Malam ini terasa mencekam, terutama bagi gadis bernama Nara Juliana Putri. Semilir angin yang berembus tenang tidak bisa menenangkan hatinya yang sedang dalam keadaan gugup dan takut. Bulan dan bintang yang bersinar terang, tidak bisa menerangi hatinya yang tertutup oleh kegelapan. Nara ingin lari dari kegelapan ini, tapi awan gelap berwujud laki-laki tampan di hadapannya ini terus saja mengejarnya dan mengekangnya.Glek!Nara kembali menelan salivanya saat melihat tubuh Zico yang menjulang tinggi berdiri di hadapannya dan mengatakan kata-katanya yang selalu terdengar mengerikan.“Kau sudah tertangkap basah, menurutmu hukuman apa yang pantas bagi seorang pemberontak nakal sepertimu, tikus kecil?” Zico menunjukkan smirknya yang sangat menakutkan dari biasanya.“Jo!”“Baik Tuan.” Jo menghampiri Kia dan memaksanya untuk ikut dengannya. Sedangkan Nara dan Zico masih berdiri di sana. “Dan kau, kau ingin aku menarikmu paksa atau berjalan sendiri?”Tanpa banyak bicara, Nara langsung
Nara duduk bersimpuh di lantai ruang tamu Zico, dia menangis tersedu-sedu di sana. Nara mengkhawatirkan sahabatnya Kiara, dia takut bahwa Zico juga akan membunuhnya. Kia adalah satu-satunya orang yang dia sayangi yang masih tersisa saat ini, jika Zico juga membunuhnya. Entah sehancur apa perasaannya.“Kia, kamu di mana. Maafin aku Kia,” ucapnya di sela-sela tangisannya.“Nona,” panggil seorang pelayan kepada Nara. Nara yang mendengar seseorang memanggilnya pun sontak terdiam, dia langsung mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk dan melihat ke arah suara yang tadi memanggilnya.“Nona, tuan menyuruh Anda untuk ke ruangannya,” lanjut pelayan itu.Ekspresi Nara langsung berubah, saat pelayan itu menyebut nama tuan. Yang dimana tuan yang dimaksud pelayan itu tak lain adalah Zico. “Aku tidak mau!” tolaknya seraya menundukkan kembali wajahnya.“Tapi Nona, tuan bilang ini berkaitan dengan sahabat Anda.”Nara langsung melihat dengan cepat ke arah pelayan itu lagi, saat dia mengatakan ka
Zico melihat ke arah tangan Nara yang memegang tangannya, dia seperti tidak berdaya dengan sentuhan Nara. Bibirnya ingin menolak permintaan dari Nara, tapi hatinya menolak keras apa yang ingin di ucapkan oleh bibirnya.“Baiklah,” ucapnya kemudian.Nara terlihat tersenyum saat mendengar kata persetujuan dari Zico, dia merasa lega karena itu artinya sahabatnya Kiara akan baik-baik saja. Dan Zico tidak akan membunuhnya.“Tapi kau harus menepati kata-katamu, jika kembali melanggarnya dan berusaha untuk kabur lagi dariku. Aku akan langsung mencari sahabatmu dan membunuhnya saat itu juga!” lanjutnya.Glek!Seperti biasa ancaman Zico terdengar sangat mengerikan di telinga Nara. Dan Zico adalah tipe orang yang selalu melakukan apa yang dia katakan, ucapannya bukan hanya sekedar gurauan atau ancaman yang hanya keluar dari mulut. Tapi dia akan benar-benar melakukannya, jika orang yang membuat janji dengannya telah mengingkari perkataannya.“Aku sudah berjanji, aku pasti akan menepatinya,”
Suara langkah kaki terdengar menggema di sebuah lorong gelap yang ada di mansion mewah milik Keluarga Tan. Sosok laki-laki pemilik dari suara langkah kaki itu terus melangkahkan kakinya menyusuri lorong gelap itu dan terus menimbulkan bunyi yang menggema dan menekan bagi siapa pun yang mendengarnya.Sampai dimana dia pun memberhentikan langkah kakinya di sebuah pintu ruangan yang tidak di ketahui. Tangan kanannya terangkat untuk memegang gagang pintu di hadapannya dan mengayukannya ke bawah sehingga membuka pintu yang tadinya tertutup dengan rapat itu.Laki-laki itu kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam ruangan yang tak kalah gelap dari lorong yang dia lewati tadi. Dia menyusuri dengan pandangan matanya seluruh isi dari ruangan gelap itu, sampai dimana matanya menangkap sesosok gadis yang duduk meringkuk di salah satu pojokkan yang ada di ruangan itu.Dengan tatapan dinginnya, laki-laki itu terus melangkahkan kakinya mendekati gadis yang terlihat sangat ketakutan itu.
Zico menunjukkan senyum nanarnya dan hendak kembali berdiri dari duduknya. Namun tiba-tiba Nara mencegahnya dengan memegang tangannya.“Kata siapa aku tidak setuju?” ucapnya, membuat Zico tersentak dan melihat lekat pada Nara.“Jadi kau setuju?” tanya Zico, sembari menunjukkan smirknya pada Nara.“Tentu saja, karena aku dan keluargaku selalu menepati janji yang kami buat!” jawab Nara dengan kata-katanya yang penuh penekanan.“Hehh, baiklah. Kalau begitu cepat lakukan!” ucap Zico, yang seperti menantang Nara untuk membuktikan semua perkataannya tadi.Deg!Detak jantung Nara berdetak dua kali lipat lebih cepat. Dia menunduk sembari matanya terus melirik ke sana kemari. Nara merasa kesal dengan mulutnya yang selalu berkata tanpa berpikir terlebih dahulu, dan sekarang dia malah merasa kikuk dengan apa yang harus dia lakukan, apakah dia sungguh harus mencium Zico. “Ta-tapi aku belum sikat gigi, pasti mulutku akan menimbulkan bau yang tidak sedap jika aku menciummu sekarang. Ba-baga
Nara memandang gugup ke arah Zico, karena jika Zico tidak merasa puas dengan sikapnya itu sudah pasti akan membahayakan nyawa sahabatnya Kiara.“Lumayan,” jawab Zico dan langsung melanjutkan langkahnya keluar dari kamarnya.Nara masih terdiam dengan matanya yang masih melihat lurus ke arah depannya. Otaknya masih mencerna jawaban Zico atas pertanyaannya, namun tiba-tiba dia tersadar dan mengedipkan matanya berkali-kali. “Apa tadi katanya, lumayan? Apa itu artinya dia menerimanya? Hah syukurlah, aku jadi sedikit tenang,” ucapnya.***Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Nara pun keluar dari kamarnya. Dia menuruni anak tangga hendak menuju ruang makan untuk sarapan. Di sana sudah ada Zico yang sedang duduk menunggu Nara, sebenarnya Zico paling tidak suka jika di buat menunggu oleh seseorang. Tapi entah kenapa, dia malah terus menunggu gadis yang sudah menjadi istrinya itu tanpa ada rasa keberatan sedikit pun dari dirinya. Tapi, bukan Zico namanya jika dia tidak mempermasa
Jo baru saja sampai di mansion Zico untuk menjemputnya ke kantor. Terlihat Jo turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam mansion. Dia tahu, pada jam seperti ini tuannya itu pasti masih sarapan. Dia pun dengan percaya dirinya melangkahkah kakinya menuju ruang makan.Dan benar saja, ketika dia sampai di ruang makan, Zico terlihat masih duduk di sana. Jo pun kembali melanjutkan langkahnya, seperti biasa dia akan menyapa Zico dan menunggunya sampai selesai sarapan. Namun tiba-tiba Jo menghentikan langkahnya, dia melihat pemandangan mengejutkan yang tertangkap oleh tatapan matanya.“Tuan disuapi? Dan itu pun oleh Nona Nara?” gumamnya.Tentu saja Jo merasa terkejut. Selama dia bersama Zico, dia tidak pernah melihat Zico dekat dengan wanita mana pun. Karena dia selalu bersikap dingin kepada setiap wanita yang berusaha mendekatinya. Dia bahkan akan sangat marah, jika wanita-wanita itu berani menyentuhnya walaupun hanya sedikit saja. Tapi apa ini, tuannya itu saat ini sedang di suapi
“Hiks hiks hiks.” Kini tangisan itu terdengar sangat jelas. Dan hal itu membuat Nara yakin, bahwa tangisan itu berasal dari ruangan ini. “Benar suaranya dari sini.”Glek! Dengan perasaan takut dan gugupnya Nara pun mencoba untuk membuka pintu ruangan itu. Dan ternyata pintu itu terkunci. “Terkunci?” gumamnya. Pintu itu sepertinya di kunci dari luar. Dan orang yang mengunci ruangan ini sepertinya membawa kunci ruangan ini bersamanya.“Kenapa ruangan ini di kunci ya? Apa ini gudang? Tapi, jelas-jelas tadi aku mendengar suara tangisan wanita di dalam ruangan ini. Apa mungkin ....”“Nona!” panggil seseorang.Deg!Nara tersentak, dia luar biasa terkejut saat ada suara seseorang yang sepertinya sedang memanggilnya. Lorong ini sangat gelap dan terkesan menakutkan, Nara juga tidak bisa melihat seseorang yang tadi memanggilnya. Dia hanya mendengar suara langkah kaki yang terus mendekat ke arahnya.“Nona, apa yang sedang Anda lakukan di sini?” tanya orang itu yang tak lain adalah pak San
“Bangun!” titah seseorang pada seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Gadis itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zico,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau bisa tidur dengan lelapnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara menunduk, sebenarnya ketika memikirkan masalah antara papanya dan keluarga Zico. Dia tidak sadar bahwa dia ketiduran. Tapi, Nara kembali melihat sekelilingnya, bukankah dia semalam ada di sofa? Kok tiba-tiba dirinya terbangun di atas tempat tidur? Apa mungkin Zico yang memindahkannya ke sini? Eyyy tidak mungkin, seorang Zico mau memindahkan gadis yang di bencinya ke tempat yang lebih nyaman? Dia mungkin memang akan melakukannya tapi bukan memindahkan ke
Zico masuk ke ruang kerjanya. Saat ini pikirannya tengah sangat kacau, dia kembali mengingat pembicaraannya dengan dokter yang merawatnya tadi. 1 jam yang laluDokter jiwa bernama Rifky itu membawa Zico ke ruangannya. Seperti yang tadi dia katakan pada Zico, bahwa ada yang ingin dia beritahukan padanya.Rifky mempersilakan Zico untuk duduk di kursi yang sudah ada di ruangannya, sedangkan Jo berdiri dengan setianya di samping Zico. Saat Rifky duduk di kursinya, terlihat raut penyesalan dari wajah dokter Rifky ketika dia hendak menyampaikan apa yang ingin dia katakan.“Ada apa dokter Rifky?” tanya Zico.Dokter Rifky menaruh kedua tangannya di atas meja kerjanya, dia menautkan kedua tangannya itu satu sama lain. Dia takut, apa yang akan dia sampaikan ini bisa membuat Zico marah dan itu akan berbahaya untuknya. Di negara ini, siapa yang tidak tahu Zico Alexander Tan, orang yang berkuasa. Dan siapa pun takluk padanya. Dia memiliki tangan kanan hebat yang setia padanya seperti Jonatha
Namun, tiba-tiba tatapan itu kembali menajam. Terlihat kebengisan yang sangat jelas dari ekspresi itu. Zico mengangkat tangannya dan menjepit pipi Nara dengan sangat kuatnya. “Kau pikir, siapa yang membuatnya menjadi seperti itu, hah?!” tanyanya dengan nada marah. “Papamu, papamu yang melakukannya. Jika dia tidak menghancurkan keluargaku dan membuat papaku bunuh diri, dia tidak akan menjadi seperti ini. Dan dia juga tidak akan membenciku! Dia tidak akan mengusirku, dia tidak akan membuangku. Kau pikir ini ulah siapa? Ayahmu yang membuat ini semua, dan putrinya sekarang ingin menenangkanku? Tidak kah menurutmu ini lucu. Jawab aku? Bukankah ini lucu?!” tanyanya dengan marah.Nara membelalakkan matanya saat melihat Zico yang dipenuhi dengan amarah. Tapi kemarahan ini berbeda, dia memang marah bahkan sangat marah. Tapi mata itu, terlihat sangat jelas dari mata itu bahwa dia juga menahan luka yang sama besarnya dengan kemarahannya. “Aku ... aku hanya ingin menenangkanmu saja,” ujarnya d
Dengan masih merasakan perasaan terkejut, Nara semakin mendekati Haruna yang memang sedang tertidur karena pengaruh obat penenang. Nara kembali memandang intens wajah dari wanita di hadapannya itu. Menurutnya wajahnya tidak banyak berubah, dia masih terlihat sangat cantik sama seperti yang ada di foto itu, yang berubah hanya dari kulitnya saja yang terliat menua. Memangnya siapa yang bisa merubah faktor usia, jika usia bertambah maka kedewasaan juga bertambah termasuk semakin menuanya kulit.Tapi, walaupun begitu Nara mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Haruna, kecantikan alami yang luar biasa. Sekarang Nara mengerti, dari mana Zico memperoleh ketampanannya yang luar biasa itu.Tanpa sadar tangan Nara terangkat, di dalam hatinya dia sangat ingin menyentuh puncak kepala dari Haruna, karena walau bagaimanapun Haruna tetaplah ibu mertuanya. Walaupun dirinya dan Zico menikah karena paksaan. Tapi, ibu mertuanya ini tidak salah. Bahkan tidak tahu apa pun yang terjadi antara dirinya da
Melihat Zico memasuki bangunan itu, Nara juga ingin mengikutinya. Namun, saat dia melihat ke sekelilingnya dia pun menyadari bangunan apa ini. “Ini, ini kan rumah sakit jiwa,” gumamnya, “kenapa? Kenapa Zico ke sini? Siapa yang sedang di rawat di sini?”Merasa sangat penasaran, Nara juga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu. Dia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga jarak dari Zico dan Jo. Karena dia tidak mau sampai Zico maupun Jo menyadari kehadirannya.Nara menghentikan langkahnya, saat melihat Zico dan Jo juga berhenti. Terlihat mereka yang sedang berbicara dengan seorang pria yang memakai jas dokter. Sepertinya pria itu adalah dokter yang mengurus orang yang saat ini ingin Zico temui. Tapi siapa, siapa orang yang ingin Zico temui di sini. Rasa penasaran Nara semakin memuncak, dia sangat ingin tahu siapa orang yang dirawat di sini dan ingin Zico temui. Apakah itu ada hubungannya dengan jawaban dari pertanyaannya?Nara kembali melanjutkan langkahnya, saa
Nara memberhentikan larinya tepat di hadapan Zico. Dia mendongak dan memandang Zico dengan lekat. “Tuan, bolehkah saya pergi keluar?” Izinnya.Zico mengernyit sesaat setelah mendengar permintaan dari Nara. “Tidak boleh!” jawabnya tegas.Nara langsung tersentak, setelah mendengar jawaban pasti dari Zico. “Kenapa?” tanyanya lagi.“Karena kau pasti sedang mencari kesempatan untuk melarikan diri,” jawab Zico.“Tidak, aku sungguh tidak akan melarikan diri. Bukankah aku sudah berjanji padamu. Kalau aku tidak akan pernah melarikan diri lagi.”“Ucapanmu tidak bisa kupercaya,” ujar Zico.Nara merasa sangat kesal dengan pria di hadapannya ini, kenapa dia sangat takut kalau dirinya akan melarikan diri. ‘Apakah dia sangat tidak rela kalau tidak menyiksaku. Atau jika aku melarikan diri dia tidak bisa membunuhku,’ batinnya. “Percayalah padaku, aku hanya ingin keluar sebentar. Aku ingin menikmati udara segar di luar. Aku bersumpah, aku tidak akan melarikan diri.” Dengan sekuat tenaganya Nar
Di pagi hari, Nara terbangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk dan melihat ke arah jam dinding. Dia menghela nafas leganya saat melihat waktu masih menunjukkan pukul 07.30 pagi. Dia takut kesiangan karena sepanjang malam dia tidak bisa tidur.Nara bertekad, dia tidak mau tertinggal informasi tentang kepergian Zico dan Jo yang akan ke suatu tempat yang terbilang misterius karena bahkan mereka tidak berbicara tentang tempat itu di telepon dan hanya mengatakan waktu kepergian mereka saja.Nara berdiri dan merapikan kembali alas tidur yang dia gunakan. Dia melihat ke arah tempat tidur. Tapi ternyata Zico sudah tidak ada di sana. “Ke mana dia? Apa sudah berangkat. Tapi ini masih pukul 7.30. Apa mungkin mereka mengubah waktunya. Ini gawat, aku harus bagaimana? Lebih baik aku mandi dulu sekarang dan setelah itu kembali mencarinya, mungkin saja dia sedang olahraga dulu atau semacamnya,” gumamnya.Nara pun bergegas pergi ke kamar mandi. Namun saat membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba Nar
Nara hanya duduk di kamarnya, dia memutuskan untuk tidak makan malam. Dia lebih memilih memikirkan bagaimana rencananya selanjutnya. Saat ini Zico sangat marah padanya dan sepertinya tidak akan mudah untuk membujuknya. Padahal dia baru saja ingin bersikap baik padanya untuk mencari petunjuk darinya, tapi karena insiden tadi pagi. Akhirnya semuanya menjadi gagal dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana.“Sepertinya dia benar-benar marah, bagaimana ini? Jika dia semarah ini, akan sulit untuk mendekatinya. Dan rencanaku pasti akan gagal,” gumamnya.Satu jam berlalu, dua jam berlalu, empat jam pun telah berlalu. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Tapi Zico belum juga kembali ke kamar. Nara masih setia menunggunya untuk kembali ke kamar. Karena dia masih berpikir bahwa Zico akan marah, kalau dirinya tidur lebih dulu. Ya, walaupun memang seperti itu sih kenyataannya.Ceklek, Nara langsung melihat ke arah pintu saat mendengar suara pintu terbuka. “Tuan,” ujarnya se
Nara masih sibuk dengan dunia halunya. Ya, dia saat ini masih membaca buku-buku novel yang dia temukan di perpustakaan Zico. Sebenarnya Nara masih tidak mengerti, kenapa di perpustakaan pribadi Zico terdapat buku-buku novel romantis yang memang bisa dibilang buku-buku ini sangat terkenal di kalangan para peminat buku novel romantis. Tapi, yang lebih anehnya lagi. Kenapa Zico tidak tahu keberadaan buku-buku ini di perpustakaannya. Buktinya dia kemarin mengejek salah satu buku novel yang hendak Nara baca.Tok tok. “Nona, ini sudah sore. Mungkin sebentar lagi Tuan akan pulang,” ujar Melly yang mengingatkan Nara, bahwa mungkin sebentar lagi Zico akan pulang.Nara yang mendengar ketukan pintu dan suara Melly pun langsung tersadar, dia melihat jam tangannya. Ternyata sudah pukul 6 sore, Melly benar. Sebentar lagi Zico mungkin akan pulang. Nara pun membereskan semua buku-buku yang tadi dia bawa. Dan menaruhnya kembali ke tempatnya semula.Setelah itu, Nara berjalan ke arah luar perpustaka