Hari saat Zale Seibert di tangkap.
Sarapan yang tentu saja dilaksanakan pada pagi hari bagi seluruh anggota keluarga Seibert tetap dilakukan seperti biasa. Tanpa keributan, tidak ada kegaduhan, samar akan kecurigaan, tanpa pertikaian di awalan. Selain Caspian dan Ranesha, satu keluarga di sana, yakni Patricia, Ronald, Zale, dan juga Olyvia tidak tahu-menahu masalah rencana penangkapan salah satu anggota keluarga mereka.
Semua orang masih memasang wajah biasa, berbicara biasa, makan biasa, dan melakukan segala hal dengan biasa—termasuk mengusik Ranesha.
“Kemarin kau ke mana, Ran? Aku dengar ada masalah masalah di kantor. Apakah hal itu sangat gawat?” tanya Bibi Patricia dengan wajah yang sangat menyebalkan bagi Ranesha. Namun, khusus hari ini perempuan itu tidak merasa perlu untuk terinterupsi saat sarapan.
“Terima kasih untuk perhatian Bibi Patricia. Benar, ad
“Jadi begitulah kejadiaan sebenarnya. Kami mohonn maaf tidak bisa melibatkan kalian semua lebih jauh karena masalah pelik seperti ini. Pastinya kami hanya ingin menyelesaikan masalah kita dengan baik. Kami juga meminta maaf atas ketidaknyamanan bekerja di Delmara Company akhir-akhir ini.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ranesha bersama Juan dan Alexi serta Bryan menunduk dalam.Meminta permohonan maaf sebesar-besarnya pada semua orang yang telah terlibat, bahkan ada yang menjadi korban perasaan. Telah terjadi kesenjangan sosial antara tim pengembangan yang baru dan tim pengembangan yang lama. Mereka jadi saling menjaga jarak, saling curiga, bahkan saling tatap saja yang ada hanya kesinisan semata.Apakah ini adalah kebenarannya? Apakah masa-masa pelik itu sudah berakhir dengan seperti ini?Maka, Reyhan, Sean, dan juga seluruh anggota tim pengembangan lain yang berada di sana bisa bernapas lega. Selama i
CUP.Satu kecupan yang Ranesha daratkan pada bibir Hail secara singkat. Kemudian disusul cepat dengan kceupan kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Perempuan ini tersenyum jahil, ia sengaja menggoda Hail.Apalagi posisi Ranesha yang berada di atas pangkuan Hail membuatnya semakin mudah untuk memancing pria tersebut, memberi hukuman yang tentu akan berbalik pada dirinya sendiri nanti. Ranesha tahu betul akan hal itu. Namun, ia tidak peduli. Mungkin saja ini bisa menjadi cara dia untuk mengikat Hail agar tetap berada di sisinya.Berdecak kesal, Hail memiringkan kepala, membuatnya tepat berada di sisi wajah Ranesha. Ia berbicik dengan napas yang panas di telinga sang sekretaris. “Ran … hah … this is to much. I can’t handel it anymore.”“Saya sedang memberi hukuman. Jadi Anda tidak mendapat izin apa-apa,” tolak Ranesha tanpa basa-basi dengan waj
Bukankah malam perlu siang untuk tetap saling berdampingan? Bukankah lautan butuh terumbu karang untuk menjadi sebuah keistimewaan? Bukankah pohon bergantung pada air agar bisa bertumbuh kembang?Begitulah sosok Hail bagi Ranesha, kemudian … bagi Hail sendiri, Ranesha bagai malaikat penolong yang menariknya dari kegelapan, dari jurang rasa sakit dan kesengsaraan. Orang yang rela terjun ke neraka demi membawa Hail keluar dari sana.Kedua orang ini sudah terikat begitu kuat. Hati mereka, perasaan mereka, sorot mata yang membara itu seakan mengatakan segalanya.“Ugh …,” desis Ranesha reflek, ketika Hail sudah membaringkannya di tempat tidur khusus yang berada di dalam ruang kerja sang CEO.“Say my name … Ran—hh,” pinta Hail tepat di telinga perempuan yang sudah ditindihnya ini. Tangan Hail bergerak lembut pada kedua paha Ranesha, membuka lebar
“Makan,” pinta seorang pria dengan rambut sedikit ikal yang pirang, mata biru malamnya bagai lautan samudera yang tenang, tapi tersirat kesan yang lumayan menakutkan di dalam sana. Aron menatap wanitanya dengan sendu, entah ingin menafsirkan apa dari ekspresi wajahnya yang rancu.Menunduk ketakutan, wanita bersuami di hadapan Aron sekarang mengambil dengan ragu piring berisi bubur hangat yang menggiurkan. Yah, setidaknya akan begitu kalau kondisi antara sepasang kekasih ini sedang baik-baik saja, masalah saat ini tidak begitu.“Kenapa hanya ditatap? Apa perlu aku suapi?” tanya Aron dengan suara dingin yang menusuk uluh hati. Ia tanpa basa-basi mengambil alih bubur tadi, menyendok sedikit lalu menyodorkannya ke mulut Meriel. Suasana di antara mereka berdua akhir-akhir ini memang sangat suram.“A-Aron … aku—”“Kau harus makan. Anakmu. Anakku.
“K-Kenapa Aron bertanya seperti itu?” sentak Meriel dengan wajah memerah karena menahan gejolak emosi yang ada, serta mata biru bak telaga yang kini telah berkaca-kaca. Tangan kecilnya mencengkram kuat sampai gemetaran selimut yang menutupi tubuh bagian bawah.“Apa? Memangnya aku bilang apa?” tanya Aron balik. Wajahya tetap datar bagai lantai yang ia pijaki ini.“Yang tadi! ‘Sekarang aku akan memberikanmu waktu. Terserah padamu. Kau akan memilihku atau suamimu itu’ apa maksud Aron mengatakan hal seperti itu?” geram Meriel setengah berteriak. Gila. Ia sudah merasa lelah hanya karena berbicara panjang dengan satu tarikan napas saja. Dada Meriel naik dan turun ketara.Aron memejamkan mata, berusaha untuk tetap sabar. Ia tidak boleh meledak, Aron juga tidak boleh membentak. Jadi … bagaimana cara pemuda ini meyampaikan rasa sakit hatinya agar Meriel mengerti?
“Kau cobalah kembali ke rumah suamimu dulu. Aku akan selalu menunggu jawabanmu.”Kalimat yang membuat Meriel kini berdiri di depan pintu rumah kediaman Delmara, meski hanya ada Hail seorang di dalam sana. Mungkin iya dan mungkin tidak. Siapa tahu ada sekretaris picik itu yang menemani Hail, kan? Perempuan jalang itu selalu berusaha mencuri kesempatan, ingin merebut Hail dari genggaman. Mereil jadi berang sendiri kalau memikirkan ini.Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. “Ranesha dari Keluarga Seibert, ya?” Meriel melihat jam di tangan. “Saat ini Hail pasti masih kerja.” Ia mengembuskan napas kesal. “Kenapa semua oraang jadi sangat merepotkan begini?” gerutunya lantas melangkah masuk.Kedatangan Meriel segera disambut oleh beberapa pelayan yang segera ia indahkan perihal bantuan apa pun. Meriel hanya ingin menyendiri di dalam kamarnya dan Hail. Ia akan menyusun r
PLAK!Mata Ranesha membulat lebar, pupilnya mengecil, sedangkan pipi kanan perempuan itu memerah. Terasa nyeri dan perih di bagian sana. Meriel menamparnya, wanita itu menampar Ranesha dengan sekuat tenaga, sangat keras.Sampai-sampai ada goresan kecil di pipi kanan Ranesha akibat tergesek oleh kuku panjang Meriel. Namun, malah sang pelaku kekerasan yang menangis. Membuat kening Ranesha berkerut dalam, ia tentu saja keheranan.“Apa katamu tadi? ‘Apa salahnya?’, hah? ‘dasar wanita tidak tahu diri’? kau lah yang telah merebut suamiku!” hardik Meriel murka. Ia kembali menggebrak meja kerja Ranehsa, menciptakan kebisingan yang untungnya tidak sampai kedengaran di luar sana.“Dasar tidak sopan!” tunjuk Meriel lagi dengan sengit saat mendapati Ranesha malah menatapnya nyalang, menyunggingkan senyuman yang terkesan meremehkan.
“Bisa berdiri?” Perhatian Hail masih tertuju pada Meriel yang meringkuk di dalam dekapannya.“Tidak tahu …,” rengek Meriel sambil menggelengkan kepala, semakin mengeratkan pelukannya pada Hail. Hangat. Meriel merasa candu dengan aroma maskulin suaminya ini. aroma yang tentu saja berbeda dengan milik Aron.Di balik pelukan Hail, Meriel masih bisa menatap Ranesha di belakang sana, ia tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Ranesha hanya dapat diam saja, menahan diri.“Tidak bisa. Kita harus ke rumah sakit.” Hail berujar pendek. Ia langsung berdiri sambil menggendong tubuh sang istri. Perlakuan seorang gentleman. Ranesha jadi iri. Ingin rasanya memaki saat ini, tapi keadaan genting tadi pasti membuat siapa saja akan salah paham. Ranesha bisa mengerti.Seperti apa pun ia berusaha meraih Hail, pria itu belum bebas dari masa lalunya—Meriel. Ranesha ti
Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe
“Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&
Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or
“Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja
Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.
Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap
“APA?” Hail beranjak tiba-tiba sampai membuat Meriel yang hampir terlelap sambil memeluk lengannya terjungkal kaget.Namun, bukannya protes. Secara diam-diam wanita itu malah tersenyum seolah senang. Benar. Meriel kurang lebih tahu apa yang Hail dengar dari suara di seberang benda pipih tersebut. Rencananya sudah berhasil. Shade telah melenyapkan Ranesha. Ini sangat sempurna. Sekarang tidak ada lagi yang menganggu kesenangan Meriel. Sekarang, Meriel hanya perlu—“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kumohon kali ini saja Meriel, aku harus memeriksa keadaan Ranesha. D-Dia … sedang dalam keadaan kritis karena kecelakaan.”Apa? Ternyata benar. Hail bisa kehilangan kendali jika mengenai Ranesha. Meriel mulai kesal sekarang. Padahal dulu saat Hail masih menggilainya, Hail tetap berpikir dengan logika. Tidak urang-uringan seperti ini. Ah, sangat tidak adil. Apa istimewanya seorang Ranesha di
Ranesha sudah menumpahkan segala keluh kesah gundah gulananya pada sang ayah waktu itu. Tentu saja Caspian sempat mengamuk dan hendak menyerang langsung ke rumah Hail. Namun, Ranesha tidak mengingankan hal tersebut. Ia mati-matian menahan Caspian dengan air mata yang berderai.Caspian memang luluh dan kembali tenang. Hanya saja, Ranesha tidak dapat menghentikan niat ayahnya itu yang ingin menarik semua investasi kepada Delmara Company. Karena alasan Caspian menjabat sebagai salah seorang investor tertinggi di sana hanya demi Ranesha. Kalau putri semata wayangnya itu sudah tidak bekerja dengan Delmara Company lagi, maka Caspian tidak memiliki alasan untuk membantu perusahaan tersebut.Meski hasil yang ia dapat dari saham yang Caspian miliki di Delmara Company cukup besar. Sang ayah sudah tidak peduli lagi. Baginya, kebahagiaan si putri kecil lebih utama dari pada harta. Caspian tidak ingin memiliki hubungan dengan orang yang sudah menyakiti R
“Ada yang ingin kau bicarakan, Meriel? Harusnya kau istirahat saja. Apa kau sudah lupa yang dokter katakan waktu itu? Janinmu—maksudku, anak kita … dia masih dalam kondisi yang tidak stabil. Kau sebagai ibunya harus banyak-banyak istirahat.” Hail berceramah panjang kali lebar, sambil mengambilkan segelas air putih, memberikannya pada Meriel, lalu duduk di samping sang istri.Bahaya. Hail bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi terhadap Meriel. Debaran jatuh cinta atau pun gairah yang menggelora, semuanya sudah tidak ada Hail rasakan lagi selain pada Ranesha. Ini sangat menyiksa. Ia harus terjebak tinggal dengan bersama orang yang dulu pernah Hail cinta. Perihal kecantikan Meriel yang dulu sangat ia kagumi pun telah sirna. Berganti dengan rasa rindu yang sangat berat pada Ranesha.“Anak kita sedang rindu ingin melihat wajah ayahnya.” Meriel bergeser untuk lebih mendekat, lalu memeluk lengan Hail yang suda