(Mahesa)
Kiano melihatku pulang dengan tatapan yang ingin menerkam tubuhku.
“Kenapa tanganmu?” Dia melihat tanganku yang diperban.
“Nggak sengaja.”
“Bos, jangan cari masalah. Kamu sudah susah berjalan saja aku khawatir kalau kamu keluar sendirian. Sekarang pulang-pulang, tanganmu diperban.”
“Sekar nggak sengaja menabrak aku dan memecahkan guci.”
Kiano membetulkan posisi duduknya menjadi tegak. Dia siap mendengarkan dengan seksama ketika aku menyeut nama Sekar. Dia tidak jadi kutinggalkan di Jakarta. Dia be
(Sekar) Aku terbangun dengan deringan ponselku yang kencang. Kevin. Sembari aku merogoh tasku untuk mencari ponselku, aku melihat Mahesa tertidur di sebelahku, dengan kedua tangannya sebagai tumpuan kepalanya. Aku berdiri dan agak menjauh dari pondok kami tidur. KEVIN. “Halo.” jawabku. “Sekar kamu dimana? Aku baru aja landing.” “Landing? Ke mana?” Aku mengerutkan dahiku. “Denpasar.” Aku terdiam.&
(Sekar) Aku menemui Kevin yang tidak berhenti meneleponku. Malamnya, ketika aku baru saja merebahkan tubuhku ke kasur. Aku benar-benar merasa terganggu. Seharusnya dari awal aku harus bersikap tegas dengannya agar dia benar-benar tidak mendekatiku lagi. “Sekar!” Kevin memelukku kencang. Dia mencium leherku. Aku melepaskan pelukannya dengan cepat. Dia menentukan bar dimana kami harus bertemu. Banyak sekali asap rokok dan barnya terlalu ramai. Aku tidak suka. “Kamu sengaja menghindar dariku ya?” “Iya. Aku sibuk sekali dan nggak mau diganggu.” Aku duduk disebelahnya. Kevin menyodorkan segelas bir besar padaku yang sudah ada di situ. “Ak
(Sekar) Aku menguap di depan Laras. Siang hari ini sangat sulit bagiku. Mataku pun terlihat bengkak dan Laras mulai curiga dengan apa yang terjadi, karena Laras meneleponku pagi-pagi dan mengajakku untuk rapat. Untungnya rapat agak telat dan menunggu klien yang datang dari Australia. “Elo nggak apa-apa kan, Kar?” tanya Laras curiga. Dia menatap mataku yang bengkak. “Nggak apa-apa. Semalam gue nonton film di kamar hotel dan filmnya sedih. Walaupun lebih sedih kisah hidup gue sih.” elakku mencoba untuk bercanda. “Elo nggak berurusan dengan Kevin?” “Gue sempet ketemu semalam. Gue kurang suka
(Mahesa) Sekar membuka pintu dengan cepat, sedangkan aku duduk di sofa. Aku mendengar langkah kaki masuk ke dalam ruangan. “Sekar, ternyata kamu disini? Lama banget sih kam…” Kevin menghentikan langkah dan juga ucapannya ketika dia melihatku. Aku hanya menoleh ke arahnya. Ekspresi Kevin kaget bukan kepalang seperti melihat hantu. Aku tahu dia sangat syok melihatku berada di kamar Sekar. “Ngapain kamu ke sini?” tanya Sekar. “A…Aku hanya mengecekmu.” jawabnya Kevin terbata-bata. “Mengecek seorang perempuan dengan memencet bel dengan membabi buta malam-malam beg
(Sekar) Aku betul-betul memindahkan semua barangku ke kamarnya. Apa yang merasukiku hingga aku patuh dengan pria ini? “Ke kamar 201 VIP Bungalo. Bersihkan. Sementara saya mau sarapan.” ucap Mahesa di telepon ke resepsionis. “Kiano sudah berangkat? Oh, sama Lina?” Aku tidak tahu sedekat apa Mahesa dengan karyawan di hotel ini. Atau memang dia benar-benar pemilik hotel ini. Aku menatapnya dari atas sampai bawah. Dia tidak seperti pemilik hotel. Tampangnya urakan sekali. “Kenapa kamu melihatku seperti itu?” Dia meletakkan telepon ke tempatnya. Dia sadar aku memperhatikannya. &ldquo
(Sekar) Aku selalu melingkarkan tubuhku jika suhu kamar berubah menjadi dingin. Padahal selimut tebal sudah menutupi tubuhku. Dalam tidurku, aku selalu mendengar suara deburan ombak dan suara seorang pria. Pria itu muncul di depanku dan memelukku erat. “Sekar, I miss you so much.” ujarnya masih memelukku. Dia membelai rambutku dengan pelan. Tiba-tiba aku merasakan kehangatan seperti pelukan yang nyata. Lalu aku membuka mataku. Aku berada di dalam pelukan Mahesa! “Sekar bangun.” ucapnya pelan. Dia membelai rambutku. “Kamu tidak mau mengerjakan pekerjaanmu?” tanyanya. Ter
(Sekar) Aku tidak yakin dengan perasaanku ketika bersama Mahesa. Sikapku seperti orang yang dimabuk cinta. Tunggu cinta? Secepat itukah perasaanku padanya? Dia itu menyebalkan. Seenaknya mengklaim bahwa aku pacarnya. Seenaknya menyuruhku tidur dengannya. Seenaknya menciumku. Menyuruhku ini itu. Anehnya, aku tidak menolak walaupun ada beberapa yang membuatku risih. Aku suka ketika dia memelukku. Ada perasaan nyaman. Seperti hal itu pernah terjadi padaku sebelumnya. Beberapa hari ini aku selalu pulang malam dan sibuk sekali. Aku tidak sempat bertemu Mahesa dan selalu menemuinya di hotel. Kegiatannya hanya di hotel. Aku rasa dia memang pemilik hotel ini. Dia cukup banyak berinteraksi dengan beberapa karyawan. Seorang wanita cantik akhir-akhir ini mengikutinya. Dia yang selalu mendatangi kamar kami d
(Mahesa) Kedua tanganku memegang pinggiran pembatas besi, kemudian kakiku selangkah demi selangkah menapak ke tanah, lalu aku melepas kedua tanganku. Kakiku sudah lumayan membaik. Bahkan hari ini, aku sudah tidak menggunakan tongkatku untuk membantuku berjalan. Aku hanya berpegangan kepada Kiano dan berjalan dengan santai. Seorang terapis memberikan gerakan-gerakan terapi untuk kakiku selanjutnya saat aku berbaring di sebuah kursi panjang. Karena ruangan terapi di sini berdinding kaca, tidak sengaja aku melihat Sekar melewati lorong ruang terapi. Dia berjalan menatap lurus ke depan. Pasti dia akan menemui psikiater. Refleks, aku menelpon Sekar tanpa memikirkan hal-hal tidak terduga ke depannya. Sempat beberapa kali aku meneleponnya tapi tidak diangkat. Karena penasaran dan kesal dia tidak meng