya berada di ambang antara hidup dan mati."Kak, lo sudah kaya setrika yang di pakai bok Narsih pakai ngelicin baju. Pusing gue lihat, lo. Perut gue rasanya diaduk, mabok darat gue gara-gara kelamaan melototin lo yang mondar-mandir sana-sini." Nudy

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 39. Damainya Arkan dan Maria

    "Memangnya kenapa? Apa Pak Gudy mau mencabut kembali ucapan barusan?" Maria balik menantang. Dia kesal sekali. Ada apa sebenarnya dengn hari ini? Kenapa bosnya mendadak melamar?"Mana ada, tidak. Saya bahkan berencana melamar kamu dengan datang langsung pada orang tuamu, makanya sekaramg saya susul kamu untuk nanya alamat rumah baru kamu." Gudy semakin nyolot. Dia makin kesal karena Maria lagi-lagi meragukan lamarannya."Bodo, saya gak mau ngasih tahu. Bapak cari tahu saja sendiri." Maria menjawab judes. Kenapa Gudy malah yerus berbicara sembarangan?"Baik, tapi kalau saya berhasil menemukan alamt rumah kamu, maka saat nanti saya meresmikan lamaran saya, kamu harus mau menerimanya!""Kok Bapak malah ngatur?" Maria menjawab sewot. Entahlah, hari ini Maria begitu berani melawan ucapan bosnya ini."Sudah! Sekarang kamu pulang mau saya antar atau sendiri?""Sendiri, kalau diantar Bapak nanti malah tahu rumah saya di mana." Maria membengkok

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 38. Lamaran yang ditangguhkan.

    Maria yang hendak memasukan suapan pada mulutnya otomatis terhenti di tengah jalan. Dia menurunkan kembali sendok yang sudah teracung di depan mulutnya. Maria menatap Gudy tepat pada matanya.Gudy berdehem untuk menetralisir kegugupan akibat dipandang selekat itu oleh Maria. Mata coklat Maria seakan menembus jantungnya dan membuat debaran tak beratur dalam dadanya."Dia mantan suamiku.""Mantan?" Gudy mengulang ucapan Maria. Jadi Maria ini seorang janda. Gudy hampir tidak percaya. Pantas saja laki-laki itu dan Maria terlihat seperti punya masa lalu cukup dekat.Dari awal Maria memang tidak pernah berniat menutupi statusnya dari keluarga ini. Alasan dia tidak pernah mengatakannya selama ini, ya simpel karena memang tidak ada yang bertanya kepadanya."Jadi Maria sudah pernah menikah?" Arum yang duduk di samping Maria bertanya kembali."Iya.""Kenapa bercerai?" Arum bertanya penasaran. Jiwa keponya tidak bisa ia tahan."Bun,

DMCA.com Protection Status