Share

Bab 12

Lima menit, masih tidak nyambung.

Raymond berdiri dan berkacak pinggang. “Kau menghubungi siapa, Bodoh?! Kau berpura-pura menjadi pembeli bunga mahal itu ha?!” cecar Raymond dengan raut wajah yang langsung berubah seratus delapan puluh derajat, dari resah, jadi gembira.

Semua mata tertuju pada Marvin.

Pulsa ada, kuota ada, sinyal bagus.

Marvin menenangkan diri. “Hari sudah sore. Pasti tokonya sudah tutup dan teleponnya tidak aktif.”

Russel cepat menyergah. “Alasan! Kau adalah pembohong, Ipar memalukan! Sudah aku sangka kalau ada orang yang salah kirim bunga itu. Ada ratusan nama Gennifer di Gloriston. Bisa saja salah alamat.” Russel mulai enerjik lagi.

Raymond menatap hina. “Dan kau ingin membelikan Red Diamond untuk istrimu? Mimpi! Kau adalah mantan napi yang hobi berhalusinasi. Sebaiknya kau sering-sering ke perpustakaan dan banyak membaca buku pengembangan diri, Rocky!” Raymond sangat semangat mengeluarkan cibiran sadis.

Gennifer makin resah. Dia kembali mendudukkan Marvin. “Marvin, sudah aku bilang, jangan pernah main-main. Aku tidak mau kau kembali dinyatakan bersalah, apalagi lantaran hal sepele.”

Derick dan Elena tertegun. Jelas mereka tidak akan membela menantu memalukan itu. Meskipun mereka menambah makian terhadap Marvin, percuma juga, lebih baik mereka mendengarkan sambil tersenyum geli. Sekarang, was-was di hati mereka pun hilang. Mereka lebih suka Marvin yang dipermalukan, alasannya karena lebih aman, jika Raymond yang malu, jelas Keluarga Winston akan terancam.

Marvin tetap tenang. “Aku bersumpah atas nama Tuhan bahwa akulah yang memesan bunga itu untuk istriku!” ucapnya tegas dan jelas.

Russel kembali duduk dan langsung berhadapan dengan Marvin. “Tidak perlu bersumpah untuk perkara receh seperti ini, Marvin. Akui saja, lalu silakan jilat telapak sepatu Raymond.”

Raymond tidak ingin mengulur waktu. “Lupakan soal bunga, karena taruhan sebenarnya adalah minyak mentah untuk Winsoil. Sebagaimana sudah diketahui bahwa yang mengirimkan tersebut adalah The Oxy. Bukan kau!” cecar Raymond dengan nada tinggi dan menusuk. Matanya makin jahat dan seringai di bibirnya begitu mengerikan.

Namun, Marvin tak gentar. Tidak ada rasa takut sedikit pun darinya dengan banyak alasan. Dia benar, dan dia kaya! Apa yang perlu ditakutkan?

Sebelum Marvin menjawab, tiba-tiba Axel menyela. “Barusan aku buka internet. Toko Bunga Gloriston memang sudah tutup. Jika ingin menghubungi, besok pagi pukul tujuh baru bisa. Marvin, sebutkan nomor ponsel yang kau hubungi tadi, apakah cocok dengan nomor tertera di sini?”

Marvin kembali membuka ponselnya, lalu menyebut angka-angka.

Axel tersenyum riang. “Nomor teleponnya sama. Marvin, coba perlihatkan riwayat panggilannya kepada mereka.”

Marvin menghubungi pihak toko jam tujuh pagi lewat sedikit, dan bunga tersebut sampai sekitar jam delapan kurang.

Axel hampir tertawa. “Marvin tadi mungkin agak lupa saja untuk menjelaskan. Aku akan beri dia air putih supaya bisa kembali fokus. Baiklah, sejauh ini Marvin terbukti bukan pembohong. Silakan dilanjutkan!” Axel kembali menyandarkan punggungnya dengan santai. Karena terbiasa dengan diskusi berat di kampus, dia tidak ada tegangnya sama sekali.

Menjelang malam ini juga Marvin langsung menelepon salah satu direksi The Oxy. Tidak seperti tadi, kali ini teleponnya langsung tersambung.

“Pak Nicholas, maaf mengganggu, saya hanya ingin memastikan bahwa kebutuhan minyak mentah Winsoil akan aman selama satu bulan ke depan.” Marvin sengaja buat mode loudspeaker biar semua orang bisa dengar.

“Tuan Rock, sesuai dengan permintaan Anda sendiri, jika ada yang ingin ditambahkan, akan segera kami urus.”

“Tidak perlu, Pak Nicholas. Akan saya hubungi kembali jika ada keperluan. Terimakasih.”

KLIK!

Russel berdiri lagi dan berjalan mondar-mandir. Dia tahu, Nicholas merupakan Direktur Penjualan dan Pemasaran. Suara yang dia dengar barusan tidak mungkin tipuan.

Raymond berdecak resah. Matanya agak memerah karena ditimpa rasa khawatir yang banyak. Namun, dia masih tidak percaya. “Kau bisa saja memberikan tipuan pada kami, Marvin!” sungutnya agak terbata.

Marvin tersenyum tipis, lalu membalas, “Tipuan macam apa? Silakan kau hubungi Pak Nicholas sekarang juga pakai nomor ponselmu sendiri untuk membuktikan. Tidak mungkin kau tidak kenal beliau. Bukankah The Oxy adalah pesaing terberat Harvard?”

Hal yang begitu sulit diterima. Betapa tidak, sejak dulu Harvard selalu melarang Winsoil dan perusahaan lainnya untuk tidak menerima pasokan bahan mentah dari The Oxy, apapun itu. Anehnya, Harvard akan memberikan batasan ketika mereka memberikan suplai. Lucu memang.

Saat perusahaan akan menolaknya, mereka akan diberikan sanksi oleh pihak pemerintah. Collabs antara Harvard dan pemerintah begitu cocok dan tentu menyulitkan banyak perusahaan. Oleh karena itu, Marvin yang harus bertindak tegas untuk menyudahi segala regulasi dan batasan aneh tersebut.

Tiba-tiba, Derick menjerit dari arah yang agak jauh dekat tangga, “Marvin, kau membayar mereka berapa? Dan bagaimana bisa kau mendapat izin dari pemerintah dalam waktu yang sangat cepat?” tanyanya dengan nada yang penuh rasa penasaran.

Tidak hanya Derick, semua orang dibuat penasaran, terutama Raymond. Bukankah ayahnya sudah bilang kepada pihak pemerintah untuk selalu mengawasi distribusi bahan mentah baik dalam maupun luar negeri?

Marvin mengeraskan suaranya, “Omonganku yang tadi saja kalian semua tidak bisa percaya. Jadi bagaimana mungkin jika aku jelaskan panjang lebar lagi, terus kalian bisa percaya?” Marvin kemudian menghela napas ragu.

Tiba-tiba, semua mata pun tertuju pada sosok Raymond. Meskipun sangat berat menerima realita bahwa Marvin punya andil dalam pengiriman minyak mentah tersebut, mereka juga tak bisa mengelak fakta dari pembicaraan telepon barusan.

Marvin berdiri, menaruh kaki kanannya di atas meja kembali, lalu berkata tegas, “Raymond Putra Harvard, hanya sekali jilat, lalu kau silakan pergi dari sini. Aku jamin, rahasia besar ini akan kami jaga dengan sangat baik. Kau tidak perlu khawatir!” Dia pun melipat tangan di dada seraya terus memberikan tatapan tajam.

Deg!

Suasana hening seketika.

Raymond tambah keringat dingin dan wajahnya makin pucat. Dari hati yang paling dalam, tentu dia tidak akan pernah menjilat telapak sepatu siapa pun, apalagi telapak sepatu dari seorang Marvin.

Karena terlalu lama, Marvin pun akhirnya memberikan penawaran baru kepada Raymond. “Baiklah kalau kau belum gosok gigi sore ini. Tidak perlu kau malu mengatakannya. Jika kau tidak bersedia menjilat telapak sepatuku, mulai sekarang kau jangan pernah mengusik rumah tanggaku lagi. Oke? Kau jangan pernah mengganggu istriku lagi dan tidak usah kau kirimkan hadiah-hadiah murahan lainnya!”

Mendengar itu, Raymond menggeram, tapi sangat malu. “Bangsat!” makinya, lalu dia pun pergi tanpa berpamitan dengan pemilik rumah. Raymond melangkah sangat panjang dan tidak peduli terhadap apapun.

Marvin mengawasi semua anggota Keluarga Winston satu per satu sembari merengkuh istrinya, “Malam ini akan aku bawa istriku ke rumahku karena dia adalah hak dan milikku. Tidak ada yang harus dijelaskan lagi, dan besok, dia akan memakai kalung Red Diamond!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
12345
Wow keren Marvin…. <3
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status