Mala baru saja selesai membereskan barang-barangnya dari dalam koper. Memindahkan pakaian ke lemarinya, meski tidak banyak. Baju Mala masih tertata rapi di lemarinya.Kedua mata Mala berpusat pada dinding kamarnya. Foto-foto Dewa begitu banyak terpajang di sana. Senyuman Mala melingkar tipis, rupanya foto-foto itu masih ada dan tidak berubah posisinya.Tentu siapa yang berani memindahkan foto-foto tersebut kalau bukan dirinya sendiri. Mala mengambil foto-foto itu lalu memasukkannya ke dalam kotak. Mala merasa foto itu sebaiknya tidak perlu ada di sana. Tapi, mendadak perasaanya tidak nyaman. Mala berpikir kalau hanya foto sepertinya tidak masalah. Dewa juga tidak akan masuk ke kamarnya lagi, bukankah begitu?Mala pun mengembalikan foto-foto tadi ke posisinya semula. "Kamu lagi apa, Kak?" tanyanya sambil mengelus foto Dewa."Dasar gila! Ngapain ngomong sama benda mati." Mala menggeleng kemudian melanjutkan lagi aktifitasnya.Malam pun datang. Kota Bandung semakin dingin saja di malam h
Mala yang saat itu sedang berbaring dikejutkan dengan suara ketukan pintu berulang."Siapa yang bertamu? Ini kan udah malam," ucapnya sambil melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 21.30 WIB.Kedua kakinya turun dari ranjang, lalu berjalan menuju ke arah pintu sambil mengikat rambutnya. Ikat rambut itu adalah ikat rambut pemberian Dewa beberapa tahun lalu, sampai saat ini masih Mala simpan.Mala membuka pintu dan menutupnya kembali dengan cepat saat melihat orang yang ada di depannya tadi. "Ya Tuhan. Apa aku nggak salah lihat?""Mala, kok pintunya di tutup. Buka Mala, aku mau ngomong sama kamu."Itu adalah Dewa. Jadi apa yang akan dilakukan Dewa sekarang. Padahal sejak tadi Mala berusaha tidak keluar rumah karena tidak ingin berpapasan dengan pria itu. Tapi, sekarang pria itu mendatangi rumahnya.Mala membuka pintunya, lalu menatap Dewa sekilas sebelum pandangannya diedarkan ke arah lain. "Ada apa?"Pria di depan Mala itu tak kuasa menahan dirinya lebih lama. Dewa langsung merai
Mala mencoba melepaskan ciuman Dewa yang begitu dalam hingga ia kesulitan bernapas. Dewa melepaskannya sejenak. Tapi tangannya masih mencengkeram dua bahu Mala dengan kuat."Stop Kak! Kenapa Kakak cium aku!" sentak Mala dengan suara meninggi."Karena Kakak mau cium kamu. Kakak mau tepatin janji Kakak, cium kamu lebih lama saat kita bertemu lagi." Dewa menawan kedua mata Mala hingga gadis itu tidak dapat berkutik."Omong kosong. Itu cuma masa lalu." Mala menggeleng."Bagi Kakak itu semua bukan omong kosong. Kamu tahu? Kakak datang ke Korea tepat waktu kamu wisuda. Tapi, Kakak nggak jadi menemui kamu, sewaktu Kakak tahu, kamu udah punya pacar.""Hah?" kaget Mala. "Pacar?"Dewa mengusap wajahnya. "Kakak nggak peduli, Mala. Meski Kakak nggak lihat wajah dia, tapi Kakak lihat dia cium kamu. Apa itu namanya kalau bukan pacar."Mala mengerutkan kening. Dia tidak pernah berciuman dengan cowok selain Dewa. Lalu siapa yang Dewa lihat itu?"Kak. Aku nggak pernah ciuman dengan lelaki lain. Mana m
Dewa merapikan rambut sambil melihat ke arah kaca spion mobil. Senyumnya terus melingkar, hari ini Dewa sangat bahagia.Mala berjalan mendekat ke mobilnya. Tapi bukannya masuk ke dalam mobil, gadis itu hanya diam saja di depan gerbang rumahnya. Dewa pun lantas keluar dari mobil lalu menghampiri Mala."Pagi. Kok bukannya masuk malah berdiri di situ?" tanya Dewa. Mala menahan senyumnya, menutupi mulutnya dengan scarf dilehernya."Aku nunggu taksi.""Taksi?" Dewa mengernyitkan kening. "Kenapa naik taksi? Kan aku mau antar kamu, Sayang."Mala berdecih. "Siapa yang nyuruh kamu antar aku sih," sahutnya, ketus. Mala lupa apa yang terjadi semalam. Oh tidak! Bagaimana bisa Mala lupa semua itu. Dia hanya masih terasa canggung saja."Nggak ada yang nyuruh. Aku merasa punya kewajiban untuk mengantar kamu sampai tempat tujuan dengan selamat.""Kamu supir aku?" celetuk Mala, menaikkan sebelah alis.Dewa tertawa kecil. "Bisa. Aku bisa jadi supir atau apapun terserah kamu."Mala mengangguk. "Oke. Ber
Mala benar-benar terkejut mendengar itu. Bukannya Dewa bilang dia tidak berpacaran setelah mereka putus? Lalu kenapa Indah mengatakan hal yang bertolak belakang. Apa Dewa berbohong padanya?"Mala kok malah bengong sih?" tanya indah."Kata kamu mantan Bos Dewa? Kamu yakin, Indah?" tanya Mala lagi memastikan itu dengan lebih jelas.Indah menggaruk tengkuknya. "Belum pasti sih. Tapi keduanya akrab gitu. Mbak Kristal juga perhatian banget, beda deh. Cuma nggak ada omongan kalau mereka pacaran, itu cuma tebakan.""Hah tebakan?""Iya. Karena mbak Kristal itu dianggap pasangan yang cocok untuk bos Dewa.""Kamu bercanda?" ucap Mala membuat Indah terkejut."Kenapa muka kamu kayak gitu? Seolah-olah kamu merasa mbak Kristal nggak cocok sama bos Dewa," kata Indah sedikit heran."Em, bukan gitu kok." Mala secepatnya menggeleng. Dia tidak mau jika rahasianya terbongkar terlalu awal. Dia juga masih ingin fokus bekerja, bukan untuk memamerkan diri bahwa dia pacar bosnya."Emang sih, ya, mbak Kristal
Awalnya Mala masih mengira dirinya tengah bermimpi. Di sebelahnya adalah Dewa. Cinta yang tidak pernah ia lupakan sedikit pun. Walaupun keduanya sempat berpisah tapi semua itu sama sekali tidak membuat perasaan mereka berubah."Baby, kenapa kamu liatin aku begitu?" tanya Dewa melirik Mala yang terus mencuri pandang ke arahnya."Ah itu ... enggak, kok," geleng Mala."Baby, kamu masih nggak percaya ya. Kalau kita bakalan bareng lagi kayak gini?" tanya Dewa.Mala mengembuskan napas perlahan. Ia mengangguk pelan. "Mala kira seumur hidup Mala akan melalui kehampaan tanpa Kakak," ucapnya.Dewa juga memikirkan hal yang sama. Betapa sangat mengerikan, hari-harinya tanpa Mala."Aku juga, Sayang, sepertinya aku mati rasa terhadap wanita lain."Mala sontak terkekeh. "Mala nggak yakin.""Kenapa nggak yakin?" tanya Dewa.Mala tidak menjawab. Mana mungkin bisa Dewa mati rasa. Dewa bukan Dewa sungguhan, dia manusia biasa.Akhirnya mereka sampai di depan rumah. Dewa keluar untuk membukakan pintu mobi
Dewa sudah bersiap dengan setelan kemeja dan jas yang rapih. Tadinya Dewa pikir dia akan berangkat sendiri ke pesta pertunangan sahabatnya, Dika. Tentu rasanya amat bahagia, dia bisa datang bersama gadis yang paling dicintainya, Nirmala.Seutas senyum tak pudar menghiasi bibirnya. Dewa memperbaiki tuxedo dilehernya, lalu berbalik dari cermin menuju ke luar rumah menjemput Mala, tetangganya.Mala pun sudah siap dengan tampilan yang natural. Meski usianya 20 tahun, tetap saja gaya yang digunakan Mala tidak banyak berubah, dia tetap Mala manis yang lebih suka tampil apa adanya, minimalis."Kayak anak kecil nggak sih?" gumam Mala di hadapan cermin sambil memperhatikan penampilannya sendiri.Melihat pantulan dirinya sendiri membuatnya teringat sosok wanita yang pernah mengantar Dewa pulang dalam keadaan mabuk. Wanita dengan high heels merah, dia terlihat seksi dan cantik.Mendadak Mala kembali insecure dengan dirinya sendiri. Apakah Dewa menyukai wanita yang seksi seperti itu?Saat dia sed
"Mala!" Dewa berlari mengejar Mala yang berpamitan untuk pulang."Mala! Jangan lari, Sayang." Dewa terus mengejar Mala, sampai-sampai kakinya menyandung sebuah pembatas jalan hingga ia mengaduh kesakitan."Argh!" pekiknya. "Sial!"Mala berbalik, ia segera berlari menuju Dewa."Kakak nggak apa-apa kan? Mana yang sakit?" tanyanya sambil memegangi lutut Dewa. Terlihat baik-baik saja, syukurlah.Dewa langsung memeluk Mala dengan erat. "Jangan pergi. Jangan lari kayak gitu. Nanti kalau kamu jatuh gimana, sakit. Terus jangan cemburu, maafin aku untuk yang tadi."Mala tidak menangis, dia hanya kaget melihat pemandangan tadi. Mala juga tidak marah, dia percaya pada Dewa.Hanya saja Mala bingung, kenapa wanita tadi langsung mencium Dewa begitu saja.Siapa sebenarnya dia?"Mala cuma nggak betah di sana. Mala nggak suka lihat cewek tadi yang tiba-tiba cium kamu," sahut Mala dengan santai sambil menatap mata Dewa."Iya. Dia itu Kristal mantan sekertaris aku. Dia memang begitu, terlalu agresif den
Derap langkah terdengar semakin dekat membuntuti Mala yang terus mempercepat langkah kakinya."Siapa sih, kenapa dia ngikutin aku?"Napas Mala terengah-engah setelah dia berhenti karena tak kuat lagi berlari. Ini semuanya karena Dewa tidak menjemputnya di acara reuni teman SMA Mala. Entah siapa orang yang mengikutinya tadi, yang jelas Mala ketakutan."Hallo, Kak. Kamu jemput aku dong, please, aku takut." Suara langkah kaki semakin dekat. Kedua bola mata Mala membulat sempurna saat lengan kekar melingkar di pinggangnya."Aaaaaaaaaaaaaaa....." teriaknya."Sayang, ini aku."Mala menutup mulutnya. Itu seperti suara..."Kak Dewa!"****"Jadi tadi beneran ada yang ikutin aku?" kaget Mala saat suaminya bilang bahwa seorang lelaki mencoba untuk membuntuti Mala. Beruntung Dewa sampai tepat waktu."Iya. Tadi aku emang ada urusan kerjaan di kantor. Semenjak kamu memutuskan untuk resain, aku kan hendel semuanya sendiri, Sayang.""Tapi kan itu keinginan kamu juga, Kak. Aku diminta resain.""Iya.
Mala merasa bersalah pada suaminya. Padahal Dewa bilang tidak apa-apa jika dia belum siap. Sejak tadi Dewa sibuk dengan pekerjaannya. Mala sebagai sekertaris Dewa saat di kantor tidak berani mengajak ngobrol suaminya itu tentang urusan pribadi."Huffffttt...." Mala menghela napas panjang sambil melirik ke arah suaminya yang tak menatapnya sama sekali.Apakah dia marah?Mala beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa begitu terus, dia merasa sangat bersalah dan dia satu-satunya yang bersalah. Dewa boleh berkata tidak apa-apa, tapi tetap saja buat Mala sikap suaminya itu agak berbeda."Kak. Kamu marah kan?"Dewa menaruh bolpoin di tangannya. Lalu ia membuang napas perlahan, dengan senyuman tipis, dia menggelengkan kepala. "Enggak, Sayang.""Karena hal seperti itu aja, aku nggak mungkin marah," tambah Dewa.Mungkin suaminya tidak marah. Tapi tetap saja ia merasa bersalah. "Mala nggak konsen kerja.""Ini kan kamu yang minta, Sayang. Kamu bilang mau mulai kerja kan?" ucap Dewa."Iya. Tapi seka
Mala membuka matanya perlahan. Garis bibirnya melingkar cantik menatap pria yang sedang terpejam, nyenyak disampingnya. Mala mengambil cermin, melihat bibirnya agak bengkak dan rambutnya yang berantakan. Dia terkekeh sendirian, tapi pria di sampingnya tidak terusik sama sekali."Capek ya. Kamu sih, mainnya nggak kira-kira," ringisnya sambil menggerakkan perlahan kakinya."Ouch!" pekiknya merasakan tubuhnya sedikit perih dan tidak nyaman."Sayang!" Dewa langsung terkejut saat mendengar suara istrinya. "Kamu kenapa?"Mala menggigit bibir bawahnya sambil meringis, ia tidak berani menyibak selimut di atas tubuhnya. Hanya menggeleng pada suaminya. "Enggak. Aku cuma... Perih.""Perih? Yang mana?" tanya Dewa sambil menyentuh kedua pipi Mala. "Aku nyakitin kamu, ya?" ia menelisik."Bukan. Ini cuma agak perih di bagian--" putus Mala, malu."Bagian mana? Sini, biar aku obatin." Dewa memang polos atau pura-pura tidak tahu sih, bagian mana lagi kalau bukan bagian dimana dia menghujam Mala berulan
"Bun. Mala pulang ke rumah kan?""Mala. Kamu pulang ke apartemen Dewa dong. Masa mau pulang sama Bunda?""Bukannya biasanya tidur di rumah pengantin wanita dulu Bun?""Dewa maunya langsung ke apartemen. Lagi pula Bunda nggak bisa lama di Bandung, Sayang. Tapi, kalau Mala mau tinggal di rumah, Bunda seneng dan mengizinkan.""Bunda mau ke Korea lagi?"Delia mengusap bahu putrinya. "Mala kan udah ada yang jaga. Bunda dan Ayah udah merasa tenang. Tapi, bukan karena itu juga Bunda harus balik segera ke Korea. Bunda dan Ayah masih harus mengurus sesuatu di sana. Mala mengerti kan?""Mala ngerti kok," angguk Mala, memeluk bundanya. "Mala sayang Bunda. Maafin Mala ya, kalau selama ini Mala sering merepotkan Bunda dan Ayah.""Jangan ngomong gitu, Sayang. Mala nggak pernah merepotkan. Bunda dan ayah bahagia punya putri cantik seperti Mala," balas Delia.Begitulah obrolan Mala dengan Delia setelah acara selesai.Mala menghela napas panjang. Saat ini di sebelahnya ada Dewa yang sedang menyetir mo
Sampai detik ini Mala seolah tidak percaya bahwa di tempat ini dia sedang duduk menunggu kedatangan Dewa sebagai calon mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan Mala Dewa.Gedung hotel sengaja di pesan Delia, ibunda Mala. Sebagai penyelenggara pesta untuk putri semata wayangnya. Delia dan Mahen merasa lega karena putrinya yang sempat berpisah dari Dewa akhirnya kembali bersatu dan hari ini mereka akan menikah.Teman-teman Mala pun berdatangan menghampiri Mala yang sudah terbalut kebaya khas Sunda, cantik dan menawan. Hanya saja Mala mencari keberadaan sahabatnya, Cilla. Gadis itu tidak terlihat hadir bersama Vina yang datang menggandeng kekasih barunya."Vin. Cilla mana? Kok nggak datang?"Vinna mendadak muram. "Dia kayaknya nggak bisa datang. Dia hari ini nemenin nyokapnya di RS. Lo tahu nggak, Mala? Bokapnya Cilla belum lama sakit, terus sekarang gantian deh nyokapnya sakit. Dia sedih banget, mana lo tahu kan, kalau dia suka sama Gilang? Tapi, Gilang malah menolak dia. Padahal
Masih dengan perasaan kesal. Dewa membuka pintu rumahnya. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini."Selamat malam," ucap seorang wanita yang tersenyum kecil pada Dewa."Kris? Mau apa kamu ke rumah saya?" tanya Dewa ketus.Ia memijat kening, apa lagi yang akan di perbuat Kristal kali ini. Kalau saja bukan karena Daddy-nya yang berteman dekat dengan orang tua Kristal, mungkin Dewa sudah lama memecat Kristal tanpa memutasikan nya."Aku kesini mau-" jawabnya terpotong saat melihat seorang gadis yang muncul di belakang Dewa."Kamu?" kata Kristal kaget. "Kamu sedang apa di rumah Dewa?"Mala menggelayut manja di lengan Dewa. "Sayang. Kamu udah ngantuk?" tanya Dewa sembari mengusap sulur anak rambut gadisnya."Iya. Kamu masih lama nggak?" balas Mala tanpa mempedulikan Kristal."Kris, kamu mau apa?" tanya Dewa."Kamu tinggal berdua dengan dia?" ucap Kristal, dia terlihat sangat kaget."Kalau iya, kenapa?" sahut Dewa. Mala hanya menatap sinis pada Kristal."Mbak. Tadi kenapa sih cium-cium p
"Tapi kamu suka kan, di mesumin Kakak?""Kakak! Apaan sih, udah ah pokoknya Mala pinjam baju Kakak!""Oke oke, Kakak ambil dulu ya.""Gitu dong." Mala mengangguk. Ia malas pulang ke rumahnya untuk sekedar ganti baju, padahal mereka bersebelahan. Mala berpikir akan menyenangkan jika mereka menikah nanti, selalu bersama dalam satu atap."Sayang. Pakai bajunya ya." Dewa menyerahkan kemeja miliknya dalam keadaan bertelanjang dada. Mala berteriak reflek. "Ahhhh..., Kakak! Porno ih!""Apa sih, hm? Masa gini doang porno. Aku masih pakai celana," bisiknya di telinga Mala.Gadis itu bertambah merona. "Sini kan bajunya. Aku mau ganti sekarang. Mala mengambil baju ditangan Dewa lalu berlari masuk ke kamar mandi. Dewa tertawa melihat Mala yang berlari dengan pipi merah. "Gemes banget. Sabar Wa. Ini ujian, tahan..."Dewa mengenakan kaos tanpa lengan miliknya lalu mulai memeriksa bahan masakan yang ada di dalam kulkas. Mala ingin memakan pasta, dia ingat kalau Mala sangat suka pasta buatannya.Ceri
"Mala!" Dewa berlari mengejar Mala yang berpamitan untuk pulang."Mala! Jangan lari, Sayang." Dewa terus mengejar Mala, sampai-sampai kakinya menyandung sebuah pembatas jalan hingga ia mengaduh kesakitan."Argh!" pekiknya. "Sial!"Mala berbalik, ia segera berlari menuju Dewa."Kakak nggak apa-apa kan? Mana yang sakit?" tanyanya sambil memegangi lutut Dewa. Terlihat baik-baik saja, syukurlah.Dewa langsung memeluk Mala dengan erat. "Jangan pergi. Jangan lari kayak gitu. Nanti kalau kamu jatuh gimana, sakit. Terus jangan cemburu, maafin aku untuk yang tadi."Mala tidak menangis, dia hanya kaget melihat pemandangan tadi. Mala juga tidak marah, dia percaya pada Dewa.Hanya saja Mala bingung, kenapa wanita tadi langsung mencium Dewa begitu saja.Siapa sebenarnya dia?"Mala cuma nggak betah di sana. Mala nggak suka lihat cewek tadi yang tiba-tiba cium kamu," sahut Mala dengan santai sambil menatap mata Dewa."Iya. Dia itu Kristal mantan sekertaris aku. Dia memang begitu, terlalu agresif den
Dewa sudah bersiap dengan setelan kemeja dan jas yang rapih. Tadinya Dewa pikir dia akan berangkat sendiri ke pesta pertunangan sahabatnya, Dika. Tentu rasanya amat bahagia, dia bisa datang bersama gadis yang paling dicintainya, Nirmala.Seutas senyum tak pudar menghiasi bibirnya. Dewa memperbaiki tuxedo dilehernya, lalu berbalik dari cermin menuju ke luar rumah menjemput Mala, tetangganya.Mala pun sudah siap dengan tampilan yang natural. Meski usianya 20 tahun, tetap saja gaya yang digunakan Mala tidak banyak berubah, dia tetap Mala manis yang lebih suka tampil apa adanya, minimalis."Kayak anak kecil nggak sih?" gumam Mala di hadapan cermin sambil memperhatikan penampilannya sendiri.Melihat pantulan dirinya sendiri membuatnya teringat sosok wanita yang pernah mengantar Dewa pulang dalam keadaan mabuk. Wanita dengan high heels merah, dia terlihat seksi dan cantik.Mendadak Mala kembali insecure dengan dirinya sendiri. Apakah Dewa menyukai wanita yang seksi seperti itu?Saat dia sed