Sudah satu minggu Clarabelle tidak ke mana-mana. Seperti yang Jordan mau, Clarabelle hanya tinggal di rumah. Jordan pergi bekerja pagi, dan malam sekali baru dia pulang. Bau alkohol dan parfum yang bermacam-macam tercium setiap hari.
Clarabelle tidak bisa berkata apa-apa. Jika dia bertanya, Jordan hanya akan makin marah dan memaki-maki. Kata-kata kasar dan keji akan terdengar, membuat Clarabelle semakin sakit. Jordan meminta Clarabelle meyiapkan apa saja yang dia butuhkan, tetapi Jordan tidak menyentuh Clarabelle sama sekali. Bahkan Jordan meminta Clarabelle tidur di tempat lain dan bukan di kamar mereka.
“Aku mungkin tidak akan pulang hari ini. Tapi awas saja, kalau sampai aku tahu kamu keluar rumah.” Jordan memakai jas yang dia sampirkan di kursi di kamar.
“Kamu akan ke mana?” tanya Clarabelle pelan. Hatinya semakin teriris setiap ingat Jordan pulang larut malam, bahkan menjelang pagi dengan keadaan setengah mabuk.
“Kamu pe
Clarabelle gemetar. Degupan di dadanya masih belum berkurang. Perih di pipinya, bibirnya, tubuhnya, hingga bagian paling penting dari kewanitaannya. Air mata kembali begulir di kedua pipi Calrabelle. Perlahan, setengah merangkak, Clarabelle menuju ke kamar mandi. Dia menutup pintu dan bersimpuh dengan bersandar di pintu kamar mandi.“Jordan … kamu sekejam ini padaku … Sakit sekali …” Clarabelle memperhatikan tubuhnya. Ada memar, merah, dan goresan luka di mana-mana.Clarabelle tidak ingat berapa banyak Jordan menarik lalu menodorongnya. Jordan menyentuhnya dengan kasar, sengaja memang agar Clarabelle merasa sakit. Sambil melepaskan hasrat dan kemarahan, Jordan mengucapkan kata-kata makian dan hinaan pada Clarabelle.“Aku bukan pelacurmu … bukan …” bisik Clarabelle sambil menutup wajah dengan kedua tangan.Hancur dan sakit, itu yang Clarabelle rasa. Andai bisa memilih, Clarabelle akan pergi. Sayang
“Ya, ada yang penting harus aku bicarakan denganmu.” James melangkah mendekat pada Jordan.Clarabelle sengaja menjauh, dia mendahului Jordan keluar dari ruangan itu.“Di kantor, silakan datang. Aku tidak akan ke mana-mana sampai jam enam hari ini,” kata Jordan, datar.“Oke. Thank you.” James menatap Jordan.Jordan berbalik dan segera menyusul Clarabelle yang sudah di luar rumah.“Bagus, kamu tahu diri juga.” Jordan bicara saat sudah bisa menyusul Clarabelle.Clarabelle menoleh cepat. Dia paham yang Jordan maksud. Clarabelle sengaja menghindari James.“Kamu tidak merindukan kakakku? Hah?” Jordan bicara di telinga Clarabelle.“Hentikan, Jordan. Kecemburuan kamu berlebihan.” Clarabelle membuka pintu mobil. Dia masuk, duduk, dan cepat mengenakan sabuk pengaman. Kesal sekali mendengar yang Jordan katakan.“Ho ho ho!” Jordan tertawa meledek. Di
Mata Jordan melebar. Wajahnya mememerah seketika. Dia mendekat ke sisi tempat tidur, berdiri menata tajam pada Clarabelle. “Apa kamu bilang?” Jordan berkata dengan nada sangat kaget. “Jordan, kita akan punya bayi. Seorang anak, anak kita.” Masih dengan wajah pucat, keringat dingin terasa memenuhi dahinya, dan juga tangannya begitu dingin, Clarabelle tersenyum. “No way! No!” Jordan setengah berteriak mendekatikan wajah pada Clarabelle. Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Refleks Clarabelle memeluk dada dan menutup matanya. “Anak? Sejak kapan aku pernah bicara anak padamu!?” Jordan sedikit membungkuk dan memegang kedua bahu Clarabelle. Clarabelle makin kuat memejamkan matanya. “Shit!” Jordan melepaskan tangannya. Dia berdiri dan menjauh. Clarabelle membuka mata dan melihat pada Jordan. Tampak dia sangat gusar. “Aku pergi. Urus dirimu sendiri!” Jordan meletakkan resep kembalidi meja, lalu keluar dari kamar itu. Clarabelle tidak bisa bilang apa-apa. Matanya sudah basah, ber
Clarabelle membulatkan tekadnya. Dia akan pergi meninggalkan Jordan. Bertahan tidak mungkin lagi, sebab Jordan mentah-mentah menolak kehadiran bayi mereka. Semakin Clarabelle memikirkannya, semakin dia merasa pedih dan rasa sesal begitu kuat memenuhi dadanya.Lama Clarabelle berpikir akan ke mana dia pergi. Tidak ada keluarga yang dia bisa tuju. Meskipun dia tahu ada keluarga papanya di Indonesia, Clarabelle tidak mengenal mereka. Keluarga mamanya pun sama. Hanya kisah sekilas yang dia dengar tanpa tahu di mana sebenarnya mereka berada.“Rita … I know.”Clarabelle segera menghubungi Rita. Dia mengatakan ingin berkunjung ke tempat Rita. Awalnya Rita mengira Clarabelle akan datang berlibur ke kota kecil tempat dia tinggal. Namun, saat Clarabelle dia akan datang sendiri, feeling Rita segera bekerja.“Lala, just tell me, you and Jordan have problems,” tegas Rita.Dengan mata basah, Clarabelle pun menceritakan yang terjadi
Clarabelle memandang rumah cantilk itu. Sejak pertama dia masuk ke rumah Jordan, dia sangat menyukainya. Nyaman, rumah idaman, bahkan lebih indah dari yang dia pikirkan tentang sebuah rumah di mana dia bisa memasu kasih dengan pendamping hidupnya.Satu tahun lebih beberapa bulan, semua harus Clarabelle tinggalkan. Masa-masa manis bergantian dengan semua duka muncul di benaknya. Semua itu juga akan berlalu, meskipun Clarabelle tahu, sepanjang hidupnya kisah dengan Jordan tidak akan mungkin dia lupa.Air mata Clarabelle menitik lagi. Dia usap dengan tisu di tangannya.“Terima kasih buat semuanya, Jordan.” Mata Clarabelle masih memandang rumah itu. Dia bicara seolah-olah Jordan ada di dekatnya. “Aku minta maaf, tidak bisa memenuhi janjiku untuk menjadi pendampingmu, selalu ada buat kamu, hingga maut memisahkan. Maafkan aku, karena harus menjaga bayi ini.”Clarabelle mengangkat kopernya, menuju ke taksi yang sudah menunggu. Sebelum mem
Jordan cukup kaget mendengar kata-kata James. "Kabur? Semudah itu dia pergi?" Jordan merasa detak jantungnya melaju cepat. "Aku tahu dia pergi padamu. Jangan kamu sembunyikan istriku!" "Kamu tidak mengenal istrimu dengan baik rupanya." Tenang James menjawab. Namun sebenarnya dia kesal dan menyesalkan ini terjadi. Clarabelle memilih pergi. James tahu, Jordan akan makin berantakan. "Apa maksudmu?!" sentak Jordan makin gusar. "Dia wanita baik, Jordan. Dia cinta kamu. Tapi tidak tahan dengan kelakuanmu, kurasa. Pikir lagi kenapa dia sampai memilih meninggalkan kamu?" Masih dengan tenang James menjawab. "Sial! Percuma aku bicara denganmu!" Jordan menutup panggilannya. Kata-kata James sangat jelas menusuk ke telinga Jordan. Apa yang Jordan lakukan sampai Clarabelle pergi? "Susan. Kurasa Lala pergi ke rumah Susan. Pasti dia sembunyi di sana." Jordan menyimpulkan. Sayangnya dia tidak tahu Susan tinggal di mana. Jordan menco
Tangan Jordan dengan cepat mengambil kertas yang Susan letakkan di mejanya. Segera dia baca apa yang tertulis di sana. Mata Jordan melebar, tak percaya membaca pesan Clarabelle untuk Susan. "Aku tidak tahu di mana dia. Sudah pasti dia sengaja non aktifkan nomornya. Dia juga mengirim surat pada Jack, mengucapkan selamat tinggal." Dengan geram Susan bicara, menatap Jordan yang masih termangu kembali mengulang membaca isi surat itu. "Kamu serius, Clarabelle pergi?" tanya Lorenz. "Justru aku yang mau bertanya, apa sama sekali Lala tidak memberi tanda sesuatu? Kamu tidak merasa ada keanehan dengan sikapnya? Dia bahkan tidak mengirim pesan padamu?" Susan tidak menjawab Lorenz. Dia makin tajam menatap Jordan dengan rasa kesal belum berkurang. Gadis itu ingin mencakar wajah Jordan rasanya. Jordan membalas tatapan Susan. Hatinya terasa carut marut mengetahui kenyataan Clarabelle pergi. Bukan dengan James. Clarabelle menjauh dari semua o
'I am sorry. I can't stay longer by your side'Jadi Clarabelle meninggalkan pesan buat Jordan?'Live well, please. Be a nice man as I have known you so far'Jordan memegang kertas itu dengan mata berkaca-kaca.'Don't forget your milk'Jordan dengan cepat bangun dan membuka kulkas. Clarabelle selalu menyiapkan susu segar buatnya. Ya, benar, ada satu botol di sana. Tepat di sebelah botol itu ada kotak pipih disandarkan terbungkus plastik.Jordan mengambilnya, lalu kembali duduk. Dia buka plastik itu. Isinya adalah ATM dan Kartu Kredit yang Jordan berikan. Juga kunci mobil yang Jordan hadiahkan pada Clarabelle. ADa kertas lagi terlipat di sana. Jordan mengambilnya. Ada pesan lagi dari Clarabelle.'Semua yang aku pinjam aku kembalikan. Terima kasih banyak buat segala hal manis yang aku pernah miliki bersama kamu. Aku akan menjaga Jordan Junior, aku janji. Love you, always'Jordan menangis. Dia menangis keras membaca surat itu
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak
Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Dia mencoba melepaskan diri, tapi Jordan tidak mau mengalah. Dia bahkan lebih berani bertindak. Dia kecup Clarabelle. Dia lepaskan kerinduan dengan memeluk erat istrinya.Clarabelle awalnya ingin berontak. Sayangnya, hati dan rindunya tidak sejalan. Hati menolak, tetapi rindu yang Clarabelle rasa memaksanya menyambut kemesraan yang Jordan lemparkan. Debaran kuat menguasai Clarabelle. Degupan yang menyenangkan, yang menaikkan hasrat dirinya tak bisa dibendung. Clarabelle menyerah. Dia mulai menikmati sentuhan Jordan."I miss you. So much ...." Jordan berbisik, lembut. Clarabelle makin bergelora.Tidak ada penolakan, Jordan makin melangkah jauh. Permainan dia lanjutkan. Dia menarik Clarabelle naik ke atas ranjang. Mereka meneruskan perjalanan rindu dan cinta yang terlalu lama tertahan karena rasa marah, kecewa, dan juga takut makin terluka.Di luar salju kembali deras. Bahkan suara angin menderu pun terdengar. Rindu
Mobil Jordan oleng. Clarabelle mendekap dadanya dengan rasa takut mencuat begitu cepat. Mobil hampir saja bertabrakan. Jordan sigap kembali ke posisi dan mengendalikan setir. Untung, dia mampu menghindar sehingga tabrakan tidak terjadi. "Ya Tuhan ...." Clarabelle masih merasakan dadanya berdetak begitu cepat karena rasa kaget. Jordan sudah kembali menguasai kendaraannya. Tapi dia juga sama terkejutnya. Berulang kali dia mengambil nafas dalam, menenangkan diri. "Sorry, I am sorry," kata Jordan tanpa melihat CLarabelle. Dia fokus menyetir. Clarabelle tidak menjawab. Dalam hati dia bersyukur, tidak terjadi kecelakaan. Dia tidak bisa membayangkan jika benar tabrakan terjadi. Bukan hanya dia dan Jordan yang celaka, tetapi bayi mungil di rahimnya juga. Hening. Sisa perjalanan hingga ke toko Jordan, tidak ada yang bicara. Jordan memarkir kendaraannya, langsung masuk ke garasi. Clarabelle kembali memegang pipi Jordan, lalu ke lehernya.
James menajamkan tatapannya. Dua bola mata indah dan lentik milik Nerry berair. Apa yang dia risaukan? Mengapa justru gadis itu jadi bersedih? "Nerry, ada apa? Aku sungguh-sungguh dengan niatku. Aku tidak akan mempermainkan kamu. Aku janji ...." "Bukan itu. Maafkan aku," sahut Nerry. James menutup mulutnya. Dia lebih baik mendengar yang Nerry akan utarakan padanya. Mungkin memang dia terlalu cepat meminta Nerry menjadi kekasihnya apalagi masuk dalam pernikahan. Rasanya sama saja dengan kisah Jordan dan Clarabelle. "Mengenal Tuan secara langsung, punya momen bersama, buat aku ... seperti mimpi. Ga masuk akal. Tuan tiba-tiba muncul di depanku. Semua hari-hariku berubah seketika." Nerry mulai mengungkapkan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya. James menunggu. Dia tahu Nerry belum selesai. "Jujur, aku jika sungguh bersama Tuan nanti, seperti cinderella. Dari hidup sederhana masuk dalam sebuah istana. Apakah aku bisa, Tuan? Apakah aku cu