Share

Bab 39.

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 20:00:40

Sera menggunakan setelan blazer membuatnya seolah menjadi pegawai kantoran senior dengan perut buncitnya. Setelah melihat pantulan dirinya, senyumnya terus merekah.

Kai sendiri sedari tadi sudah mencuri pandang ke arah istrinya, ikut tersenyum tipis.

Keduanya kini berjalan beriringan, membuat Sera juga ikut mengangguk sopan setiap ada karyawan Kai yang menyapa.

Langkah Sera yang percaya diri mendadak pelan saat di depan sana, ada Lukas yang sedang memandangnya. Sera pun segera berjalan melambat dan bersembunyi di belakang tubuh tinggi sang suami.

“Lo belum balik ke Amerika, Luke?” tanya Kai santai sambil menunggu pintu lift terbuka.

Pria muda seumuran Sera itu menggeleng. “Gue gak berencana balik,” ucap Lukas yang kemudian melenggang masuk lift.

Kai pun juga masuk dan disusul dengan istrinya yang kini tak bisa lagi bersembunyi di balik badan sang suami karena harus berdiri di depannya.

“Hai Luke–”

“Halo Tante,” ucapan Lukas tentu saja membuat Sera menatap tajam ke arah Lukas.

Meski
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Handayani
sabar sera... lucu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 40.

    Benar kata Kai, Sera benar-benar bosan dan kelelahan. Duduk di ruangan suaminya dengan semua orang yang berlalu-lalang hanya membuat kepalanya terasa semakin berat. Ia merasa tak berguna di tengah kesibukan kantor Kai yang penuh dengan laporan, presentasi, dan pertemuan. Pemandangan orang-orang dengan ekspresi serius, langkah cepat, dan tumpukan dokumen yang tak berujung membuat Sera merasa seperti ia hanyut di dunia yang bukan miliknya.“Mas, aku pergi ke tempat Mama dan Papa aja ya, boleh?” Sera akhirnya angkat bicara, berdiri di samping Kai yang masih asyik menatap layar komputernya. Kai mengangkat wajahnya, melepaskan kacamata anti radiasi yang bertengger di hidungnya. Matanya terlihat lelah—sudah hampir lima jam menatap layar tanpa henti."Boleh, tapi tunggu sebentar, Ra. Aku mau menyelesaikan laporan ini–" Kai berkata dengan nada lembut, meskipun ia tampak berpikir dua kali melepas kepergian Sera sendirian.“Mas, nggak perlu nemenin aku. Kerjaan Mas pasti banyak, kan? Aku bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 41.

    “Ra, Aku gak nyangka… Ahh.. ternyata gak enak sok sopan di depan anak yang emang gak bisa di andelin,” ucap Elli dengan tawa sinis. “Gue kecewa banget, Ra!”“Maksud Kakak apa?” ucap Sera tak suka. Dalam keluarganya, aku dan kamu adalah bahasa untuk menghormati satu sama lain. Tapi, Sera tahu bahwa Elli sebenarnya tak suka menggunakan bahasa lembut itu.“Lo– apa lagi yang Lo lakuin sampe Mama dan Papa jadi gini?” ucap Elli dengan nada menggebu.Sera kesal, matanya menatap tak suka dan bibirnya sudah bergetar. “Kak, emang Kakak pikir mau ada di posisi ini? Dari pada nyalahin aku aja, Kakak kemana? Gak usah sok perhatian dengan datang dan marah-marah kayak gini, Kak!”“Gue? Lo tanya Gue ngapain? Menurut Lo Gue di luar negeri nganggur, Ra. Gue di sana kerja, Ra! Gue mau buktiin sama semua keluarga kita kalau Mama sama Papa itu gak gagal didik kita. Gue mau mereka percaya kalau kita juga bisa ngurus bisnis keluarga dan kita bisa di banggain. Tapi Lo? Lo ngapain, Ra?”Sera menganga tak perc

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 42.

    Enam Tahun yang lalu, Seraphina Estella, gadis itu mendesah kesal saat nilai ulangannya tak memenuhi ekspektasi. Lagi, lagi, angka yang ditulis dengan pena berwarna merah, menunjukkan angka yang rendah di matanya. Tujuh puluh seolah menjadi nilai yang pantas untuk menghargai hasil usaha Sera."Dari kemarin Gue dapet nilai segini. Apa itu artinya belajar bukan keahlian Gue," keluh Sera seraya mendesah kesal. “Terus apa, dong, keahlian Gue?!”Sera mengacak-acak rambutnya. Ia tak peduli dengan sekitar yang mungkin memperhatikan kegilaan Sera akibat mendapatkan nilai yang tidak memuaskan hatinya.“Gila Gue lama-lama. Nilai segini kalau diinput di ijazah Gue, cuma buang-buang kertas!”Sera hampir merobek kertas hasil ujiannya. Ia mati-matian menahan agar tak mengucek kertas putih yang sudah berisi coretan-coretan berupa jawaban dari soal yang ternyata tak memiliki nilai yang berarti.“Perasaan Gue udah baca doa sebelum buka kertas ini. Masa, takdir Gue mendapatkan nilai yang gak enak dili

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 43.

    Sera menatap Kai, suaminya, yang tampak kacau dengan napas terengah-engah. Peluh sebesar biji jagung mengalir di dahinya, membuat Sera heran.“Mas, bukannya tadi bilang mau datang lebih sore?” tanya Sera, segera bangkit dari tempat duduknya.Kai menggenggam tangannya erat. “Aku mau ketemu Mama dan Papa sekarang. Tolong antar aku,” katanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada sesuatu di matanya yang terasa asing bagi Sera.Tanpa banyak bicara, Sera mengangguk dan membawanya menuju kamar VVIP tempat orang tuanya dirawat, hanya beberapa langkah dari ruang tunggu itu. Sepanjang perjalanan, keheningan terasa begitu tebal. Tak ada yang memulai percakapan. Sera masih terngiang ucapan Elli, kakaknya, dan pandangan teman-temannya yang menghakimi. Kai di sampingnya juga tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri, wajahnya tegang, telapak tangannya berkeringat.Ketika mereka sampai di depan kamar orang tua Sera, langkah mereka terhenti mendengar suara Elli yang samar dari dalam.“Mama nggak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 44.

    Sera melirik sekilas ke layar ponsel Kai yang berdering, dan di sana tertera nama “Lana.” Nama itu menyayat hatinya, menambah luka di tengah perasaan yang sudah hancur berkeping-keping. Kali ini, perasaan Sera benar-benar goyah. Ia menatap Kai dalam-dalam, berharap menemukan jawaban di sana.Kai memandangi layar ponselnya dengan ekspresi lelah. Tanpa menoleh ke arah Sera, ia mendesah pelan dan menekan tombol “diamkan.” Namun bagi Sera, sikap itu bukanlah jawaban.Dering ponsel tadi seakan menjadi pengingat pahit bahwa ada orang lain yang masih siap menerima suaminya, bahkan ketika dirinya sendiri merasa tak utuh. “Sebenarnya ada apa, Mas? Kenapa kamu tiba-tiba datang seolah terburu-buru? Dan kenapa kamu membatalkan niatmu untuk ketemu Mama dan Papa? Sekarang kamu malah membawa aku dan ngomong semua omong kosong itu?”Kai menghela nafas berat. “Aku gak bisa ketemu keluarga kamu, Ra. Aku masih dalam kondisi lelah dan aku takut terbawa emosi mendengar kata-kata Kakakmu. Aku–” Kai mengg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 45.

    Lila terkejut ketika melihat Lana berada di depan pintu rumahnya.“Lana? Kamu kapan datang?”Lana tersenyum tipis, “ini kejutan.”“Masuklah,” ucap Lila yang segera membuka lebar pintu rumahnya. Wanita itu tahu, bahwa Lana akan datang. Tapi Lila jelas tak tahu bahwa hari ini sahabat lamanya itu sudah sampai di Jakarta.“Kapan kamu datang. Menginap dimana?”“Kemarin. Aku menginap di hotel. Dekat sini,” ucap Lana yang kemudian segera masuk dan memeluk sahabatnya. ““Maafkan aku, La. Sepertinya semuanya jadi kacau gara-gara aku. Aku baru saja menemui ibu mertuamu untuk meminta maaf. Tadinya aku ragu mau mampir ke sini…”Lila menghela nafas berat. Jujur saja, ia tak suka dengan apa yang terjadi, tapi Lana adalah sahabat lamanya dan yang paling banyak membantunya selama ia kesusahan beradaptasi di Amerika. Jadi ada kalanya, Lila seolah menolak kenyataan bahwa Lana menggoda adik iparnya. Mungkin saja, Sera salah paham.Lila segera menggelengkan kepalanya, ia tidak mau merasa terikat dengan L

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 46.

    Sera tampak tertidur lelap, napasnya teratur di balik kelelahan yang terpancar di wajahnya. Diani, ibu mertuanya, masuk ke kamar dengan langkah lembut, lalu mendekati ranjang Sera dan menyeka peluh di dahinya tanpa ragu. Wanita itu merapikan selimut Sera, memastikan tubuhnya tetap hangat.Saat Kai membuka pintu kamar, ia menemukan ibunya tengah menyisir rambut panjang Sera dengan penuh kasih. “Bu, kenapa belum tidur?” bisik Kai.Diani menoleh, menatap anaknya dengan mata yang penuh keprihatinan dan kelembutan. “Ibu gak bisa tidur, Nak,” jawabnya perlahan. “Menantu Ibu sakit. Pasti berat buatnya, dan anakmu juga pasti merasa tidak nyaman.” Sambil tersenyum kecil, Diani meletakkan tangannya di atas perut Sera yang mulai membesar.Kai mendekati ranjang dan perlahan meletakkan saputangan yang telah ia basahi dan peras di kening Sera. Gerakannya lembut, penuh perhatian, membuat Diani yang menyaksikan dari dekat tersenyum kecil. Sungguh, selama ini ia mengira anaknya akan terus menjadi s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 47.

    Sera dengar semuanya. Setelah semua orang meninggalkan kamar, keheningan menyeruak, menyisakan hanya seorang wanita yang berbaring diam dengan mata terpejam. Namun, meski kelopak matanya tetap tertutup, air mata perlahan mengalir di pipinya, tak lagi mampu ia tahan. Sesekali, pundaknya bergetar menahan isak yang tak berani ia lepaskan.Di tengah keheningan yang begitu menyakitkan, pikirannya dipenuhi keraguan yang menyiksa. ‘Ya Tuhan, apakah permintaanku ini sudah benar?’ Hatinya terbelah, di antara harapan dan keputusasaan yang berselang-seling. ‘Apakah aku egois jika ingin semuanya berakhir? Tapi aku lelah sekali. Kalau semuanya tidak berakhir apa ada jaminan, Mas Kai berubah?’ Pertanyaan-pertanyaan itu menggema, berkecamuk tanpa henti, seperti badai yang menghantam bertubi-tubi di dalam kepalanya.Sakit yang begitu menekan menjalar di kepalanya, membuatnya seolah kehilangan daya. Wanita itu menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan guncangan di dadanya. Tiba-tiba, dalam keh

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   151 - S2

    Abel duduk di bangku taman sekolah, jauh dari keramaian anak-anak yang sibuk bermain. Matanya tertuju pada Anna yang sedang asyik berlari-lari bersama seorang anak laki-laki. Tawanya begitu lepas, membuat Abel sejenak terpaku. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar foto kecil yang sudah mulai lusuh di tepinya. Dengan hati-hati, ia memandang gambar itu. Seolah terpanggil oleh ingatan masa lalu, pikirannya melayang pada sebuah momen beberapa tahun silam. FlashbackAbel kecil menangis tersedu-sedu di kamar tidurnya. Matanya sembab, wajahnya memerah. Lukas berdiri di samping tempat tidur, kebingungan harus melakukan apa. “Aku mau lihat Ibu,” rengek Abel sambil memeluk bantalnya erat. Lukas menghela napas panjang. Ia tahu tangis Abel ini berbeda dari biasanya, lebih menyayat hati. “Abel, Ibu nggak ada di sini...” katanya dengan lembut, meski ada kekesalan di dalam suaranya. “Aku mau lihat!” tuntut Abel dengan suara parau. Lukas akhirnya mengalah. Ia pergi ke ruang kerjan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   150 - S2

    Lukas membuka pintu rumahnya dengan gerakan lambat, menunjukkan keletihan yang terpancar dari wajahnya. Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, namun rumah masih menyala terang. Di ruang tamu, Nana berdiri dengan senyum tipis menyambut majikannya yang baru pulang. Tanpa banyak bicara, Lukas melempar tas kerjanya ke sofa dan segera membuka dasi yang sedari tadi terasa menyesakkan lehernya. Sepatu kulit yang biasa ia rawat dengan baik kali ini dilepas begitu saja di dekat pintu. "Abel gimana?" tanyanya singkat, nada suaranya datar tetapi jelas memancarkan kekhawatiran yang selalu tersembunyi di balik sikapnya. "Apa yang dia lakukan di sekolah hari ini?" Nana mulai memunguti barang-barang Lukas yang berserakan dengan rapi. "Semua baik, Mas. Abel menyelesaikan tugas sekolahnya dengan baik, dan dia juga menggambar lagi hari ini." Sambil berbicara, Nana mengeluarkan buku gambar dari meja dapur dan membukanya di hadapan Lukas. "Ini beberapa yang dia buat. Oh, dan katanya ad

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   149 - S2

    Sesampainya di rumah, Anna segera berlari dan mencari mamanya. Sementara itu, Raiden menempel erat pada Bu Dyah, babysitter yang setia menemani mereka. Bocah kecil itu menolak melepaskan pelukan dari wanita paruh baya yang sudah seperti nenek baginya. Begitu menemukan Sera sedang duduk bersantai di ruang keluarga, Anna langsung menceritakan pengalamannya dengan penuh semangat. "Mama! Abel itu nyebelin banget!" keluh Anna, mendudukkan diri di sebelah mamanya dengan wajah cemberut. Sera yang sedang menikmati secangkir teh, tersenyum tipis mendengar keluhan putrinya. "Kenapa nyebelin? Ada apa lagi sama Abel, Ann?" tanyanya lembut, sambil membelai rambut Anna. "Dia itu, Ma, nggak mau jawab kalau aku ajak ngobrol. Ditanya ini, cuma bilang 'iya'. Ditanya itu, cuma bilang 'nggak'. Tapi sama perempuan yang jemput dia, Abel itu senyum-senyum. Bahkan ngomong duluan, protes lagi!" Anna menjelaskan dengan nada kesal. Sera tertegun. “Perempuan? Siapa Ann? Mbaknya mungkin,” tanyanya, kini

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   148 - S2

    Di dalam ruang kelas yang mulai lengang, Anna duduk dengan tangan terlipat di atas meja, dagunya bertumpu pada lengannya. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tersembunyikan. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu mengayun-ayunkan kakinya, menunggu jemputan yang baru saja berangkat dari sekolah adiknya. Suara dari pengeras suara tiba-tiba menggema, memecah keheningan. "Abel Adnan Candra, silakan menuju ruang tunggu." Anna mendongak, matanya berbinar seketika. Ia meraih tas sekolahnya dan berdiri, seolah sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Dari sudut pandangnya, ia melihat anak lelaki dengan wajah datar berjalan perlahan menuju ruang tunggu. Itu Abel, anak yang beberapa hari lalu berkenalan dengannya di acara penyambutan murid baru. Tanpa ragu, Anna berlari kecil menghampirinya. "Hai, Abel!" Anna menyapa ceria, senyum lebarnya merekah. Abel berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar yang sama seperti sebelumnya. "Hai," jawabnya singkat, hampir tanpa nada. Anna memi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   147 - S2

    Malam itu, keheningan rumah Kai dan Sera hanya dipecahkan oleh suara lembut detak jam di dinding. Sera berbaring di pelukan Kai, tubuhnya bersandar nyaman di dada suaminya yang hangat. Kai sesekali mengecup puncak kepala Sera, memberikan rasa tenang di tengah kerisauan istrinya. Tangannya dengan lembut mengusap perut Sera yang kini tampak lebih besar dibanding kehamilan sebelumnya. "Kamu pasti masih mikirin Abel, ya?" Kai membuka percakapan, suaranya rendah dan lembut. Sera mengangguk pelan tanpa menoleh, matanya menerawang ke arah langit-langit. "Aku gak bisa berhenti mikirin dia, Mas. Wajahnya, caranya jalan, bahkan tatapan matanya... dia kayaknya tenang banget, Mas. Gak kayak anak-anak lain. Aku ngerasa dia kayak nyimpan sesuatu di dalam dirinya. Bukan sotoy nih ya, Mas. Tapi kalau Mas lihat Abel, Mas pasti tau maksud aku." Kai menghela napas panjang. "Itu kayaknya wajar, Ra. Setauku dari cerita Kak Ruby atau Kak Elle, Lukas ngebesarin Abel sendirian. Katanya dia di rawat c

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   146 - S2

    Enam tahun berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam kehidupan Sera dan keluarganya. Anna kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan ceria. Di usianya yang ketujuh, ia akan memasuki sekolah dasar. Hari itu adalah hari pertama Anna di sekolah barunya, dan pesta penyambutan murid baru terlihat begitu meriah. Sera, yang sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan enam bulan, menemani Anna seorang diri karena Kai sedang sibuk. Adik pertama Anna, seorang bocah laki-laki bernama Raiden yang kini berusia empat tahun, berada di taman kanak-kanak bersama dengan baby sitternya. Sera berusaha mengimbangi semangat Anna, meski jelas ia mulai kepayahan dengan perutnya yang semakin membesar. Anna berlari kecil ke arah panggung dekorasi yang penuh warna, meninggalkan Sera beberapa langkah di belakang. Saat Sera mencoba mempercepat langkahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah tangan kokoh menopangnya dengan sigap. "A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   145 - S2

    Suasana bandara internasional London terasa sibuk seperti biasanya, tetapi perhatian Sera dan Kai hanya tertuju pada satu hal, Anna. Begitu melihat bayi kecil itu digendong Diani, mata Sera langsung berbinar, sementara Anna dengan ekspresi antusias mulai menggeliat, mengulurkan tangannya ke arah kedua orang tuanya. Kai dan Sera segera menghampiri Diani, menyambut Anna dengan pelukan hangat. Anna yang sudah lama tidak bertemu ayah dan ibunya tampak senang, bahkan mengoceh dengan suara kecil yang menggemaskan. “Aduh, anak cantik ini rindu sama Papa sama Mama, ya?” Kai menggoda sambil mencium pipi Anna. Diani tersenyum melihat kehangatan itu. “Nah, sekarang kalian sudah balik, Anna nggak bakal nangis lagi minta ketemu ayah ibunya.” Senyum Sera dan Kai pun mengembang, meskipun dalam hati mereka, ada rasa sakit yang juga untuk Elli. Bagaimana tidak, mereka pun tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Anna dalam keadaan seperti kemarin. Rasanya pasti menyesakkan.Setelah b

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   144 - S2

    Saat Sera dan Kai tiba di rumah bersama Fara, suasana terasa berbeda. Pintu rumah tidak terkunci, dan udara di dalam ruangan terasa berat, seolah ada sesuatu yang salah. Mereka mempercepat langkah kaki karena hati mereka mulai dipenuhi rasa cemas. “Ra, kayaknya ada yang nggak beres,” gumam Kai sambil melangkah ke ruang tamu. Begitu masuk, mereka terkejut melihat pemandangan yang ada di depan mata. Elli terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangannya, bahunya terguncang karena tangis yang tak henti. Raquel ada di sampingnya, mencoba menenangkannya, tetapi air mata Raquel sendiri juga mengalir deras. Sera mendekat dengan cepat, hatinya berdebar kencang. “Kak! Ada apa?! Kenapa?!” Namun, sebelum jawaban keluar dari bibir Raquel, Elli tiba-tiba ambruk ke lantai. Sera menjerit, langsung berlutut di samping adiknya. “Kak!” Sera mengguncang tubuh Elli yang sudah tidak sadarkan diri. Raquel segera mengambil alih, menggenggam tangan Elli dan memeriksa denyut nadinya. “Dia pi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   143 - S2

    Elli duduk di sofa apartemen kecil mereka, memeluk Abel erat di pangkuannya. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah akibat kehamilan muda yang sedang ia jalani. Namun, matanya tetap waspada. Di sampingnya, Raquel berdiri dengan posisi tegang, matanya tak lepas dari pintu apartemen yang terkunci rapat. ‘Aku gak suka firasat ini, Ell,’ pikir Raquel. ‘Aku takut Lukas gak akan berhenti sampai dia ngedapetin apa yang dia mau. Maaf… kita harus relakan Abel. kamu lebih penting saat ini.’Elli mengusap kepala kecil Abel, mencoba menenangkan dirinya dan bayinya yang tak mengerti apa-apa. “Kak, Abel tidak akan ke mana-mana. Dia anakku. Aku gak akan nyerahin dia gitu saja.” Raquel hendak merespons ketika suara ketukan keras di pintu menggema, memecah keheningan ruangan. Ketukan itu berulang, semakin keras, seakan ingin merobohkan pintu. Raquel dan Elli saling berpandangan, jantung mereka berdebar kencang. “Buka pintunya!” Suara Lukas terdengar dari balik pintu, dingin dan penuh ancaman.

DMCA.com Protection Status