Beranda / Rumah Tangga / Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan! / Bab 51: Tak ada Jalan untuk Kembali

Share

Bab 51: Tak ada Jalan untuk Kembali

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-20 23:35:07

Mark berdiri membeku, tubuhnya terasa kaku seolah waktu berhenti di sekelilingnya. Tatapannya tak beranjak dari sosok Viona, yang balas menatapnya dengan mata penuh luka.

Cahaya di matanya tampak pudar, dan di balik ekspresi nanar itu, Mark tahu betul bahwa hatinya tak lagi sama. Hatinya, yang dulu begitu ceria dan penuh cinta untuknya, kini telah tergores terlalu dalam.

“Mark?” Suara Stella yang lembut namun penuh tuntutan menyadarkannya dari lamunan. "Kau ke sini untuk menemuiku, kan? Kenapa wajahmu terlihat tidak senang seperti itu?” tanyanya dengan nada manja, membuat Mark sadar akan kehadirannya di sisinya.

Mark menoleh ke arah Stella, namun perhatiannya tidak sepenuhnya terfokus pada wanita itu. Viona sudah berbalik, tak ingin berlama-lama melihat Mark yang selalu ada untuk Stella, tetapi tak pernah ada untuknya.

Keputusasaan dan rasa sakit yang menggantung di udara semakin berat. Tanpa berkata sepatah kata pun, Viona melangkah pergi, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 52: Keputusanku sudah Bulat

    Viona duduk di bangku panjang rumah sakit, memandang kosong ke arah jus tomat yang baru saja ia pesan.Tangan kanannya memegang gelas plastik tersebut, sementara jemari kirinya meremas sudut jaketnya, seolah mencari kenyamanan di tengah keraguan yang menyelimuti hatinya.Ia menarik napas panjang, lalu perlahan menyesap jus itu, dingin dan asam, tapi tidak cukup untuk menenangkan kegelisahan yang mengendap di benaknya.“Sudah ketahuan pun masih tetap mengelak,” gumamnya, lirih namun penuh kepahitan. Tatapannya tertuju pada lantai, seolah mencoba mencari jawaban yang tak pernah ada di sana.“Apa yang ada di pikiranmu, Mark? Aku benar-benar tidak mengerti kenapa kau masih bertahan dengan rumah tangga yang jelas-jelas tidak membuatmu bahagia.”Viona menggelengkan kepalanya, tak kuasa menahan senyum getir yang merekah di bibirnya.Mark, pria yang ia pikir bisa memberikan kebahagiaan dalam hidupnya, ternyata lebih mirip bayangan samar—tak pernah benar-benar hadir untuknya, tak pernah benar-

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 53: Menghantam Dada Mark

    Di ruang rawat yang hening, hanya deru mesin infus dan suara halus perawat yang sesekali berbisik, menambah atmosfer kesunyian yang berat.Ruangan itu dipenuhi cahaya redup dari jendela kecil, di mana sinar matahari senja mencoba menembus tirai tipis, menyorot wajah lelah Maria yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit.Matanya sayu, namun masih terselip kilau ketabahan yang tak pudar. Di balik kelopak mata yang hampir terpejam, Maria menoleh pelan ketika pintu kamar terbuka perlahan.Mark masuk dengan langkah berat, seolah setiap langkahnya membawa beban yang tak terlihat. Perawat mempersilakannya untuk mendekat, lalu dengan cepat berlalu, meninggalkan mereka dalam percakapan yang tak terelakkan.Mark berhenti di sisi ranjang, menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kekuatan sebelum akhirnya menatap wajah mertuanya.Sebuah senyum tipis terulas di bibir Maria, seakan mencoba menghapus kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah menantunya. Mark membalas senyum itu, meski di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 54: Pertanyaan dari Maria

    Saat matahari mulai meredup, sinarnya yang hangat merembes perlahan ke dalam ruang rawat yang sepi, memberikan suasana yang tenang dan melankolis.Viona membuka pintu kamar rumah sakit dengan pelan, langkahnya tertata rapi, namun ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Pandangannya langsung tertuju pada ibunya, Maria, yang berbaring di atas ranjang dengan wajah lelah, meski tetap memancarkan ketabahan seorang wanita yang telah melewati banyak badai kehidupan.Viona duduk di kursi di sebelah ranjang, namun alisnya mengernyit saat merasakan kehangatan yang aneh pada kursi itu.“Apakah ada yang masuk ke sini, Ibu?” tanya Viona dengan suara datar, mencoba menutupi rasa penasaran yang sebenarnya meluap di dalam dirinya.Maria mengangguk pelan, senyumnya tipis namun jelas terbaca di wajahnya yang menua. “Suamimu datang kemari,” jawab Maria, suaranya tenang namun ada kehangatan yang tak bisa disembunyikan.Viona mengangkat alisnya, tidak terlalu terkejut, tapi ada sedikit ketidaksenangan ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 55: Tidak Membutuhkan itu Semua!

    Pertanyaan itu menghantam Viona seperti petir di siang bolong. Jari-jarinya yang tengah memegang buah jeruk berhenti bergerak, tatapannya terdiam, seolah-olah seluruh dunianya mendadak hening.Selama ini, dia telah berusaha mengubur semua perasaan tentang Mark, tentang cinta yang mungkin pernah ada di antara mereka. Namun, pertanyaan ibunya mengangkat kembali semua perasaan itu ke permukaan.Viona menatap ibunya dalam-dalam, seolah-olah mencari jawaban yang bahkan dia sendiri tidak tahu.Ada kegetiran di dalam hatinya, ada luka yang belum sepenuhnya sembuh. Dia telah membangun tembok yang tinggi di sekeliling hatinya, dan pertanyaan Maria terasa seperti palu yang mencoba meruntuhkan tembok itu.“Cinta?” Viona akhirnya berbisik, suaranya hampir tidak terdengar. Ada kepahitan dalam kata itu, seolah-olah cinta adalah sesuatu yang asing dan jauh baginya sekarang. “Apa gunanya cinta, Ibu, jika selama bertahun-tahun yang kurasakan hanya kesepian?”Maria terdiam, hatinya perih mendengar kata

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 56: Tidak Baik Pulang Sendirian

    Langit malam menggantung gelap di atas kota, diselingi gemerlap cahaya lampu jalan yang berpendar di kejauhan. Viona melangkah ringan menuju pintu masuk café, senyum kecil menghiasi bibirnya saat ia menata rambut yang sedikit berantakan oleh angin malam.Suara riuh pengunjung yang bercengkerama di dalam café menyambutnya, membawa kehangatan tersendiri yang sudah lama ia kenal.Di sinilah ia bekerja setiap malam, menghibur pengunjung dengan suara merdunya, membawakan lagu-lagu yang seolah menjadi pelipur lara bagi mereka yang ingin sejenak melupakan hiruk-pikuk kehidupan.Setelah bertegur sapa dengan beberapa karyawan café, Viona melangkah ke atas panggung kecil di sudut ruangan, tempat ia biasa menyanyi.Ia merapikan mikrofon yang sedikit miring, lalu menarik napas panjang sebelum mulai membawakan lagu pertamanya malam itu.Suaranya mengalun lembut, merdu, dan penuh emosi, seakan ia berbicara langsung kepada hati setiap orang yang mendengarkannya.Malam semakin larut, dan pengunjung c

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 57: Tidak punya Malu

    Setelah tiga puluh menit perjalanan dalam kebisuan yang canggung, Mike menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah sakit. Ia berbalik menatap Viona yang tampak gelisah di kursi penumpang.“Terima kasih, Mike. Dan maaf sudah merepotkanmu. Seharusnya kau tidak perlu mendengarkan apa kata Ronald tadi,” Viona berkata dengan suara pelan, hampir berbisik, menundukkan wajahnya agar tak perlu menatap mata Mike yang tajam namun lembut.Mike tersenyum samar, memiringkan kepalanya sedikit. “Tidak masalah, Viona. Aku mengerti, keadaan sedang sulit bagimu. Tapi maaf, aku tidak bisa mengantarmu ke dalam. Aku ada urusan.”Ia berbicara dengan tenang, namun ada nada sayang yang tersembunyi di balik setiap kata-katanya, sesuatu yang tak pernah berani ia ungkapkan secara langsung.Viona mengangguk cepat, berusaha menutupi kecanggungan yang semakin menguasainya. “Sudah mengantarku sampai gerbang pun aku sudah sangat berterima kasih, Mike. Kalau begitu, aku pamit. Selamat malam, Mike.”“Selamat mal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 58: Justru Mark yang Sangat Egois

    Pagi itu, matahari sudah tinggi di langit, sinarnya yang cerah membanjiri gedung-gedung tinggi dengan warna keemasan yang hangat.Namun, di dalam ruang kantor yang dingin dan steril, suasana terasa gelap dan tegang.Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi ketika Mark membuka pintu kantornya dengan langkah tergesa-gesa, wajahnya kusut dan lelah seolah malam tak memberinya kesempatan untuk beristirahat.Baru saja ia meletakkan tas kerjanya di atas meja, Ben, asisten setianya, langsung menghampiri dengan ekspresi gelisah yang sulit disembunyikan.Ia tahu, berita yang akan disampaikannya mungkin akan memicu badai. Namun, tidak ada jalan lain selain menyampaikannya dengan jujur.“Selamat pagi, Tuan,” Ben membuka pembicaraan dengan suara yang terdengar berat. “Saya hanya ingin menyampaikan jika hari ini Nona Viona akan mengajukan surat perceraian ke pengadilan.”Wajah Mark seketika memucat. Ia mendongak dengan cepat, matanya menatap Ben dengan keterkejutan yang jelas.“Apa? Kenapa kau ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 59: Tidak ada yang Salah dengan Perasaanmu

    Mark menatap Viona dengan tatapan tajam, matanya penuh amarah yang membara seolah mengharapkan satu kata penjelasan yang bisa menenangkan hatinya.Tetapi Viona tetap pada pendiriannya, wajahnya dingin, seperti lautan yang tenang sebelum badai datang.“Apa yang ingin kau jelaskan, Mark?” Viona bertanya, suaranya pelan namun penuh dengan penekanan.“Kau tidak kalah, kau hanya ingin aku tunduk padamu. Sementara aku... aku merasa kau tak pernah sekalipun berusaha mengerti apa yang kurasakan.”Viona menggeleng perlahan, ekspresi wajahnya antara kecewa dan lelah. Rasanya ia sudah tak punya energi lagi untuk bertarung dengan pria yang selama ini menyakiti hatinya, tapi tetap berusaha memaksakan kehendaknya.“Aku tidak peduli, Viona. Aku tidak akan membiarkanmu melayangkan gugatan cerai itu,” ucap Mark dengan suara datar, matanya menatap Viona tanpa henti, seolah mencari celah dalam keteguhannya.“Lalu apa maumu?” Viona menantang, menatap balik tanpa rasa takut.“Kalau begitu kau saja yang me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Our Happy Ending

    Suara tawa riang mengisi ruang keluarga. Mark duduk di lantai beralas karpet, kedua bayi kembarnya berada di pelukannya. Di sebelahnya, Viona tertawa kecil sambil merapikan seragam anak sulung mereka, Leo, yang sedang bersiap berangkat ke sekolah.“Ayah, aku sudah besar. Aku bisa pasang sepatu sendiri,” ucap Alleta dengan penuh percaya diri, meski tali sepatunya masih belum terikat sempurna.Mark tersenyum sambil mengangkat salah satu bayi, yang memekik kegirangan. “Benar, Nak, Ayah sekarang sibuk sama dua jagoan kecil ini. Kamu harus bantu Mama, ya?”Alleta mengangguk dengan wajah ceria, lalu melompat-lompat di tempat. “Iya, Pa. Nanti aku belajar cara mengganti popok juga!”Viona tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kau kakak yang baik untuk kedua adikmu, Alleta.”Alleta mengecup pipi ibunya, bahagia mendapatkan pujiannya.Salah satu bayi menoleh ke arah Mark dan berseru, “Ayah!” sambil meraih wajahnya dengan tangan mungilnya. Yang satunya tidak mau kalah dan berseru, “Ibu!” dengan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Kehadiran Keluarga Baru

    Satu tahun kemudian …."Ayah, lihat boneka Letta!" seru Alleta dengan suara riang, mengangkat boneka Barbie bergaun merah berkilauan. Matanya berbinar-binar, pipinya memerah karena kegirangan.Mark menunduk, mengangkat Alleta ke pangkuannya. "Siapa yang memberikan ini, hm?" tanyanya sambil tersenyum lebar."Kakek Alex!" jawab Alleta antusias, memeluk boneka itu erat. "Kata Kakek, ini spesial!""Spesial sekali, ya? Kamu harus bilang terima kasih sama Kakek Alex," ujar Mark, mengusap rambut anak perempuannya yang lebat dan hitam.Alleta bangkit dari pangkuan Mark berjalan cepat mengecup pipi Alex, "Thank you, grand Pa!" celoteh Alleta dengan suara cerianya.Alex, yang duduk di sofa bersebelahan dengan Viona, hanya terkekeh. "Anak ini benar-benar tahu bagaimana mencuri hati seorang kakek," katanya sambil mengangguk puas."Ayah saja yang terlalu memanjakannya." goda Viona sambil membawa nampan berisi minuman hangat. Bayi mungil mereka kini sedang aktif-aktifnya. Namanya Alleta, ceria dan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Nama yang Indah

    Mark terbangun dengan mata yang terasa berat. Ia melihat ke sekeliling kamar dengan bingung, suara tangisan bayi membelah keheningan malam. Pukul tiga pagi, pikirnya sambil mengusap wajah yang lelah."Viona?" panggilnya pelan, tapi tidak ada jawaban. Ia berbalik, menemukan sisi ranjang Viona kosong.Mark bergegas keluar kamar, menuju suara tangisan itu. Di ruang bayi, ia melihat Viona dengan sabar menggendong bayi mereka, menepuk-nepuk punggungnya yang mungil dengan lembut."Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Mark, suaranya serak.Viona menoleh dengan senyum lelah tapi lembut. "Kau sudah terlalu capek, Mark. Biar aku yang mengurusnya.""Tidak, ini juga tanggung jawabku," kata Mark tegas, lalu mendekat untuk mengambil bayi mereka. Namun begitu bayi itu berpindah ke pelukannya, tangisannya malah semakin kencang."Kenapa dia makin menangis? Aku sudah pegang dengan benar, kan?" tanya Mark panik, mengayun-ayunkan bayi mereka dengan canggung.Suara melengking yang memekakkan telinga b

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 115: Dia telah Lahir

    Viona merasakan kontraksi yang begitu kuat saat sedang duduk di sofa. Tiba-tiba, aliran hangat merembes ke bawah, membuatnya panik."Mark!" panggilnya dengan suara gemetar. "Air ketubanku pecah!"Mark, yang sedang membaca laporan di ruang kerjanya, langsung berlari ke ruang tamu dengan wajah panik. "Apa? Pecah? Apa yang harus kita lakukan?!" Serangkaian pertanyaan meluncur tanpa henti dari mulutnya.Mark mendekat namun tak tahu harus apa. Rasa panik menguasai pikirannya. "Bagaimana ini?" Sakitkah?" Pertanyaan konyol Mark malah keluar melihat wajah puas istrinya yang kembali merasakan kontraksi."Rumah sakit, Mark! Kita harus segera ke rumah sakit!" kata Viona, mencoba tetap tenang meski rasa sakit mulai menusuk.Mark mengangguk, lalu berlari ke sana kemari, mengambil kunci mobil, tas bayi, dan bahkan jas kerjanya."Di mana kunci mobil? Ah, ini! Tas? Apa kita butuh pakaian? Kenapa pakaianku yang kubawa? Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan!"Viona tersenyum lemah

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 114: Debat Kecil

    Di sebuah toko perlengkapan bayi yang megah, Mark dan Viona sibuk memilih barang untuk menyambut kelahiran buah hati mereka.Usia kehamilan Viona sudah menginjak sembilan bulan, dan pasangan itu tengah dipenuhi suka cita.Mereka sengaja tidak mengetahui jenis kelamin bayi mereka, berharap mendapatkan kejutan yang manis saat kelahiran tiba.Mark memegang sepasang sepatu bayi mungil berwarna putih di tangannya. Ia memandangi sepatu itu dengan tatapan penuh rasa bangga. "Bagaimana menurutmu? Sepatu ini sempurna, bukan?"Viona yang sedang memeriksa selimut bayi bermotif bunga menoleh, alisnya terangkat. "Putih lagi, Mark? Kita sudah punya lebih dari cukup barang putih. Haruskan semuanya berwarna polos?""Putih itu elegan dan netral," Mark menjawab sambil mengangkat bahu, senyumnya lebar. "Lagipula, kita tidak tahu jenis kelamin bayi. Putih adalah pilihan yang paling aman."Viona menghela napas panjang, meletakkan selimut yang sedang ia periksa. "Mark, bayi kita juga butuh warna! Hidup itu

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 113: Kabar Kematian

    Mark sedang berdiri di depan jendela besar kantornya. Langit mendung di luar, menggambarkan suasana kota yang penuh hiruk-pikuk.Ia memutar gelas kopi di tangannya, pikirannya melayang. Suara ketukan pintu memecah lamunannya."Masuk," katanya tegas, tanpa menoleh.Ben, sekretaris pribadinya, masuk dengan langkah hati-hati. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya.“Tuan Mark, ada kabar penting yang perlu Anda ketahui,” ucap Ben dengan nada pelan tapi jelas. Ben tampak ragu namun ia harus melakukan ini.Mark mengangkat alis dan memutar tubuhnya, menatap Ben dengan ekspresi datar. “Apa itu, Ben?”Ben menelan ludah, seolah mencari cara terbaik untuk menyampaikan berita tersebut. “Tuan saya tahu anda tidak mau mendengar laporan tentang nona Stella, namun kali ini anda harus mendengarkan. Stella … dia sudah tiada.”Mark mengerutkan kening, matanya menyipit. “Maksudmu … sudah tiada? Jelaskan, Ben.”Ben menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Kondisinya semakin memburuk di rumah sakit te

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 112: Kau Seorang Pembunuh!

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela besar di ruang tamu. Viona sedang merapikan bunga di vas ketika bel pintu berbunyi.Ia berjalan menuju pintu dan membuka perlahan, menatap sosok yang sudah familiar berdiri di depan rumah.“Ayah,” sapanya lembut. Senyum kecil menghiasi wajahnya.Alex lega melihat senyum segar Viona. Mereka berdua berpelukan dan Viona mengajak masuk mertuanya itu.Alex, dengan jas abu-abu yang rapi, mengangguk singkat. “Pagi, Viona. Maaf datang tanpa memberi tahu. Aku sengaja datang untuk melihat keadaanmu."“Tidak perlu memberi tahu juga tidak masalah, Ayah. Silakan masuk. Aku akan menyiapkan teh hijau kesukaanmu," senyum akrab keduanya bagai ayah dan anak. Viona mempersilahkan ayah mertuanya itu duduk di sofa.Alex melangkah masuk, memperhatikan interior rumah yang terasa hangat dan nyaman. Bahagia melihat keadaan menantunya yang sehat. Ia duduk di sofa, sementara Viona menuangkan teh hangat untuknya.“Ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan?” Viona bertanya, d

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 111: Permintaan Maaf, Sekali lagi

    Pintu rumah megah itu terbuka dengan suara klik lembut, memperlihatkan sosok Mark yang baru saja pulang.Jas hitamnya masih rapi, meskipun ekspresi wajahnya terlihat tegang. Ia meletakkan tas kerjanya di meja ruang tamu tanpa berkata apa-apa.“Mark,” suara Viona yang lembut menyambutnya dari sofa. Wanita itu menoleh dari dokumen yang sedang ia baca, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Mark mengangguk singkat. “Ada apa?” tanyanya dengan nada datar, meskipun matanya sedikit melunak saat melihat Viona.Hati Mark perih melihat istrinya yang hamil dan selama ini ia acuhkan. Viona mendekat dan debar kerinduan Mark membuncah melihat wajah cantik penuh kesabaran Viona.Viona menatapnya ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, memilih kata-katanya dengan hati-hati.“Mila meneleponku tadi siang. Dia … memarahiku, katanya semua ini salahku karena aku yang membuat putrinya kesusahan dan sakit. Jujur Mark, apa benar kau menutup akses Stella di rumah sakitmu?”Mark menghela napas berat, kemudian dud

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 110: Inikah yang Disebut Karma?

    Langit pagi yang cerah terasa kontras dengan suasana hati Mila yang kacau balau.Stella terbaring lemah di ruang perawatan sebuah rumah sakit biasa, jauh dari kenyamanan fasilitas rumah sakit mewah milik Mark. Nafas Stella masih berat, namun kondisinya perlahan stabil.Ranjang kecil dengan kasur yang tidak nyaman jauh dari kata mewah seperti yang biasa Milla terima dari rumah sakit sebelumnya.Mila sedih menatap putrinya berjajar dalam ruangan besar bersama pasien lain yang entah sakit apa.Tirai untuk privasi ruangan pasien memang mampu menutup tubuh putrinya agar tidak terlihat pasien lain tetapi malah membuat ia sangat kegerahan.Apalagi kamar mandi yang digunakan juga bersama. Mila tidak yakin keadaan putrinya membaik dengan segala fasilitas minim yang ia lihat saat ini.Mila sampai tidak bisa menyembunyikan kemarahan dan frustasinya. Ia menggenggam erat ponselnya, mencoba menghubungi Mark lagi untuk yang kesekian kalinya, tetapi tidak ada jawaban. Mila tahu Mark dengan sengaja me

DMCA.com Protection Status