Clarabelle terpaku, terdiam. Mendengar yang Jordan katakan, Clarabelle merasa tubuhnya gemetar.
“Wanita jalang …” ucapnya lirih. Itu yang Jordan sebutkan tadi? Itu yang Jordan sematkan padanya. Benarkah seburuk itu Jordan memandang Clarabelle?
James pun sama tidak bergerak dari posisinya. Dia masih memegangi pipinya yang panas karena tempelengan Jordan.
Dengan tangan dingin dan tubuh terasa limbung, Clarabelle memandang lurus ke arah Jordan yang menghilang di keremangan dengan tergesa-gesa dan dipenuhi rasa marah.
James mendekati Clarabelle. “I am sorry … I am really sorry …”
Clarabelle tidak menjawab. Butiran bening tumpah seketika dari kedua bola matanya. Hancur, itu yang dia rasa. Kenapa terjadi lagi kesalahpahaman seperti ini? James dan Jordan baru saja memulai hubungan baik, sedikit akur. Jordan belum sepenuhnya bisa memaafkan James. Dia baru menyisihkan rasa kesal yang selama ini bertumpuk di hati terhadap kakaknya itu. Astaga …
Jordan meluncur dengan mobilnya, melaju di jalanan yang sepi. Emosinya tak bisa dia tahan lagi. Tujuannya hanya satu, ke club. Dia ingin melepaskan semua rasa marah di sana. Dia yakin teman-temannya pasti masih menikmati malam bersama wanita-wanita yang suka di sekitar mereka. Saat Jordan masuk, dia langsung ke ruangan yang biasa dia dan teman-temannya pakai. Ada Warren dan Louie sedang sibuk dengan pasangan masing-masing. Tapi Ronald tidak terlihat. “Hei! Tuan Hayden! Lihat, Guys!” Warren kaget bukan kepalang melihat Jordan muncul. Jordan duduk di depan Warren, meraih botol di atas meja dan segera menenggal minuman setengah botol itu hingga tinggal sedikit. “Wow! Jordan, what’s wrong with you?” Dengan cepat Louie menarik botol di tangan Jordan dan menjauhkannya. Acara mesra kedua pasangan itu bubar. Mereka fokus pada Jordan yang tampak kacau. “Berapa bulan kamu tidak ke sini? Datang seperti orang gila!” sahut Warren. “Ada Elle
Sheena menatap Jordan dengan penuh pesona. Wajah tampan, mata indah, dan tatapan tegas. Tak bisa dielakkan, memang Jordan pantas disebut playboy tiada banding. “Aku sudah di depanmu, Tuan. Aku siap melakukan apapun yang kamu iniginkan.” Sheena belum mengalihkan pandangan dari Jordan. Pria itu duduk dengan kemeja terbuka, tapi belum dia lepaskan. “Tidak semudah yang kamu pikirkan, Nona. Jika aku mau malam ini kita bisa gila-gilaan. Tapi, aku pria sabar. Aku masih ingin bermain-main dengan cara berbeda. Kamu bisa tahan, atau kamu lebih memilih yang lain? Terserah,” ujar Jordan tanpa ekspresi. Sikap cool itu membuat Sheena makin penasaran dengan Jordan. Dia memajukan tubuhnya, merapat pada meja di depannya, sengaja membiarkan gaun penutup tubuhnya terbuka. “Aku akan buktikan, aku bisa meladeni Tuan, apapun yang Tuan mau.” Senyum penuh gairah Sheena tunjukkan. Jordan tertawa. Tapi yang muncul dalam bayangannya wajah sayu Clarabelle. Wajah sedih ya
“Entahlah, Susan. Aku juga tidak tahu. Tapi aku mungkin bisa bicara dengan Tuan James.” Lorenz menjawab. “Oke. Aku akan lihat jika aku mungkin bisa bicara dengan Jordan,” kata Susan. Dia memutus panggilan Lorenz. Detak jantung Susan cukup cepat. Dia sudah pernah melihat bagaimana Jordan marah pada karyawan. Dia bisa meledak tak terkendali jika memang sedang emosi. Susan harus hati-hati. Susan kembali duduk di sofa di tempatnya semula. Dia pura-pura sibuk dengan ponsel yang dia pegang. Dia mendengar langkah kaki mendekat. “Lala?” Susan menoleh. “Hai, selamat pagi, Tuan Hayden.” Susan mencoba tersenyum pada Jordan. “Susan?” Wajah Jordan menciut. Tidak dia kira melihat Susan sepagi itu di rumahnya. “Kamu di sini?” “Ya, Tuan. Hari ini aku ada keperluan dengan Lala.” Susan mencoba tenang, mencari sela untuk mengatakan sesuatu. “Kurasa dia sudah bicara padamu apa yang terjadi.” Jordan tersenyum getir. Ada tatapan kesal di san
“Ya, aku memang gila. Sayang sekali kalian baru tahu kalua Jordan Hayden pria gila!” sentak Jordan sambil menendang pintu.Susan dan Clarabelle sampai terlonjak kaget.“Lala, sebaiknya kita segera pergi. Kamu tidak aman berada di sini.” Susan berdiri.Clarabelle ikut berdiri.“Susan, kamu keluar dari rumah ini! Aku ada urusan dengan istriku!” Jordan masuk beberapa langkah.“Aku bawa dia keluar.” Susan memegang tangan Clarabelle.“Kamu mau ikut dengannya? Kamu tidak mau setia pada pria yang kamu nikahi?” Jordan menatap Clarabelle.Hati Clarabelle kembali berdebaran. Apa yang Jordan mau darinya?“Kalau kamu keluar dari rumah ini, aku bisa dengan sangat yakin menyimpulkan, kamu mau bebas dariku. Dengan begitu, kamu bisa kapan saja menemui kekasih gelapmu itu, James Hayden, anak kebanggan Jaren dan Ann-Mary, bukan si troublemaker, Jordan Hayden. Bagus!” Jordan
Sudah satu minggu Clarabelle tidak ke mana-mana. Seperti yang Jordan mau, Clarabelle hanya tinggal di rumah. Jordan pergi bekerja pagi, dan malam sekali baru dia pulang. Bau alkohol dan parfum yang bermacam-macam tercium setiap hari.Clarabelle tidak bisa berkata apa-apa. Jika dia bertanya, Jordan hanya akan makin marah dan memaki-maki. Kata-kata kasar dan keji akan terdengar, membuat Clarabelle semakin sakit. Jordan meminta Clarabelle meyiapkan apa saja yang dia butuhkan, tetapi Jordan tidak menyentuh Clarabelle sama sekali. Bahkan Jordan meminta Clarabelle tidur di tempat lain dan bukan di kamar mereka.“Aku mungkin tidak akan pulang hari ini. Tapi awas saja, kalau sampai aku tahu kamu keluar rumah.” Jordan memakai jas yang dia sampirkan di kursi di kamar.“Kamu akan ke mana?” tanya Clarabelle pelan. Hatinya semakin teriris setiap ingat Jordan pulang larut malam, bahkan menjelang pagi dengan keadaan setengah mabuk.“Kamu pe
Clarabelle gemetar. Degupan di dadanya masih belum berkurang. Perih di pipinya, bibirnya, tubuhnya, hingga bagian paling penting dari kewanitaannya. Air mata kembali begulir di kedua pipi Calrabelle. Perlahan, setengah merangkak, Clarabelle menuju ke kamar mandi. Dia menutup pintu dan bersimpuh dengan bersandar di pintu kamar mandi.“Jordan … kamu sekejam ini padaku … Sakit sekali …” Clarabelle memperhatikan tubuhnya. Ada memar, merah, dan goresan luka di mana-mana.Clarabelle tidak ingat berapa banyak Jordan menarik lalu menodorongnya. Jordan menyentuhnya dengan kasar, sengaja memang agar Clarabelle merasa sakit. Sambil melepaskan hasrat dan kemarahan, Jordan mengucapkan kata-kata makian dan hinaan pada Clarabelle.“Aku bukan pelacurmu … bukan …” bisik Clarabelle sambil menutup wajah dengan kedua tangan.Hancur dan sakit, itu yang Clarabelle rasa. Andai bisa memilih, Clarabelle akan pergi. Sayang
“Ya, ada yang penting harus aku bicarakan denganmu.” James melangkah mendekat pada Jordan.Clarabelle sengaja menjauh, dia mendahului Jordan keluar dari ruangan itu.“Di kantor, silakan datang. Aku tidak akan ke mana-mana sampai jam enam hari ini,” kata Jordan, datar.“Oke. Thank you.” James menatap Jordan.Jordan berbalik dan segera menyusul Clarabelle yang sudah di luar rumah.“Bagus, kamu tahu diri juga.” Jordan bicara saat sudah bisa menyusul Clarabelle.Clarabelle menoleh cepat. Dia paham yang Jordan maksud. Clarabelle sengaja menghindari James.“Kamu tidak merindukan kakakku? Hah?” Jordan bicara di telinga Clarabelle.“Hentikan, Jordan. Kecemburuan kamu berlebihan.” Clarabelle membuka pintu mobil. Dia masuk, duduk, dan cepat mengenakan sabuk pengaman. Kesal sekali mendengar yang Jordan katakan.“Ho ho ho!” Jordan tertawa meledek. Di
Mata Jordan melebar. Wajahnya mememerah seketika. Dia mendekat ke sisi tempat tidur, berdiri menata tajam pada Clarabelle. “Apa kamu bilang?” Jordan berkata dengan nada sangat kaget. “Jordan, kita akan punya bayi. Seorang anak, anak kita.” Masih dengan wajah pucat, keringat dingin terasa memenuhi dahinya, dan juga tangannya begitu dingin, Clarabelle tersenyum. “No way! No!” Jordan setengah berteriak mendekatikan wajah pada Clarabelle. Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Refleks Clarabelle memeluk dada dan menutup matanya. “Anak? Sejak kapan aku pernah bicara anak padamu!?” Jordan sedikit membungkuk dan memegang kedua bahu Clarabelle. Clarabelle makin kuat memejamkan matanya. “Shit!” Jordan melepaskan tangannya. Dia berdiri dan menjauh. Clarabelle membuka mata dan melihat pada Jordan. Tampak dia sangat gusar. “Aku pergi. Urus dirimu sendiri!” Jordan meletakkan resep kembalidi meja, lalu keluar dari kamar itu. Clarabelle tidak bisa bilang apa-apa. Matanya sudah basah, ber