Share

133 - S2

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-12-14 17:28:04

Sera berjalan cepat meninggalkan Jena dan Sagara yang membawa barang-barang di belakang.

Sera yang memang dulu tidak terlalu dekat dengan Elli, kali ini menunjukkan kekhawatirannya yang begitu kentara. Wajahnya penuh kecemasan, dan langkahnya tergesa-gesa menuju ruang rawat kakaknya.

Saat tiba di depan pintu, Sera melihat Kai dan Raquel sedang berdiri di luar, tampak berbicara serius. Sera menghampiri mereka dengan nada suara penuh tanya.

“Kakak gimana? Udah sadar?” tanya Sera, suaranya nyaris bergetar.

Kai menatap istrinya dengan lembut dan menjawab, “Terakhir dia masih belum sadar. Mungkin tidur. Kamu masuk aja. Dia mungkin butuh kamu sekarang.”

Mendengar itu, tanpa ragu Sera segera masuk ke kamar Elli. Di sana, ia mendapati kakaknya duduk di ranjang, termenung menatap langit-langit. Wajah Elli terlihat begitu pucat, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Sera berhenti sejenak, mencoba menenangkan dirinya sebelum akhirnya mendekat.

“Kak... kamu sadar? Katanya…” Sera ber
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   134 - S2

    Elli duduk bersandar di tempat tidur, menatap ke arah Raquel yang sibuk menyiapkan makanannya di meja kecil. Pikirannya berkecamuk. Ada rasa bingung yang sulit ia definisikan. ‘Jadi.. gue harus seneng? Atau sedih?’Di satu sisi, ia merasa segalanya menjadi begitu berat. Ia baru saja melahirkan Abel enam bulan yang lalu, dan ia masih ingat betul bagaimana beratnya melewati masa-masa kehamilan itu. Rasa mual, lelah, nyeri, dan tantangan saat melahirkan. Semuanya terasa begitu segar dalam ingatannya. Tapi di sisi lain, saat melihat Raquel, hatinya terasa melunak. Raquel, pria yang sebelumnya sebatang kara, kini memiliki darah dagingnya sendiri. ‘Mungkin dia juga galau sama kabar ini,’ pikir Elli. Bagaimana tidak, dia saja sangat antusias menyambut bayi anak dari orang lain. Apalagi ini adalah manusia kecil yang memiliki darah yang sama dengannya. Namun, Elli juga merasa bersalah. Ia ingin egois, ingin memikirkan dirinya sendiri, tapi melihat perjuangan Raquel selama ini, ia merasa t

    Last Updated : 2024-12-14
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   135 - S2

    Pagi yang cerah di Amsterdam menyelimuti suasana penuh keharuan di apartemen Elli dan Raquel. Kai dan Sera berdiri di depan pintu, bersiap untuk berpamitan. Anna, yang berada di gendongan Sera, mulai mengantuk, sementara Kai membantu membawa koper kecil mereka ke mobil. “Kami akan ke Inggris beberapa hari sebelum pulang ke Indonesia,” ujar Kai sambil menatap Elli dan Raquel bergantian. “Ada urusan yang perlu kami selesaikan dulu.” Elli, yang masih terlihat lelah, mengangguk pelan sambil menggendong Abel. Meskipun hatinya terasa berat, ia tahu kepergian mereka adalah hal yang perlu. “Hati-hati, ya,” katanya, suaranya sedikit bergetar. Sera melangkah maju, memeluk kakaknya dengan erat. “Jaga dirimu, Kak. Jangan terlalu memaksakan diri. Mama ‘kan ada di sini,” katanya menenangkan. Fara, yang berdiri di samping Raquel, tersenyum penuh keyakinan. “Kamu juga jangan khawatir. Mama bakalan tinggal di sini sementara waktu buat bantu Elli. Kakakmu pasti kerepotan kalau bayinya ada dua.

    Last Updated : 2024-12-14
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   136 - S2

    Pagi yang tenang menyelimuti rumah besar itu. Sera duduk di ruang keluarga bersama Jena, yang sibuk menenangkan Anna di pangkuannya. Tawa kecil Anna yang menggemaskan membuat suasana terasa hangat. Sesekali, bayi itu menggeliat sambil meraih mainan di depannya, membuat Jena tersenyum lembut. “Dia makin pintar saja,” gumam Jena sambil mengusap pipi Anna. Sera hanya tersenyum, menikmati momen tersebut. Setelah beberapa hari yang penuh ketegangan, suasana pagi ini benar-benar menjadi anugerah. Sementara itu, Diani, Kai, dan Sagara pergi ke kantor cabang Eropa Bening Boutique, meninggalkan rumah besar itu hanya dengan Sera dan Jena. Tak lama, suara gerbang yang terbuka menandai kedatangan Khalif. Khalif muncul di pintu utama dengan seragam bola yang masih dikenakan. Di sebelahnya, seorang anak laki-laki dengan rambut pirang keemasan dan mata biru cerah ikut masuk sambil membawa ransel kecil. “Assalamualaikum!” seru Khalif dengan semangat, sambil menyunggingkan senyumnya yang kh

    Last Updated : 2024-12-15
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   137 - S2

    Ketukan di pintu apartemen membangunkan Raquel dari tidurnya yang singkat. Matanya masih berat, tubuhnya terasa lelah karena semalaman ia harus menenangkan Abel yang rewel.Meski begitu, hatinya tetap teguh. Ia tahu, kondisi Elli yang masih lemah akibat kehamilan mudanya membutuhkan perhatian lebih. Elli telah memutuskan untuk mempertahankan janin itu, dan bagi Raquel, keputusan itu adalah anugerah. Saat ketukan terdengar lagi, Elli yang sedang duduk di sofa sambil menyusui Abel tampak ingin bangkit. Wajahnya pucat, tapi matanya tetap penuh tekad meski tubuhnya terlihat lelah. “Biar aku aja yang buka,” kata Elli pelan sambil mencoba berdiri. Raquel dengan cepat menahan lengannya. “Nggak, Ell. Duduk aja. Kamu butuh istirahat. Aku yang bakal bukain.” Elli menghela napas lemah namun menurut. Ia kembali duduk, membenarkan posisi Abel di pangkuannya. Raquel pun melangkah ke pintu dengan rasa penasaran. Siapa yang datang pagi-pagi seperti ini? Ketika pintu terbuka, wajah Raquel l

    Last Updated : 2024-12-15
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   138 - S2

    Langit kota London yang berawan menambah suasana hati Sera yang tengah dilanda kegelisahan. Di dalam mobil yang melaju melewati jalanan kota, Sera menggenggam ponselnya dengan erat. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Kai, namun panggilannya tidak pernah terjawab. Rasa cemas semakin menumpuk di dadanya. Ketika mobil berhenti di depan sebuah gedung bergaya klasik dengan eksterior megah, Sera turun dengan langkah ragu. Gedung ini adalah kantor tempat keluarga Adnan menjalankan cabang Eropa, tetapi aura serius dan formal dari tempat itu membuatnya merasa kecil. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah masuk. Di dalam, suasana sepi namun terkesan sibuk. Petugas resepsionis menyapanya dengan ramah, tetapi saat Sera menyebut nama Kai dan menyatakan ingin bertemu, wajah ramah itu berubah menjadi sedikit kaku. "Maaf, Nyonya. Anda sudah membuat janji?" tanya salah satu resepsionis dengan aksen Inggris yang sopan. "Janji?" Sera mengulang, bingung. "Tidak, saya istrinya. Saya hany

    Last Updated : 2024-12-15
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   139 - S2

    Di dalam ruangan kerja Sagara yang luas dan bernuansa elegan, dua sosok duduk dengan raut wajah yang penuh beban. Diani, yang akhir-akhir ini menjadi pilar keluarga menggantikan sang ayah yang telah berpulang, duduk di sofa dengan pandangan menerawang. Sementara itu, Sagara berdiri di dekat jendela besar, tangannya disandarkan di bingkai kayu, menatap ke luar dengan ekspresi yang sulit dibaca.Keheningan menggantung di antara mereka, masing-masing terjebak dalam pikirannya sendiri.“Ga,” akhirnya Diani membuka suara, suaranya terdengar pelan namun sarat emosi. “Ibu benar-benar nggak tahu harus gimana.” Sagara berbalik, menatap ibunya. “Aku juga, Bu,” jawabnya jujur. “Situasi ini… terlalu rumit. Kalau aku bergerak untuk membantu Elli dan Raquel, itu artinya aku harus melawan Lukas. Padahal Lukas juga bagian dari keluarga kita. Dia cucu Tante Berlian. Kita nggak mungkin nggak ngebelain keluarga sendiri yang selama bertahun-tahun selalu berada di pihak kita, ‘kan?.” Diani mengangguk

    Last Updated : 2024-12-16
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   140 - S2

    Suara bel rumah Jena memecah keheningan pagi itu. Jena, yang sedang duduk di ruang tamu sambil merangkai bunga, langsung bangkit menuju interkom. Ia melihat wajah supir Berlian Adnan, Tante dari suaminya, di layar kecil interkom. Tanpa ragu, ia mempersilakan masuk dan membuka gerbang otomatis. Jena lalu berjalan ke dalam untuk memberitahu Diani, yang sedang menikmati teh hangat di taman belakang. Hari itu, Diani sengaja tidak ikut Sagara ke kantor, memilih untuk bersantai di rumah. Mendengar kabar bahwa Berlian datang, wajah Diani sedikit berubah. “Kak Lian?” gumam Diani sambil menatap Jena. Ada kegelisahan yang jelas di wajahnya.“Tante Berlian tahu alamat di sini dari mana ya, Bu. Kita kan baru pindah beberapa bulan ini dan belum sempat bilang dengan yang lain,” ujar perempuan dengan rambut keemasan dan mata hijau itu.“Tentu gampang buat dia untuk mencari tahu soal ini, Jen. Kelihatannya dia juga ingin bicara sesuatu yang penting. Apa soal Lukas , ya?” jawab Diani, mencoba me

    Last Updated : 2024-12-16
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   141 - S2

    Lukas duduk di sudut kamar sewanya yang sempit. Tumpukan dokumen berserakan di meja kecil di depannya, namun pikirannya jauh dari lembar-lembar kertas itu. Suasana kamar hening, hanya suara detak jam dinding tua yang sesekali terdengar, memantulkan kebuntuan yang menyelimuti dirinya. Ponselnya bergetar di meja, memutus lamunannya. Lukas melirik layar ponsel, dan matanya langsung menangkap satu nama yang membuatnya tertegun ‘Oma’.Dengan tangan sedikit kaku, Lukas mengangkat ponselnya. “Halo, Oma?” suaranya datar, meski ada ketegangan samar di baliknya. “Lukas.” Suara Berlian terdengar tegas, seperti biasa, namun kali ini ada nada yang sulit diterka. “Kamu masih di Belanda?” Lukas terdiam sejenak. Wanita berusia tujuh puluh tahun itu selalu memiliki caranya sendiri untuk mengetahui keberadaan cucunya. Berbohong bukanlah pilihan yang bijak. “Iya, Oma,” jawab Lukas akhirnya, suaranya lebih pelan. “Datanglah ke rumah kita di Inggris. Kita perlu bicara.” Lukas mengernyit, men

    Last Updated : 2024-12-17

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   151 - S2

    Abel duduk di bangku taman sekolah, jauh dari keramaian anak-anak yang sibuk bermain. Matanya tertuju pada Anna yang sedang asyik berlari-lari bersama seorang anak laki-laki. Tawanya begitu lepas, membuat Abel sejenak terpaku. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar foto kecil yang sudah mulai lusuh di tepinya. Dengan hati-hati, ia memandang gambar itu. Seolah terpanggil oleh ingatan masa lalu, pikirannya melayang pada sebuah momen beberapa tahun silam. FlashbackAbel kecil menangis tersedu-sedu di kamar tidurnya. Matanya sembab, wajahnya memerah. Lukas berdiri di samping tempat tidur, kebingungan harus melakukan apa. “Aku mau lihat Ibu,” rengek Abel sambil memeluk bantalnya erat. Lukas menghela napas panjang. Ia tahu tangis Abel ini berbeda dari biasanya, lebih menyayat hati. “Abel, Ibu nggak ada di sini...” katanya dengan lembut, meski ada kekesalan di dalam suaranya. “Aku mau lihat!” tuntut Abel dengan suara parau. Lukas akhirnya mengalah. Ia pergi ke ruang kerjan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   150 - S2

    Lukas membuka pintu rumahnya dengan gerakan lambat, menunjukkan keletihan yang terpancar dari wajahnya. Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, namun rumah masih menyala terang. Di ruang tamu, Nana berdiri dengan senyum tipis menyambut majikannya yang baru pulang. Tanpa banyak bicara, Lukas melempar tas kerjanya ke sofa dan segera membuka dasi yang sedari tadi terasa menyesakkan lehernya. Sepatu kulit yang biasa ia rawat dengan baik kali ini dilepas begitu saja di dekat pintu. "Abel gimana?" tanyanya singkat, nada suaranya datar tetapi jelas memancarkan kekhawatiran yang selalu tersembunyi di balik sikapnya. "Apa yang dia lakukan di sekolah hari ini?" Nana mulai memunguti barang-barang Lukas yang berserakan dengan rapi. "Semua baik, Mas. Abel menyelesaikan tugas sekolahnya dengan baik, dan dia juga menggambar lagi hari ini." Sambil berbicara, Nana mengeluarkan buku gambar dari meja dapur dan membukanya di hadapan Lukas. "Ini beberapa yang dia buat. Oh, dan katanya ad

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   149 - S2

    Sesampainya di rumah, Anna segera berlari dan mencari mamanya. Sementara itu, Raiden menempel erat pada Bu Dyah, babysitter yang setia menemani mereka. Bocah kecil itu menolak melepaskan pelukan dari wanita paruh baya yang sudah seperti nenek baginya. Begitu menemukan Sera sedang duduk bersantai di ruang keluarga, Anna langsung menceritakan pengalamannya dengan penuh semangat. "Mama! Abel itu nyebelin banget!" keluh Anna, mendudukkan diri di sebelah mamanya dengan wajah cemberut. Sera yang sedang menikmati secangkir teh, tersenyum tipis mendengar keluhan putrinya. "Kenapa nyebelin? Ada apa lagi sama Abel, Ann?" tanyanya lembut, sambil membelai rambut Anna. "Dia itu, Ma, nggak mau jawab kalau aku ajak ngobrol. Ditanya ini, cuma bilang 'iya'. Ditanya itu, cuma bilang 'nggak'. Tapi sama perempuan yang jemput dia, Abel itu senyum-senyum. Bahkan ngomong duluan, protes lagi!" Anna menjelaskan dengan nada kesal. Sera tertegun. “Perempuan? Siapa Ann? Mbaknya mungkin,” tanyanya, kini

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   148 - S2

    Di dalam ruang kelas yang mulai lengang, Anna duduk dengan tangan terlipat di atas meja, dagunya bertumpu pada lengannya. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tersembunyikan. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu mengayun-ayunkan kakinya, menunggu jemputan yang baru saja berangkat dari sekolah adiknya. Suara dari pengeras suara tiba-tiba menggema, memecah keheningan. "Abel Adnan Candra, silakan menuju ruang tunggu." Anna mendongak, matanya berbinar seketika. Ia meraih tas sekolahnya dan berdiri, seolah sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Dari sudut pandangnya, ia melihat anak lelaki dengan wajah datar berjalan perlahan menuju ruang tunggu. Itu Abel, anak yang beberapa hari lalu berkenalan dengannya di acara penyambutan murid baru. Tanpa ragu, Anna berlari kecil menghampirinya. "Hai, Abel!" Anna menyapa ceria, senyum lebarnya merekah. Abel berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar yang sama seperti sebelumnya. "Hai," jawabnya singkat, hampir tanpa nada. Anna memi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   147 - S2

    Malam itu, keheningan rumah Kai dan Sera hanya dipecahkan oleh suara lembut detak jam di dinding. Sera berbaring di pelukan Kai, tubuhnya bersandar nyaman di dada suaminya yang hangat. Kai sesekali mengecup puncak kepala Sera, memberikan rasa tenang di tengah kerisauan istrinya. Tangannya dengan lembut mengusap perut Sera yang kini tampak lebih besar dibanding kehamilan sebelumnya. "Kamu pasti masih mikirin Abel, ya?" Kai membuka percakapan, suaranya rendah dan lembut. Sera mengangguk pelan tanpa menoleh, matanya menerawang ke arah langit-langit. "Aku gak bisa berhenti mikirin dia, Mas. Wajahnya, caranya jalan, bahkan tatapan matanya... dia kayaknya tenang banget, Mas. Gak kayak anak-anak lain. Aku ngerasa dia kayak nyimpan sesuatu di dalam dirinya. Bukan sotoy nih ya, Mas. Tapi kalau Mas lihat Abel, Mas pasti tau maksud aku." Kai menghela napas panjang. "Itu kayaknya wajar, Ra. Setauku dari cerita Kak Ruby atau Kak Elle, Lukas ngebesarin Abel sendirian. Katanya dia di rawat c

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   146 - S2

    Enam tahun berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam kehidupan Sera dan keluarganya. Anna kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan ceria. Di usianya yang ketujuh, ia akan memasuki sekolah dasar. Hari itu adalah hari pertama Anna di sekolah barunya, dan pesta penyambutan murid baru terlihat begitu meriah. Sera, yang sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan enam bulan, menemani Anna seorang diri karena Kai sedang sibuk. Adik pertama Anna, seorang bocah laki-laki bernama Raiden yang kini berusia empat tahun, berada di taman kanak-kanak bersama dengan baby sitternya. Sera berusaha mengimbangi semangat Anna, meski jelas ia mulai kepayahan dengan perutnya yang semakin membesar. Anna berlari kecil ke arah panggung dekorasi yang penuh warna, meninggalkan Sera beberapa langkah di belakang. Saat Sera mencoba mempercepat langkahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah tangan kokoh menopangnya dengan sigap. "A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   145 - S2

    Suasana bandara internasional London terasa sibuk seperti biasanya, tetapi perhatian Sera dan Kai hanya tertuju pada satu hal, Anna. Begitu melihat bayi kecil itu digendong Diani, mata Sera langsung berbinar, sementara Anna dengan ekspresi antusias mulai menggeliat, mengulurkan tangannya ke arah kedua orang tuanya. Kai dan Sera segera menghampiri Diani, menyambut Anna dengan pelukan hangat. Anna yang sudah lama tidak bertemu ayah dan ibunya tampak senang, bahkan mengoceh dengan suara kecil yang menggemaskan. “Aduh, anak cantik ini rindu sama Papa sama Mama, ya?” Kai menggoda sambil mencium pipi Anna. Diani tersenyum melihat kehangatan itu. “Nah, sekarang kalian sudah balik, Anna nggak bakal nangis lagi minta ketemu ayah ibunya.” Senyum Sera dan Kai pun mengembang, meskipun dalam hati mereka, ada rasa sakit yang juga untuk Elli. Bagaimana tidak, mereka pun tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Anna dalam keadaan seperti kemarin. Rasanya pasti menyesakkan.Setelah b

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   144 - S2

    Saat Sera dan Kai tiba di rumah bersama Fara, suasana terasa berbeda. Pintu rumah tidak terkunci, dan udara di dalam ruangan terasa berat, seolah ada sesuatu yang salah. Mereka mempercepat langkah kaki karena hati mereka mulai dipenuhi rasa cemas. “Ra, kayaknya ada yang nggak beres,” gumam Kai sambil melangkah ke ruang tamu. Begitu masuk, mereka terkejut melihat pemandangan yang ada di depan mata. Elli terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangannya, bahunya terguncang karena tangis yang tak henti. Raquel ada di sampingnya, mencoba menenangkannya, tetapi air mata Raquel sendiri juga mengalir deras. Sera mendekat dengan cepat, hatinya berdebar kencang. “Kak! Ada apa?! Kenapa?!” Namun, sebelum jawaban keluar dari bibir Raquel, Elli tiba-tiba ambruk ke lantai. Sera menjerit, langsung berlutut di samping adiknya. “Kak!” Sera mengguncang tubuh Elli yang sudah tidak sadarkan diri. Raquel segera mengambil alih, menggenggam tangan Elli dan memeriksa denyut nadinya. “Dia pi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   143 - S2

    Elli duduk di sofa apartemen kecil mereka, memeluk Abel erat di pangkuannya. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah akibat kehamilan muda yang sedang ia jalani. Namun, matanya tetap waspada. Di sampingnya, Raquel berdiri dengan posisi tegang, matanya tak lepas dari pintu apartemen yang terkunci rapat. ‘Aku gak suka firasat ini, Ell,’ pikir Raquel. ‘Aku takut Lukas gak akan berhenti sampai dia ngedapetin apa yang dia mau. Maaf… kita harus relakan Abel. kamu lebih penting saat ini.’Elli mengusap kepala kecil Abel, mencoba menenangkan dirinya dan bayinya yang tak mengerti apa-apa. “Kak, Abel tidak akan ke mana-mana. Dia anakku. Aku gak akan nyerahin dia gitu saja.” Raquel hendak merespons ketika suara ketukan keras di pintu menggema, memecah keheningan ruangan. Ketukan itu berulang, semakin keras, seakan ingin merobohkan pintu. Raquel dan Elli saling berpandangan, jantung mereka berdebar kencang. “Buka pintunya!” Suara Lukas terdengar dari balik pintu, dingin dan penuh ancaman.

DMCA.com Protection Status