"Sekali saja ya, mas?" Sebuah lampu hijau, dari awal Heera memang tidak menolak. Gadis itu hanya takut kebablasan.
Sebelum memulai, Sean mengangguk dengan senyum cerah yang terlukis indah di wajah tampan pria matang itu. Tanpa aba-aba, tangan Sean bergerak ke tengkuk Heera dan menekannya pelan. Mengetahui permainan akan di mulai, Heera menutup kedua matanya.
"Sudah siap sekali kamu, Ra." celoteh Sean membuat Heera buka mata dan mendengus malu, ya, Heera malu karena Sean menertawakannya.
"Ya sudah tidak jadi-"
Cup!
Bibir Heera seketika bungkam, ucapannya terputus. Tidak sesuai dugaan, Sean menciumnya di rahang, dan itu spontan membuat Heera mengenjang, seluruh badan gadis itu merinding. Itu bukan hanya sebuah kecupan biasa, tapi Sean juga menghisap kuliat rahangnya pelan. Bagaimana Heera bisa diam saja kalau ribuan kupu-kupu seakan menggelitik perutnya saat ini. Gadis itu mendesah kecil, lalu terkejut sendiri dan membekap mul
"Masih mau di lanjutkan, Ra?" Suara berat dan serak-serak basah milik Sean menyadarkan Heera yang kini terdiam. Cewek itu baru saja selesai dari kesibukannya mencari kepuasan pada leher Sean. Heera membekap mulutnya, matanya masih tertuju pada jejak ciuman yang ia tinggalkan.Sial, Heera tidak sadar kalau ia memberi jejak sebanyak itu."Mas, maaf... kissmark nya kebanyakan. Mana kelihatan banget lagi." Heera meringis, menyesali kenikmatan yang sudah ia rasakan. Astaga, ini bahkan pertama kali Heera melakukannya, tapi sudah ahli sekali sepertinya, pemirsa!Mendengar suara Heera yang penuh sesal, Sean menggeleng, di elusnya kedua pipi kemerahan Heera, "Tidak apa-apa, mas menyukainya."Bergetar jiwa raga Heera. Dalam hati Heera bergumam, 'aku juga menyukainya, tapi kita dalam masalah!'Heera menyentuh kissmark miliknya, "Ini gimana cara hilangin nya ya, mas?" tanya Heera sambil terus mengusap jejak itu, berharap usapan jemarinya dapat menghilangkan wa
Pagi-pagi wangi maskulin Sean sudah menyengat hidung orang-orang yang ia lewati di lobi hotel. Ini masih jam 9 pagi, namun Sean sudah rapi dengan celana bahan dan kaus turtleneck berlengan panjang. Sebenarnya, seperti menyiksa diri memakai turtleneck berlengan panjang di musim panas begini, tapi apa boleh buat, kissmark buatan Heera masih menghiasi lehernya dengan jelas. Jadi, Sean cari aman saja.Sean memasuki mobilnya, kemudian memakai seatbelt seperti biasa. Sebelum menyalakan mesin mobil, sebuah notifikasi masuk mengambil atensinya. Melihat yang masuk adalah pesan dari Heera, jelas Sean tidak bisa mengambaikannya.Heera: Jangan sarapan di luar, mas. Ke rumah aja, ibu suruh sarapan barengYa, hidup Sean nyaris sempurna. Berapa kali harus mendikte ulang nikmat yang Tuhan titipkan kepada Sean secara berlebihan? wajah yang tampan, tubuh yang atletis, dan uang yang tak ada habisnya. Memiliki banyaknya kelebihan membuat Sean menjadi incaran para ibu-ibu yang memil
Sean: Saya titip Keenan Anjani: siap om, tenang aja, Keenan aman sama aku! Sean tersenyum tipis, lalu mematikan layar ponselnya. Beberapa menit lalu Lucia memberinya kabar kalau dia dan Adi harus pergi ke Surabaya karena ada urusan penting. Lucia bilang dia menitipkan Keenan ke Anjani karena besok Keenan harus sekolah, jadi tidak bisa membawa Keenan untuk ikut dengannya ke Surabaya. Sean tidak masalah, ia percaya Anjani dapat menjaga anaknya. "Om Sean gak panas pakai baju turtleneck begitu?" Rahel bertanya sambil memandang Sean bingung. Matahari sangat menyengat di luar, membuat suhu dalam ruangan juga ikut terasa pengap dan panas. Sean menatap ke Rahel yang sedang memakan kue bulu yang ia belikan, "Tidak, saya lebih nyaman pakai baju tertutup seperti ini." dusta Sean. Tidak mungkin ia berkata jujur alasan ia memakai baju tertutup hingga leher ini karena ingin menyembunyikan kissmark yang kakaknya Rahe
Pukul delapan pagi. Heera menarik napas panjang, menatap mobil Sedan hitam yang terparkir di rumahnya. Bukan, itu bukan mobil milik Sean, melainkan milik pemuda yang baru saja keluar dari pintu pengemudi, Arta.Saat kemarin Jessi memberitahunya kalau gadis itu memberikan alamat rumah Ibunya di kampung, Heera sudah menduga kalau Arta pasti akan datang. Heera tidak tahu aa motif pemuda itu datang kemari, entah kemarahannya yang belum tuntas atau Arta datang membawa penyesalan.Heera yang saat ini sedang mengintip lewat jendela kamarnya lantas beranjak pergi keluar dari kamar ketika mendengar suara ketukan pintu. Langkah Heera berhenti tepat lima langkah jaraknya dari Arta berdiri, pemuda itu tampak melebarkan kedua bola matanya kala melihat kehadiran Heera.Bukan hanya Arta yang kaget ketika bersitatap dengan Heera, tetapi Heera pun begitu. Hatinya merasa ngilu melihat wajah tampan Arta yang babak belur, lebam di area rahang dan mata, sudut bibirnya juga nam
Sean mengernyitkan keningnya saat melihat mobil Sedan hitam terparkir tepat di depan perkarangan rumah orang tua Heera. Sedikit tergesa Sean turun dari mobilnya lalu berjalan cepat memasuki perkarangan rumah Heera. Tidak sabar untuk melihat siapa gerangan pemilik mobil Sedan itu. Langkah cepat Sean terhenti, pria itu membantu ketika melihat dari jendela Heera yang sedang memeluk seorang cowok di dalam sana. Lidah Sean kelu, kakinya pun tak mampu melangkah lagi. Meski cowok itu membelakanginya, tapi di lihat dari postur tubuhnya, Sean jelas mengenal. Kalau bukan Arta siapa lagi yang sangat mengincar Heera selain dirinya? Sean mendengus, bibirnya melengkungkan senyum miris. Pantas saja Heera tidak mengangkat teleponnya sedari tadi, jadi ini alasannya? Sesak, dan juga pernih. Ternyata, patah hati tidak pandang umur. Tua atau muda, sama saja sesak dan sakitnya. Sean menunduk, sepertinya ia tidak mampu lagi untuk melanjutkan langkanya untuk masuk ke
Sean menatapi Anjani yang sibuk mengganti kompres air es lalu mengecek suhu tubuh Keenan. Keenan masih demam, anak itu juga sedang tertidur ketika Sean datang. "Maaf sudah merepotkan, Jan." Anjani menatap Sean, lalu terkekeh pelan. "Santai saja sih, Om! kayak sama siapa aja deh, aku kan juga bunda nya Keenan." Sudah menjadi ciri khas Anjani kalau cewek itu baik hati dengan siapa saja. Kepada Sean pun ia tidak ada canggung - canggung nya meski pernah menjadi istri yang di khianati. Anjani tipe wanita yang mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, ia selalu pasrah kepada takdir Tuhan. Karena menurutnya, semua yang terjadi saat ini pasti sudah menjadi kehendak dan tidak bisa ia ubah. Alasan mengapa Anjani iklas membiarkan Sean bersama Yuna, karena Anjani yakin Tuhan sudah menyiapkan kebahagiaan untuknya dan Sean di jalan yang berbeda. Terbukti, kini Sean bahagia bersama Keenan, dan Anjani bersama Langit. "Kata Mamah, Om Sean habis dar
Heera berdiri di atas balkon kamarnya dengan gelisah, matanya tertuju ke arah rumah Sean sejak ia berdiri di lantai marmer balkonnya itu. Sore tadi ia di antar sampai depan gerbang kosan oleh Arta, dan pemuda itu langsung pergi setelah mengantarnya. Tadi, selepas turun dari mobil Arta, Heera langsung berlari menuju rumah Sean, tapi ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Setelah teringat kalau Keenan sedang menginap di rumah orang tua Sean, Heera segera memanggil taksi dan pergi menuju rumah calon mertuanya itu. Tapi apa yang terjadi? Penjaga rumah Lucia dan Adi mengatakan bahwa sepasang suami-istri itu sedang keluar kota. Heera panik. Ponsel Sean mati sejak tadi, dan Heera tidak tahu dimana Sean dan Keenan berada sekarang. "Mas Sean!" gumam Heera ketika mendapati mobil Sean yang datang dari kejauhan sana. Segera Heera berlari keluar kamar dan menghampiri Sean yang baru saja datang. "Hati-hati, Ken." "Iya,
Sudah 3 hari Heera menghindari Sean. Ia juga tidak bermain dengan Keenan karena ia bukan lagi babysitter dari anak itu. Tetapi setiap pagi Heera selalu mengintip dari tepi jendela kamarnya, mengantar kepergian Sean dan Keenan melalui sepasang mata yang bersembunyi di balik tirai gorden.Heera membuang napas, merasa sumpek seharian di kamarnya. Tidak ada kegiatan lain selain rebahan, menonton drama dan menyanyi lagu random yang tiba-tiba melintas di kepala.Tubuh Heera menegak, ia merenggang pinggangnya sesaat kemudian beranjak bangkit dari tempat tidur. Berjalan keluar dari kamar, sepi. Televisi bahkan mati, para penyewa kamar kost sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Karena tidak ada yang bisa Heera ajak bicara, akhirnya cewek itu beranjak keluar dari kosan sambil memasang earphone di kedua telinga. Kebetulan sepeda milik Jessi sedang nganggur di luar. Heera memutuskan untuk berkeliling komplek menggunakan sepe
Sean menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya beserta sang istri. Dengan tak sabaran pria itu menanggalkan daster Heera yang kenakan. Melihat gunung kembar Heera yang menganggur didepan mata, segera ia gunakan mulut serta tangannya untuk bekerja. Tidak perlu di jelasin apa yang Sean lakukan saat ini, karena ya, memang yang sedang pria itu lakukan sesuai dengan isi kepala kalian sekarang. Heera melenguh di antara tidurnya. Tentu wanita hamil itu tertegun saat membuka mata dan mendapati Sean sedang bersarang di tempat favorit suaminya. Memasuki bulan kelahiran, Sean dan Heera sepakat untuk puasa alias tidak melakukan hubungan badan. Tapi tetap saja, soal menyusu sudah menjadi aktivitas rutin Sean setiap malam. Terkadang Heera juga memuaskan suaminya itu dengan segala cara yang bisa ia lakukan. Tangan Sean bekerja dengan baik saat ini, memijat dan memainkan payudara sintal sang istri yang makin membesar karena efek kehamilan. Gairah Sean tak terelakkan begitu mendengar desahan H
Beberapa Tahun Kemudian... "Pegang tangan abang, Kel." perintah Keenan sambil tersenyum lembut, ia lantas menggenggam erat tangan mungil sang adik kesayangannya dengan sigap setelah mereka keluar dari mobil. Saat ini kakak beradik itu tengah berjalan menuju sebuah taman kanak-kanak tempat Keela bersekolah. Ya, Shakeela Isyana Rangadi, putri kedua Sean dan Heera. "Ayah, ayo cepetan." ujar Keela dengan suara menggemaskan. Ia tidak sabaran ingin bertemu teman-temannya, sementara Sean sedang mengeluarkan tas dan totebag berisi kotak bekal yang Heera buatkan untuk Keela. "Sabar dong, Sayang. Ayo, pegang tangan ayah." Sean menyampirkan tas berwarna pink milik Keela ke pundaknya, lalu tangan kanannya yang bebas ia gunakan untuk menggandeng tangan mungil Keela. Sambil dituntun dua bodyguard yang selalu menjaganya Keela berjalan memasuki halaman sekolahnya, seorang guru menyapanya dengan senyum manis seperti biasa. "Pagi, Keela." "Pagi, Bu Vira." jawab Keela setelah menyalimi tangan sang
"Kamu di mana, Ra?" Heera merapatkan bibirnya, mendengar suara rendah Sean, sepertinya pria itu sudah menunggunya pulang di rumah."Aku masih di mall, mas.""Masih sama Jessi?" Beberapa detik Heer terdiam, pandangannya menoleh ke arah Jessi dan dua pria yang baru saja dikenalnya. Yang satu teman kencan Jessi, yang satu lagi adalah teman dari teman kencannya Jessi. "I-iya, masih dong." Heera tak berbohong, ia memang masih bersama Jessi, hanya saja istri Sean itu tidak berterus terang kalau ada dua pria yang bersamanya sekarang. "Pulang. Keenan nyariin kamu. Mas tunggu." ucapan Sean yang menekan disetiap kalimat dan langsung mematikan sambungannya begitu saja membuat Heera membatu di tempat. Heera takut, kenapa Sean bersikap demikian? Apa ia mengetahuinya? Kepala Heera spontan menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari radar Sean, tapi tidak menemukan. "Siapa?" Rakha, pria yang duduk dihadapan Heera bertanya saat melihat kepanikan yang melanda wajah Heera. "Suami aku. Aku udah disuruh
"Mas, aku boleh keluar gak sama Jessi?" Heera bertanya, menatap dengan pandangan sedikit ragu kearah Sean yang baru saja mendudukan diri di atas sofa. Ini sudah sore, dan Sean baru bangun dari tidurnya. Pria itu langsung istirahat setelah menyetir perjalanan panjang dari rumah mertuanya. "Mau kemana, Sayang?" tanya Sean sambil mengusak rambutnya yang sedikit aut-autan. Melihat itu, tangan Heera jadi gatal dan ikut merapikan rambut sang suami. "Mau jalan aja, udah lama juga aku gak jalan sama Jessi." jawab Heera. Sean manggut-manggut. Semenjak menikah, Heera memang jarang keluar bersama temannya, selain karena kadang Sean larang, tapi Heera juga memikirkan Keenan. Siapa yang akan menjaga anak itu jika ia pergi? Meski beberapa kali Heera mengajak Keenan saat ngumpul bersama temannya. Itu pun kalau Sean izinkan."Ngajak Keenan?" tanya Sean. Heera terdiam sesaat, sebelum menggeleng perlahan. "Kasihan Keenan habis pergi jauh, lagian kan ada Mas di rumah." Alasan Heera menerima tawaran J
"Gimana ngurus suami sama anak kamu, gak ada kesulitan, kan?" Heera yang sedang menyiram tanaman di halaman lantas menoleh ke arah Prima yang lagi duduk di kursi teras. Sebelum menjawab, Heera tertawa kecil lebih dulu. "Gak ada kok, Bu. Mas Sean sama Keenan gampang diurusnya." jawab Heera dengan nada guyon. "Coba kamu duduk sini dulu bentar, Ra." perintah Prima, meminta Heera untuk duduk di kursi kosong di sebelahnya. Saat ini di rumah hanya ada mereka berdua karena Keenan, Sean dan Rahel sedang bersepeda. Kebetulan sekarang sudah sore, cuacanya cocok untuk bermain di luar rumah. Tanpa membantah, Heera mematikan keran air lebih dulu kemudian duduk di sebelah sang Ibu. Raut wajah Heera tampak serius mengikuti mimik milik Prima. "Ada apa, Bu?" tanya Heera penasaran. Tidak biasanya sang Ibu tampak hendak membicarakan hal serius begini. "Tadi Sean minta di do'akan supaya kamu cepat isi. Memangnya kamu sudah siap memberikan Sean
"Masih sakit perutnya, Sayang?"Heera yang sedang memainkan ponselnya di atas ranjang spontan menoleh dan mendapati Sean yang baru saja memasuki kamar. "Udah gak sesakit tadi," jawab Heera seraya meletakan ponselnya. Atensinya kini terfokus penuh pada Sean yang baru saja merebahkan badannya disamping sang istri. Tangan Sean bergerak, menyelinap masuk ke dalam piyama Heera lalu mengusap-usap hangat perut istrinya itu. "Syukurlah," katanya. "Mas mau nanya boleh?" sambung Sean membuat Heera mengernyitkan keningnya. "Nanya apa, Mas?" "Kamu pernah ketemu Ayah kamu di sekolah Keenan?" to the point. Sean tidak ingin ada rahasia diantara ia dan Heera. Meski Sean tahu Heera sedang berusaha menutupi hal ini darinya.Heera diam sesaat, seakan tertangkap basah rahasianya. Tapi dengan ragu cewek itu mengangguk, lengkap dengan wajah penuh sesalnya. "Iya. Tapi Ayah seperti gak kenal aku." lirih Heera tersirat kesedihan. Ia masih ingat bagaimana sikap Juni ketika bertemu dengannya dan Keenan beb
"Kita gak pernah bertemu, tapi kamu mengenali saya." Sean tersenyum tipis. Saat ini ia sedang berbicara empat mata dengan Juni di salah satu kafe yang jaraknya tidak jauh dari sekolah Keenan. Sebenarnya, Sean sudah menolak ajakan Juni karena ia khawatir meninggalkan Heera sendirian di rumah, tapi Juni memohon dan meminta waktu Sean. Karena sungkan, Sean tidak ada pilihan lain. "Tidak mungkin saya tidak mengenal mertua saya sendiri," jawab Sean. Ia memang tidak pernah bertemu langsung dengan Juni, tapi bukan Sean namanya kalau tidak bisa mendapatkan informasi orang-orang yang berhubungan dengan Heera. Kalau sekedar mencari identifikasi Juni saja dalam satu menit pun bisa Sean dapatkan."Satu minggu lalu saya bertemu Heera saat sedang mengambil rapot untuk Keenan." ujar Juni membuat Sean tak bergeming. Heera tidak mengatakan apapun tentang hal itu. "Jadi, Keenan anak kalian?" imbuh Juni dengan kerut yang tercetak di keningnya. "Tapi, setahu saya
"Sayang, you okay?" Sean bertanya khawatir kepada Heera yang meringkuk bak janin di sampingnya. Disentuhnya pundak telanjang Heera yang berkeringat dingin, sepasang mata Sean yang sayup-sayup terbuka seketika langsung sepenuhnya terjaga melihat wajah sang istri yang pucat dan banjir keringat. Tangan Heera mencengkram lemas lengan Sean, sementara satu tangannya memegangi perutnya. "Aku mens," lirih Heera tampak kesakitan. Punggung tangan Sean jatuh di kening Heera, mengusap keringat istrinya sebelum menyibak selimut dan melihat banyak darah menodai seprai. "Maaf..." lirih Heera lagi penuh sesal. Heera mencoba menegakan tubuhnya, tapi tidak bisa karena nyeri yang menjalar di perutnya luar biasa mencengkram. Sean menggeleng, mengecup telapak tangan Heera sesaat sebelum menggotong badan mungil Heera dan memindahkannya ke sofa panjang di sudut ruangan. Langkah cepat Sean berjalan menuju lemari pakaian, mengambil celana milik Heera berserta dalaman, tak lup
"Cantik ya istrinya Sean," Heera tersenyum malu, lantas menunduk sopan kepada Mira -Teman Lucia- yang baru saja memujinya. "Kalau kata Keenan, Ayahnya cuma suka sama cewek cantik. Cantik hati dan parasnya, seperti Heera." timpal Lucia menambahi, semakin membuat Heera menunduk dalam."Sudah isi belum?" tanya Mira tiba-tiba. Lucia menatap Heera dengan wajah tak enak hati. Ia tahu pertanyaan Mira mungkin mengganggu anak menantunya itu. "Belum. Masih mau fokus mengurus Keenan dulu, Tan." jawab Heera tersenyum kalem. Mira manggut-manggut, "Anak saya dulu belum sebulan nikah sudah hamil. Sekarang anaknya udah tiga, jaraknya cuma beda satu tahun." curhat Mira. "Memang sih kalau anaknya banyak istrinya jadi lebih repot, tapi keluarga mereka tambah seru lho karena banyak anggotanya." imbuhnya diakhiri tawa renyah.Tangan Lucia terulur dan jatuh dipunggung sempit Heera, mengusap lembut di sana. "Maklum bu, Heera masih muda. M