Dewa merapikan rambut sambil melihat ke arah kaca spion mobil. Senyumnya terus melingkar, hari ini Dewa sangat bahagia.Mala berjalan mendekat ke mobilnya. Tapi bukannya masuk ke dalam mobil, gadis itu hanya diam saja di depan gerbang rumahnya. Dewa pun lantas keluar dari mobil lalu menghampiri Mala."Pagi. Kok bukannya masuk malah berdiri di situ?" tanya Dewa. Mala menahan senyumnya, menutupi mulutnya dengan scarf dilehernya."Aku nunggu taksi.""Taksi?" Dewa mengernyitkan kening. "Kenapa naik taksi? Kan aku mau antar kamu, Sayang."Mala berdecih. "Siapa yang nyuruh kamu antar aku sih," sahutnya, ketus. Mala lupa apa yang terjadi semalam. Oh tidak! Bagaimana bisa Mala lupa semua itu. Dia hanya masih terasa canggung saja."Nggak ada yang nyuruh. Aku merasa punya kewajiban untuk mengantar kamu sampai tempat tujuan dengan selamat.""Kamu supir aku?" celetuk Mala, menaikkan sebelah alis.Dewa tertawa kecil. "Bisa. Aku bisa jadi supir atau apapun terserah kamu."Mala mengangguk. "Oke. Ber
Mala benar-benar terkejut mendengar itu. Bukannya Dewa bilang dia tidak berpacaran setelah mereka putus? Lalu kenapa Indah mengatakan hal yang bertolak belakang. Apa Dewa berbohong padanya?"Mala kok malah bengong sih?" tanya indah."Kata kamu mantan Bos Dewa? Kamu yakin, Indah?" tanya Mala lagi memastikan itu dengan lebih jelas.Indah menggaruk tengkuknya. "Belum pasti sih. Tapi keduanya akrab gitu. Mbak Kristal juga perhatian banget, beda deh. Cuma nggak ada omongan kalau mereka pacaran, itu cuma tebakan.""Hah tebakan?""Iya. Karena mbak Kristal itu dianggap pasangan yang cocok untuk bos Dewa.""Kamu bercanda?" ucap Mala membuat Indah terkejut."Kenapa muka kamu kayak gitu? Seolah-olah kamu merasa mbak Kristal nggak cocok sama bos Dewa," kata Indah sedikit heran."Em, bukan gitu kok." Mala secepatnya menggeleng. Dia tidak mau jika rahasianya terbongkar terlalu awal. Dia juga masih ingin fokus bekerja, bukan untuk memamerkan diri bahwa dia pacar bosnya."Emang sih, ya, mbak Kristal
Awalnya Mala masih mengira dirinya tengah bermimpi. Di sebelahnya adalah Dewa. Cinta yang tidak pernah ia lupakan sedikit pun. Walaupun keduanya sempat berpisah tapi semua itu sama sekali tidak membuat perasaan mereka berubah."Baby, kenapa kamu liatin aku begitu?" tanya Dewa melirik Mala yang terus mencuri pandang ke arahnya."Ah itu ... enggak, kok," geleng Mala."Baby, kamu masih nggak percaya ya. Kalau kita bakalan bareng lagi kayak gini?" tanya Dewa.Mala mengembuskan napas perlahan. Ia mengangguk pelan. "Mala kira seumur hidup Mala akan melalui kehampaan tanpa Kakak," ucapnya.Dewa juga memikirkan hal yang sama. Betapa sangat mengerikan, hari-harinya tanpa Mala."Aku juga, Sayang, sepertinya aku mati rasa terhadap wanita lain."Mala sontak terkekeh. "Mala nggak yakin.""Kenapa nggak yakin?" tanya Dewa.Mala tidak menjawab. Mana mungkin bisa Dewa mati rasa. Dewa bukan Dewa sungguhan, dia manusia biasa.Akhirnya mereka sampai di depan rumah. Dewa keluar untuk membukakan pintu mobi
Dewa sudah bersiap dengan setelan kemeja dan jas yang rapih. Tadinya Dewa pikir dia akan berangkat sendiri ke pesta pertunangan sahabatnya, Dika. Tentu rasanya amat bahagia, dia bisa datang bersama gadis yang paling dicintainya, Nirmala.Seutas senyum tak pudar menghiasi bibirnya. Dewa memperbaiki tuxedo dilehernya, lalu berbalik dari cermin menuju ke luar rumah menjemput Mala, tetangganya.Mala pun sudah siap dengan tampilan yang natural. Meski usianya 20 tahun, tetap saja gaya yang digunakan Mala tidak banyak berubah, dia tetap Mala manis yang lebih suka tampil apa adanya, minimalis."Kayak anak kecil nggak sih?" gumam Mala di hadapan cermin sambil memperhatikan penampilannya sendiri.Melihat pantulan dirinya sendiri membuatnya teringat sosok wanita yang pernah mengantar Dewa pulang dalam keadaan mabuk. Wanita dengan high heels merah, dia terlihat seksi dan cantik.Mendadak Mala kembali insecure dengan dirinya sendiri. Apakah Dewa menyukai wanita yang seksi seperti itu?Saat dia sed
"Mala!" Dewa berlari mengejar Mala yang berpamitan untuk pulang."Mala! Jangan lari, Sayang." Dewa terus mengejar Mala, sampai-sampai kakinya menyandung sebuah pembatas jalan hingga ia mengaduh kesakitan."Argh!" pekiknya. "Sial!"Mala berbalik, ia segera berlari menuju Dewa."Kakak nggak apa-apa kan? Mana yang sakit?" tanyanya sambil memegangi lutut Dewa. Terlihat baik-baik saja, syukurlah.Dewa langsung memeluk Mala dengan erat. "Jangan pergi. Jangan lari kayak gitu. Nanti kalau kamu jatuh gimana, sakit. Terus jangan cemburu, maafin aku untuk yang tadi."Mala tidak menangis, dia hanya kaget melihat pemandangan tadi. Mala juga tidak marah, dia percaya pada Dewa.Hanya saja Mala bingung, kenapa wanita tadi langsung mencium Dewa begitu saja.Siapa sebenarnya dia?"Mala cuma nggak betah di sana. Mala nggak suka lihat cewek tadi yang tiba-tiba cium kamu," sahut Mala dengan santai sambil menatap mata Dewa."Iya. Dia itu Kristal mantan sekertaris aku. Dia memang begitu, terlalu agresif den
"Tapi kamu suka kan, di mesumin Kakak?""Kakak! Apaan sih, udah ah pokoknya Mala pinjam baju Kakak!""Oke oke, Kakak ambil dulu ya.""Gitu dong." Mala mengangguk. Ia malas pulang ke rumahnya untuk sekedar ganti baju, padahal mereka bersebelahan. Mala berpikir akan menyenangkan jika mereka menikah nanti, selalu bersama dalam satu atap."Sayang. Pakai bajunya ya." Dewa menyerahkan kemeja miliknya dalam keadaan bertelanjang dada. Mala berteriak reflek. "Ahhhh..., Kakak! Porno ih!""Apa sih, hm? Masa gini doang porno. Aku masih pakai celana," bisiknya di telinga Mala.Gadis itu bertambah merona. "Sini kan bajunya. Aku mau ganti sekarang. Mala mengambil baju ditangan Dewa lalu berlari masuk ke kamar mandi. Dewa tertawa melihat Mala yang berlari dengan pipi merah. "Gemes banget. Sabar Wa. Ini ujian, tahan..."Dewa mengenakan kaos tanpa lengan miliknya lalu mulai memeriksa bahan masakan yang ada di dalam kulkas. Mala ingin memakan pasta, dia ingat kalau Mala sangat suka pasta buatannya.Ceri
Masih dengan perasaan kesal. Dewa membuka pintu rumahnya. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini."Selamat malam," ucap seorang wanita yang tersenyum kecil pada Dewa."Kris? Mau apa kamu ke rumah saya?" tanya Dewa ketus.Ia memijat kening, apa lagi yang akan di perbuat Kristal kali ini. Kalau saja bukan karena Daddy-nya yang berteman dekat dengan orang tua Kristal, mungkin Dewa sudah lama memecat Kristal tanpa memutasikan nya."Aku kesini mau-" jawabnya terpotong saat melihat seorang gadis yang muncul di belakang Dewa."Kamu?" kata Kristal kaget. "Kamu sedang apa di rumah Dewa?"Mala menggelayut manja di lengan Dewa. "Sayang. Kamu udah ngantuk?" tanya Dewa sembari mengusap sulur anak rambut gadisnya."Iya. Kamu masih lama nggak?" balas Mala tanpa mempedulikan Kristal."Kris, kamu mau apa?" tanya Dewa."Kamu tinggal berdua dengan dia?" ucap Kristal, dia terlihat sangat kaget."Kalau iya, kenapa?" sahut Dewa. Mala hanya menatap sinis pada Kristal."Mbak. Tadi kenapa sih cium-cium p
Sampai detik ini Mala seolah tidak percaya bahwa di tempat ini dia sedang duduk menunggu kedatangan Dewa sebagai calon mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan Mala Dewa.Gedung hotel sengaja di pesan Delia, ibunda Mala. Sebagai penyelenggara pesta untuk putri semata wayangnya. Delia dan Mahen merasa lega karena putrinya yang sempat berpisah dari Dewa akhirnya kembali bersatu dan hari ini mereka akan menikah.Teman-teman Mala pun berdatangan menghampiri Mala yang sudah terbalut kebaya khas Sunda, cantik dan menawan. Hanya saja Mala mencari keberadaan sahabatnya, Cilla. Gadis itu tidak terlihat hadir bersama Vina yang datang menggandeng kekasih barunya."Vin. Cilla mana? Kok nggak datang?"Vinna mendadak muram. "Dia kayaknya nggak bisa datang. Dia hari ini nemenin nyokapnya di RS. Lo tahu nggak, Mala? Bokapnya Cilla belum lama sakit, terus sekarang gantian deh nyokapnya sakit. Dia sedih banget, mana lo tahu kan, kalau dia suka sama Gilang? Tapi, Gilang malah menolak dia. Padahal