Baru kali ini Gama mendengarkan sepupunya bicara. Meskipun dalam hati menyangkal. Jelas dia tidak sama dengan Akbar. Akbar mendua dan diam-diam menikah. Sedangkan Gama tidak pernah mengkhianati Deandra.Ketiga pria itu berbincang hingga tengah hari. Ada masalah pekerjaan juga yang harus dibahas.Gama mengabaikan pesan masuk dari Alita. Gadis itu memberondongnya dengan kemarahan. Namun ia masih tenang, karena sejauh ini Alita tidak tahu tentang perasaannya pada Dea. Yang Alita tahu, Gama sudah tidak peduli pada sang mantan. Cerita akan berbeda saat gadis itu tahu kalau dia kembali pada Dea. Alita tidak mungkin diam saja. Lebih baik untuk sementara ini, dia tidak menemui Dea dulu. Tapi bagaimana jika dokter itu terus melakukan pendekatan?***L***Siang itu mentari tidak begitu memancarkan sinarnya. Awan kelabu menutupi cahayanya. Mungkin menjelang sore, hujan kembali mengguyur kota. Dea dan Hani tengah menikmati makan siang di kantin. Duduk di dekat jendela kaca. "Dea, Gama nggak nga
MASIH TENTANGMU- Kejutan Pagi Itu Semalaman Gama tidak bisa tidur. Bukan hanya ancaman Alita saja yang dipikirkan. Tapi bagaimana jika Dea memang tidak ingin kembali bersamanya. Bagaimana jika penantian panjang Dea sudah pada batas limitnya?Gama turun ke lantai bawah. Mengambil air minum di ruang makan dan duduk di sana, di bawah temaramnya lampu malam. Sebenarnya kedua orang tua menyuruh Gama tinggal di rumah mereka. Mengingat ancaman Alita yang tidak bisa dianggap main-main. Mereka tidak tega kalau Gama tinggal di rumahnya sendiri. Namun Gama menolak.Alita memang berbahaya, tapi untuk bertindak sekarang rasanya tidak mungkin. Dia pasti masih belum bisa melakukan sesuatu dalam pikiran kacau. Mungkin baru esok atau lusa, lihat apa yang akan dilakukan gadis itu.Ponsel yang ditaruh meja kembali berdenting. Alita tidak henti mengirimkan pesan. Gama tidak membalas satu pun, memblokir, atau berencana ganti nomer. Tidak susah baginya untuk mengabaikan gadis itu. Dia sudah terbiasa mel
Bu Wetty menghampiri dan menerima uluran tangan mantan menantu. Berbasa-basi sejenak kemudian pergi ke belakang. Ganti Pak Dedy yang keluar dari kamar, menyalami Gama. Duduk dan berbincang-bincang sejenak.Sambutan mantan mertua membuat Gama lega dan berharap banyak. Semoga mereka kembali merestui jika ia menginginkan putrinya lagi.Setelah Dea muncul, Pak Dedy pamit ke belakang. Lelaki yang memakai pakaian olahraga itu kalau pagi senam di halaman belakang atau joging di sekitar komplek perumahan. Meski rambutnya separuh telah berubah, nyatanya masih tampak sisa postur tubuhnya yang gagah di waktu muda."Mas, nggak bawa mobil?" tanya Dea saat melihat tidak ada kendaraan di halaman rumah atau di depan pagar."Aku naik taksi." Gama tidak ingin Alita tahu kalau ia menemui Dea. Wanita itu bisa saja menyuruh orang untuk mengikutinya. Naik taksi pun tadi sempat khawatir. Namun ia harus bertemu Dea pagi ini."Antik, ke belakang dulu dan minta Mbak Sri makein seragam ya."Antika langsung turu
MASIH TENTANGMU- Jangan Menyerah "Baru tadi malam kita membahas tentang dokter Angkasa. Pagi ini kita dengar pengakuan Gama pula. Menurut Papa gimana?" tanya Bu Wetty ketika mereka dalam perjalanan ke pasar setelah mengantarkan Antika ke sekolah.Hendak belanja keperluan dapur, mumpung hari itu tidak ada jadwal mengajar. Daripada belanja di mall, Bu Wetty lebih suka belanja di pasar. Berinteraksi dengan para pedagang yang begitu bahagia jika wanita itu mengunjungi lapak jualannya. Sayur mayur para pedagang itu juga segar-segar dan bersih, tidak kalah dengan yang di mall.Biasanya Antika berangkat ke sekolah bareng Dea, nanti kalau pulang Pak Dedy-lah yang menjemput. Tapi pagi ini Dea berangkat kesiangan karena tadi ngobrol lama dengan Gama. Dea berangkat naik mobil sedang Gama kembali memesan taksi online. Dengan alasan karena arah kantor mereka yang berbeda dan khawatir Dea akan terlambat. Memang itu benar. Namun ada alasan lain yang tidak diketahui oleh Pak Dedy dan Bu Wetty."Do
Papa dan mamanya tampak juga terpikat dengan kehadiran dokter Angkasa. Meski belum ada ucapan dari mereka yang mendorong Dea untuk mempertimbangkan dokter itu. Hanya sekedar memberitahu, kalau Angkasa datang dan bicara dengan papanya.Dea kenal baik buruknya Gama, tapi dia belum tahu bagaimana dokter Angkasa. Setiap awal perkenalan, tentu yang tampak adalah baiknya saja. Selama menjalani kehidupan sebagai suami istri, seegois apapun Gama, tapi ia tidak pernah memaksakan kehendak tentang kebutuhan pokok, makan dan minum harus tersedia. Se*s juga tidak harus selalu dituruti. Gama tidak pernah memaksa Dea harus menyediakan makan minum dengan sempurna. Paling tidak minta ditemani saat makan misalnya, karena saat itu mereka juga ada asisten rumah tangga. Namun Gama tidak menuntut hal itu. Kalau tidak sempat masak disaat pembantu cuti, dia mengajak Dea makan di luar atau pesan online.Sebab Gama juga ingin Dea paham dengan hobinya di luar rumah. Bahkan ketika Gama menghendaki keint*man de
MASIH TENTANGMU- Malam Menegangkan Mobil Gama langsung masuk ke carport di rumah orang tuanya. Garasi yang berada di sebelah kiri rumah itu bisa menampung lima kendaraan. Sebelum ke rumah Dea, ia menemui kedua orang tuanya lebih dulu. Sekalian tukar mobil untuk pergi."Kamu perlu ditemani? Tadi papamu nelepon dan suruh nanyain kamu," tanya Bu Hawa pada Gama yang duduk di sofa.Hanya ada Bu Hawa dan para pembantu di rumah. Sebab Pak Benowo belum pulang dari bertemu relasi."Nggak perlu, Ma. Doakan saja, agar Dea dan keluarganya bisa menerima."Bu Hawa mengangguk pelan seraya mengusap lembut punggung Gama. "Mama nggak pernah berhenti doain kamu dan kakakmu. Tapi kamu sendiri berdoa nggak untuk diri sendiri?"Gama memandang mamanya. "Ga, dalam menghadapi apapun. Mintalah petunjuk dan kekuatan pada sang pemilik kehidupan. Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia. Kamu ini, salat saja nggak pernah. Umurmu sudah berapa, Gama. Seorang istri pasti ingin memiliki imam yang bisa dijadi
Baru kali ini mereka bisa berkumpul makan malam bersama setelah perceraian Dea dan Gama. Rizal yang cukup kentara menunjukkan kekecewaannya.Namun celoteh Antika yang mengajak Gama bicara, bisa mencairkan kekakuan. Pak Dedy bisa merasakan, bagaimana cintanya Antika pada sang papa. Cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya.Selesai makan, mereka semua berkumpul di ruang keluarga. "Mas, ajak adek-adek bermain di atas," perintah Arsy pada anak sulungnya. Percakapan mereka tidak boleh di dengar anak-anak.Bocah lelaki paling besar langsung berdiri dan mengajak dua adiknya. Tapi Antika tidak mau. "Aku mau sama papa aja, Mas." Bocah perempuan itu tetap duduk di pangkuan Gama. "Antik, ikut dulu sama mas main di atas, ya!" ucap Dea."Nggak mau, Ma.""Antik bisa turun lagi setelah mama panggil. Main Lego dulu sama mas di atas," bujuk Dea."Sayang, ikut Mas dulu, ya." Ganti Gama yang bicara."Nggak mau, nanti Papa pulang.""Nggak, Sayang. Nanti kalau mau pulang, papa nemui Antik dulu."Boca
MASIH TENTANGMU- Aku Akan Membantumu"Papa!" teriak Antika dari pintu. Saat Gama baru saja menyalakan mesin mobil.Spontan Gama kembali membuka pintu dan berlari ke teras. Sebab Dea sudah membawa payungnya pergi dari sana."Papa, mau ke mana?" tanya gadis kecil itu saat Gama berjongkok di depannya. Di dalam rumah, Pak Dedy, Bu Wetty, Rizal, dan istrinya memperhatikan momen itu. Sedangkan Dea berdiri di sebelah Antika."Maaf, papa buru-buru, Sayang. Nggak sempat pamitan sama Antik tadi. Eyang buyut sakit, jadi papa harus pergi ke rumah sakit." Gama menjelaskan seraya menatap Antika. Memegang kedua tangan gadis kecilnya."Antik, masih ingat sama Eyang Buyut, nggak?"Antika menggeleng. Tentu saja dia tidak ingat karena jarang sekali diajak ke sana setelah Gama dan Dea bercerai. Waktu sering berkunjung ke sana pun, Antika masih sangat kecil."Sakit apa?" tanya Antika."Sakit jantung, Sayang.""Sakit apa itu, Pa?""Antik, nanti mama yang jelasin ke Antik. Sekarang biarkan papa ke rumah sa
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing