(POV)
Pagi ini tidak begitu cerah. Tidak secerah wajah Mahesa yang berjalan pelan dengan tumpuan tongkat sikunya yang hanya sebelah. Dia memang belum lancar berjalan. Ketika dia tidak memakai tongkatnya, kakinya terasa ngilu dan tertusuk-tusuk. Penyebabnya mungkin karena Mahesa tidak melakukan terapi setelah pemasangan pen pada kakinya yang patah pasca operasi beberapa bulan yang lalu. Semua karyawannya yang melihatnya masuk kembali terpana. Tampangnya kali ini terlihat berbeda. Selain kurus, rambut Mahesa agak panjang menjuntai di setengah telinganya, dan tumbuh jambang tipis di sekitar rahang dan dagunya. Banyak yang menyapa dengan sebuah senyuman senang karena Mahesa kembali lagi ke perusahaan.
Ada juga yang sangat bersimpati padanya karena kisahnya yang sedih. Hanya mendengar desas-d
(Mahesa)Satu minggu sebelumnya, Beberapa minggu ini aku sibuk dan fokus mengurus perusahaanku pasca kekacauan yang dibuat oleh Brian dan Farel. Kelanjutannya, Brian ditahan dan menyusul Farel. Mama Rosa akhir-akhir ini sedang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Sempat aku mendengar Mama Rosa dan Darius bertengkar hebat karena Mama Rosa beranggapan bahwa Darius terlalu tega kepada anak-anak kandungnya daripada aku, yang entahlah dianggap anak angkat bukan, anak tiri juga bukan. “Malam ini kamu akan malam sama Pak Ari.” ucap Kiano melihat tab-nya. “Pak Ari? Siapa?” Aku menengadahkan kepalaku pada Kiano yang sedang berdiri. “D
(Mahesa) Kiano melihatku pulang dengan tatapan yang ingin menerkam tubuhku. “Kenapa tanganmu?” Dia melihat tanganku yang diperban. “Nggak sengaja.” “Bos, jangan cari masalah. Kamu sudah susah berjalan saja aku khawatir kalau kamu keluar sendirian. Sekarang pulang-pulang, tanganmu diperban.” “Sekar nggak sengaja menabrak aku dan memecahkan guci.” Kiano membetulkan posisi duduknya menjadi tegak. Dia siap mendengarkan dengan seksama ketika aku menyeut nama Sekar. Dia tidak jadi kutinggalkan di Jakarta. Dia be
(Sekar) Aku terbangun dengan deringan ponselku yang kencang. Kevin. Sembari aku merogoh tasku untuk mencari ponselku, aku melihat Mahesa tertidur di sebelahku, dengan kedua tangannya sebagai tumpuan kepalanya. Aku berdiri dan agak menjauh dari pondok kami tidur. KEVIN. “Halo.” jawabku. “Sekar kamu dimana? Aku baru aja landing.” “Landing? Ke mana?” Aku mengerutkan dahiku. “Denpasar.” Aku terdiam.&
(Sekar) Aku menemui Kevin yang tidak berhenti meneleponku. Malamnya, ketika aku baru saja merebahkan tubuhku ke kasur. Aku benar-benar merasa terganggu. Seharusnya dari awal aku harus bersikap tegas dengannya agar dia benar-benar tidak mendekatiku lagi. “Sekar!” Kevin memelukku kencang. Dia mencium leherku. Aku melepaskan pelukannya dengan cepat. Dia menentukan bar dimana kami harus bertemu. Banyak sekali asap rokok dan barnya terlalu ramai. Aku tidak suka. “Kamu sengaja menghindar dariku ya?” “Iya. Aku sibuk sekali dan nggak mau diganggu.” Aku duduk disebelahnya. Kevin menyodorkan segelas bir besar padaku yang sudah ada di situ. “Ak
(Sekar) Aku menguap di depan Laras. Siang hari ini sangat sulit bagiku. Mataku pun terlihat bengkak dan Laras mulai curiga dengan apa yang terjadi, karena Laras meneleponku pagi-pagi dan mengajakku untuk rapat. Untungnya rapat agak telat dan menunggu klien yang datang dari Australia. “Elo nggak apa-apa kan, Kar?” tanya Laras curiga. Dia menatap mataku yang bengkak. “Nggak apa-apa. Semalam gue nonton film di kamar hotel dan filmnya sedih. Walaupun lebih sedih kisah hidup gue sih.” elakku mencoba untuk bercanda. “Elo nggak berurusan dengan Kevin?” “Gue sempet ketemu semalam. Gue kurang suka
(Mahesa) Sekar membuka pintu dengan cepat, sedangkan aku duduk di sofa. Aku mendengar langkah kaki masuk ke dalam ruangan. “Sekar, ternyata kamu disini? Lama banget sih kam…” Kevin menghentikan langkah dan juga ucapannya ketika dia melihatku. Aku hanya menoleh ke arahnya. Ekspresi Kevin kaget bukan kepalang seperti melihat hantu. Aku tahu dia sangat syok melihatku berada di kamar Sekar. “Ngapain kamu ke sini?” tanya Sekar. “A…Aku hanya mengecekmu.” jawabnya Kevin terbata-bata. “Mengecek seorang perempuan dengan memencet bel dengan membabi buta malam-malam beg
(Sekar) Aku betul-betul memindahkan semua barangku ke kamarnya. Apa yang merasukiku hingga aku patuh dengan pria ini? “Ke kamar 201 VIP Bungalo. Bersihkan. Sementara saya mau sarapan.” ucap Mahesa di telepon ke resepsionis. “Kiano sudah berangkat? Oh, sama Lina?” Aku tidak tahu sedekat apa Mahesa dengan karyawan di hotel ini. Atau memang dia benar-benar pemilik hotel ini. Aku menatapnya dari atas sampai bawah. Dia tidak seperti pemilik hotel. Tampangnya urakan sekali. “Kenapa kamu melihatku seperti itu?” Dia meletakkan telepon ke tempatnya. Dia sadar aku memperhatikannya. &ldquo
(Sekar) Aku selalu melingkarkan tubuhku jika suhu kamar berubah menjadi dingin. Padahal selimut tebal sudah menutupi tubuhku. Dalam tidurku, aku selalu mendengar suara deburan ombak dan suara seorang pria. Pria itu muncul di depanku dan memelukku erat. “Sekar, I miss you so much.” ujarnya masih memelukku. Dia membelai rambutku dengan pelan. Tiba-tiba aku merasakan kehangatan seperti pelukan yang nyata. Lalu aku membuka mataku. Aku berada di dalam pelukan Mahesa! “Sekar bangun.” ucapnya pelan. Dia membelai rambutku. “Kamu tidak mau mengerjakan pekerjaanmu?” tanyanya. Ter