Hari menjelang sore saat Jordan dan James tiba di tujuan. Mereka langsung ke alamat yang diberikan oleh orang suruhan James. James yang menyetir, sengaja dia menghentikan mobil di seberang alamat rumah yang mereka dapat.
"Kenapa berhenti di sini? Aku akan langsung menemui Rita dan bertanya Lala ada di mana?" Jordan gelisah dan tidak sabar.
"Joy, kita belum tahu apa memang Lala ada di sini. Kalau kamu muncul tiba-tiba, justru memicu hal yang tidak diharapkan." James mencoba menjelaskan alasan dia tidak masuk halaman rumah Rita.
"Apa maksudmu?" Jordan mulai gusar.
"Jika ternyata Lala tidak di sini, kamu menanyakan dia pada Rita dan suaminya, apa yang mereka pikir? Perlu mereka tahu kejadian di antara kamu dan Lala?" James mengutarakan pikirannya, minta Jordan ikut berpikir.
"Well, okay ...." Jordan paham maksud James.
"Kita pastikan ini rumah Rita. Lalu kita ikuti dia. Jika memang dia dan Lala berkomun
Ucapan James membuat Nerry tersenyum lebar. Apa yang ada di kepala James Hayden sehingga bertanya seperti itu?"Aku terlalu muda untuk bisa punya bisnis sebesar ini, Tuan. Apalagi aku lebih suka bekerja di kantor. Aku kurang pintar brjualan." Nerry langsung berkata apa adanya. "Ini toko kakakku dan kakak ipar. Aku rasa tidak lama lagi mereka akan tiba di sini.""Ohh, I see." James tersenyum tipis dan mengangguk."Usaha ini dirintis Simon beberapa tahun lalu. Setelah menikah dengan Rita, mereka berdua bisa mengembangkannya lebih cepat. Dan, inilah jadinya." Nerry melebarkan tangan menunjukkan keberhasilan kakaknya."Oke, good." James kembali tersenyum dan mengangguk. Nama Rita dan Simon disebut. James yakin perjalanannya tidak akan sia-sia.James bisa menduga Nerri mungkin belum dua puluh lima tahun. Sikapnya seperti wanita baru dewasa. Tetapi dia terlihat cerdas dan penuh semangat."Aku masih penasaran, Tuan Hadyen datang ke kota ini, pasti
Rita masih terkejut ada pria asing datang ke rumah itu."Hey, what are you doing?" Sekali lagi Rita bertanya pada pria itu. Dia berhenti, tetapi masih dalam posisi membelakanginya.Clarabelle muncul dari belakang Rita. Dia ikut menatap pada pria yang berdiri tak jauh dari teras rumah itu."Jordan?" ucap Clarabelle."What? Jordan?" Sedikit terlonjak, Rita menoleh pada Clarabelle.Tidak ada pilihan. Jordan membalikkan badan, memandang pada kedua wanita yang pasti sangat terkejut melihat Jordan ada di rumah itu."Lala ...." panggil Jordan.Clarabelle tak bergerak. Dia sama sekali tidak menduga, Jordan tiba-tiba muncul di depannya. Bagaimana Jordan bisa menemukan Clarabelle ada di rumah Rita. Clarabelle menoleh pada Rita. Ada kecurigaan jika Rita membocorkan keberadaan Clarabelle."Aku tidak mengatakan pada siapapun. Tidak sama sekali." Rita tahu apa arti pandangan Clarabelle padanya."Lala, kita pulang?" Jordan menata
Jordan memperhatikan kakaknya yang terlihat ceria. Secepat itu ekspresi James berubah. Terus terang saja, lama Jordan tidak melihat James punya wajah enak dilihat seperti itu."Nerry? Kurasa aku belum pernah dengar." Jordan bicara di hatinya."Oke. Aku akan datang ke kantor Tuan Sanders besok. Ini kurasa langkah awal yang baik." James masih bicara di telpon.Jordan kembali memandang ke langit-langit kamar. Dia ingat-ingat kembali pertemuan dengan Clarabelle di rumah Rita."Kamu sedikit berbeda. Kenapa aku tidak memperhatikannya?" Jordan tersenyum. "Kamu sedikit lebih gemuk, tapi cuma di perut.""Kenapa senyum sendiri?" James duduk di tepi ranjang, tepat di sisi Jordan."Aku yang harusnya tanya." Jordan duduk, memandang James. "Siapa Nerry?""Adik Rita. Dia memberi ide bagus buat bisnis. Dia bersemangat sekali. Aku jadi penasaran mau coba ikut apa yang dia harapkan." James melipat kedua tangan, bersedekap.
Jordan terkejut Clarabelle bicara keras padanya. Tidak seperti saat mereka di rumah. Clarabelle cenderung menurut, dan melakukan apa yang Jordan minta. Tapi tidak mungkin Jordan akan memaksa yang dia mau. Akibatnya akan lebih buruk buat hubungannya dengan Clarabelle. Jordan harus menahan diri, menari cara jitu agar Clarabelle mendengarkannya."Lala ... please, I am sorry ...." Muncullah kalimat pamungkas Jordan. Biasanya Clarabelle mudah luluh jika kata maaf dia dengar."Oke. Aku tidak akan marah dan membencimu. Hanya saja ... silakan pulang." Clarabelle menatap Jordan, lalu dia berbalik dan meneruskan langkahnya dengan cepat menuju ke rumah dia tinggal.Jordan tidak mau mengalah. Dia mengejar Clarabelle, mengikuti di belakang hingga mereka sampai di depan rumah."Pulanglah, aku hidup baik-baik di sini." Clarabelle menurunkan tekanan kalimatnya."Tidak, aku tidak akan pulang." Jordan mengucapkan kata yang sama, yang sebelumnya Clarabelle kata
Nerry dan Andrew masuk dari pintu depan."Hai, Lala!" Andrew langsung lari ke arah Clarabelle dan memeluknya dengan manja."Hai, Sayang. Ganteng sekali. Sudah rapi, mau ke mana?" Clarabelle mengurai senyum. Dia paksa galau hatinya menyingkir."Aunt Nerry ...." Andrew menoleh pada Nerry. "Dia mau ajak jalan-jalan. Mau ikut?""Oya? Jalan ke mana?" tanya Clarabelle."Mau ke pantai, sebentar saja." Nerry yang menjawab. Di mengamati wajah Clarabelle yang tampak sedikit sembab. Lalu dia menempati sofa kecil seberang tempat Clarabelle duduk."Wah, pasti asyik." Clarabelle kembali tersenyum."You look sad. Do you miss you family?" tanya Andrew sambil memandang Clarabelle.Clarabelle memandang Andrew. Bocah tampan itu perhatian juga, bisa melihat aura sedih di wajah Clarabelle meskipun dia berusaha bersikap normal."Yeah, you are right. I miss my family." Clarabelle mengangguk."Jadi, jalan-jalan akan menghiburmu, Lala," k
James mengira Nerry yang kembali mengirim pesan, ternyata Crystal. Dia segera menelpon neneknya dan menjelaskan yang terjadi. Mereka menemukan Clarabelle, lebih tepatnya Jordan. James memang belum bertemu dan tidak terlalu berharap akan bertemu. James tidak mau Jordan salah paham lagi dengannya."Kapan kalian akan bawa Clarabelle pulang?" tanya Crystal.Oh-oh. Pertanyaan itu, tidak mudah James jawab. Sebab Clarabelle tidak ada niat akan pulang. Dia memutuskan tetap menjauh dari Jordan dan menjalani hidupnya sendiri."Sabar, Granny. Pasti dia pulang. Jordan masih perlu meyakinkan Lala." James menjawab dengan hati-hati."Mereka tidak ribut, kan? Jordan tidak kasar pada istrinya?" Crystal bertanya lebih detil."Granny, tenang. Jordan tahu apa yang harus dia lakukan. Oke?" James meredakan Crystal. Jika dituruti pertanyaannya akan makin banyak dan bisa jadi mengada-ada. Lebih baik dihentikan sebelum melebar."James, aku hanya mau cucu menan
Jordan tidak segera menjawab pertanyaan Clarabelle. Dia fokus saja melihat jalanan."Jordan, jawab pertanyaanku." Clarabele sedikit takut sebenarnya hanya berdua dengan Jordan. Tiba-tiba dia ingat, Jordan tidak segan menyakiti fisiknya jika sedang marah."Kota ini memang bagus, sangat cantik. Tidak penuh dan sibuk seperti Sydney. Asyik juga tinggal di sini." Jordan tidak menjawab yang Clarabelle tanyakan justru mengatakan yang lain."Maksud kamu?" Clarabelle merasa degupan kencang menerjang dadanya."Ya, aku bisa mengerti mengapa kamu kerasan tinggal di sini. Kurasa tempat yang baik untuk seorang anak lahir dan tumbuh." Jordan menjawab tetap dengn tenang.Spontan, Clarabelle memegang perutnya. Lalu dia geser tas yang dia pegang menutup perut dan dadanya. Tanpa sadar, dia mau melindungi bayinya dari Jordan.Jordan menoleh pada Clarabelle. "Tenang saja, aku tidak akan menyakiti kamu, Lala. Aku akan jadi suami dan ayah yang baik."Jordan
Clarabelle menatap pria tampan itu, yang masih tersenyum dengan cerah, sampai bibir Clarabelle sedikit menganga. Rita pun sama terkejutnya, setengah melotot dia memandang ke arah pria itu. "Jordan?" ujar Rita. "Ya, aku senang, Lala memberi aku ide untuk memulai sesuatu yang baru di sini. Aku bisa dekat dengannya sekaligus bekerja." Jordan melangkah mendekat. Matanya tidak lepas terarah pada Clarabelle. "Mommy! Can I take this?" Andrew memanggil Rita. Rita segera mendekati anaknya. Dia menolongnya membeli coklat yang Andrew mau. Jordan tersenyum lebar. Berdekatan begitu rupa, Clarabelle merasa dadanya berdegup kencang. Masih ada sedikit rasa takut, tapi dia sadar, debaran itu karena rasa rindu yang terus menggelitik hatinya. "Aku tidak akan pernah membiarkan kamu jauh. Kita sudah berjanji akan sama-sama, dalam pernikahan ini hingga maut memisahkan." Mata tegas dan bagus itu menatap kedua bola bening Clarabelle. Sebaliknya Clarab
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak
Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Dia mencoba melepaskan diri, tapi Jordan tidak mau mengalah. Dia bahkan lebih berani bertindak. Dia kecup Clarabelle. Dia lepaskan kerinduan dengan memeluk erat istrinya.Clarabelle awalnya ingin berontak. Sayangnya, hati dan rindunya tidak sejalan. Hati menolak, tetapi rindu yang Clarabelle rasa memaksanya menyambut kemesraan yang Jordan lemparkan. Debaran kuat menguasai Clarabelle. Degupan yang menyenangkan, yang menaikkan hasrat dirinya tak bisa dibendung. Clarabelle menyerah. Dia mulai menikmati sentuhan Jordan."I miss you. So much ...." Jordan berbisik, lembut. Clarabelle makin bergelora.Tidak ada penolakan, Jordan makin melangkah jauh. Permainan dia lanjutkan. Dia menarik Clarabelle naik ke atas ranjang. Mereka meneruskan perjalanan rindu dan cinta yang terlalu lama tertahan karena rasa marah, kecewa, dan juga takut makin terluka.Di luar salju kembali deras. Bahkan suara angin menderu pun terdengar. Rindu
Mobil Jordan oleng. Clarabelle mendekap dadanya dengan rasa takut mencuat begitu cepat. Mobil hampir saja bertabrakan. Jordan sigap kembali ke posisi dan mengendalikan setir. Untung, dia mampu menghindar sehingga tabrakan tidak terjadi. "Ya Tuhan ...." Clarabelle masih merasakan dadanya berdetak begitu cepat karena rasa kaget. Jordan sudah kembali menguasai kendaraannya. Tapi dia juga sama terkejutnya. Berulang kali dia mengambil nafas dalam, menenangkan diri. "Sorry, I am sorry," kata Jordan tanpa melihat CLarabelle. Dia fokus menyetir. Clarabelle tidak menjawab. Dalam hati dia bersyukur, tidak terjadi kecelakaan. Dia tidak bisa membayangkan jika benar tabrakan terjadi. Bukan hanya dia dan Jordan yang celaka, tetapi bayi mungil di rahimnya juga. Hening. Sisa perjalanan hingga ke toko Jordan, tidak ada yang bicara. Jordan memarkir kendaraannya, langsung masuk ke garasi. Clarabelle kembali memegang pipi Jordan, lalu ke lehernya.
James menajamkan tatapannya. Dua bola mata indah dan lentik milik Nerry berair. Apa yang dia risaukan? Mengapa justru gadis itu jadi bersedih? "Nerry, ada apa? Aku sungguh-sungguh dengan niatku. Aku tidak akan mempermainkan kamu. Aku janji ...." "Bukan itu. Maafkan aku," sahut Nerry. James menutup mulutnya. Dia lebih baik mendengar yang Nerry akan utarakan padanya. Mungkin memang dia terlalu cepat meminta Nerry menjadi kekasihnya apalagi masuk dalam pernikahan. Rasanya sama saja dengan kisah Jordan dan Clarabelle. "Mengenal Tuan secara langsung, punya momen bersama, buat aku ... seperti mimpi. Ga masuk akal. Tuan tiba-tiba muncul di depanku. Semua hari-hariku berubah seketika." Nerry mulai mengungkapkan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya. James menunggu. Dia tahu Nerry belum selesai. "Jujur, aku jika sungguh bersama Tuan nanti, seperti cinderella. Dari hidup sederhana masuk dalam sebuah istana. Apakah aku bisa, Tuan? Apakah aku cu