Beranda / Lainnya / Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa / Orang-Orang yang Bernasib Buruk

Share

Orang-Orang yang Bernasib Buruk

Penulis: Minang KW
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-27 16:09:09

“Hei,” kembali terdengar suara teriakan. “Kalian berdua, mengapa lama sekali? Jawab kami!”

Hening, dan tentu saja tiada jawaban sebab kedua rekan mereka itu kini dalam kondisi tak sadarkan diri.

Mantiko Sati kembali melesat, bergerak cepat seperti seekor harimau yang berlari kencang di tengah kegelapan.

Beberapa wajah yang berada di dekat jeruji penjara masing-masing terkesiap begitu bayangan hitam melintas cepat di depan mata mereka. Dan tidak seorang pun dari mereka mengetahi apakah itu bayangan manusia atau justru bayangan makhluk buas.

Wajah-wajah di dalam penjara itu tentu penasaran mengapa penerangan di lorong yang selama ini tidak pernah dipadamkan dan kini tiba-tiba padam semuanya.

Sesuatu yang besar pasti sedang terjadi di sini, pikir beberapa di antara mereka. Pemikiran para tahanan itu bukanlah sekadar tebak-tebakan saja, tidak. Sebagian besar dari mereka sebelumnya adalah pemangku jabatan di istana, mereka orang-

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Membebaskan Masuga

    Mantiko Sati semakin gelisah menunggu di depan pintu besar, dan dua pengawal di sisi dalam sepertinya belum hendak membuka pintu tersebut.Kondisi ini memaksa sang pemuda untuk memutar otak. Bagaimana kalau menghasut para tahanan saja? Pikirnya.‘Tidak, tidak, tidak,’ gumam Mantiko Sati dalam hati seolah sedang berperang terhadap dirinya sendiri. ‘Itu sama saja memancing keributan yang berujung dengan para pengawal yang akan mendatangi lorong ini guna menenangkan para tahanan.’Hanya saja, semakin lama menunggu, Mantiko Sati semakin gelisah dan khawatir. Khawatir bila keempat pengawal yang telah ia bekuk dan dalam keadaan tak sadarkan diri itu akan siuman pada saat-saat genting nanti.Tentu saja, hal itu sama dengan kegagalan. Hal yang akan memaksanya berlaku lebih kejam bila lebih banyak lagi pengawal yang akan memasuki lorong itu. Dan ia sendiri, belum pasti akan selamat karenanya.‘Apa yang harus aku lakukan?’

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-27
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Aral

    “Siapa kau sebenarnya, Anak Muda?” tanya Masuga di tengah langkah mereka meninggalkan ruangan khusus itu. “Aku merasakan kekuatan yang besar di dalam dirimu. Dan, dan siapa yang memintamu membebaskanku?”Sang pemuda rupawan tersenyum. “Yang meminta saya membebaskan Datuk adalah rakyat banyak.”“Rakyat?” ulang Masuga.“Rakyat menaruh harapan yang besar terhadap Datuk,” ucap Mantiko Sati.“Kau lihat keadaanku!” ucap Masuga. “Kalian hanya terlalu memandang tinggi diriku.”“Tapi saya percaya pada rakyat banyak,” kata sang pemuda. “Juga, Datuk Janti.”“J—Janti?”“Si Kumbang Janti.”“D—dia, dia masih hidup?”“Yaa,” sang pemuda tersenyum. “Kondisi Datuk Janti baik-baik saja.”“Kau!” Masuga menunjuk-nunjuk pemuda itu. “Siapa ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-28
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Sosok Bercadar

    Para pengawal itu kembali bersiaga, menghunus senjata masing-masing ke arah Mantiko Sati dan Masuga.“Ini pemberontakan!” ucap salah seorang pengawal. “Kalian yang di belakang, salah seorang segeralah memanggil bantuan!”Lantaran yang mereka hadapi bukanlah pemuda biasa, dan di sana ditambah pula dengan sosok si Kuciang Ameh sendiri—meskipun sampai pada saat itu ia belum bertindak sedikit pun—tentu saja para pengawal tidak ingin mengabaikan hal tersebut begitu saja. Tidak ada yang tidak tahu seperti apa kesaktian yang dimiliki si Kuciang Ameh.Seorang yang berada di urutan paling belakang bergegas meninggalkan rekannya guna memanggil bantuan. Tentu, bantuan di sini yang mereka maksudkan adalah para pendekar yang menjadi pemimpin bagi para pengawal itu sendiri.Pengawal yang seorang itu baru saja akan menaiki jejeran anak tangga lebar sebelum ia terperangah sebab ada satu sosok yang tiba-tiba saja telah berdiri di sana m

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-28
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Bukan Lawan Biasa

    Si Kuciang Ameh dengan cepat menendang tombak yang terlepas itu. Tombak terpental dan menghantam wajah salah seorang pengawal yang tebasan pedangnya dimentahkan oleh si Kuciang Ameh sebelumnya.Whuuk!Blam!Batang tombak menghantam telak wajah pengawal tersebut hingga ia terpental, berputar ke belakang, lalu terhempas ke lantai dengan bagian depan tubuh terlebih dahulu mencecah tanah. Warna merah kehitaman di wajahnya terlihat jelas ketika ia mengerang sebelum akhirnya terkulai, pingsan.Tombak itu terpental lagi begitu menghantam keras wajah di pengawal tadi, si Kuciang Ameh melompat seraya memutar tubuhnya sedemikian rupa, dan kembali menendang tombak tersebut.Takh!Whuuk!Slap!Batang tombak kembali menghantam telak punggung seorang pengawal lainnya, ia tersungkur dan terhempas keras ke tanah. Ia pun bernasib sama, jatuh pingsan.Akan halnya dengan Mantiko Sati yang nyaris di saat bersamaan menerjang ke arah tiga Pen

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Bukan Hal Kebetulan

    Mantiko Sati membelalak menyaksikan bagaimana si gadis bercadar seolah tidak memberi hati pada si pengawal. Ia melirik pada si Kuciang Ameh. Si Kuciang Ameh cukup memahami arti pandangan si pemuda rupawan, ia menghela napas dalam-dalam seraya menepuk-nepuk bahu sang pemuda. “Apakah aku mengenalmu, hai, Gadis Bercadar?” tanya si Kuciang Ameh begitu ia dan Mantiko Sati melangkah ke arah bagian di dekat jalan keluar itu. “Tidak,” ucap sang gadis. “Anda tidak mengenal saya, Datuk Masuga, dan selamanya seperti itu.” Si Kuciang Ameh cukup memahami permintaan di dalam ucapan sang gadis. Mantiko Sati tercengang. Meskipun gadis bercadar itu dengan sengaja mengubah suaranya—mungkin dengan menyelipkan sesuatu di dalam mulutnya—namun masih sangat jelas bagi Mantiko Sati siapa pemilik suara itu sesungguhnya. Bahkan, hal ini diperkuat dengan jurus telapak tangannya yang memerah seperti api menyala itu. Sang gadis yang sesungguhnya adalah Gad

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Ketegangan

    Seperti yang diperkirakan oleh Gadih Cimpago, begitu mereka keluar dari lorong penjara bawah tanah itu, di halaman belakang istana ternyata telah menunggu ratusan Pengawal Istana dengan membekal senjata berbeda-beda, bahkan ada yang menggunakan panah.Mantiko Sati, Datuk Masuga, dan Gadih Cimpago terjebak di tengah-tengah kepungan tersebut. Dan di hadapan ketiganya, terpaut sekitar sepuluh langkah, berdiri tiga sosok yang beberapa tahun belakangan selalu hilir-mudik di dalam istana.Mereka adalah Darna Dalun alias Angku Mudo Bakaluang Perak, Rumada alias Siladiang Kamba, dan Daro alias Sijundai Bakuku Api.Di samping kiri dan kanan ketiga orang yang merupakan kepercayaan Ratu Mudo itu, berdiri pula Tujuh Hulubalang Kerajaan baru, salah satunya adalah suami dari Gadih Cimpago sendiri.Gadih Cimpago mendekati Mantiko Sati, lalu membisikkan sesuatu, “Ingat Sati, apa pun yang terjadi, jangan menyebut namaku.”“Aku tah

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-01
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Silang Sengketa

    “Masuga!” panggil sang Ibu Suri. “Kau baik-baik saja?” “Aku baik-baik saja, Uni,” sahut si Kuciang Ameh pada kakak perempuannya itu. “Uni tidak perlu khawatir.” “Bundo, kumohon!” teriak Ratu Mudo. “Mak Enek sudah membunuh Ayahanda Rajo, dia pantas mati!” “Tutup mulutmu, Pandan!” bentak sang Ibu Suri. “Masuga hanya salah membawa kepingan itu, dia ditipu orang, dan kau langsung menyalahkannya!” “Tapi Ayahanda Rajo pun jelas-jelas menyalahkan Mak Enek!” “Selama hampir sepuluh tahun aku diam saja,” si Kuciang Ameh mengertakkan rahangnya, “kuberi tahu kau, Puti Pandan Sahalai,” ujarnya seraya menyebut nama asli sang Ratu Mudo. “Mereka bertiga itulah biang dari segala permasalahan yang terjadi padaku, pada Kakanda Rajo!” “Jangan kau berkata sembarangan!” bentak Ratu Mudo pula. “Jangan mentang-mentang kau Mak Enek bagiku, kau enak saja menuduh orang kepercayaanku!” “Sebaiknya kau mendengar apa yang dikatakan Mak Enek-mu itu, Pandan!”

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-01
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Tidak Mungkin Disembuhkan

    Sembilan orang Cadiak Pandai bergerak seperti melindungi Ibu Suri, meskipun mereka lebih hebat dalam urusan memikirkan permasalahan tentang kerajaan dan rakyat, namun mereka juga menguasai satu dua kesaktian.Sebab, mereka melihat Siladiang Kamba menghunus golok kembarnya itu. Sijundai Bakuku Api pula merapal kesaktiannya, sepuluh kuku tangannya memanjang dan memerah seperti bara menyala.Sedangkan Angku Mudo Bakaluang Perak terlihat masih tenang-tenang saja dengan semua kenyataan yang terbuka di depan muka orang ramai tentang segala keburukannya itu.Melihat kondisi Ratu Mudo yang mulai menjerit-jerit kesakitan sembari meremas rambutnya sendiri, sang Ibu Suri lantas mendekati putri kandungnya tersebut.“Pandan, k—kau baik-baik saja, Nak?” sang Ibu Suri memandang pada Pengawal Pribadi yang mengelilingi sang ratu. “Katakan padaku, apa yang sedang terjadi pada Ratu Mudo?”Sebab Pengawal Pribadi yang tidak terikat aturan

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-01

Bab terbaru

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Selamanya

    Berulang kali Mantiko Sati menemukan bahwa sang istri selalu menoleh ke arah belakang. ‘Ya, tentu saja ini adalah sesuatu yang berat bagi Pandan Sahalai,’ pikirnya.“Apakah engkau menyesal?”Puti Pandan Sahalai sedikit terkejut dengan pertanyaan suaminya itu. Ia tersenyum, lalu merapatkan duduknya dan menyandarkan kepalanya ke bahu sang suami.Tatapan keduanya saling bertemu.“Kalau engkau memang merasa keberatan dengan semua ini,” ujar Mantiko Sati. “Lebih baik kita kembali lagi saja.”“Tidak,” ucap Puti Pandan Sahalai. “Aku sudah berjanji padamu, Suamiku. Ke mana pun engkau pergi, maka aku akan menyertaimu.”Mantiko Sati tersenyum, ia memberanikan diri mengecup kening sang istri. Kembali tatapan mereka saling bertemu. Senyum keduanya semakin lebar, saling memuji hanya dengan tatapan yang saling menjelajah wajah masing-masing.Dan kemudian, dua b

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Kegembiraan

    Balai Pertemuan adalah sebuah ruangan besar yang ada di lantai terbawah di Istana Minanga. Berada di tengah-tengah, dan sekaligus merupakan ruangan paling luas di antara ruangan lainnya.Pagi itu, semua unsur yang menjadi penyokong keutuhan istana itu sendiri telah hadir di ruangan tersebut, duduk rapi di sisi kiri dan kanan, masing-masing membelakangi dinding. Sembilan Cadiak Pandai—yang sesungguhnya sekarang hanya tersisa delapan orang saja, sebab yang seorang telah dibunuh oleh Angku Mudo Bakaluang Perak ketika yang seorang itu hendak menemui si Kuciang Ameh di penjara bawah tanah.Lalu, ada Tujuh Hulubalang Kerajaan. Di antara mereka semua, hanya Datuk Rao saja yang ditemani istrinya, yakni Gadih Cimpago yang merupakan istri ketiga sang datuk. Gadih Cimpago sendiri sebelumnya juga masih berada di dalam istana tersebut.Hadir pula Datuak Nan Ampek yang merupakan perwakilan dari empat penjuru negeri Minanga. Para pemuka adat, pemimpin be

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Ikrar

    Sang ratu tiba-tiba turun dari ranjangnya, ia lantas mendekati Mantiko Sati. Dengan gerak tubuh yang memang masih terlihat lemah, Ratu Mudo berjongkok di hadapan sang pemuda, lantas membawa sang pemuda untuk kembali berdiri.Ibu Suri dan si Kuciang Ameh saling pandang dalam senyuman. Ya, sepertinya kekhawatiran sang Ibu Suri sendiri tidak terjadi.“Berdirilah, Sati,” ujar sang ratu seraya menangkup bahu sang pemuda. “Tidak pantas engkau berlutut di hadapanku.”“Paduko, s—saya…”Sang pemuda merasakan betapa jantungnya berdetak lebih cepat. Memandangi wajah jelita itu dari jarak yang sangat dekat bukanlah hal yang mudah. Terlalu membuat jengah wajah sang pemuda sendiri. Belum lagi aroma wangi yang begitu lembut dan membuai dari tubuh sang ratu. Semua itu memanggang khayalan sang pemuda dengan lebih membara lagi.“Dan,” Ratu Mudo menjulurkan tangannya, mengusap pipi sang pemuda. “Mulai

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Syarat

    “Lalu, bagaimana keputusanmu, Sati?”Sekali lagi, Mantiko Sati memandangi wajah indah di hadapannya itu. Ia menghela napas panjang-panjang.‘Datuk Masuga benar,’ pikirnya. ‘Siapa laki-laki di dunia ini yang tidak tergoda pada kecantikan Ratu Mudo? Siapa laki-laki di dunia ini yang tak hendak menjadikan Paduko Ratu sebagai istrinya?’Tidak ada!“Entahlah,” sang pemuda rupawan mendesah halus. “Mungkin Bundo Kanduang benar, semua ini adalah takdir.”Semua orang tersenyum dan saling pandang terhadap satu sama lain, terutama sang Ratu Mudo sendiri yang sesungguhnya memang sudah terpikat pada pemuda tersebut.Selama ini, sang ratu memang berada di bawah pengaruh Teluh Pengikat Jiwa yang seolah merenggut kepribadian yang sesungguhnya dari sang ratu. Hanya saja, selama itu pula ia sesungguhnya masih bisa mengingat dengan baik—meski tidak seluruhnya—bahwa ia menaruh

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Pohon dan Buah yang Baik

    Dengan masih berlutut di hadapan sang ratu, Mantiko Sati berkata, “Sebelum saya menanggapi tentang hukuman ke atas diri saya itu,” ujarnya, “izinkan saya bertanya beberapa hal terlebih dahulu.”“Silakan,” kata Ibu Suri. “Kami pasti akan menjawab semua pertanyaanmu, Buyung.”“Apakah tidak aneh,” kata sang pemuda, “seorang dari keluarga kerajaan mengambil orang biasa—seperti saya, sebagai pasangan hidupnya?”“Bagaimana menurutmu, Pandan?” tanya si Kuciang Ameh.Sang ratu tersenyum. “Kurasa tidak ada yang aneh di sana.”“Tapi, tidakkah masyarakat luas akan mengolok-olok hal ini nantinya?” ungkap Mantiko Sati. “Seorang ratu menikahi laki-laki biasa?”“Yaa, mungkin saja hal demikian akan berlaku di tengah-tengah masyarakat,” jawab sang ratu. “Tapi, kupikir itu bukan satu persoalan. Lagi pula, semua rakyat

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hukuman Seumur Hidup

    “Sekarang engkau tahu bukan apa yang aku maksudkan?” ujar sang ratu.“Sungguh,” Mantiko Sati masih menekur dengan wajah merah menegang. “H—hamba terpaksa melakukan hal memalukan seperti itu, Paduko.”“Beritahu aku,” kata Ibu Suri. “Apa sebenarnya yang sudah terjadi?” ia melirik pula pada si Kuciang Ameh yang ia pikir pasti mengetahui sesuatu.Si Kuciang Ameh menyentuh bahu sang kakak, ia memberikan isyarat dengan gerakan matanya agar sang kakak tenang dan mendengar saja apa yang akan dilakukan sang Ratu Mudo terhadap Mantiko Sati.“Sepertinya hukumanmu semakin bertambah, Sati,” ujar Ratu Mudo. “Sudah kukatakan kau tidak perlu berhamba-hamba di hadapanku, bukan?”“I—iya, benar. Maaf,” sang pemuda masih saja menunduk dan tidak berani berdiri, tetap dalam posisi berlutut. “Akan tetapi, sungguh, saya terpaksa melakukan semua itu. Tidak ada

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Gugup

    “Ermm, nama asli hamba, Buyung Kacinduaan, Paduko,” kembali Mantiko Sati menundukkan kepalanya.“Aku tahu,” kata Ratu Mudo. “Mak Enek Masuga sudah menjelaskan semuanya kepadaku. Juga, tentang namamu, silsilah keluargamu. Tapi, apa kau keberatan jika aku memanggilmu dengan nama Sati saja?”“T—tidak,” Mantiko Sati menggeleng cepat, persis seperti seorang bocah yang sedang dimarahi ibunya. “Sama sekali h—hamba tidak keberatan, Paduko.”“Uni lihat sendiri, kan?” ujar si Kuciang Ameh, lalu tertawa-tawa sembari menutupi mulutnya dan menggeleng-gelengkan kepala. “Persis seperti Sialang Babega.”Memang seperti itulah yang dilihat oleh Ibu Suri, hanya saja, ia tak hendak membuat sang pemuda berlama-lama dalam kondisi tegang dan gugup seperti itu.“Hentikan Masuga!” ucap Ibu Suri sedikit lantang. “Kau lihat wajah pemuda ini, merah seperti udang d

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Sang Ratu Telah Siuman

    Tepat ketika sang rembulan berada di titik tertingginya, dua orang dayang mendatangi kamar di mana Mantiko Sati beristirahat. Mereka mengetuk-ngetuk pintu kamar tersebut, dan itu mengejutkan sang pemuda yang sudah terlelap sebelumnya.Setelah dipersilakan masuk, barulah kedua dayang muda mendorong pelan pintu berdaun ganda dan penuh ukiran tersebut.“Ada apa?” tanya sang pemuda setelah ia bangkit dan duduk di sisi pembaringan. “Apakah ada hal buruk yang telah terjadi?”Kedua dayang saling pandang. Masing-masing seolah meminta yang lainnya untuk menyampaikan berita yang mereka punya kepada si pemuda belia.Ya, lantaran wajah nan rupawan itu yang membuat kedua dayang muda menjadi salah tingkah. Mantiko Sati menyadari hal ini, itu bisa terlihat dari gerik tubuh keduanya yang gugup, dan wajah mereka yang memerah. Padahal, Mantiko Sati tidak sedang telanjang, ia memakai pakaian utuh.“Kamu saja!” bisi

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hal yang Telah Lama Hilang

    Makan malam kali ini mungkin adalah makan malam pertama yang berlangsung dengan penuh keceriaan dan keakraban dalam kebersamaan.Sebagaimana budaya leluhur Minangkabau yakni Minanga itu sendiri, semua makanan itu dihidangkan di lantai, setiap orang pun duduk di lantai beralaskan ambal atau permadani. Dan terkhusus bagi sang Ibu Suri, ia duduk beralaskan sebuah bantal persegi.Bundo Kanduang, si Kuciang Ameh, Sembilan Cadiak Pandai, Enam Hulubalang Kerajaan, Gadih Cimpago, Mantiko Sati, si Kumbang Janti yang ditemani oleh anaknya, si Talago.Semua mereka bersantap dengan duduk bersila di lantai ruang tengah lantai dua dengan dilayani oleh sejumlah dayang yang hilir-mudik menyajikan berbagai jenis lauk-pauk dan sayur-mayur.Hanya si Kumbang Janti seorang yang duduk di kursi disebabkan kondisi kedua kaki dan tangannya yang belum sembuh. Ia disuapi oleh sang anak. Hampir semua mata memandang kagum pada si Talago yang begitu telaten menyuapi a

DMCA.com Protection Status