Share

32

Penulis: Akina
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-09 04:13:00

POV Livia

Saat Adrian dan aku duduk di ruang tamu, jantungku berdebar kencang. Ini adalah momen yang telah aku tunggu-tunggu, tetapi sekaligus juga membuatku cemas. Dengan berani, aku memutuskan untuk berbicara tentang perasaanku dengan ibuku. Namun, aku juga merasa bahwa jika Adrian ada di sampingku, aku akan lebih kuat. 

Ketika ibuku datang, suasana terasa tegang. Dia melihatku dengan tatapan yang penuh pertanyaan, dan aku tahu bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua yang terpendam di hatiku.

 “Bu, ada yang ingin aku bicarakan,” kataku, berusaha menenangkan suara yang bergetar.

Aku bisa merasakan tatapan Adrian yang mendukung di sampingku, dan itu memberiku keberanian. 

“Aku merasa sangat terbebani oleh harapan-harapan yang selalu kamu berikan padaku,” lanjutku. 

Melihat wajah ibuku yang terkej

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mantanku Kembali   33

    POV LiviaSaat aku berjalan menuju ruang rapat, aku merasakan jantungku berdebar. Meski sudah beberapa kali hadir dalam rapat, tetap saja ada rasa gugup yang menghampiriku. Namun, kali ini aku berusaha untuk tidak membiarkan rasa cemas itu menguasai diriku. Aku telah melalui banyak hal dengan Adrian, dan aku tahu aku bisa melakukannya.Setelah memasuki ruang rapat, aku meletakkan dokumen di meja dan melihat para peserta rapat yang sudah menunggu. Mereka semua adalah eksekutif senior, dan aku merasa sedikit terintimidasi. Namun, saat Adrian masuk dan menyapaku dengan senyum, aku merasa tenang.“Terima kasih, Livia. Kamu selalu tepat waktu,” katanya, lalu berbalik ke arah peserta rapat. “Baiklah, mari kita mulai.”Selama rapat, aku duduk di samping meja, mendengarkan setiap diskusi dengan seksama. Adrian memimpin dengan percaya diri, menjelaskan rencana dan strategi perusahaan den

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Mantanku Kembali   34

    POV LiviaTiba-tiba aku mendengar Adrian mulai mengigau. “Livia… aku… maaf… tidak seharusnya…” suaranya pelan tetapi penuh emosi. Aku mengerutkan dahi, merasa sedikit khawatir.“Adrian, kamu baik-baik saja?” tanyaku pelan, tetapi dia tidak menjawab. Sebaliknya, dia terus mengigau. “Aku menyesal… aku tidak seharusnya memberikanmu obat itu… tidak seharusnya… aku membuatmu… keguguran…”Hatiku terhenti. Kata-kata itu seperti petir yang menyambar. Semua kenangan tentang malam itu, saat kami berada di restoran, kembali menyerang pikiranku. Saat itu, kami sedang dalam situasi yang penuh tekanan, dan keputusan yang diambil Adrian benar-benar menghancurkan segalanya. Aku merasa marah, bingung, dan sakit hati sekaligus.“Mengapa kamu mengigau tentang itu, Adrian?” tanyaku, suaraku bergetar. “Menga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Mantanku Kembali   35

    POV LiviaAku mengambil tas dan keluar dari rumah. Setiap langkah yang kuambil terasa berat, tetapi di sisi lain, ada rasa lega yang menyelinap. Mungkin dengan pergi, aku bisa mendapatkan sedikit ketenangan dan jarak dari semua yang terjadi.Setelah keluar dari rumah Adrian, rasa marah dan sakit hati masih membara di dalam diriku. Aku merasa tertekan oleh semua tuduhan yang dilemparkan, bahkan oleh orang-orang yang seharusnya mendukungku. Aku tidak bisa tinggal di tempat yang membuatku merasa tidak diinginkan, dan saat itu, keputusan untuk pergi terasa seperti satu-satunya cara untuk meredakan semua emosi yang menggerogoti.Saat aku berjalan menjauh dari rumah Adrian, aku merasakan air mata menggenang di mataku.Suara Adrian yang memanggil namaku dari belakang seolah menghilang dalam riuhnya pikiran.“Livia! Tunggu!” teriaknya, tetapi aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Mantanku Kembali   36

    POV LiviaMalam itu, aku terbaring di tempat tidur, dikelilingi oleh keheningan yang menyelimuti rumah ibuku. Dalam keadaan sepi itu, pikiranku terus berputar, mencoba mengurai kekacauan yang ada di dalam hatiku. Setiap kali aku menutup mata, bayangan Adrian muncul, dan rasa sakit yang dia sebabkan kembali menghantui.Aku merenungkan semua yang terjadi antara kami. Ketika kami pertama kali bersama, semuanya terasa begitu indah. Namun, kini, aku tidak bisa mengabaikan rasa curiga yang menggerogoti pikiranku. Apakah dia benar-benar mencintaiku, ataukah aku hanya menjadi pelampiasan emosinya?Adrian selalu terlihat seperti sosok yang kuat dan tegas, tetapi di balik semua itu, aku mulai meragukan ketulusan niatnya. Apa dia menikahiku sebagai bentuk balas dendam? Balas dendam pada semua orang yang pernah menyakitinya? Atau mungkin pada diriku sendiri karena aku tidak bisa memberikan apa yang dia ingi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Mantanku Kembali   37

    POV LiviaSambil menyantap sarapan, aku berusaha merenungkan semua ini. “Apa yang sebenarnya aku inginkan?” tanyaku dalam hati. “Apakah aku ingin kembali kepada Adrian, ataukah aku harus mencari jalanku sendiri?”Ibu memperhatikan ekspresi wajahku, seolah bisa membaca pikiranku. “Livia, kamu tidak perlu terburu-buru. Berikan dirimu waktu untuk merenung. Apa pun keputusanmu, aku akan mendukungmu,” katanya, menepuk tanganku.Rasa syukur mengalir dalam diriku. Mungkin, dengan dukungan ibuku yang baru, aku bisa menemukan jawabanku. Mungkin, hanya mungkin, perjalanan ini bisa membawaku untuk mengenal diriku sendiri lebih dalam.Setelah sarapan, aku memutuskan untuk pergi jalan-jalan. Udara segar di luar rumah membangkitkan semangatku. Aku berjalan menyusuri jalan setapak, menikmati keindahan alam di sekitarku. Saat itu, aku merasakan ketenangan yang lama tidak kurasakan.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11
  • Mantanku Kembali   38

    POV Livia Setelah beberapa waktu, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar taman. Aku melihat pasangan-pasangan yang duduk di bangku, saling menggenggam tangan, berbagi cerita, dan tertawa. Saat melihat mereka, hatiku terasa sedikit sakit. Apakah aku akan pernah merasakan kebahagiaan itu lagi?Namun, saat aku berjalan lebih jauh, aku melihat seorang ibu yang sedang mengajari anaknya bersepeda. Anak itu tampak gugup, tetapi ibunya dengan sabar membimbingnya. “Ayo, kamu bisa! Keseimbangan itu penting!” serunya dengan semangat. Melihat momen itu membuatku tersadar. Dalam hidup, ada kalanya kita harus jatuh sebelum bisa bangkit. Mungkin, inilah saatnya bagiku untuk belajar berdiri sendiri. Setelah beberapa saat, aku menemukan bangku kosong yang menghadap kolam. Aku duduk di situ dan menutup mata, membiarkan suara air dan suara alam mengalir ke dalam diriku. Aku perlu memberi diriku ruang untuk merenung dan mendapatkan perspektif baru. Dengan menutup mata, aku mulai membayangkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Mantanku Kembali   39

    POV Livia Aku memutuskan untuk menghubungi teman-temanku yang mungkin bisa membantuku. Salah satu sahabatku, Alena, adalah seorang perawat dan mungkin bisa memberikan perspektif medis. Ketika aku bertemu dengannya, aku menceritakan semua yang terjadi.“Livia, itu sangat serius. Jika dia memberikanmu obat tanpa persetujuanmu, itu bisa dianggap sebagai tindakan kriminal,” ujar Alena, sorot matanya penuh perhatian. “Tetapi kamu tetap harus memiliki bukti.”“Masalahnya, aku tidak punya apa-apa. Semua itu terjadi begitu cepat, dan aku hanya terfokus pada rasa sakitku,” jawabku, merasa semakin putus asa.Alena berpikir sejenak. “Kamu bisa mencoba berbicara pada dokter yang menangani kehamilanmu. Mungkin mereka bisa membantu memberikan keterangan medis yang mendukung ceritamu,” sarannya.Aku merasa sedikit lebih optimis. “Itu ide yang bagus. Aku akan mencobanya,” kataku, bertekad untuk mencoba semua cara yang mungkin.Aku langsung pergi ke klinik tempat aku melakukan pemeriksaan kehamilan s

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Mantanku Kembali   40

    POV Livia“Cinta tidak seharusnya seperti ini,” jawabku, berusaha menahan air mata. “Cinta seharusnya memberi kebahagiaan, bukan menyakiti. Aku tidak bisa hidup dengan orang yang tidak menghargai hidupku, apalagi anak kita.”“Jadi, apa ini berarti kamu akan terus maju dengan perceraian?” tanyanya, suara penuh keraguan.Aku mengangguk, merasakan kepastian dalam hatiku. “Ya, aku harus melanjutkan hidupku. Aku tidak bisa terjebak dalam hubungan yang tidak membuatku bahagia lagi.”Dia terdiam, tampak hancur. “Livia, aku tahu ini semua salahku. Tapi aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja,” ujarnya, suaranya putus asa.“Adrian, kamu harus mengerti. Ini bukan hanya tentang kita lagi. Ini tentang diriku dan masa depanku. Aku ingin menemukan kebahagiaan yang sejati, dan itu tidak akan pernah terjadi jika aku terus bers

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13

Bab terbaru

  • Mantanku Kembali   56

    POV LiviaAku menghela napas, merasa lega bisa mengungkapkan perasaanku. “Aku tertarik untuk bekerja sebagai penjaga toko paruh waktu, dari pagi sampai siang. Aku rasa itu akan memberiku kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang dan belajar hal baru,” jawabku dengan semangat.“Penjaga toko? Itu terdengar menarik! Apa yang membuatmu tertarik?” Adrian bertanya, wajahnya kini penuh minat.“Aku menyukai lingkungan yang ramai dan interaksi dengan orang-orang. Selain itu, aku juga ingin belajar lebih banyak tentang manajemen dan penjualan. Rasanya menyenangkan bisa berkontribusi langsung dan melihat hasilnya,” kataku, merasakan semangat dalam suaraku.Adrian mengangguk, tampak mendukung. “Jika itu yang membuatmu bahagia, aku mendukung penuh keputusanmu. Tapi, pastikan kau memilih tempat yang tepat,” katanya, senyum di wajahnya menunjukkan bahwa dia benar-benar

  • Mantanku Kembali   55

    POV Livia“Livia! Livia! Bangun!”Suara Adrian menggema lembut di telingaku. Perlahan, aku membuka mata dan melihat wajahnya tersenyum di samping tempat tidur. Keceriaan di wajahnya membuat hatiku berbunga-bunga.“Adrian!” seruku dengan suara serak.“Kau sudah pulang?” Rasanya seperti mimpi ketika melihatnya di depan mataku. Dia baru saja kembali dari perjalanan dinas yang terasa seperti selamanya.“Ya, aku pulang lebih awal. Pekerjaanku sudah selesai lebih cepat dari yang diperkirakan,” jawabnya dengan senyum lebar. Dia duduk di tepi tempat tidur, dan aku bisa merasakan kehangatan kehadirannya.Aku merasa senang dan bersyukur. “Aku tidak sabar untuk melihat apa yang kau bawa! Ada oleh-oleh?” tanyaku, mataku berbinar-binar penuh harapan.Adrian tertawa kecil, lalu

  • Mantanku Kembali   54

    POV LiviaSetelah semuanya siap, aku duduk di meja dan menunggu. Rasanya aneh, menunggu seseorang yang tidak ada di sampingku, tetapi aku tahu bahwa dia akan segera kembali. Dengan setiap detik yang berlalu, aku merasakan harapan baru tumbuh di dalam diriku. Mungkin, dengan sedikit usaha dan kejujuran, aku bisa membawa kembali kebahagiaan yang hilang.Saat aku menunggu, aku kembali memikirkan percakapan kami sebelumnya. Adrian selalu bisa membuatku merasa tenang, dan aku tahu bahwa jika aku bisa membuka diri padanya, segalanya akan terasa lebih baik. Rasa takut dan keraguan yang selama ini menghalangiku harus kuhadapi.Ketika ponselku berdering lagi, aku langsung mengambilnya. Itu adalah pesan dari Adrian.[Aku tidak sabar untuk pulang dan menikmati masakanmu. Semangat ya, sayang!]Senyumku mengembang saat membaca pesannya. Mungkin, dengan sedikit keberanian dan kejujuran, ak

  • Mantanku Kembali   53

    POV LiviaAdrian mengangguk, tetapi aku bisa melihat keraguan di matanya. "Kau terlihat sedikit murung, Livia. Ada yang ingin kau bicarakan?" tanyanya dengan nada khawatir."Aku tidak apa-apa, sungguh," kataku, berusaha meyakinkan. "Hanya sedikit lelah, mungkin." Namun, meskipun kata-kata itu keluar dari mulutku, aku tahu bahwa Adrian bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.Dia menghela napas. "Aku baru saja menyelesaikan satu pekerjaan besar dan sedang istirahat di hotel. Aku pikir bisa menghubungimu sebelum kembali bekerja. Tapi… apa kau yakin tidak ada yang salah? Kau bisa bercerita padaku, kamu tahu itu."Hatiku bergetar mendengar ungkapannya. Adrian selalu menjadi pendengar yang baik, dan dia selalu membangkitkan rasa aman di dalam diriku. Namun, saat ini, aku merasa tidak siap untuk berbagi. Rasa sakit yang masih menggerogoti hatiku terasa terlalu berat untuk diungkapkan. Mungkin jika

  • Mantanku Kembali   52

    POV LiviaSetelah beberapa jam berbincang dan tertawa, aku merasa lebih ringan. Maya memberikan dukungan yang aku butuhkan, dan aku berterima kasih padanya."Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik," kataku, merasa bersyukur memiliki sahabat sepertinya."Selalu, Livia. Aku di sini untukmu," jawabnya tulus.Aku melangkah pulang, bertekad untuk menunjukkan pada Adrian bahwa aku bisa menjadi istri yang lebih baik. Kesedihan dan rasa sakit yang sempat menguasai diriku kini mulai pudar, tergantikan oleh harapan dan semangat untuk memperbaiki hubungan kami.Ketika aku sampai di rumah, aku membuka lemari dan mulai mencari resep-resep masakan yang ingin kucoba. Aku ingin memasak sesuatu yang spesial untuk Adrian, sesuatu yang menunjukkan betapa aku mencintainya. Namun, saat aku mulai mencari, salah satu acara di televisi menarik perhatianku. Acara itu adalah program khusus u

  • Mantanku Kembali   51

    POV LiviaAku beranjak dari sofa dan berjalan ke jendela, menatap keluar. Suasana di luar tampak cerah, tetapi hatiku gelap. Aku mengingat kembali saat-saat ketika kami berdua merencanakan masa depan. Semua impian yang kami bangun bersama kini terasa seperti ilusi.“Bagaimana bisa semuanya berubah secepat ini?” pikirku, merasakan kesedihan yang mendalam.Saat itu, aku berusaha mengingat kembali semua momen indah yang kami lewati. Tawa, pelukan, dan janji-janji yang pernah kami buat. Namun, semua itu terasa samar sekarang, tertutupi oleh bayang-bayang kekecewaan dan rasa sakit.“Apakah semua itu hanya sebuah kebohongan?” tanyaku pada diriku sendiri.Air mata kembali mengalir saat aku teringat bagaimana Adrian selalu berjanji untuk mencintainya tanpa syarat. Tetapi kini, seolah-olah janji itu sudah terlupakan. Aku merasa seolah-olah Adrian lebih memilih

  • Mantanku Kembali   50

    POV LiviaSetelah Adrian pergi, rumah kami terasa sepi dan hampa. Meskipun baru beberapa hari, rasa kesepian ini sudah menyelinap ke dalam hati.Pagi menjelang, dan aku baru saja terbangun dari tidur yang tidak nyenyak. Suara detakan jam dinding mengingatkanku bahwa hari baru telah dimulai, tetapi semangatku masih tertinggal di malam sebelumnya.Aku berusaha bangkit dari tempat tidur, mencuci muka untuk menghilangkan rasa kantuk. Saat aku melihat bayanganku di cermin, aku menyadari betapa lelah dan cemasnya aku. Rasa khawatir akan Adrian dan ketidakpastian yang menyelimuti pikiranku membuatku merasa tidak tenang.Tiba-tiba, suara ketukan keras terdengar dari pintu rumah. Awalnya, aku mengira itu hanya imajinasiku, tetapi ketukan itu semakin menjadi. Dengan cepat, aku bergegas menuju pintu, berharap bisa mengusir rasa sepi yang melanda.Saat aku membuka pintu, aku terk

  • Mantanku Kembali   49

    POV Adrian"Ini luar biasa," ujar Livia sambil menikmati pemandangan di depan kami. "Aku suka saat-saat seperti ini."Aku tersenyum, merasa bahagia melihatnya menikmati momen itu."Aku juga. Ini adalah bagian dari kehidupan yang ingin aku jalani bersamamu."Kami duduk berhadapan, menikmati sarapan dengan penuh kehangatan. Setiap suapan terasa lebih nikmat karena kami berbagi momen ini bersama. Aku memperhatikan Livia, rambutnya yang basah mengkilap terkena sinar matahari, dan senyumnya yang cerah membuatku merasa seolah kami adalah satu-satunya orang di dunia ini."Adrian," Livia memanggilku, membuatku menatapnya. "Aku ingin kita membuat lebih banyak kenangan seperti ini.""Aku setuju," kataku, meraih tangannya. "Setiap hari adalah kesempatan baru untuk kita berdua."Setelah sarapan, kami membersihkan meja dan menikmati sisa waktu pagi deng

  • Mantanku Kembali   48

    POV AdrianAku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir bayang-bayang masa lalu yang terus menghantui pikiranku. Aku ingat saat aku membuat keputusan yang salah, saat aku membiarkan egoku menguasai diriku. Sekarang, setiap kali melihat Livia, aku selalu teringat akan kesalahanku dan betapa beruntungnya aku masih bisa memiliki dia di sisiku.“Tidak akan aku sia-siakan kesempatan kedua ini,” pikirku, tekad menguat dalam hati. Aku berjanji untuk menjadi lebih baik, untuk tidak hanya mencintainya tetapi juga menghargai setiap momen yang kami miliki bersama. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.Malam itu, saat Livia terlelap, aku menyaksikan suasana rumah kami. Setiap sudutnya mengingatkanku akan perjalanan yang telah kami lalui. Dari ruang tamu yang baru saja kami tata hingga dapur tempat kami memasak bersama, semuanya dipenuhi dengan kenangan indah. Aku merasa betapa hidupnya rumah ini menjadi berkat kehad

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status