Share

Ketegangan

Author: Minang KW
last update Last Updated: 2022-02-01 00:56:00

Seperti yang diperkirakan oleh Gadih Cimpago, begitu mereka keluar dari lorong penjara bawah tanah itu, di halaman belakang istana ternyata telah menunggu ratusan Pengawal Istana dengan membekal senjata berbeda-beda, bahkan ada yang menggunakan panah.

Mantiko Sati, Datuk Masuga, dan Gadih Cimpago terjebak di tengah-tengah kepungan tersebut. Dan di hadapan ketiganya, terpaut sekitar sepuluh langkah, berdiri tiga sosok yang beberapa tahun belakangan selalu hilir-mudik di dalam istana.

Mereka adalah Darna Dalun alias Angku Mudo Bakaluang Perak, Rumada alias Siladiang Kamba, dan Daro alias Sijundai Bakuku Api.

Di samping kiri dan kanan ketiga orang yang merupakan kepercayaan Ratu Mudo itu, berdiri pula Tujuh Hulubalang Kerajaan baru, salah satunya adalah suami dari Gadih Cimpago sendiri.

Gadih Cimpago mendekati Mantiko Sati, lalu membisikkan sesuatu, “Ingat Sati, apa pun yang terjadi, jangan menyebut namaku.”

“Aku tah

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Silang Sengketa

    “Masuga!” panggil sang Ibu Suri. “Kau baik-baik saja?” “Aku baik-baik saja, Uni,” sahut si Kuciang Ameh pada kakak perempuannya itu. “Uni tidak perlu khawatir.” “Bundo, kumohon!” teriak Ratu Mudo. “Mak Enek sudah membunuh Ayahanda Rajo, dia pantas mati!” “Tutup mulutmu, Pandan!” bentak sang Ibu Suri. “Masuga hanya salah membawa kepingan itu, dia ditipu orang, dan kau langsung menyalahkannya!” “Tapi Ayahanda Rajo pun jelas-jelas menyalahkan Mak Enek!” “Selama hampir sepuluh tahun aku diam saja,” si Kuciang Ameh mengertakkan rahangnya, “kuberi tahu kau, Puti Pandan Sahalai,” ujarnya seraya menyebut nama asli sang Ratu Mudo. “Mereka bertiga itulah biang dari segala permasalahan yang terjadi padaku, pada Kakanda Rajo!” “Jangan kau berkata sembarangan!” bentak Ratu Mudo pula. “Jangan mentang-mentang kau Mak Enek bagiku, kau enak saja menuduh orang kepercayaanku!” “Sebaiknya kau mendengar apa yang dikatakan Mak Enek-mu itu, Pandan!”

    Last Updated : 2022-02-01
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Tidak Mungkin Disembuhkan

    Sembilan orang Cadiak Pandai bergerak seperti melindungi Ibu Suri, meskipun mereka lebih hebat dalam urusan memikirkan permasalahan tentang kerajaan dan rakyat, namun mereka juga menguasai satu dua kesaktian.Sebab, mereka melihat Siladiang Kamba menghunus golok kembarnya itu. Sijundai Bakuku Api pula merapal kesaktiannya, sepuluh kuku tangannya memanjang dan memerah seperti bara menyala.Sedangkan Angku Mudo Bakaluang Perak terlihat masih tenang-tenang saja dengan semua kenyataan yang terbuka di depan muka orang ramai tentang segala keburukannya itu.Melihat kondisi Ratu Mudo yang mulai menjerit-jerit kesakitan sembari meremas rambutnya sendiri, sang Ibu Suri lantas mendekati putri kandungnya tersebut.“Pandan, k—kau baik-baik saja, Nak?” sang Ibu Suri memandang pada Pengawal Pribadi yang mengelilingi sang ratu. “Katakan padaku, apa yang sedang terjadi pada Ratu Mudo?”Sebab Pengawal Pribadi yang tidak terikat aturan

    Last Updated : 2022-02-01
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Lawan Masing-Masing

    “Kau tidak ingin bertindak?” Angku Mudo Bakaluang Perak menyeringai sembari melirik salah satu dari empat orang Hulubalang Kerajaan yang berdiri di samping kiri. “Kau tahu bukan, jika semua ini gagal, tempat pelacuran yang dikuasai anak gadismu itu akan hilang selamanya?”Semua pandangan kini tertuju pada sosok Datuk Hulubalang yang satu itu. Hanya saja, meskipun ucapan Angku Mudo itu bernada ancaman, namun sang datuk sendiri tak hendak bertindak. Ia tetap hening berpura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan orang.“Ooh, ini akan sangat menarik,” lagi-lagi Angku Mudo terkekeh.“Kau pikir kau punya kesempatan?” ujar Mantiko Sati.“Ya, tentu saja.”“Sombong!”Angku Mudo bahkan tertawa lebih lantang lagi. “Aku bahkan sudah sombong jauh sebelum kau lahir!”“Terlalu banyak cerita!” ucap Gadih Cimpago yang masih menyembunyikan jati dirinya bahk

    Last Updated : 2022-02-01
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Telapak Marapi v Kuku Api

    Sepuluh Kuku Api menerjang dengan deru menggidikkan, Gadih Cimpago memutar dua telapak tangan di depan dada, dan kemudian dihantamkan ke depan, menyongsong dua cakar Sijundai Bakuku Api.Plek—plekh!Seperti sebelumnya, empat telapak tangan saling menempel. Kali ini Gadih Cimpago tidak memberi peluang bagi sepuluh Kuku Api lawannya berada di sela jemari tangannya, sehingga Sijundai Bakuku Api terpaksa mengubah cakar itu menjadi jurus telapak pula.Kersss…!Dua energi tenaga dalam saling menekan, untuk sepersekian detik, tubuh Sijundai Bakuku Api seolah tertahan di udara, sementara Gadih Cimpago bertumpu telapak kaki ke permukaan tanah.Diiringi teriakan keras dan menggelegar, Sijundai Bakuku Api—yang masih dalam kondisi mengambang di udara—menyibakkan kedua tangannya ke samping, dan dengan cepat kembali menghantamkan sepuluh cakar Kuku Api-nya ke dada si gadis bercadar dengan kekuatan tenaga dalam penuh.Dua tangan Ga

    Last Updated : 2022-02-02
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Si Kuciang Ameh v Siladiang Kamba

    Desgh!Cakar unik si Kuciang Ameh seolah membentur permukaan pualam yang begitu keras ketika cakarnya itu mendarat di perut Siladiang Kamba.“Ilmu Tempurung Kura-Kura!” desis si Kuciang Ameh sedikit kaget sebab terakhir kali ia bertarung dengan orang yang sama, dia belum memiliki kesaktian yang satu itu.Siladiang Kamba menyeringai seiring golok di tangannya menderu.Ziing…!Si Kuciang Ameh mengentakkan satu kakinya, melontarkan tubuhnya selangkah kebelakang.Swiing!Tebasan golok lewat kurang dari sejengkal dari depan tubuh si Kuciang Ameh, namun gerakan sang mantan Datuk Hulubalang Kerajaan itu belum berakhir. Begitu kakinya kembali menjejak tanah, ia melakukan satu lompatan lainnya sebab ia tahu golok yang sebelumnya dilemparkan Siladiang Kamba telah kembali mengincar dirinya dari belakang.Werrr…!Tubuh si Kuciang Ameh berputar kencang di udara layaknya sebuah kitiran, dan golok yang berputa

    Last Updated : 2022-02-02
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Tinju Harimau Mengaum v Tinju Perak Manggaga

    Kita tinggalkan dahulu si Kuciang Ameh yang terkena tendangan telak dari Siladiang Kamba. Sekarang, mari kita lihat pula pertarungan Mantiko Sati alias Buyung Kacinduaan dengan Angku Mudo Bakaluang Perak alias Darna Dalun.Di saat beradunya Telapak Marapi dari Gadih Cimpago dengan Cakar Kuku Api dari Sijundai Bakuku Api, serta hampir berbarengan dengan serangan dari Siladiang Kamba berupa lemparan satu goloknya terhadap si Kuciang Ameh, dua tinju Mantiko Sati yang telah dialiri tenaga dalam besar beradu kencang dengan dua tinju dari Angku Mudo.Tesk—tesk!Tubuh Mantiko Sati terhenti di udara, mengambang untuk sesaat. Sementara itu Angku Mudo menyeringai, ia cukup terkejut dengan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki pemuda yang dahulu lolos dari ancaman kematian atas perbuatannya sendiri.Tapi Angku Mudo sudah dapat memperkirakan hal ini, kalaulah tidak, tidak mungkin pemuda rupawan itu mampu melepaskan si Kuciang Ameh.Jadi, Angku Mudo melipat

    Last Updated : 2022-02-03
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Kekuatan Benteng Halimunan

    “Bangsat…!”Dan benar, Siladiang Kamba mengamuk dengan melemparkan dua goloknya sekaligus. Golok menderu kencang dengan mengeluarkan suara berdesing.Crasss—crasss!Dua Pengawal Istana yang membunuh Sijundai Bakuku Api sama terpelanting, dan seolah terpaku di dinding dengan dada yang sama ditembus golok, yang sekaligus menancap ke dinding tersebut.Kembali Siladiang Kamba memandangi wajah istrinya, ia mengusap wajah itu dengan tangan yang gemetar dan amarah yang tidak terkira.“Kau!” tunjuknya dengan kasar pada Ibu Suri sebab ia sempat mendengar titah wanita setengah baya tersebut untuk membunuh istrinya. “Kau harus mati…!”“Kalian pantas mati!” sahut Ibu Suri. “Kalian telah membuat rakyat Minanga sengsara. Kalian menghasut suamiku untuk memenjarakan adikku! Kalian meneluh anakku satu-satunya! Kalian pantas mati…!”“Lindungi Bundo Kanduang!&rd

    Last Updated : 2022-02-03
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Takabur

    “Aku tidak peduli siapa gurumu,” ucap Angku Mudo Bakaluang Perak. “Sekalipun benar si Harimau Dewa itu yang membimbingmu, kau tidak berarti apa-apa di hadapanku. Kenyataannya, kau tidak punya kesempatan sama sekali, sama seperti ayahmu yang menyedihkan itu!” Mantiko Sati semakin mengertakkan rahangnya. Sementara itu, Siladiang Kamba yang dengan kemarahan begitu besar di dalam dadanya atas kematian istrinya, Sijundai Bakuku Api, ia lantas menemukan pelampiasan kemarahannya. Tubuh tinggi besar itu melompat tinggi, mengarah kepada si Kuciang Ameh. Ya, mantan Datuk Hulubalang Kerajaan itu adalah adik kandung sang Ibu Suri yang tadi memerintahkan dua Pengawal Istana menghunjamkan tombak mereka terhadap Sijundai Bakuku Api. Dia adalah paman dari sang Ratu Mudo yang sengaja mengutus dua Benteng Halimunan melindungi sang Ibu Suri dari kemarahannya. Dia, Masuga, adalah sasaran yang tepat untuk melampiaskan semua kemarahan di dalam dadanya. Pada titik t

    Last Updated : 2022-02-03

Latest chapter

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Selamanya

    Berulang kali Mantiko Sati menemukan bahwa sang istri selalu menoleh ke arah belakang. ‘Ya, tentu saja ini adalah sesuatu yang berat bagi Pandan Sahalai,’ pikirnya.“Apakah engkau menyesal?”Puti Pandan Sahalai sedikit terkejut dengan pertanyaan suaminya itu. Ia tersenyum, lalu merapatkan duduknya dan menyandarkan kepalanya ke bahu sang suami.Tatapan keduanya saling bertemu.“Kalau engkau memang merasa keberatan dengan semua ini,” ujar Mantiko Sati. “Lebih baik kita kembali lagi saja.”“Tidak,” ucap Puti Pandan Sahalai. “Aku sudah berjanji padamu, Suamiku. Ke mana pun engkau pergi, maka aku akan menyertaimu.”Mantiko Sati tersenyum, ia memberanikan diri mengecup kening sang istri. Kembali tatapan mereka saling bertemu. Senyum keduanya semakin lebar, saling memuji hanya dengan tatapan yang saling menjelajah wajah masing-masing.Dan kemudian, dua b

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Kegembiraan

    Balai Pertemuan adalah sebuah ruangan besar yang ada di lantai terbawah di Istana Minanga. Berada di tengah-tengah, dan sekaligus merupakan ruangan paling luas di antara ruangan lainnya.Pagi itu, semua unsur yang menjadi penyokong keutuhan istana itu sendiri telah hadir di ruangan tersebut, duduk rapi di sisi kiri dan kanan, masing-masing membelakangi dinding. Sembilan Cadiak Pandai—yang sesungguhnya sekarang hanya tersisa delapan orang saja, sebab yang seorang telah dibunuh oleh Angku Mudo Bakaluang Perak ketika yang seorang itu hendak menemui si Kuciang Ameh di penjara bawah tanah.Lalu, ada Tujuh Hulubalang Kerajaan. Di antara mereka semua, hanya Datuk Rao saja yang ditemani istrinya, yakni Gadih Cimpago yang merupakan istri ketiga sang datuk. Gadih Cimpago sendiri sebelumnya juga masih berada di dalam istana tersebut.Hadir pula Datuak Nan Ampek yang merupakan perwakilan dari empat penjuru negeri Minanga. Para pemuka adat, pemimpin be

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Ikrar

    Sang ratu tiba-tiba turun dari ranjangnya, ia lantas mendekati Mantiko Sati. Dengan gerak tubuh yang memang masih terlihat lemah, Ratu Mudo berjongkok di hadapan sang pemuda, lantas membawa sang pemuda untuk kembali berdiri.Ibu Suri dan si Kuciang Ameh saling pandang dalam senyuman. Ya, sepertinya kekhawatiran sang Ibu Suri sendiri tidak terjadi.“Berdirilah, Sati,” ujar sang ratu seraya menangkup bahu sang pemuda. “Tidak pantas engkau berlutut di hadapanku.”“Paduko, s—saya…”Sang pemuda merasakan betapa jantungnya berdetak lebih cepat. Memandangi wajah jelita itu dari jarak yang sangat dekat bukanlah hal yang mudah. Terlalu membuat jengah wajah sang pemuda sendiri. Belum lagi aroma wangi yang begitu lembut dan membuai dari tubuh sang ratu. Semua itu memanggang khayalan sang pemuda dengan lebih membara lagi.“Dan,” Ratu Mudo menjulurkan tangannya, mengusap pipi sang pemuda. “Mulai

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Syarat

    “Lalu, bagaimana keputusanmu, Sati?”Sekali lagi, Mantiko Sati memandangi wajah indah di hadapannya itu. Ia menghela napas panjang-panjang.‘Datuk Masuga benar,’ pikirnya. ‘Siapa laki-laki di dunia ini yang tidak tergoda pada kecantikan Ratu Mudo? Siapa laki-laki di dunia ini yang tak hendak menjadikan Paduko Ratu sebagai istrinya?’Tidak ada!“Entahlah,” sang pemuda rupawan mendesah halus. “Mungkin Bundo Kanduang benar, semua ini adalah takdir.”Semua orang tersenyum dan saling pandang terhadap satu sama lain, terutama sang Ratu Mudo sendiri yang sesungguhnya memang sudah terpikat pada pemuda tersebut.Selama ini, sang ratu memang berada di bawah pengaruh Teluh Pengikat Jiwa yang seolah merenggut kepribadian yang sesungguhnya dari sang ratu. Hanya saja, selama itu pula ia sesungguhnya masih bisa mengingat dengan baik—meski tidak seluruhnya—bahwa ia menaruh

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Pohon dan Buah yang Baik

    Dengan masih berlutut di hadapan sang ratu, Mantiko Sati berkata, “Sebelum saya menanggapi tentang hukuman ke atas diri saya itu,” ujarnya, “izinkan saya bertanya beberapa hal terlebih dahulu.”“Silakan,” kata Ibu Suri. “Kami pasti akan menjawab semua pertanyaanmu, Buyung.”“Apakah tidak aneh,” kata sang pemuda, “seorang dari keluarga kerajaan mengambil orang biasa—seperti saya, sebagai pasangan hidupnya?”“Bagaimana menurutmu, Pandan?” tanya si Kuciang Ameh.Sang ratu tersenyum. “Kurasa tidak ada yang aneh di sana.”“Tapi, tidakkah masyarakat luas akan mengolok-olok hal ini nantinya?” ungkap Mantiko Sati. “Seorang ratu menikahi laki-laki biasa?”“Yaa, mungkin saja hal demikian akan berlaku di tengah-tengah masyarakat,” jawab sang ratu. “Tapi, kupikir itu bukan satu persoalan. Lagi pula, semua rakyat

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hukuman Seumur Hidup

    “Sekarang engkau tahu bukan apa yang aku maksudkan?” ujar sang ratu.“Sungguh,” Mantiko Sati masih menekur dengan wajah merah menegang. “H—hamba terpaksa melakukan hal memalukan seperti itu, Paduko.”“Beritahu aku,” kata Ibu Suri. “Apa sebenarnya yang sudah terjadi?” ia melirik pula pada si Kuciang Ameh yang ia pikir pasti mengetahui sesuatu.Si Kuciang Ameh menyentuh bahu sang kakak, ia memberikan isyarat dengan gerakan matanya agar sang kakak tenang dan mendengar saja apa yang akan dilakukan sang Ratu Mudo terhadap Mantiko Sati.“Sepertinya hukumanmu semakin bertambah, Sati,” ujar Ratu Mudo. “Sudah kukatakan kau tidak perlu berhamba-hamba di hadapanku, bukan?”“I—iya, benar. Maaf,” sang pemuda masih saja menunduk dan tidak berani berdiri, tetap dalam posisi berlutut. “Akan tetapi, sungguh, saya terpaksa melakukan semua itu. Tidak ada

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Gugup

    “Ermm, nama asli hamba, Buyung Kacinduaan, Paduko,” kembali Mantiko Sati menundukkan kepalanya.“Aku tahu,” kata Ratu Mudo. “Mak Enek Masuga sudah menjelaskan semuanya kepadaku. Juga, tentang namamu, silsilah keluargamu. Tapi, apa kau keberatan jika aku memanggilmu dengan nama Sati saja?”“T—tidak,” Mantiko Sati menggeleng cepat, persis seperti seorang bocah yang sedang dimarahi ibunya. “Sama sekali h—hamba tidak keberatan, Paduko.”“Uni lihat sendiri, kan?” ujar si Kuciang Ameh, lalu tertawa-tawa sembari menutupi mulutnya dan menggeleng-gelengkan kepala. “Persis seperti Sialang Babega.”Memang seperti itulah yang dilihat oleh Ibu Suri, hanya saja, ia tak hendak membuat sang pemuda berlama-lama dalam kondisi tegang dan gugup seperti itu.“Hentikan Masuga!” ucap Ibu Suri sedikit lantang. “Kau lihat wajah pemuda ini, merah seperti udang d

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Sang Ratu Telah Siuman

    Tepat ketika sang rembulan berada di titik tertingginya, dua orang dayang mendatangi kamar di mana Mantiko Sati beristirahat. Mereka mengetuk-ngetuk pintu kamar tersebut, dan itu mengejutkan sang pemuda yang sudah terlelap sebelumnya.Setelah dipersilakan masuk, barulah kedua dayang muda mendorong pelan pintu berdaun ganda dan penuh ukiran tersebut.“Ada apa?” tanya sang pemuda setelah ia bangkit dan duduk di sisi pembaringan. “Apakah ada hal buruk yang telah terjadi?”Kedua dayang saling pandang. Masing-masing seolah meminta yang lainnya untuk menyampaikan berita yang mereka punya kepada si pemuda belia.Ya, lantaran wajah nan rupawan itu yang membuat kedua dayang muda menjadi salah tingkah. Mantiko Sati menyadari hal ini, itu bisa terlihat dari gerik tubuh keduanya yang gugup, dan wajah mereka yang memerah. Padahal, Mantiko Sati tidak sedang telanjang, ia memakai pakaian utuh.“Kamu saja!” bisi

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hal yang Telah Lama Hilang

    Makan malam kali ini mungkin adalah makan malam pertama yang berlangsung dengan penuh keceriaan dan keakraban dalam kebersamaan.Sebagaimana budaya leluhur Minangkabau yakni Minanga itu sendiri, semua makanan itu dihidangkan di lantai, setiap orang pun duduk di lantai beralaskan ambal atau permadani. Dan terkhusus bagi sang Ibu Suri, ia duduk beralaskan sebuah bantal persegi.Bundo Kanduang, si Kuciang Ameh, Sembilan Cadiak Pandai, Enam Hulubalang Kerajaan, Gadih Cimpago, Mantiko Sati, si Kumbang Janti yang ditemani oleh anaknya, si Talago.Semua mereka bersantap dengan duduk bersila di lantai ruang tengah lantai dua dengan dilayani oleh sejumlah dayang yang hilir-mudik menyajikan berbagai jenis lauk-pauk dan sayur-mayur.Hanya si Kumbang Janti seorang yang duduk di kursi disebabkan kondisi kedua kaki dan tangannya yang belum sembuh. Ia disuapi oleh sang anak. Hampir semua mata memandang kagum pada si Talago yang begitu telaten menyuapi a

DMCA.com Protection Status