Di dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel, Ranesha adalah teman masa kecil sekaligus partner kerja Hail Delmara. Bahkan sampai akhir, gadis ini hanya menjadi secret admirer Hail. Ranesha yang dididik dengan keras dan berbudi pekerti luhur, membuatnya tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain.
“Duh.” Ranesha menepuk wajah sendiri. Ia bahkan diceritakan malah membantu Hail dalam masalah percintaan. “What a tragic story.” Lebih tepatnya, wanita bodoh. Kenapa mendukung Hail dikala itu akan membuat keduanya makin tersakiti? Benar-benar melelahkan.
“Aku tidak akan menjadi sebodoh dirimu,” tunjuk Ranesha pada pantulan dirinya di cermin toilet kantor.
“Padahal Ranesha ini sangat cantik dan elegan!” pujinya mengagumi diri sendiri.
Wajah khas orang asia. Berambut cokelat sebahu. Proporsi wajah mendekati kata sempurna yang membuat terlihat cantik dengan natural. Sedikit tirus karena begadang, mata sipit tapi memiliki lipatan kelopak yang indah, alis tebal yang rapi tanpa dilukis lagi, hidung mancung dan bibir tipis yang memerah tanpa lipstik. Badan ramping tinggi bak model. Serta ….
“Tidak tepos.” Ranesha memegangi payudara dan pantatnya dengan bangga. “Benar-benar berisi,” ungkapnya senang. Ini tubuh yang terlalu sempurna. Kenapa saat membaca webtoon ia bisa tidak sadar akan pesona Ranesha, ya?
“Maaf, pe-permisi,” sapa seorang Cleaning Service dengan canggung. Pasalnya ia dari tadi menyaksikan Ranesha melakukan senandika yang memalukan.
“Oh?” Tangan Ranesha yang masih memegang buah dada dan pantatnya sendiri segera turun. Ia tersenyum kikuk. “Silahkan.”
Canggung sekali, Ranesha ingin menenggelamkan wajahnya di dalam kloset saja sekarang. Tetapi karena tidak bisa, ia langsung mengambil langkah seribu, kembali ke ruang kerja dengan wajah seperti kepiting rebus.
“Kau mengeram telur naga di toilet?” bentak Hail yang terlihat sibuk membenahi dokumen-dokumen di meja.
Belum apa-apa Ranesha sudah kena marah lagi. Tempramen Hail sungguh bukan main, padahal pria itu seperti malaikat saja kalau dengan Meriel. Betapa tidak adilnya.
“Ruangan sudah siap, kita tinggal ke sana saja,” sahut gadis itu dengan wajah menahan kesal.
Hail tiba-tiba menghampiri dengan meletakkan flasdisk di atas meja Ranesha. “Kau akan melakukannya, kan?” desak atasannya tersebut terlihat seperti ultimatum lalu kembali duduk di kursi kebesarannya.
Ranesha kehilangan kata-kata. “Dasar CEO gila. Ini kan, tugas dia. Kenapa melemparkan segala hal sembarangan begitu?” keluhnya dengan suara kecil tapi cukup untuk menggelitik telinga Hail.
“Hei, aku dapat mendengarmu.”
“Saya minta maaf. Saya tidak tahu Anda memiliki telinga yang tajam.”
Kalau bukan karena suka, Ranesha bisa saja menonjok wajah tampan di hadapannya sekarang. Hail sangat-sangat berbeda memperlakukan manusia. Keadilan sosialnya tidak dijunjung dengan tinggi.
Hail menggeleng-geleng. “Padahal kau hanya jatuh dari tangga. Tapi malah semakin aktif saja, ya,” sindirnya.
Namun Ranesha malah salah paham menganggap itu pujian. “Hehe, terima kasih,” sahutnya terlihat tersipu malu. Perubahan mood yang sangat luar biasa drastis.
Urat kepala Hail rasanya bisa meledak karena berdesakkan muncul. “Itu bukan pujian!”
“Jadi itu saran?”
“Tolong.” Hail memejamkan mata. “kerjakan saja tugasmu,” lanjutnya dengan nada rendah.
“Baik!”
Ranesha ingat sekali story line webtoon ini. Pada saat itu Delmara Company mengalami kerugian yang cukup besar karena tidak berhasil merekrut orang-orang yang baru saja habis kontrak dari perusahaan Babeldaob ke tim pengembangan mereka.
“Kalau bisa mengubah hal sedasar itu, berarti aku bisa mengubah hal yang lebih besar,” yakin Ranesha pada dirinya sendiri. Ia menengok sejenak ke arah Hail. “Aku akan menyelamatkan kita berdua dari kematiaan konyol itu,” gumamnya sangat pelan.
Tangan Ranesha menari lihai di atas keyboard komputer. Saking fokusnya sampai tidak menyadari keberadaan Hail di depan meja.
“Santai saja, aku tetap akan ikut ke sana. Kau hanya perlu presentasi dengan baik dan berhasil memikat setidaknya satu dari lima orang itu untuk menambah tim pengembangan kita.”
Entah itu adalah nasihat atau kata-kata memberi semangat, yang pasti Ranesha tidak boleh gagal kali ini. Setelah dirasa segala sesuatunya siap, mereka berdua berjalan menuju ruang rapat.
Presentasi pun di mulai dengan cukup lancar sampai akhir.
“Jadi, seperti yang dapat kalian lihat. Kita memiliki visi dan misi yang sama, dan perusahaan ini.” Ranesha membuka tangan. “adalah wadah yang tepat untuk kita semua,” sambungnya dengan intonasi hangat tapi terdapat ketegasan di dalamnya.
“Kita menginginkan kemajuan teknologi untuk kebahagiaan banyak orang? Perusahaan ini membutuhkan sumber daya manusia untuk mewujudkannya. Saya harap, kita semua dapat menjadi satu kesatuan dalam kemajuan umat manusia. Terima kasih,” tutup Ranesha yang diakhiri dengan memberi hormat berupa tundukan kecil dan senyuman yang berwibawa.
Hail yang berdiri di samping sana tiba-tiba merasa menjadi kecil, kemampuan bicara Ranesha adalah yang terbaik. Delmara Company tidak akan pernah ada tanpa bantuan perempuan itu.
“Terima kasih nanti akan kami kabari.”
“Terima kasih kembali, kami tunggu kabar baiknya.”
Setelah saling jabat tangan satu sama lain, dan orang-orang telah ke luar dari ruangan. Ranesha akhirnya bisa mengembuskan nafas dengan lega. Ia segera mendaratkan bokongnya dengan nyaman di kursi.
“Bagaimana menurut Anda? Apa mereka akan menandatangani kontrak kerja dengan kita?”
Sempat diam sejenak, Hail pun menjawab, “Prediksiku tiga dari lima orang itu akan bergabung dengan perusahaan kita.”
Ranesha menatap sang atasan skeptis. “Anda ingin menghibur saya?”
Hail menarik kursi, duduk di samping Ranesha. “Tidak, aku sedang menghibur diriku sendiri,” jelasnya sedikit melonggarkan dasi karena merasa sesak.
Ranesha menggigit bibir melihat pemandangan di hadapannya sekarang. Seorang Hail yang kelelahan dan banjir keringat. Boleh tidak, ia terkam saja lelaki beristri ini?
“Kalau mereka menolak, kita akan diserang tim pengembangan karena mereka kelelahan hanya berdelapan orang. Belum lagi menghitung kerugian karena tidak bisa meluncurkan proyek baru dengan tim ini saja.” Hail memandang ke luar jendela, berusaha mengalihkan hal yang mengusik pikirannya.
“Bos tampan brengsek! Kenapa malah menebar pesona, huh?” umpat Ranesha dalam hati. Kenapa Hail yang terlihat galau malah makin meggoda iman dan takwa?
“Tuhan, tolong maafkan pikiranku,” keluh Ranesha tiba-tiba, membuat Hail menoleh kepadanya.
“Sejak kapan kau percaya Tuhan?” sindir Hail sarkastik.
“Sejak saya mengajak Anda selingkuh. Kenapa tidak menikah dengan saya saja? Saya akan setia pada Anda. Akan saya buat Anda melupakan wanita it—maksud saya Nyonya Meriel,” cerocos Ranesha merasa gemas. Bisa-bisanya Hail masih memikirkan istrinya yang sedang bercinta dengan laki-laki lain.
“Nona Seibert, aku ini atasanmu.”
“Hanya saat jam kerja, sekarang sudah berakhir.”
Hail tidak akan pernah menang berdebat dengan wanita ini. “Terserah kau saja,” pasrahnya.
Mata Ranesha langsung berbinar. “Anda mau silngkuh dengan saya?”
“Tidak mau.”
“Menikah dengan saya?”
“Tidak akan.”
“Menceraikan Nyonya Meriel?”
“Never!”
KRUUKKK.
Di tengah pergelutan itu, perut Ranesha malah berbunyi. Membuat keduanya saling pandang dengan raut wajah yang bertolak belakang. Satunya malu, satunya penuh tanda tanya.
“Su-sudah saya bilang, kan, saya lapar,” kilah Ranesha memalingkan wajah yang memanas. Mengumpat perut sialannya yang tak beradab di dalam hati.
“Memangnya kapan kau bilang begitu?”
“Tadi, dalam hati.”
“Oh.”
“Hanya ‘oh’?” Ranesha menoleh. “Saya ini kelaparan karena tugas dadakan yang Bapak berikan!” beonya tidak sopan, dengan nada tinggi pula.
Hail memijat pangkal hidungnya, menghela nafas. “Baiklah, ayo kita makan dulu.”
“Di restoran—”
“KANTIN!”
“Ran, kudengar kalian akan bekerja sama dengan orang-orang dari Perusahaan Babeldaob yang mendunia itu, apa benar?” Bibi Patricia membuka percapakan pada sarapan pagi rutin keluarga Seibert.“Bukan orang-orang dari Perusahaan Babeldaob, Bu, tapi bekas saja. Mereka sudah habis kontrak,” timpal Zale, anak dari Bibi Patricia dengan nada yang jelas-jelas merendahkan.“Ah, begitu? Sayang sekali,” tambah Ronald, sang suami, sembari sibuk menyumpal makanan ke mulutnnya. Seolah yang dilakukan oleh Delmara Company adalah memungut sampah.“Orang-orang jenius itu adalah tim pengembangan yang membuat Perusahaan Babeldaob sebesar sekarang.” Ranesha menjawab tanpa melihat wajah orang-orang di meja makan ini. Memuakkan semua. Pasti mereka sengaja membahas topik yang paling tidak Ranesha sukai ini hanya untuk merendahkan harga diri Ranesha atau semacam hobi wajib yang menyenangkan bagi mer
Berhubung ternyata kantin di kantor sangat penuh, Hail dan Ranesha memilih makan di pinggiran jalan kantor terdekat sembari menyusun jadwal kerja mereka pada hari ini.“Seperti prediksi Bapak, tiga dari lima orang yang ingin kita rekrut untuk tim pengembangan menghubungi saya tadi, pagi-pagi sekali,” jelas Ranesha di sela menunggu makan siang mereka datang. Hal itulah yang membuat perasaannya sedikit membaik tadi pagi.Hail ikut senang mendengar kabar baik tersebut. “Berarti kita bisa melakukan upgrade pada My Teacher dan menjalankan proyek baru, kan?” timpal pria itu tersenyum lega.Ranesha mengamati pemandangan indah dari pesona laki-laki yang sayangnya sudah beristri ini. “Iya, kita bisa membuat My Asisstan atau My Friend, tinggal didiskusikan kembali yang mana duluan sebaiknya.”Makan siang mereka sudah di antar, dua piring nasi goreng spesial dengan b
“Di mana Juan?” tanya seorang lelaki dengan wajah datar dan rambut silvernya yang khas.Semua orang di ruangan tersebut terkesima dengan mulut yang membentuk huruf O besar. Mereka bertujuh, tim pengembangan, tidak pernah menyangka akan kehadiran makhluk berembut silver tersebut di tempat mereka, secepat ini.“Di kantin,” jawab salah satu dari mereka setelah dipelotot dari awal.Tanpa mengucapkan kata terima kasih, lelaki itu langsung melenggak pergi, berjalan angkuh seolah suudah tahu di mana letak kantin kantor.“Kopi tanpa gulanya satu.”Setelah mengambil pesanan, lalaki itu memutar kepala, menyapu bersih seisi kantin guna menemukan sosok manusia yang dari awal dia cari. Iya, Juan, ketua dari tim pengembangan Delmara Company.“There you are.”Lelaki berambut silver dengan ma
Setelah memastikan pekerjaannya selesai, Ranesha pamit undur diri. Untuk apa? Tentu saja menyiapkan segala hal seperti setelan jas dan gaun beserta tetek bengeknya untuk pesta.Ranesha yang kini berada di salah satu toko dari mall mewah, menatap dengan teliti deretan gaun-gaun indah yang bertengger di sana.“Anda ingin gaun yang seperti apa?” tanya pelayan toko sopan.“Yang ini saja!” tunjuk Ranesha sumringah padahal gaun tersebut bukan untuknya.Ia memilih tema biru malam yang elegan. Sebenarnya belanja seperti ini juga menyenangkan, sih. Jadi tidak apa-apa, toh, Hail nanti di pesta malah akan bersama dirinya, bukan Meriel.“Ingin yang ini atau jenis lainnya?” tanya pelayan tadi menunjuk gaun-gaun lain yang malah lebih terbuka.“Silahkan rekomendasikan yang lebih tertutup tapi tetap bisa terlihat elegan saat memakain
Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam lewat lima belas menit. Orang-orang kecil yang berusaha keras dalam dunia bisnis sibuk menyapa dan menjilat para petinggi. Menjual senyum atau melempar pujian ringan.Sedangkan manusia-manusia yang berada di atas awan itu sibuk memilah mana orang yang dapat menjadi batu baru untuk membangun gedung tinggi menjulang ke langit, atau mana yang orang yang cocok untuk dijadikan babu.Pesta relasi memang di buat dengan tujuan begitu, mungkin juga untuk beberaapa orang khusus, mereka hanya ingin memerkan diri dan menikmati pesta.“Wah, saya masih pangling dengan istri Anda, kedatangan kalian tadi benar-benar seperti pasangan emas yang turun dari langit.”Orang ini wartawan yang sering menyiarkan isu buruk, dicoreng. Batin Hail.“Setuju. Kalian mengeluarkan aura khas yang membuat iri pasangan manapun di sini.”
Ada yang mengatakan hanya orang gila yang akan mengerti orang gila. Itu berarti hanya orang mesum yang akan mengerti orang mesum, kan?“Jujur saja ….” Tangan kekar Hail terulur, menarik pinggang Ranesha mendekat. “dia tidak hanya jadi sekretaris,” beonya dengan senyuman bangga. Tidak mengacuhkan wajah syok sang sekretaris.Ricardo langsung tergelak dan mengangguk paham, setuju. Ia mengacungkan jempolnya. “Kau sangat hebat, haha!”Tentu orang mesum ini mengira Hail bermain api di belakang sang istri, bersama sekretaris sendiri.“Sudah jelas, kan?” jawab Hail tersenyum sampai kehilangan matanya. Ia semakin mendekap Ranesha untuk menempel. Tidak peduli perempuan itu sedang mengalami gejolak perang batin yang lebih besar dari pada perang dunia ketiga sekali pun.“Kalau begitu aku pergi dulu, bersenang-senanglah, ya?”
“Aku pulang.” Hail memasuki rumah megahnya yang terlihat begitu kosong. Yah, para pekerja di sana cukup sedikit dan memiliki tempat tinggal yang sengaja Hail bedakan. Pria ini tidak terlalu suka kebisingan.“Oh? Hail, pulang cepat hari ini. Aku tidak tahu.” Meriel tampak masih canggung. Interaksi antara keduanya cukup renggang semenjak kejadian kala pesta itu. Dia merasa bersalah sekaligus tak berdaya. Hail pasti akan membenci—CUP.Hail mencium sekilas kening Meriel. berusaha mengikis rasa canggung di antara mereka akhir-akhir ini. “Maaf, lain kali akan kukabari,” ucapnya begitu lembut.Lagi-lagi begini.Meriel terlihat masih sangat kaget, ia bahkan tetap diam membeku dengan tangan menyentuh kening ketika Hail sudah beranjak pergi dari ruangan.Apa akan terus seperti ini?&ldquo
Bosan, tidak ada yang suka dengan kata menunnggu, tak terkecuali Ranesha. Setelah mengobrol singkat dengan kepala pelayan rumah megah ini, ia diharuskan duduk diam menunggu sang atasan bersiap-siap hanya untuk makan.“Yah, salahku juga datang tiba-tiba, sih,” koreski gadis itu pada kekesalannya sendiri. Sebenarnya ia hanya tidak sabar ingin menanyakan perihal wanita di lukisan tadi pada Hail secara langsung.Terhitung sudah hampir dua jam berlalu dari awal Ranesha menunggu, bahkan hari sudah tidak bisa dikatakan pagi lagi, ini sudah siang. Sebenarnya Hail sedang siap-siap untuk makan atau menikahinya? Tidak wajar sekali.“Ran, kau ternyata masih di sini.”Apa maksudnya itu?Kekesalan Ranesha seketika surut saat ia menoleh, mendapati sosok Hail dengan kaos hitam dan celana jeans dengan warna senada, ia hampir tidak pernah melihat pria ini berpakaia
Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe
“Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&
Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or
“Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja
Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.
Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap
“APA?” Hail beranjak tiba-tiba sampai membuat Meriel yang hampir terlelap sambil memeluk lengannya terjungkal kaget.Namun, bukannya protes. Secara diam-diam wanita itu malah tersenyum seolah senang. Benar. Meriel kurang lebih tahu apa yang Hail dengar dari suara di seberang benda pipih tersebut. Rencananya sudah berhasil. Shade telah melenyapkan Ranesha. Ini sangat sempurna. Sekarang tidak ada lagi yang menganggu kesenangan Meriel. Sekarang, Meriel hanya perlu—“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kumohon kali ini saja Meriel, aku harus memeriksa keadaan Ranesha. D-Dia … sedang dalam keadaan kritis karena kecelakaan.”Apa? Ternyata benar. Hail bisa kehilangan kendali jika mengenai Ranesha. Meriel mulai kesal sekarang. Padahal dulu saat Hail masih menggilainya, Hail tetap berpikir dengan logika. Tidak urang-uringan seperti ini. Ah, sangat tidak adil. Apa istimewanya seorang Ranesha di
Ranesha sudah menumpahkan segala keluh kesah gundah gulananya pada sang ayah waktu itu. Tentu saja Caspian sempat mengamuk dan hendak menyerang langsung ke rumah Hail. Namun, Ranesha tidak mengingankan hal tersebut. Ia mati-matian menahan Caspian dengan air mata yang berderai.Caspian memang luluh dan kembali tenang. Hanya saja, Ranesha tidak dapat menghentikan niat ayahnya itu yang ingin menarik semua investasi kepada Delmara Company. Karena alasan Caspian menjabat sebagai salah seorang investor tertinggi di sana hanya demi Ranesha. Kalau putri semata wayangnya itu sudah tidak bekerja dengan Delmara Company lagi, maka Caspian tidak memiliki alasan untuk membantu perusahaan tersebut.Meski hasil yang ia dapat dari saham yang Caspian miliki di Delmara Company cukup besar. Sang ayah sudah tidak peduli lagi. Baginya, kebahagiaan si putri kecil lebih utama dari pada harta. Caspian tidak ingin memiliki hubungan dengan orang yang sudah menyakiti R
“Ada yang ingin kau bicarakan, Meriel? Harusnya kau istirahat saja. Apa kau sudah lupa yang dokter katakan waktu itu? Janinmu—maksudku, anak kita … dia masih dalam kondisi yang tidak stabil. Kau sebagai ibunya harus banyak-banyak istirahat.” Hail berceramah panjang kali lebar, sambil mengambilkan segelas air putih, memberikannya pada Meriel, lalu duduk di samping sang istri.Bahaya. Hail bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi terhadap Meriel. Debaran jatuh cinta atau pun gairah yang menggelora, semuanya sudah tidak ada Hail rasakan lagi selain pada Ranesha. Ini sangat menyiksa. Ia harus terjebak tinggal dengan bersama orang yang dulu pernah Hail cinta. Perihal kecantikan Meriel yang dulu sangat ia kagumi pun telah sirna. Berganti dengan rasa rindu yang sangat berat pada Ranesha.“Anak kita sedang rindu ingin melihat wajah ayahnya.” Meriel bergeser untuk lebih mendekat, lalu memeluk lengan Hail yang suda