Hari ini, Darka sudah berangkat bekerja seperti biasa. Sementara Tiara masih berkutat sibuk dengan pekerjaan ibu rumah tangganya. Jika dibandingkan dengan pekerjaan Tiara di rumah ini dengan pekerjaan Tiara di panti asuhan jelas pekerjaan di panti asuhan lebih banyak dan lebih berat. Namun, entah kenapa Tiara merasa lebih lelah mengurus pekerjaan rumah ini daripada mengurus pekerjaan di panti. Tiara berpikir, jika mungkin ini ada kaitannya dengan masalah hubungannya dengan Darka yang bukannya semakin membaik seiring waktu berjalan, malah Darka semakin menekan dirinya seolah-olah tidak mau membuat Tiara merasa tenang hidup dengan berstatuskan istri darinya. Tiara pun menghela napas dan melangkah menuju area belakang kediaman minimalis yang terasa mewah bagi Tiara tersebut. Di sana, ad ataman kecil dan sebuah kolam renang. Kali ini, Tiara akan membersihkan kolam renang dari dedaunan kering yang jatuh ke dalamnya.
Baru saja Tiara memegang alatnya, Tiara sudah lebih dulu mendengar suara bel pintu. Tiara menoleh dan bertanya pada dirinya sendiri, “Siapa yang datang, ya? Apa Mama dan Papa?”
“Iya, tunggu sebentar,” teriak Tiara sembari melangkah menuju pintu utama.
Tiara membukakan pintu dan melihat seorang wanita cantik dengan pakaian seksinya. Tentu saja, Tiara tidak mengenali wanita tersebut. Namun, sebaliknya. Wanita itu tampaknya mengenali Tiara. “Kau Tiara, bukan?” tanyanya dengan tatapan yang agaknya terasa merendahkan bagi Tiara.
Namun, Tiara mencoba untuk tidak mempedulikan tatapan tersebut dan balik bertanya, “Iya, saya sendiri. Ada urusan apa, ya?”
“Bolehkah aku masuk? Aku di sini seorang tamu. Apa mungkin, ini caramu memperlakukan seorang tamu?” tanya wanita itu sembari tersenyum sinis.
Tiara pun tersenyum tipis dan membukakan pintu dan berkata, “Silakan.”
Wanita itu segera duduk di sofa ruang tamu tanpa dipersilakan terlebih dahulu oleh Tiara. Namun, Tiara tidak merasa tersinggung dan malah berkata, “Tunggu sebentar, biar saya buatkan minum dulu.”
Setelah menghilang beberapa saat, Tiara pun muncul dan menyajikan teh hangat. Tiara duduk berseberangan dengan wanita yang dengan anggunnya menyesap teh yang sebelumnya sudah disajikan oleh Tiara. Hal yang paling mengherankan adalah, kenapa dia mengetahui nama Tiara bahkan ingin berbicara secara pribadi dengan Tiara seperti ini. Jelas, Tiara bisa menebak hal itu dengan tepat, karena wanita ini datang di waktu jam kerja. Itu artinya, ia memang datang bukan untuk bertemu dengan Darka, melainkan untuk bertemu dengannya. “Kau pasti penasaran dengan alasanku menemuimu, dan siapakah aku sebenarnya,” ucap wanita itu setelah meletakkan cangkir dan menatap Tiara dengan senyum yang terasa mengganggu bagi Tiara.
Tiara tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja. Jadi, siapa Anda dan apa yang ingin Anda bicarakan dengan saya?” tanya Tiara dengan nada sopan. Meskipun dirinya belum mengetahui alasan dan siapa orang yang berada di hadapannya ini, berbicara sopan pada tamu adalah suatu keharusan. Walaupun sejak tadi dirinya merasa jika wanita yang berada di hadapannya ini terus berusaha untuk merendahkannya, melalui ekspresi dan tatapan yang ia berikan.
“Baiklah, mari aku perkenalkan diriku. Aku Vanesa, dan hubunganku dengan Darka adalah … patner seks.”
Perkaaan yang masuk ke dalam indra pendengaran Tiara tersebut terdengar menyakitkan. Namun, Tiara berusaha untuk mengenalikan ekspresinya. “Ah, begitu.”
Benar, wanita yang datang bertamu secara tiba-tiba tersebut, tak lain adalah Vanesa. Tiara menatap Vanesa dengan riak emosi yang tidak terbaca. Jelas, Vanesa yang mendapati reaksi yang diberikan oleh Tiara tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan merasa kecewa. Ia kesal, karena usahanya membuat Tiara marah dan mengamuk ternyata gagal total. Namun Vanesa tentu saja tidak akan mundur begitu saja. Ia sudah datang jauh ke mari, dengan begitu banyak persiapan. Ia sudah bertekad untuk menghancurkan pernikahan Darka dengan Tiara. Jika Darka tidak bisa menceraikan Tiara, maka Vanesa hanya perlu membuat Tiara yang menceraikan Darka. Vanesa adalah wanita, dan ia tahu senjata apa saja yang perlu ia gunakan untuk menjatuhkan wanita lainnya.
Vanesa melipat kedua tangannya di depan dada dan berkata, “Ya, kami adalah patner seks. Setidaknya itu yang sering Darka ucapkan. Namun, aku merasakan hal lebih daripada patner seks pada Darka.”
“Kau menyukainya?” tanya Tiara sudah tidak lagi menggunakan bahasa formal pada seseorang yang sudah melewati batasan yang ada.
“Ternyata kau lebih cerdas daripada yang terlihat,” ucap Vanesa sembari menyeringai.
Tiara terkekeh pelan. “Sebuah pujian yang terdengar cukup menyenangkan,” ucap Tiara semakin membuat Vanesa jengkel.
Tiara pun pada akhirnya bertanya, “Jadi, apa kau hanya datang untuk mengatakan hal itu padaku? Rasanya, perjalanmu akan sia-sia jika memang datang hanya untuk mengatakan hal itu.”
Vanesa mengetatkan rahangnya. Rasanya, berkelahi dan menghajar para wanita yang sudah berusaha merebut Darka darinya terasa lebih mudah bagi Vanesa, daripada berhadapan dengan seseorang seperti Tiara. Meskipun memiliki wajah polos yang rasanya bisa ditindas dengan mudahnya, tetapi Tiara bukan orang yang mudah untuk dihadapi. Rasanya, Vanesa ingin mencakar wajah sok polos yang saat ini tengah terpasang pada wajah Tiara. Apa dia pikir dengan statusnya sebagai istri sah dari Darka, bisa membuatnya bisa berhadapan dengan Vanesa? Kelas mereka jauh berbeda, dan Vanesa yang lebih unggul di sini. “Tentu saja tidak. Mana mungkin aku hanya datang untuk mengatakan hal itu,” ucap Vanesa.
“Jadi, apa yang ingin kau katakan lagi? Sebaiknya kau bergegas. Aku tidak bisa menjamumu lebih lama lagi. Ada begitu banyak pekerjaan rumah yang harus aku lakukan sebagai seorang istri,” ucap Tiara.
“Ah benarkah? Aku sampai sulit membedakan seorang istri dengan pembantu rumah tangga. Jika aku yang menjadi istri Darka, aku tidak mungkin perlu mengurus hal yang kotor semacam itu.”
Namun, Tiara tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh Vanesa dan meminta Tiara untuk mengatakan apa yang sebelumnya ingin dikatakan oleh Vanesa. Tentu saja sikap Tiara tersebut benar-benar menjengkelkan bagi Vanesa. Ia menatap Tiara dengan tajam, lalu sedetik kemudian terkekeh penuh olok pada Tiara. “Aku datang untuk memberikan peringatan padamu,” ucap Vanesa.
“Peringatan? Peringatan apa yang kau maksud?” tanya Tiara.
“Aku tengah memberikan peringatan padamu, untuk menyiapkan hati. Karena aku, akan membuat pernikahanmu dengan Darka seperti neraka. Setiap malamnya, aku akan memastikan untuk mencuri Darka darimu. Aku akan menggantikan tugasmu sebagai istri yang memuaskannya di atas ranjang,” ucap Vanesa dengan wajah begitu puas saat melihat Tiara yang menyurutkan senyumannya.
Meskipun dalam beberapa detik Tiara terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Vanesa, tetapi Tiara dengan mudah bisa mengendalikan hatinya. Tiara sudah menebak, jika menghadapi wanita semacam Vanesa sama sekali tidak mudah. Vanesa rela memberikan tubuhnya dan membuat Darka puas di atas ranjang, demi tetap membuat Darka menatapnya dan menyadari kehadirannya. Tidak mengherankan rasanya jika suatu saat nanti Vanesa melakukan hal gila untuk membuat Darka meninggalkan Tiara. Jika niat sudah salah sejak awal, Tiara yakin jika hasilnya pun tidak akan pernah memuaskan atau berakhir baik. Tiara pun memasang senyuman manis yang membuat Vanesa mengernyitkan keningnya dalam-dalam. Vanesa tidak mengerti mengapa Tiara bisa bersikap setenang ini. Apa mungkin, Tiara tidak peduli dengan Darka yang menghabiskan waktu dan menebar benihnya di rahim wanita lain?
“Apa mungkin, kau tengah meminta izin padaku untuk mencuri Darka setiap malamnya?” tanya Tiara. Membuat Vanesa yang mendengar hal tersebut tersedak ludahnya sendiri.
Vanesa tidak mempercayai pendengarannya. Apa mungkin Tiara ini idiot? Bagaimana bisa ia menyimpulkan perkataannya seperti itu? “Apa, meminta izin? Kau gila? Aku sama sekali tidak membutuhkan izin siapa pun,” ucap Vanesa dengan penuh percaya diri.
“Jika pun kau meminta izin, aku jelas tidak akan memberikan izin untukmu memuaskan suamiku di atas ranjang. Itu adalah tugasku sebagai seorang istri. Dia, Darka, adalah milikku. Hanya milikku. Silakan saja kau berusaha untuk menggodanya dan memuaskannya dengan seluruh kemampuanmu. Tapi jangan lupakan satu hal. Kau, bukanlah istrinya. Sampai kapan pun, selagi aku masih berstatus sebagai istrinya, aku tidak akan memberikan status ini padamu. Dan kau, akan tetap berstatus sebagai … wanita simpanan,” ucap Tiara dengan senyum tipis yang terasa menusuk.
Vanesa terlihat begitu marah dan menjerit, “Beraninya!”
“Tentu saja aku berani. Status kita jauh berbeda. Aku, istri sahnya, dan kau hanyalah wanita simpanan yang bahkan tidak berani Darka tunjukkan pada kedua orang tuanya. Seharusnya, itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi alasan bagimu untuk mundur. Jangan lagi mengganggu rumah tangga dan menggoda suami orang lain,” ucap Tiara memberikan sedikit nasihat.
Vanesa yang mendengar hal itu merasakan urat-uratnya berkedut karena menahan kemarahan. “Memangnya kau pikir kau itu siapa? Kau itu hanya terlalu beruntung terpilih menjadi menantu di keluarga Al Kharafi. Tapi, jangan terlalu senang. Aku akan mengakhiri keberuntunganmu itu,” ucap Vanesa dengan kedua mata yang menyorot tajam pada Vanesa.
Vanesa tidak memberikan kesempatan bagi Tiara untuk menjawab perkataan yang sudah ia lemparkan. Vanesa berdiri dari tempatnya dan merapikan penampilannya sebelum berkata, “Pastikan saja, jika kau tidak akan mati karena terlalu lelah menangis. Aku akan membalas semua penghinaan yang sudah kau berikan padaku.”Setelah mengatakan hal itu, Vanesa pergi begitu saja meninggalkan Tiara yang tidak bisa berkata-kata. Sungguh, ia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Vanesa padanya. “Memangnya, di sini siapa yang di hina, dan siapa yang menghina? Apakah dia kesulitan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah? Ah, kasian. Padahal dia masih muda,” ucap Tiara sebelum membereskan cangkir dan beranjak untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tiara tampaknya sama sekali tidak peduli dengan apa yang sudah dikatakan Vanesa padanya. Tiara melanjutkan kegiatannya, seolah-olah dirinya sama sekali tidak bertemu dengan Vanesa.
***
Darka berdecak kesal. Karena hujan deras, pesanan makanannya dibatalkan dan kini dirinya tersiksa karena rasa lapar yang membuat perutnya berteriak keras sejak tadi. Suasana hati Darka semakin memburuk, saat dirinya mencium aroma masakan Tiara yang lezat. Darka berpikir, jika Tiara sengaja melakukan hal itu untuk mengolok-oloknya. Darka melihat ke luar jendela, dan ternyata hujan benar-benar deras. Terlalu berbahaya bagi Darka untuk mengemudi di bawah hujan deras yang membatasi jarak pandang ini. Darka pun memilih untuk turun ke lantai bawah. Setidaknya, Darka bisa memasak mie instan daripada harus memakan masakan buatan Tiara yang tidak sesuai dengan seleranya. Namun, begitu sampai di dapur, Darka malah merasakan perutnya semakin keroncongan saat melihat sajian di atas meja makan.
Ada tumis kangkung, sambal ulek, sambal kentang dan goreng ikan mas yang tampak lezat. Darka menelan ludah. Ia memang belum pernah mencicipi masakan rumahan semacam ini, karena sejak awal memang bukan seleranya. Tiara yang melihat Darka berada di ambang pintu dapur segera tersenyum dan berkata, “Baru saja aku akan ke atas untuk memanggilmu dan mengatakan makanannya sudah siap.”
“Memangnya siapa yang mengatakan mau memakan masakanmu ini?” tanya Darka kesal.
“Tapi, sepertinya kamu tidak bisa memesan makanan pesan antar, kan?” tanya balik Tiara.
“Aku ingin makan mie rebus saja,” ucap Darka lalu duduk di meja makan dengan kesal.
“Sayang sekali, tidak ada persediaan mie instan,” ucap Tiara penuh penyesalan sembari menyiapkan alat makan bagi Darka.
“Hei, kenapa tidak mengisi persediaan? Mie instan itu penting!” seru Darka kesal.
Tiara yang mendengar keluhan Darka mengernyitkan keningnya. “Itu memang penting di rumah seorang bujangan yang tidak bisa memasak. Tapi, Darka kan sudah bukan bujangan lagi. Ada aku yang akan memasak untuk Darka. Nah, sekarang silakan makan,” ucap Tiara yang rupanya sudah menyendokkan nasi dan lauk untuk Darka.
Darka menatap piring yang terisi itu dengan kesal. Dengan ragu, Darka pun makan satu gigit dan cukup terkejut dengan rasa masakan tersebut. Tiara yang menyadari ekspresi tersebut, tersenyum tipis. Ia bertanya, “Apa masakannya sesuai dengan selera Darka?”
Darka menatap Tiara dengan tajam dan berkata, “Kau pikir makanan seperti ini sesuai dengan lidahku?! Tentu saja tidak! Tapi aku sangat lapar, dan tidak ada makanan selain ini. Aku tidak memiliki pilihan lain.”
Darka meyakinkan dirinya jika rasa lezat yang melingkupi lidahnya hanyalah hal yang terjadi karena rasa lapar yang ia rasakan. Jika saja dirinya tidak lapar, tentu saja masakan kampungan yang dibuat Tiara tidak akan selezat ini. Rupanya, Darka cukup lapar hingga menambah nasi dan lauknya. Rasanya, Tiara ingin tertawa saat melihat Darka yang terus mencibir masakan buatannya, tetapi tampak lahap menyantap masakan tersebut. Tiara tidak tersinggung dan tetap membantu Darka saat akan menambah lauknya. Di tengah makan malam tersebut, Tiara pun teringat kejadian tadi pagi. Tiara pun berkata, “Tadi pagi, ada tamu yang datang.”
Darka menghentikan kegiatan makannya untuk sesaat sebelum bertanya, “Siapa yang datang? Apa dia mencariku?”
Tiara menggeleng. Ia menatap Darka tepat pada matanya dan menjawab, “Dia tidak mencarimu. Dia mencariku. Dan namanya adalah, Vanesa.”
.
.
.
wah wah, tanpa tendeng aling-aling
Gimana pendapat kalian tentang Vanesa?
Ayo tinggalin jejak kalian yaaa
“Aku tidak mau melakukan pertemuan di hari liburku. Jika dia masih memaksa, batalkan saja kerja samanya,” ucap Darka pada Bayu yang tengah berbicara dengan sambungan telepon.Pagi-pagi, Darka sudah menerima telepon dari Bayu. Bawahannya itu mengatakan jika seorang klien memaksa untuk makan siang bersama sembari membicarakan pekerjaan. Sayangnya, Darka tidak ingin melakukan hal itu. Karena bagi Darka, waktu liburnya tidak boleh diganggu. Apalagi oleh masalah yang sama sekali tidak mendesak seperti itu. Darka rasa pembicaraan mengenai pekerjaan yang tidak mendesak itu, bisa ditunda hingga waktu kerja datang kembali. Bayu sebenarnya sudah mengerti masalah ini. Namun, orang yang dihadapi oleh Bayu sangat sulit. Jadi, pada akhirnya Bayu memilih untuk meminta jawaban dari Darka secara langsung.
Tiara mengatur napasnya. Jelas, saat ini Tiara merasa sangat gugup. Tadi pagi, Puti tibia-tiba datang ke rumahnya. Puti menghabiskan cukup banyak waktu untuk berbincang ringan. Lalu tak lama mengajak untuk memasak. Ternyat Puti mengajak Tiara untuk membuat menu makan siang bagi Darka dan Nazhan. Namun, Tiara tidak tahu jika selanjutnya Puti meminta Tiara untuk mengantarkan makan siang tersebut secara langsung kepada Darka. Tentu saja, Puti meminta seseorang untuk mengantar Tiara menggunakan mobilnya.Tiara menghela napas sebelum turun dari mobil yang mengantarnya dengan sopir pribadi yang membukakan pintu. Ia benar-benar tidak menyangka jika dirinya berada di perusahaan Darka seperti ini. Jika saja Puti tidak memerintahkan
Darka terkejut bukan main, saat dirinya selesai berpakaian, ia melihat Tiara masuk ke dalam ruang kerjanya. Tiara meletakkan kotak makan siang di atas meja yang berada di hadapan Darka. “Mama datang dan memintaku untuk mengantarkan bekal makan siang untukmu, sementara Mama sendiri pergi untuk mengirimkan makanan untuk Papa,” ucap Tiara menjelaskan.Darka melirik kotak makan siang tersebut. Kebetulan, setelah melakukan olahraga ranjang dengan Vanesa, Darka merasa lapar. Darka terdiam saat menyadari hal itu. “Apa kau berpapasan dengan Vanesa?” tanya Darka sembari menatap tajam pada Tiara yang kini sudah duduk.Tiara berkata, “Tentu saja. Aku bahkan berbincang beberapa saat dengannya. Ia bahkan dengan bangganya menceritakan apa saja yang suda
Hari ini adalah jadwal bagi Tiara untuk berbelanja bulanan. Karena ada beberapa barang yang tidak bisa ia dapatkan di pasar tadisional, pada akhirnya Tiara pun harus pergi ke super market untuk berbelanja. Tiara dengan lincah memilah barang yang akan ia beli. Saat Tiara memilih lemon untuk salad yang selalu diminta oleh Darka setiap pagi, Tiara dikejutkan oleh seorang gadis yang tiba-tiba menepuk bahunya dan menyapanya dengan begitu akrab. Tiara mengerutkan keningnya. Gadis ini tampak familiar baginya, tetapi Tiara tidak bisa mengingat di mana mereka bertemu. “Kakak melupakanku?” tanya gadis itu dengan nada sedih yang dibuat-buat.“Ah, maafkan aku. Bukan
Puti menarik Tiara untuk duduk di sampingnya. Hari ini, Tiara dijemput untuk berkunjung ke kediaman Risaldi. Puti berencana untuk mengadakan makan malam bersama. Pasti akan menyenangkan menyantap makanan lezat bersama sembari berbincang ringan mengenai keseharian mereka selama ini. “Padahal kamu tidak perlu repot-repot menyiapkan hal seperti ini,” ucap Nazhan sembari mengambil pie susu mini yang dibuat oleh Tiara.“Tiara tidak repot kok Pa. Tiara dengar Papa menyukai pie susu, jadi Tiara pilih untuk membuatnya. Maaf, Tiara hanya membawa camilan sederhana seperti itu,” ucap Tiara malu karena hanya membawa makanan sederhana sebagai buah tangan.
Darka terus berusaha mengalihkan tatapannya dari paha Tiara yang terpampang dengan jelas di hadapannya. Saat ini, Darka dan Tiara tengah berada di pesawat. Tentu saja, keduanya menggunakan pesawat pribadi yang dimiliki oleh keluarga Al Kharafi. Mungkin, karena ini adalah kali pertama Tiara naik pesawat, gadis itu segera mabuk dan jatuh tertidur saat merasa pusing. Dan anehnya, Darka yang duduk di seberang Tiara, tidak bisa mengalihkan pandangannya dari paha Tiara yang terpampang dengan jelas, akibat bagian bawah gaun pendeknya yang tersingkap. Tubuh molek pada pramugari yang melayaninya tampak tidak bisa membuat Darka mengalihkan pandangannya dari tubuh Tiara. Sungguh, Darka merasa sangat jengkel. Ia menatap tidak percaya pada bukti gairahnya yang tiba-tiba mulai menantangnya untuk segera menyentuh Tiara yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Namun, kali ini Darka tidak mau menuruti
Vanesa lalu meraih jubah tidurnya dan beranjak menuju balkon sembari masih dengan telepon yang menempel di telinganya. “Coba ulangi lagi apa yang kau katakan,” ucap Vanesa pada seseorang yang berada di ujung sambungan telepon.“Kau harus segera kembali. Sesi pemotretannya dipercepat karena ada desakan dari klien kita,” ucap manager Vanesa yang memang menghubungi Vanesa untuk segera kembali ke Indonesia untuk menjalani sesi pemotretan untuk salah satu produk klien mereka.Tentu saja, manager Vanesa tidak tahu jika saat ini Vanesa tengah berlibur dengan Darka. Hal yang ia ketahui adalah, Vanesa meminta waktu untuk berlibu
Darka terlihat tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Ia duduk di kursi yang menghadap tepat pada ranjang yang tampak kacau balau setelah aksinya menggila tadi malam. Tiara tampak terlelap dengan posisi tertelungkup dengan bahu dan punggung yang dihiasi oleh jejak-jejak keunguan yang ditinggalkan oleh Darka. Sungguh, Darka tidak menyangka jika dirinya bisa segila ini. Darka kira, ia bisa menghentikan tingkahnya, saat merasa cukup memberikan godaan dan pada akhirnya mempermalukan Tiara karena merasa terlalu percaya diri. Namun, ternyata Darka malah tidak bisa menghentikan apa yang sudah ia mulai. Begitu sudah menyentuh Tiara, entah kenapa Darka merasa jika dirinya perlu melanjutkan apa yang sudah ia mulai dan terus menyentuh Tiara.Saat berhadapan dengan Ti
“Bunda!” seru Alana sembari berlari membuat rok yang ia kenakan bergoyang seiring langkah yang ia ambil. Alan tentu saja mengikuti, tetapi dengan langkahnya yang tenang. Darka yang bertugas menjemput kedua buah hatinya sepulang sekolah, melangkah di belakang dengan kedua tangan yang membawa tas serta botol minum milik Alan dan Alana.Tiara yang semula sibuk di dapur dengan para pelayan, segera ke luar dari dapur dan menghampir putra dan putrinya. Tiara tidak memperbolehkan Alana dan Alan masuk ke dalam dapur, karena sangat berbahaya. Apalagi untuk Alana, yang dulu sempat membuat ulah dan hampir saja celaka serta membuat rumah ini hampir kebakaran. Tiara tersenyum dan menerima pelukan dari putra dan putrinya dengan senang hati. “Apa hari kalian
Beberapa bulan kemudian“Cantiknya putri Ayah!” seru Darka saat melihat Alana mengenakan gaun cantik yang seragam dengan gaun Tiara. Darka pun menciumi Alana yang tertawa renyah saat mendapatkan kecupan tersebut. Sementara itu, Alan berada dalam gendongan Tiara. Ia juga mengenakan pakaian yang sama dengan pakaian yang dikenakan oleh Darka. Mereka tampil dengan menakjubkan. Alan dan Alana, memiliki tampilan menggemaskan yang rasanya diwariskan dari kedua orang tuanya. Siapa pun yang melihat si kembar, akan yakin jika keduanya akan tumbuh menjadi sosok yang sangat menawan dewasa nanti.
Tiara sibuk menyusui kedua anaknya yang ternyata menolak untuk menyusu menggunakan dot berisi ASI yang sebelumnya sudah Tiara pompa. Keduanya lebih senang menyusu secara langsung pada Tiara. Tentu saja tingkah putra dan putrinya ini membuat Tiara sulit untuk bergerak. Keduanya benar-benar menempel pada Tiara dan tidak mau disentuh oleh siapa pun termasuk oleh opa serta omanya. Tiara memejamkan matanya dan bersandar pada sandaran sofa malas yang selalu ia gunakan saat menyusui kedua buah hatinya yang selalu ingin disusui bersama-sama. Ini masih siang, tetapi Tiara sudah sangat lelah.Kini, Tiara dan Darka tinggal di kediaman utama. Sementara Puti dan Nazhan resmi kembali ke Kuwait serta fokus untuk mengurus semua perusahaan mereka di sana. Darka sendiri dipercaya
Vanesa terlihat bersebunyi di balik sebuah pohon di seberang kediaman Risaldi yang tengah cukup ramai karena persiapan acara akikahan kembar calon penerus keluarga Al Kharafi dan Risaldi ini. Vanesa melihat rumah itu dengan penuh kebencian karena semua usahanya untuk menghancurkan kebahagiaan keluarga itu gagal total. Semua informasi yang Vanesa bocorkan pada pihak yang memang mencari jalan untuk menjatuhkan perusahaan milik keluarga AR tersebut, pada akhirnya menjadi senjata yang berbalik menyerangnya. Kini, karir Vanesa benar-benar hancur karena tidak ada satu pun perusahaan yang mau mempekerjakan dirinya. Bahkan, agensinya memutuskan kontrak secara sepihak dengannya.Hal itu terjadi karena Puti dan Nazhan turun tangan langsung. Keduanya melakukan sesuatu yang
Pagi ini, Darka mengumumkan kelahiran sepasang anak kembarnya melalui media sosial. Lalu esok hari, aka nada acara akikahan lalu berlanjut dengan acara pesta yang dilangsungkan di kediaman Risaldi. Tentu saja, kabar tersebut disambut gembira oleh orang-orang, kecuali Vanesa yang merasa begitu marah karena Darka sudah benar-benar membuangnya. Vanesa tidak lagi bisa menghubungi atau bahkan menemui Darka. Vanesa dibuang karena dirinya sudah tidak lagi dibutuhkan oleh pria itu. Kemarahan Vanesa semakin menjadi karena dirinya merasa dikalahkan oleh Tiara yang menurutnya tidak bisa dibandingkan dengannya. “Aku tidak akan menerima penghinaan ini,” ucap Vanesa.Ya, Vanesa tidak akan hancur sendirian. Jika dirinya harus hancur dan kehilangan segalanya, maka D
“Tiara,” ucap Puti tidak percaya saat melihat Tiara sudah sadarkan diri.Tiara yang sebelumnya masih berusaha untuk beradaptasi mengerjapkan matanya dan menyentuh perutnya yang terasa agak ngilu. Puti yang melihat hal itu segera menahan tangan menantunya dan berkata, “Kau sudah dioprasi, terima kasih karena sudah memberikan sepasang cucu yang menggemaskan bagiku dan Nazhan.”Tiara yang mendengar hal itu pun terharu. Meskipun dirinya tidak melahirkan dengan normal, tetapi kebahagiaannya sama besarnya. Puti pun membantu Tiara untuk minum karena ia tahu jika Puti memang perlu membasahi tenggorokannya. Setelah itu, Tiara pun berkata, “Ma, aku ingin melihat mereka
“Ada keributan apa?” tanya Nazhan saat dirinya ke luar dari lift sembari menggandeng istri tercintanya yang hari ini pun menemaninya bekerja. Tidak sekadar menemani, Puti juga membantu Nazhan menyelesaikan pekerjaannya.Semenjak Tiara dan Darka benar-benar ke luar dari rumah, keduanya memang lebih sering untuk menghabiskan waktu bersama. Selain untuk saling menghibur karena merasa bersalah serta kesepian karena telah membuat Tiara harus hidup susah dengan Darka, keduanya juga melakukan hal ini untuk memastikan tidak mencari apa pun terkait nasib Darka dan Tiara. Ini adalah komitmen yang sudah keduanya buat bersama. Karena jika sampai mereka melihat dengan mata mereka sendiri betapa kesulitannya hidup keduanya, mereka pasti tidak akan menahan diri unt
Darka yang baru saja selesai menjemur pakaian, segera duduk di samping Tiara yang tengah menatap tayangan mengenai tempat wisata air yang ditayangkan di televisi. “Kenapa melihatnya hingga seperti itu?” tanya Darka.“Tampaknya bermain air seperti itu terasa sangat menyenangkan.”Darka bisa mendengar nada tertarik dalam ucapan Tiara. Ia tahu, jika Tiara ingin mengunjungi wahana air itu. Namun, rasanya mustahil bagi Darka mengajak Tiara untuk bermain di wahana air seperti itu dengan kondisi kehamilannya yang sudah sebesar ini. Darka pun bertanya, “Kalau sudah melahirkan, apa kau mau pergi ke sana denganku?”
“Astaga!” seru bapak-bapak yang tengah menjalankan ronda keliling. Para bapak terkejut saat melihat sosok yang meringkuk di hadapan salah satu rumah kontrakan yang berada di perkampungan mereka. Setelah beberapa saat saling mendorong untuk memeriksa siapa yang berada di hadapan rumah orang lain di waktu seperti ini. Hanya saja, setelah mengarahkan senter para wajah orang itu, semua orang menghela napas lega karena mengenalnya.“Darka kenapa di luar seperti ini?” tanya salah satu dari para bapak yang menggeleng melihat Darka yang kini mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu saja para bapak sudah mengenal Darka dan Tiara, pasangan muda menawan yang mereka kira tengah belajar untuk hidup mandiri. Dalam diam, para tetangga mengamati dan sedikit