Andini mempersiapkan diri menyambut kedatangan Devano yang akan mengajaknya dinner.
Sebuah gaun berwarna kuning emas berleher rendah dan pas badan membuat penampilan Andini super seksi malam itu. Bahan gaun silk yang berkilau menempel begitu manis membalut kulit Andini yang putih bersih. Gaun tanpa kerah dengan leher lumayan rendah membuat buah dada Andini terlihat lebih menonjol dan merangsang. Ditambah lagi dengan desain busana yang super ketat mencetak body Andini yang aduhai dengan tinggi badan 163 cm. Pinggul Andini yang memang tergolong besar begitu terlihat sempurna ditambah dengan high hill yang ia kenakan dengan warna senada. Malam itu Andini berdandan habis-habisan layaknya bagaikan seorang perawan yang akan dilamar bujang.Ia juga merias wajahnya dengan sentuhan warna yang serasi padan dengan busana yang ia kenakan malam itu. Brush on dan bulu mata palsu tidak ketinggalan menyempurnakan penampilannya. Rambut Andini yang cukup panjang ia biar tergerai jatuh diataDidalam mobil Devano tidak bisa diam. Kini Dr. Silva yang menjadi objek sasarannya hingga Dr. Silva kerepotan dan kesulitan mengendalikan laju kendaraanya. Devano terus merengsek mendekati Dr. Silva, meraba-raba dada dan menciumi wajah serta bibir Dr. Silva dengan membabi buta.“Apa-apaan sih kamu Deev...!” Teriak Dr. Silva kewalahan menghadapi serangan Devano. Dengan tangan kirinya Dr. Silva berusaha mendorong wajah Devano dan tangan kanan mengendalikan setir mobil.“Aku sudah tidak tahan Sil... Berhentilah dulu disini, kita lakukan sebentar Sil..!” Bagaikan anak kecil Devano terus merengek. Bahkan ia mulai berusaha membuka pakaiannya sendiri.“Hentikan Deeev....!”“Plaak..!”Satu tamparan lagi mendarat dipipi Devano. Namun Devano seperti tidak merasakan itu. Ia terus menyerang Dr. Silva dengan berusaha memeluk dan menciumi dokter muda yang sedang menyetir mobil tersebut. Laju mobil tersendat-sendat bahk
"Dev kemana ya ? Kok ditelpon offline melulu ?” Kasandra bertanya-tanya didalam hatinya.Terakhir Devano menghubungi Kasandra dengan panggilan video call, dan Kasandra saat itu tengah berpacu dengan nafsu haramnya bersama Dendi yang nota bene adalah mantan terindahnya. Sejak saat itu Devano senyap dan offline dalam waktu yang cukup lama. Kasandra tidak tahu bahwa malam itu ketika Dr. Silva menyelamatkan Devano dari perangkap Andini, ponsel Devano telah kehabisan baterai dan belum sempat di cas sampai saat ini. Sat ini Devano masih tertidur pulas disalah satu kamar dirumah Dr. Silva walau jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.Kasandra mencoba menghubungi kekantor cabang Surabaya dan ia mendapat kabar dari Lilis yang bertugas sebagai Respsionis dikantor itu kalau Devano belum masuk ke kantor hari itu.“Pak Dev masih belum masuk ke kantor Bu.” Demikian kira-kira jawaban dari Lilis.“Belum masuk ke kantor ? Kira-kira Bapak kemana ya
“Selamat siang !”“Selamat siang Pak, apa yang bisa kami bantu ?” Petugas kasir restoran tempat Devano makan semalam menjawab ramah salam Devano.“Bisakah saya bertemu dengan leader atau owner restoran ini?” Tanya Devano rada tegas namun tetap ramah.Dua perempuan yang berada dibelakang mesin hitung dikasir itu saling berpandangan. Dan salah satu dari mereka membisiki kawannya.“Orang ini yang membuat kericuhan semalam.”Kawan yang dibisikinya menoleh kembali kepada Devano dan mengingat-ingat kejadian semalam.“Kira-kira ada keperluan apa ya Pak ? “ Tanya salah satu petugas kasir itu memastikan maksud Devano bertemu dengan owner mereka.Devano merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet lalu mengambil kartu nama dari dalam dompet itu.“Tolong katakan kepada Bos kalian bahwa saya ingin bertemu.” Ucap Devano menyodorkan kartu namanya.Gadis yang ber
“Selamat siang Nyonya !” Sambut seorang gadis yang bertugas dibagian penerima tamu kepada Mirna yang baru saja memasuki kantor Kasandra.“Selamat siang juga.” Jawab Mirna sumringah.Gadis yang tadi menyambutnya heran melihat perubahan besar yang terjadi pada diri Mirna yang tidak seperti biasanya Mirna selalu ketus dan bermuka masam.“Dimana aku bisa bertemu menantuku ?” Tanya Mirna selanjutnya dengan ramah menanyakan keberadaan Kasandra.“Ibu Kasandra masih berada diruang rapat Nyonya, kalau Nyonya mau, Nyonya bisa menunggu diruang kerja Ibu Kasandra.” Jawab gadis itu merasa senang melayani Mirna.“Baiklah, saya akan kesana. Terima kasih !” Ucap Mirna lalu berlalu menuju ruang kerja Kasandra. Ditangan kanan Mirna terlihat ia menenteng sebuah tas plastik yang sepertinya berisi rantang makanan.Siang itu Kasandra baru saja selesai memimpin rapat dengan beberapa orang klien. Ia melirik jam
Devano melangkah meninggalkan kantor lawyer tempat pengacara Fahri bergabung. Disana ada puluhan pengacara yang bernaung disebuah payung perkumpulan advokad yang dikepalai oleh seorang pengacara kondang bernama Ruslan Sirait. Dari namanya jelas pengacara yang tak muda lagi itu berasal dari tanah Batak. Ia terbiasa menangani kasus-kasus besar seperti pelecehan dan pemerkosaan serta pembunuhan berencana. Ruslan Sirait biasanya akan berdiri dipihak korban dan menuntut pelaku dengan seberat-beratnya. Ia tidak peduli apakah pelaku orang besar, ternama, bahkan pejabat dan keluarganya. Ruslan Sirait juga tidak memandang korban yang dibelanya apakah orang kaya atau orang miskin. Ia memang ingin mewujudkan keadilan dimuka bumi. Oleh karena itu nama Ruslan Sirait sangat ditakuti didunia peradilan.Devano hampir saja bertabrakan dengan lelaki setengah baya yang terlihat agak terburu-buru memasuki kantornya yang cukup megah. Devano dan lelaki yang tak lain adalah Ruslan Sirait itu berpanda
Siang itu Devano kembali ke Jakarta setelah seminggu lebih berada di Surabaya. Ia mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi secara nyata sebuah kenyataan pahit yang sudah ia ketahui.Istrinya sudah berselingkuh dan hamil hasil dari perselingkuhannya itu. Ya... Kasandra sudah membagi cintanya kepada Dendi sahabatnya sendiri.Sakit ? Tentu sangat sakit. Tapi Devano berulang kali mengingat nasehat Dr. Silva sahabatnya, bahwa ia harus bertahan demi kenyamanan kedua orang tuanya yang sudah sangat berharap kehadiran seorang cucu yang tidak akan mungkin ia wujudkan walau ia menikahi wanita manapun.Kenyataannya Devano adalah lelaki mandul !Pura-pura tidak tahu ditengah kelukaan hati yang dalam ? Yah, itulah yang harus dilakoni lelaki dan suami malang itu.“Sudah sampai kamu Den ?” Tanya Devano kepada Dendi yang telah menunggunya di teras kedatangan bandara Soekarno Hatta Jakarta. Tak lupa Devano melemparkan senyum manisnya kepada Dendi sahabat pengkhian
Seketika kedua lelaki itu nampak menikmati rokok dan menerawang dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba ponsel Devano berbunyi dan ternyata Kasandra yang menelponnya.Hati Devano merasa malas menjawab panggilan telepon dari Kasandra, namun karena ada Dendi bersamanya, tidak mungkin ia tidak mengindahkan panggilan Kasandra. Karena Dendi sempat melirik layar ponsel Devano yang tergeletak diatas meja tempat mereka berdua duduk berhadapan. Devano tidak mau Dendi mencium ketidakharmonisan dirinya dengan istrinya. Devano masih ingin mengorek banyak keterangan dari Dendi dan untuk itu ia harus menjaga sikapnya.“Halo sayang !” Devano menjawab telepon dari Kasandra dengan hati kelu. Kata sayang yang ia ucapkan tidak lagi tulus keluar dari hatinya. Ia merasa seakan tidak sedang berbicara dengan istrinya.“Dev, kamu dimana ? Aku baru saja mengantar Mami kerumah sakit. Mami pingsan dan belum siuman.” Suara Kasandra terdengar risau diseberang sana.“Apa ? Mami masuk rumah saki
"Apa yang kamu lakukan Mas ?” Dina menegur Fahri suaminya yang tengah asyik memandangi foto pernikahan dirinya dengan Dr. Silva digaleri ponselnya. Perempuan itu berjalan mendekati Fahri dengan memegang perutnya yang mulai membesar.“Buat apa lagi kamu memikirkan perempuan jalang itu ?” Ucap Andini setengah berteriak begitu mengetahui kalau suaminya tengah memandangi foto mantan istrinya yang baru beberapa hari diceraikannya itu“Silva bukanlah perempuan jalang. Dia tidak bersalah.” Sahut Fahri seakan menyesali diri dan membela Dr. Silva.“Tidak jalang bagaimana ? Sudah jelas-jelas dia tidur dengan lelaki yang tengah bertelanjang bulat dikamar itu. Lalu kamu mengatakan itu tidak jalang ?” Dina semakin marah dan menghempaskan pantat duduk disofa yang berhadapan dengan Fahri. Wajahnya terlihat sangat kesal mendengar suaminya memuji perempuan yang baru ia jatuhkan talak beberapa hari yang lalu.“Kamu jangan ikut
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s