Enam bulan telah berlalu .... Salma dan Salwa sudah diberi makanan pendamping ASI, hingga Halimah bunda mereka tak terlalu kesulitan mengurus dua bayi itu.Setelah Fatma sah bercerai dari Sabil, buleknya memutuskan untuk tinggal sendiri dengan puterinya. Orang tua itu takut, Fatma yang sudah janda akan menjadi fitnah. Bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga orang lain di sekitarnya.Terakhir kali, Dokter yang dulu viral dikabarkan tengah melakukan cinta satu malam dengan Fatma, meminta izin pada ibunya untuk menikah Fatma. Namun, hati orang tua itu belum terbuka dan meminta waktu untuk menjawab. Walau ... wanita paruh baya itu tahu, bahwa anaknya pun memiliki perasaan pada pria tampan itu.Apalagi Fatma adalah seorang wanita yang berparas cantik. Itu juga yang menjadi pertimbangan Ibu Fatma tak lagi tinggal seatap bersama Halimah dan Nabil, dengan membawa serta anaknya itu. Takut jika kejadian dulu terulang lagi.Halimah meletakkan dua puterinya bermain di kamar khusus yang diran
Hubungan Fatma dan Dokter Rendra"Dokter." Ibu Fatma sedikit terkejut melihat kehadiran pria yang sudah menyampaikan lamarannya untuk Fatma.Wanita paruh baya itu langsung tahu, jika pria itu ke sini pasti ingin menagih jawaban mengenai lamaran tersebut. Dia sendiri sebenarnya mengerti apa yang mereka berdua rasakan. Selain Dokter yang berterus terang mengenai perasaannya yang menggebu-gebu pada Fatma, dia sendiri sebagai seorang punya naluri terhadap anaknya yang sedang jatuh cinta.Namun, diamnya selama berbulan bulan justru menambah sisi baik. Bahwa dia bisa melihat sejauh mana keseriusan dan seberapa besar dokter Rendra memperjuangkan Fatma. Jika dia tidak memiliki cinta dan keinginan mendalam, serta keseriusan pada Fatma, pria itu pasti sudah memutuskan berhenti dan "Bu. Gimana kabarnya?" tanya Rendra basa basi."Alhamdulillah, baik. Kamu gimana, Dok?" tanya Ibu Fatma yang memposisikan diri sebagai orang tua."Saya ... sedang tak baik-baik saja Bu." Rendra bicara begitu saja. D
Tahun-tahun telah berlalu ….Kisah hidup Fatma telah digantikan oleh anaknya Azalia. Meski hari itu Rendra bilang akan melamar Fatma, dan ibu telah menyetujui. Ada saja alasan Rendra menunda pernikahan mereka.Mantan istri Rendra muncul dan terus melakukan segala daya upaya. Wanita itu tak rela saat tahu, bahwa Rendra telah menemukan cinta yang baru."Siapa?" tanya wanita berpakaian glamour. Sungguh berbeda kelas dengan Fatma yang bukan siapa -siapa. Namun, meski begitu kecantikan Fatma tak bisa dibandingkan dengan wanita ber-make up tebal tersebut. Fatma memiliki kecantikan yang alami. Itu yang membuat Rendra semakin hari semakin jatuh cinta padanya."Bukan Halimah kan?" Mantan istri Rendra itu menyebut nama wanita yang pernah menjadi cinta pertama bagi Rendra di masa lalu."Bukan." Novi menyahut singkat. Dia tak mau Halimah teman baiknya dianggap buruk oleh wanita itu. "Siapa?" Kejar mantan istri sepupunya itu."Fatma." Sebaliknya, Novi ingin memberi pelajaran pada Pelakor yang su
Dokter Rendra terus datang ke rumah janda cantik itu hanya sekadar ngobrol, sampai melakukan hal lain yang tak mampu ia dan Fatma bendung.Sebagai seorang wanita yang pernah bersuami, Fatma sering kali kesulitan menahan diri atas keinginannnya. Itu kenapa dia meminta agar dokter Rendra mempercepat pernikahan."Sabar, ya. Aku harus menyelesaikan beberapa hal dengan mantan istriku." Rendra mencari -cari alasan.Fatma manyun mendengar ucapan itu. Sungguh klise saja alasannya. Dan dibuat -buat."Apa perlu aku yang datang pada mantan istri kamu, Mas?""Tidak perlu." Rendra menyahut. "Kamu hanya butuh aku kan?""Ya?" Fatma melebarkan mata mendengar ucapan pria tampan di depannya."Apa yang harus aku lakukan tanpamu, Fatma? Aku terus merindukanmu?""Kalau begitu kita harus menikah, Mas. Tidak enak dilihat orang, akan jadi fitnah juga.""Ya, ya. Aku akan menikahi kamu, kamu tahu itubkan?" Rendra meraih tangan Fatma. Menatapnya dalam -dalam. Fatma terkejut. Degup jantungnya berdebar lebih ke
“Mas, ponselnya tidak diangkat?” tanya Azalia sambil mengikat rambutnya yang berantakan karena ulahku.“Matikan saja, Sayang.” Aku menyahut cepat karena tak ingin terganggu oleh pesan –pesan Mama.Malam ini adalah malam kebahagiaan kami. Terutama Azalia, dia pasti akan sedih kalau harus membahas ketidak setujuan Mama atas pernikahan kami. Sebelum menikah, Azalia bahkan sempat mundur jika restu Mama tak juga turun. Meski hatinya sakit dan melepasku dengan air mata. Tapi dia adalah gadis yang mengerti agama, mana bisa menjalani kehidupan pernikahan tanpa restu orang tua?Sampai –sampai kami harus bermusyawarah membawa Afif menghadap keluarga besarnya. Dan aku bahkan harus menceritakan bagai mana buruknya tabiat Mama yang sekali pun tak pernah sholat dan membuka aurat. Mama yang membiarkanku hidup bebas di luar rumah, dan berharap ketika bertemu Azalia, pola pergaulanku terjaga.Aku bisa melihat cinta di mata gadis bernama Azalia. Dia luluh dan mau menerimaku kembali kala Pak Dendi dan B
Azalia menoleh ke arahku dengan tatapan syok. Ia lalu menutup telepon dan bicara padaku.“Mas, aku nggak ngerti maksud Mama kamu. Kenapa dia bilang kita tak boleh melakukan akad nikah karena kita adalah saudara.”“Apa?” Apa maksud Mama?Istriku terlihat bingung. Dan aku sendiri jelas lebih bingung dari pada dia, karena hanya sepenggal yang kudengar darinya. Langkahku sontak terayun mendekat pada wanita cantik yang mengenakan daster dan berdiri membeku itu.Apa ini alasan Mama melarangku menikah? Atau hanya bisa –bisanya dia saja mengarang cerita demi agar pernikahanku batal sesuai keinginannya?Tidak aku tak percaya ini. Kuhela napas berat. Namun, aku tak mau memperlihatkan beban pada Azalia.“Dari Mama?” tanyaku sok polos. Sebuah pertanyaan yang jelas –jelas tak memerlukan jawaban, karena Azalia sudah mengatakannya.Azalia mengangguk. Keningnya berkerut, tanda ia sedang berpikir keras. Sementara aku ... tentu saja ingin tahu secara utuh apa yang Mama katakan dan apa maksudnya?Tak in
“Nggak! Ini pasti salah! Aku akan bertanya pada Bapak, Mas!” Perempuan itu bangkit dari ranjang. Mengusap air matanya kasar dan melangkah ke luar kamar.“Lia! Tunggu!” panggilku. Namun, Azalia seolah tak peduli dan terus berjalan, sampai aku yang tak mau dia ke luar mengejar dan menarik lengannya.Dia tak boleh bicara pada Bapak mertuaku, karena jika ini tidak benar aku –lah yang akan sangat malu, punya orang tua single seperti Mama. Mereka bahkan tak saling mengenal satu dengan yang lain. Mereka juga tak pernah saling bicara, jadi mana mungkin ini benar.Meski ada sedikit keyakinan sekaligus ketakutan bahwa ucapan Mama benar, rasa tak percaya itu jauh lebih besar. Ini terlalu tidak mungkin.“Tunggu!” Kucengkeram lengannya kuat.“Auh.” Perempuan itu mengaduh, dan barulah aku sadar kalau perbuatanku telah menyakitinya.Segera kulepaskan genggaman itu dan memeluknya. Kembali menguncinya, bukan hanya agar pikiran Azalia tenang, tapi juga untuk mengunci tubuhnya agar tak bisa bergerak ke
“Azalia kamu sudah siap, Nduk?” tanya Bu Dendi –ibu mertuaku- lembut pada Azalia yang baru saja ke luar kamar.“Nggeh, Bu.” Perempuan ayu itu menyahut lembut. Ia lalu berjalan ke arah sofa di ruang tengah dan memasang sepatu sport untuk pergi.Ibu mertua terlihat heran lalu mendekat padanya. “Kamu nggak lanjut makan? Kenapa? Apa nggak enak badan?” tanya wanita itu.Azalia memang banyak pikiran, juga memang tak enak badan karena mengalami perdarahan kecil katanya. Padahal baru minggu lalu selesai datang bulan. Dia pun memberi tahu, mungkin itu yang namanya darah perawan. Ketika seorang perempuan yang masih gadis pertama kali melakukan hubungan dengan suaminya.Syukurlah, pria mana yang tak bahagia mendapat perempuan yang masih suci. Andai Mama tahu, betapa sempurnanya Azalia di mataku, dan memang kenyataannya memang begitu. Coba saja jika yang kunikahi adalah Deandra, bisa –bisa aku akan kecewa dengan pengakuannya yang tak perawan.Meski selama ini perempuan yang nyaris tak pernah menu
Mobil yang dikendarai Javier terus melaju menuju bandara. Walau pun, belum dapat kepastian, apakah mereka bisa bertemu, sebab nomor Dokter Rendra belum aktif dan ia belum mendapatkan balasan tadi, untuk saling memberi tahu di mana lokasi mereka akan bertemu. Seperti yang dipesankan oleh sang Mama bahwa ia tak boleh terlambat. Tak enak rasanya pada pria yang bertanggung jawab dan banyak membantu sang Mama dalam proses penyembuhan. Jika sampai ia membuat pria itu tak nyaman sebab menunggu terlalu lama.Sekitar setengah jam memacu mobil dengan kecepatan lebih dari biasa, akhirnya mobil sport berwarna silver milik Javier memasuki area Bandara. Ia kemudian mencari tempat parkir yang kosong untuk menepikan mobilnya. Begitu mobil itu berhenti dan Javier mematikan mesin, ia pun bergegas ke luar menuju lobi Bandara di mana kebanyakan pengunjung menunggu di sana.Merasa ini sudah lebih dari waktu pesawat landing seperti yang Mamanya –Rania katakan, Javier kemudian mengeluarkan ponselnya sembar
_______________ Akan tetapi, dengan cepat pula Deandra mengingatkan dan meyakinkan kemenangan pada dirinya sendiri.‘Tak apa Dee, ini baru dimulai. Perjuangan masih panjang. Kamu bahkan belum tahu bagai mana aslinya Javier seperti apa? Bagai mana juga perasaannya terhadapmu. Masih banyak waktu untuk belajar. Lagi pula ... bukankah kamu bilang tidak menginginkan hal lebih ... jadi jangan memaksakan waktu untuk mengubah semuanya. Kamu harus ikhlas jika kelak, Javier tak menginginkan hal lebih selain sekadar status pernikahan.’“Oh ya, untuk ke depan, selama aku belum ada pekerjaan baru di kota, mari kita berbagi tugas. Bergantian memasak.” Javier membuat sebuah gagasan untuk meringankan beban Deandra.“Ah, itu tak perlu Jav, aku akan melakukannya. Itu bukan hal yang berat.” Deandra menyahut. “Lagian aku merasa bingung sendiri jika tak ada pekerjaan.” Deandra menyahut. Dia bahkan sudah berhenti bekerja. Kalau di rumah juga dikurangi pekerjaannya, dia akan jadi pengangguran dan tidak tah
Azalia dan Afif telah kembali dari hotel. Sebenarnya jatah menginap mereka ada tiga hari. Akan tetapi, sepasang suami istri itu bersepakat, bahwa mereka ingin pulang lebih dulu dan hanya mneghabiskan waktu bermalam satu hari saja. Pagi hari ke duanya sudah berada di rumah Afif yang dulu sempat Azalia tinggali juga dengan Kania. Pada siang hari tanpa diduga, orang tua Afif datang berkunjung ke rumah mereka, begitu tahu kalau Azalia dan Afif sudah berada di rumah.“Mereka ini apa –apaan? Padahal dapat jatah tinggal tiga hari dan gratis malah disia –siakan. Ckck. Mbak Rania bisa kecewa kalau tahu.” Mama Afif bicara selagi berjalan seiringan dengan sang suami ke luar dari mobil menuju rumah yang anak mereka tinggali.Tidak tahu kenapa, rasanya ia ingin terus mengomel sepanjang hari ini. Ada saja hal yang membuat wanita paruh baya itu merasa kesal.“Kalau begitu jangan sampai Mbak Rania tahu,” jawab suami enteng. Kakinya terus melangkah tanpa beban. “Barang kali, Azalia merasa tidak enak b
“Ehm, saya sebenarnya terkejut saat Afif mengatakan harus bertanggung jawab pada seorang gadis yang dia hamili.” Suara Mama Afif menciptakan ketegangan di antara empat orang yang saling dekat karena anak –anak mereka terikat dalam hubungan pernikahan.Wajah –wajah yang tadi dihiasi senyum kini dalam sekejap berubah masam. Begitu juga Papa Afif yang kemudian menggenggam tangan sang istri, agar mengendalikan diri. Karena tak enak pada tuan rumah yang sudah menerima mereka dengan baik, bahkan menyuguhkan makanan dan minuman. Dari awal hingga akhir, bahkan dalam obrolan, orang tua Azalia tidak sekali pun bersikap memuakkan sebagai wali, membahas dan menuntut kehidupan seorang istri pada suaminya.Ibu Afif menoleh sesaat pada sang suami. Ia paham maksud pria itu. itu juga kenapa Ibu Afif kemudian menatap ke arah pria itu dengan anggukan kecil. Bahwa semua akan baik-baik saja. itu yang dia ingin katakan. Dia tahu apa yang dia lakukan. Dan tak akan membuat suaminya malu.Bukankah dia orang
“Dokter Rendra sudah di Bandara, Dek!” Suara mantan Ibu mertua Azalia menghentikan gerakan tangan mengaduk kopi yang akan disuguhkan untuk suami, Ibu dan Bapak mertua Azalia.Bagaimana tidak? Nama yang disebut wanita paruh baya itu adalah nama lelaki yang dulu sempat merusak masa depan dan impian Ibu Azalia.“O ya, apa aku perlu menjemput, Mbak?!” tanya Bapak Afif yang mendekatkan kepala ke arah ponsel yang dipegang sang istri dengan antusias.Bapak Amir, bahkan tak menatap ke arah sang istri meski nama mantan kekasih istrinya diteriakkan di depan mereka. Yah, Mas pria itu mana tahu hati sang istri dan rasa sakit yang pernah didapat dari pria itu dulu. Dia memang tak pernah ingin peduli dengan itu. Bahkan suaminya itu tidak tahu seperti apa wajah pria bernama Rendra itu.Bapak Amir masih tersenyum. Dia tidak tahu, apakah Rendra, dokternya Rania dan Rendra mantan kekasih Fatma adalah pria yang sama. Meski penasaran, ia memiliih menahan diri untuk bertanya dan mencari tahu. Pikir Dendi,
Ia merasa tidak nyaman melihat istrinya tengah hamil besar. Pasti Azalia merasa berat dengan kehamilannya itu. Karena dia tahu bagaimana payahnya seseorang ketika mengandung, seperti ketika dulu Mamanya sedang mengandung Kania dulu.“Aku tidak sepayah itu.” Azalia membantah pemikiran suami tentangnya.Melihat bagaimana Azalia protes, Afif hanya tersenyum sembari terus melangkah. Namun, belum lagi langkah pria itu mencapai kamar mandi hotel, panggilan lembut dari wanita yang bersamanya di kamar hotel tersebut menghentikan langkah Afif.“Mas Afif.”“Ya?” Afif menoleh dengan raut wajah dipenuhi tanya. “Kamu memerlukan sesuatu?” tanyanya lagi.Azalia tersenyum kecil. Lalu menggeleng pelan. “Makasih, ya, Mas.”Ia tak tahu bagaimana nasibnya pasca tahu bahwa suami sebelumnya adalah kakak kandungnya dan mereka terpaksa bercerai. Mana ada laki –laki baik dan dari keluarga baik –baik mau menerima seorang janda, hamil pula. Afif juga seorang pemuda yang memiliki pendidikan yang baik.Karena per
Di kamar Azalia dan Afif ....“Kita sholat dulu, ya.” Afif mengucap lembut begitu masuk ke dalam kamar.“Nggak bongkar koper dulu?” tanya Azalia lemah. Perempuan ayu itu melepas kerudungnya perlahan. Ia jadi ingat bagaimana dulu melewati malam pertama dengan Javier, mereka tak sempat saling berjauhan seperti pernikahannya dengan Afif sekarang. Sangat berbeda. Karena bahkan, Javier lah yang melepaskan kerudungnya pertama kali dan melihat auratnya.‘Apa karena ini pernikahan ke dua. Jadi begini rasanya. Berbeda dengan pernikahan dengan Mas Javier yang terus dipenuhi debar –debar. Semua rasanya B aja.’“Biar aku saja nanti yang membongkar dan merapikannya.” Afif menyahut selagi langkahnya bergerak ke arah kamar mandi. Ia perlu untuk membersihkan diri, dan kemudian berwudhu. Ia merasa tidak nyaman melihat istrinya tengah hamil besar. Pasti Azalia merasa berat dengan kehamilannya itu. Karena dia tahu bagaimana payahnya seseorang ketika mengandung, seperti ketika dulu Mamanya sedang mengan
“Fatma.” Suara berat seorang pria nyaris membuat jantungnya copot.“Mas.” Suara Fatma tercekat.“Kamu masih cantik seperti dulu.” Rendra tersenyum tipis menatap ke kedua mata Fatma yang sayu karena usia."Rendra?!" Mata Fatma membulat. Nyaris saja dia pingsan karena syok. Untungnya ada Amir yang dengan sigap menangkap tubuh sang Ibu yang oleng."Bu, ada apa?" tanya anak bungsu Fatma.Wanita itu lekas menggeleng. "Ah, Ibu nggak papa." Fatma berbohong dan lekas memperbaiki posisi. Dia harus berusaha keras mengendalikan diri, agar Amir tidak tahu kalau pria yang berdiri di depannya, adalah seseorang yang datang dari masa lalunya.“Benar kah, Bu?” Amir tak percaya. Menatap ke arah Ibunya secara intens lalu pada pria yang memiliki tatapan nakal pada Fatma di depan mereka.“Anda siapa?” tanyanya pada pria yang Amir yakini jadi sebab ibunya bertingkah seperti sekarang.Rendra kemudian tersenyum. “Kenalkan. Saya Rendra. Dokter Rendra. Dokter yang ditunjuk untuk merawat Ibu Rania.”Mata Fatma
“Ada apa?” Deandra memberanikan diri bertanya pada pria tampan yang kini tengah duduk di sampingnya sebagai mempelai pria. Ia tak tahan melihat bagaimana Javier menatap ke arah Azalia dengan cinta, padahal sudah sangat jelas kalau mereka tidak akan pernah bisa bersatu. Dan sekarang, sudah ada yang menggantikan posisi Javier di sisi Azalia serta menjaganya. Juga sudah ada Deandra yang kini bersamanya menggantikan kedudukan Azalia. “Ah, ya?” Javier menoleh, ia terlalu fokus pada hal lain sampai –sampai tak memahami ketika Deandra mengajaknya bicara. “Aku ... baik –baik saja.”“Heh.” Deandra tersenyum miris. “Aku tidak sedang menanyakan keadaan kamu, Jav.” Perempuan yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih tulang itu menggumam. Namun, gumaman itu terdengar di telinga Javier meski pun pelan. Javier menarik salah satu sudut bibirnya mendengar itu. Tampaknya Deandra mulai bosan menghadiri pernikahan ini.‘Jadi, apa sebenarnya dia juga terpaksa untuk menikah dan tidak bahagia menikah