Share

118 - S2

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 17:19:20

Malam itu, Kai dan Sera duduk santai di kasur mereka, dengan monitor bayi di samping tempat tidur yang menampilkan putri kecil mereka, Annalie.

Gadis kecil itu sedang asyik mengobrol dengan boneka kesayangannya di tempat tidur. Gumaman kecilnya terdengar lucu, membuat Kai tersenyum hangat.

"Lihat deh, Ra," ucap Kai sambil menunjuk layar monitor. "Dia kayaknya lagi cerita sesuatu ke bonekanya."

Sera tertawa kecil, menyandarkan kepalanya ke bahu Kai. "Iya, dia memang suka banget sama boneka itu. Aku gak nyangka Anna tumbuh secepat ini. Rasanya baru kemarin dia lahir."

Kai mengangguk pelan. "Iya, waktu cepat banget berlalu. Tapi aku bersyukur dia gak banyak rewel. Gak kayak cerita orang-orang tentang bayi yang suka nangis tengah malam."

“Iya, Mas. Aku bersyukur banget, dia tidur teratur, makan teratur, semua sesuai jamnya.”

Kai mengangguk, lalu melirik jam di dinding. Sudah hampir pukul sembilan malam, waktu tidur Annalie.

Mereka memperhatikan dari monitor saat Annalie merebahkan di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   119 - S2

    Pagi itu, apartemen Raquel dan Elli yang berlokasi di pusat kota Amsterdam terasa hangat meskipun udara luar cukup dingin. Matahari musim dingin mengintip dari balik tirai jendela besar di ruang tengah. Abel Chantrea, bayi berumur enam bulan, sedang duduk di kursi bayi, memandangi Raquel yang baru saja selesai membuat sarapan. "Lihat ini, Abel. Papa buat pancake hari ini," ucap Raquel dengan suara riang sambil mengangkat piring kecil berisi pancake mini. Abel tertawa kecil, giginya yang baru tumbuh hanya sepasang, tapi senyumnya cukup untuk membuat hari siapa pun cerah.Raquel menghampiri kursi bayi itu dan berjongkok. "Coba tebak, mau pancake atau main sama Papa dulu, hmm?" godanya. Abel terkekeh, tangannya yang mungil mencoba meraih wajah Raquel. Raquel tertawa pelan, lalu mencium telapak tangan kecil itu. Ia menatap bayi itu dalam-dalam, menyadari betapa wajah Abel sangat menyerupai Lukas. Bahkan ekspresi polos bayi itu pun sering kali mengingatkan Raquel pada pria itu. Ya, Ra

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   120 - S2

    Malam itu, apartemen Elli dan Raquel dipenuhi kehangatan yang tidak berasal dari pemanas ruangan, melainkan dari cahaya lilin yang berkilauan lembut di atas meja makan. Raquel telah mempersiapkan malam spesial untuk Elli. Sepulang kerja, ia menyusun lilin-lilin kecil di setiap sudut ruangan dan memasang lagu lembut yang bergema di antara dinding apartemen mereka.Elli membuka pintu apartemen dengan bayi kecil mereka di gendongan. Abel tertidur pulas, sementara Elli tampak lelah setelah hari yang panjang. Namun, ketika melihat suasana hangat yang diciptakan oleh suaminya, senyum perlahan merekah di wajahnya."Wah, apa ini?" tanyanya dengan nada manja.Raquel berdiri dari sofa, mengenakan kemeja santai yang sedikit terbuka di bagian atas. Ia menyambut istrinya dengan senyuman yang menenangkan. "Ini rasa terima kasih karena Mama Elli sudah bekerja keras selama ini. Juga rasa terima kasih karena mau hidup sederhana dengan Papanya Abel. Eh, Ell, Abel ditaruh aja dulu di kasur. Supaya kita

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   121 - S2

    Sera berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan mewah, menggendong bayi mungilnya yang mengenakan topi rajut lembut. Di sisinya, Diani, mertuanya yang penuh semangat, mendorong kereta bayi yang kini dipenuhi tas belanjaan kecil.Mereka tengah berada di sebuah toko perlengkapan bayi, dikelilingi deretan baju musim dingin yang imut berwarna pastel."Lihat, Bu! Lucu banget, ya? Bayangin Anna pakai ini," ujar Sera sambil menunjuk jaket bulu berwarna krem yang tampak terlalu besar untuk tubuh mungil bayinya."Semua kelihatan cocok buat Anna, Ra. Jadi, mau beli yang mana?" tanya Diani sambil terkekeh melihat menantunya yang begitu bersemangat."Kalau bisa, semuanya pengin Sera beli, Bu! Tapi kalau gini terus, koper Sera nggak bakal cukup!" jawab Sera sambil tertawa kecil.Mereka tertawa bersama, tenggelam dalam suasana hangat sambil mencoba berbagai baju untuk bayi lucu Sera. Namun, keasyikan mereka mendadak terhenti saat seorang wanita masuk ke toko dengan langkah penuh percaya diri.Berl

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   122 - S2

    Malam itu, suasana rumah terasa tenang. Diani sengaja duduk di ruang tengah, menunggu anaknya, Kai, yang baru saja tiba dari tempat kerja. Suara langkahnya menggema pelan di lantai marmer, menandakan kehadirannya."Kai," panggil Diani lembut, menghentikan langkah putranya yang terlihat lelah.Kai menoleh, menurunkan tas kerjanya ke sofa. "Ada apa, Bu? Tumben nungguin aku."Diani menarik napas panjang, mencoba merangkai kata-kata. Namun, kegelisahan di matanya tak bisa ia sembunyikan. "Ibu cuma mau tanya... kamu tahu kabar Lukas akhir-akhir ini? Apa dia pernah hubungi kamu?"Kai memandang ibunya dengan alis terangkat. "Lukas? Enggak, Bu. Dia udah lama nggak kontak. Emangnya kenapa? Bukannya masalah Lukas udah selesai? Lagi pula dia pergi udah setahun yang lalu? Aku kira semuanya udah gak ada masalah."Diani menggigit bibirnya, ragu untuk melanjutkan. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk berbicara. "Ibu ketemu Tantemu tadi. Tante Lian. tadi siang. Dia... lihat foto Abel."Kai terlihat bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   123 - S2

    Hari keberangkatan akhirnya tiba. Kai, Sera, Anna, dan Fara melangkah menuju gerbang keberangkatan dengan koper dan tas tangan di tangan. Anna, yang digendong Sera, tampak tenang dalam pelukan ibunya, sementara Fara dengan cekatan memastikan semua tiket dan paspor sudah beres. Tak jauh dari mereka, Diani berjalan santai dengan senyum lebar, membawa tas jinjing yang elegan. Meski awalnya sempat ragu untuk bepergian, ia akhirnya memutuskan ikut perjalanan ini demi bertemu cucunya di London, Khalif. Anak dari putra Keduanya, Sagara, dan menantunya, Jena. Saat mereka sampai di bandara Dubai untuk transit, kelompok itu harus berpisah. "Sampai jumpa di London nanti, ya," kata Diani sambil memeluk Sera. "Ibu tunggu kalian di sana. Jangan lupa kabari kalau sudah selesai di Belanda.""Iya, Bu," jawab Sera sambil tersenyum. "Nanti kita ke sana setelah ketemu Kak Elli." Kai hanya tersenyum sambil mengangguk sopan. Ia memandang Diani yang tampak bersemangat, “hati-hati ya, Bu. Jangan keca

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   124 - S2

    Fara menatap Elli dengan tajam, matanya penuh dengan emosi yang sulit dibaca. Kemarahan dan kecewa, tampak nyata di wajah Fara. Ruangan terasa sunyi, hanya terdengar napas Abel yang teratur dari tempat tidurnya. Kai, yang mendengar kegaduhan itu dari kamar sebelah, bergegas masuk. "Ada apa?" tanyanya panik, melihat Elli memegangi pipinya yang merah. Sera, yang masih terkejut, mencoba menenangkan ibunya. "Ma, kenapa Mama tiba-tiba mukul Kakak, Ma?!"Fara memalingkan wajahnya ke arah Sera, lalu kembali menatap Elli. Dengan nada dingin, ia berkata, "Kamu pikir ini keputusan yang benar? Menyeret kami ke sini tanpa memberitahu apa pun soal keadaan kamu? Kamu bilang apa? Kita keluarga? Keluarga tidak akan tega membohongi, Elli. Apapun alasannya!" Elli, yang masih terguncang, mencoba berbicara. "Ma, aku nggak ngerti. Apa yang salah?"“Apa yang salah?!” Fara menunjuk ke arah tempat tidur Abel. "Mama gak buta Elli! Sekali lihat Abel saja Mama udah tahu. Ell! Kamu pikir membawa anak itu k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 125 - S2

    Fara duduk diam di tepi ranjang, membiarkan udara dingin merayapi kulitnya yang tak terlindungi oleh selimut. Matanya menatap jendela kamar yang tertutup tirai tipis, tetapi pikirannya melayang jauh dari pemandangan Amsterdam yang berbalut kabut di luar sana. Dalam hatinya, kekecewaan berkecamuk seperti badai, memukul-mukul dinding pertahanan emosinya yang biasanya kokoh. Ia merasa marah, terluka, sekaligus hampa. Elli. Anak sulungnya, yang selama ini ia banggakan sebagai wanita cerdas dan penuh perhitungan. Fara selalu percaya bahwa Elli adalah orang yang tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri, seseorang yang tidak akan membiarkan emosi atau keinginan sesaat menghancurkan masa depannya. Tapi, ternyata semuanya adalah pikiran Fara saja. Kenyataan itu, tidak setinggi angannya.Ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Fara tidak merespons. Tapi pintu terbuka perlahan, dan Sera muncul, membawa secangkir teh hangat di tangannya.Wanita muda itu berjalan mendekat dengan hati-hat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 126 - S2

    Bar di tengah gemerlap Manhattan selalu jadi tempat pelarian yang sempurna. Lampu neon kota New York memantul di dinding kaca, menciptakan suasana dramatis. Rolland melangkah masuk, jas mahal yang dia pakai seperti tiket masuk eksklusif ke dunia malam kota itu. Matanya menyapu ruangan, mencari sosok yang membuat langkahnya berat hari ini. Di sudut ruangan, dia menemukan seseorang yang paling tidak di duga. Lukas, pria dengan aura yang sulit ditembus, duduk sendirian sambil menyesap minuman. Beberapa wanita mencoba mendekat, tapi Lukas hanya melirik dingin, sama sekali tidak peduli. Rolland terkekeh kecil. ‘Sejauh apa pun lo pergi, dunia ini ternyata sempit banget.’ Dia berjalan ke arah Lukas. “Lukas,” sapanya santai sambil duduk tanpa permisi. Lukas hanya melirik sekilas. “Rolland.” Nadanya datar, nyaris malas. “Nggak nyangka ketemu lo di sini. Dunia ini beneran kecil, ya,” kata Rolland sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. Lukas tidak menjawab, hanya menyesap minumann

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   190 - S3 - END

    Langit biru cerah diiringi sinar matahari yang hangat menyinari taman besar tempat pernikahan Anna dan Eric berlangsung. Di tengah suasana yang dipenuhi tawa dan kebahagiaan, keluarga dan sahabat berkumpul untuk merayakan awal baru bagi dua hati yang akhirnya bersatu. Anna tampak anggun dalam gaun putih yang sederhana namun memikat, rambutnya ditata rapi dengan aksen bunga kecil. Eric, dengan setelan jas hitamnya, berdiri di samping Anna dengan senyum yang tidak pernah lepas sejak prosesi dimulai. Sera, dengan Kai di sampingnya, memandangi putri sulung mereka dengan mata berkaca-kaca. Dua anak laki-laki mereka, Raiden dan Leon, tampak gagah dalam setelan formal mereka. Leon bahkan sempat bercanda dengan Anna sebelum prosesi dimulai, mengingatkan kakaknya untuk tetap ceria di hari bahagianya. “Raiden, Leon, kalian akan menjaga Mama dan Papa ‘kan kalau Kak Anna sudah menikah,” ujar Sera dengan suara lembut. “Tenang aja, Ma,” jawab Leon sambil tersenyum lebar, sementara Raiden

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   189 - S3

    Restoran kecil di pinggir kota itu dipenuhi dengan suasana yang hangat dan tenang. Cahaya lilin di setiap meja memantulkan bayangan lembut pada dinding bata ekspos. Anna duduk di meja pojok, matanya memperhatikan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Eric, dengan kemeja putih sederhana, duduk di depannya. Ada ketegangan yang tak biasa di wajahnya, meskipun senyumnya tetap menghiasi bibir.“Bang Eric serius pilih tempat ini?” tanya Anna sambil tersenyum. “Aku pikir kamu bakal pilih restoran mewah atau semacamnya.”Eric mengusap belakang lehernya, tampak gugup. “Saya hanya ingin suasananya nyaman. Lagipula, Saya ingin lebih fokus dengan kamu, bukan dengan tempatnya.”Anna tersenyum lebih lebar. Dia selalu menyukai sisi Eric yang apa adanya.“Jadi gimana hari ini? Suka di antar Papa?”“Antara suka dan gak suka.”“Kenapa?”“Suka karena akhirnya gak ada yang berani ngomongin dan gak suka karena aku masih ingin ngeliat betapa irinya orang dengan hidup orang lain. Kay

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   188 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, menunggu mobil jemputannya seperti biasa. Sore itu, ia mengenakan blazer pastel yang membalut tubuhnya dengan rapi, rambutnya tergerai lembut. Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar suara yang familiar. “Ann!” Ia menoleh dan melihat Eric melambaikan tangan dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu lobi. Tanpa ragu, Anna berjalan mendekat. “Masuk, saya antar,” ajak Eric sambil membuka pintu penumpang untuknya. Anna, yang belakangan merasa semakin nyaman dengan Eric, kali ini tidak menolak. Ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil, merasa hangat dengan perhatian pria itu. Namun, tanpa mereka sadari, beberapa orang yang berdiri di dekat pintu mulai berbisik-bisik. “Anak itu beneran murahan ya, tiap hari sama cowok beda-beda,” gumam salah satu dari mereka. Kai, yang kebetulan sedang menunggu Sera di lobi kantor, mendengar celaan itu. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah sekelompok orang tersebut. “Pantas saja dia dekat s

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   187 - S3

    Malam itu, kediaman keluarga Adnan tampak hidup dengan cahaya lampu-lampu kristal yang memantul indah di dinding-dinding mewah. Mischa berdiri di depan pintu masuk dengan gaun panjang yang membungkus tubuhnya. Udara malam di Jakarta memang tidak sedingin Inggris, namun rasa dingin di hatinya masih terasa menyesakkan.Eric berdiri di sampingnya, menatap adiknya dengan pandangan lembut. “Kita masuk, Mischa. Kamu nggak perlu takut,” ucap Eric sambil menyentuh bahunya ringan.Mischa menarik napas panjang. Ia mengangguk pelan, melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Interior megah di dalam mengingatkannya pada rumah masa kecil mereka di Inggris. Sebuah tempat yang pernah penuh tawa sebelum semuanya berubah menjadi kehancuran. Bayangan masa lalu melintas cepat di benaknya, membuat dadanya terasa sesak.Eric tampaknya menangkap kegelisahan itu. Ia menoleh ke adiknya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu baik-baik aja, Mish?” tanyanya pelan.Mischa menatap Eric dan memaksakan sen

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   186 - S3

    Malam itu, di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Mischa duduk sambil mencuri dengar percakapan Eric di telepon. Sebagai adik kandung Eric, Mischa selalu punya kebiasaan memperhatikan tingkah kakaknya, dan malam ini tak ada bedanya. Eric, dengan kopi di tangan, terlihat santai, tapi sorot matanya menunjukkan senyum lebar yang jarang terlihat.“Anna, saya cuma ingin memastikan kamu tahu,” kata Eric sambil tersenyum kecil. “Saya serius soal ini. Saya nggak main-main.”Mischa mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud kata-kata Eric. Telepon itu berlangsung beberapa menit lagi sebelum akhirnya Eric meletakkan ponselnya di meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Jadi,” kata Mischa akhirnya, memecah keheningan. “Apa ini Anna yang sama dengan Anna sepupu Khalif?”Eric menatap adiknya dengan ekspresi tak terduga. “Kamu nguping, ya?”Mischa mengangkat bahu santai. “Nggak perlu nguping. Kamu terlalu jelas kalau lagi ngobrol soal dia. Kamu benar-benar suka sama Anna? Annalie A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   185 - S3

    Pagi itu, Anna berjalan dengan langkah cepat menuju pantry kantor. Matanya sedikit mengantuk karena malam sebelumnya ia terjaga hingga larut, menyelesaikan laporan magangnya. Setelah menuangkan kopi ke dalam gelas, ia berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Ann!" suara ceria Erica membuyarkan lamunannya. Anna menoleh, melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar, membawa setumpuk dokumen di tangannya. “Pagi,” sapa Anna sambil menyeruput kopinya. “Lo sibuk banget kayaknya?” “Banget!” jawab Erica sambil menaruh dokumen-dokumen itu di meja dekat pantry. “Kepala Divisi lagi cuti, jadi semua tugasnya dilempar ke bawah. Gue pusing banget, Ann.” Anna menaikkan alisnya. “Kepala Divisi? Pak Eric?” “Iya, siapa lagi?” Erica menghela napas panjang sambil membuka kotak bekalnya. “Dia udah izin cuti seminggu, tapi nggak bilang mau ke mana. Katanya sih, urusan pribadi.”Anna terdiam, gelas kopinya berhenti di tengah jalan menuju bibirny

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   184 - S3

    Eric membuka pintu apartemennya dan disambut oleh suasana yang sunyi. Apartemen itu kecil, hanya terdiri dari satu kamar tidur, ruang tengah yang menyatu dengan dapur, dan balkon kecil yang menghadap ke hiruk-pikuk kota Jakarta. Meski ukurannya tak sebanding dengan rumah-rumah besar yang pernah ia tinggali di Inggris, Eric telah berusaha menyulap ruang sederhana ini menjadi tempat yang nyaman. Langkahnya membawa Eric ke dapur kecil di sudut ruangan. Ia membuka lemari pendingin, mengambil sebotol air dingin, lalu menuangnya ke dalam gelas. Pandangannya sesaat tertuju pada meja makan kecil di sudut dapur yang sering ia gunakan untuk membaca atau bekerja. Tapi malam ini, meja itu terasa kosong, seperti mencerminkan perasaannya yang sama. Eric berjalan ke ruang tengah, meletakkan gelas airnya di atas meja kopi. Ia merosot ke sofa, melemparkan dasinya ke sandaran kursi. "Hidup di sini memang berbeda," gumamnya, menatap langit-langit. Di Inggris, ia tinggal di rumah yang luas dengan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   183 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, tangan memegang ponsel sambil menunggu mobil jemputannya datang. Sore itu, gedung sudah mulai lengang, sebagian besar karyawan sudah meninggalkan kantor. Ia sengaja ingin pulang sendiri hari ini, ingin menikmati waktu tanpa terlalu banyak interaksi. Namun, suasana hening itu terpecah oleh suara yang akrab. “Ann,” panggil seseorang dari belakang. Anna menoleh dan melihat Eric berdiri tak jauh darinya. Pria itu tampak rapi seperti biasa, dengan dasi yang sedikit longgar dan jaket di lengannya. Ada senyum tipis di wajahnya, meskipun matanya tampak lelah. “Kamu belum pulang?” tanya Eric sambil mendekat. Anna mengangguk kecil. “Iya, lagi nunggu mobil. Bapak nggak lembur?” Eric menyelipkan tangan ke dalam saku celananya, menatap Anna dengan tenang. “Saya pulang lebih awal hari ini. Mau makan di luar, tapi rasanya nggak enak makan sendiri. Mau menemani saya?” Anna terkejut dengan tawaran itu. “Makan? Kenapa nggak ajak Kak Khalif aja? Dia kayakn

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   182 - S3

    Pagi itu, Anna turun dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah, menandakan ia baru saja selesai mandi terburu-buru. Ketika memasuki ruang tamu, langkahnya terhenti saat melihat Khalif sedang berbincang akrab dengan Eric. Eric duduk santai di sofa dengan segelas kopi di tangannya. Khalif, yang duduk di sebelahnya, terlihat santai namun mata jenakanya langsung menangkap kehadiran Anna. “Selamat pagi, Ann,” sapa Khalif dengan senyum lebar. “Lo mau berangkat? Udah jam berapa nih? Kalau nggak berangkat sekarang, nanti telat loh.” Anna mengerutkan kening, bingung. “Iya, tapi masih nunggu Abel, Kak.” Khalif berdiri, menepuk bahu Eric dengan nada penuh kelakar. “Berangkat sama Eric aja, Ann. Kalian kan satu kantor. Jadi kalian bisa barengan.” Eric memandang ragu Khalif, “Gue kira Anna setiap pagi berangkat dengan Om Kai?” Khalif tertawa kecil, “Gue kira juga gitu awalnya, tapi nggak ada yang tahu Anna itu anak Om Kai. Selama ini dia terus-terusan berangkat bareng sama

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status