Esok paginya, Kai langsung terbang menuju China. Sebelumnya, ia telah memastikan pada Irine jika Nathalie benar-benar membatalkan makan malam mereka saat itu dan Nathalie tidak memberitahukan alasannya. Setelah sampai di Beijing, Kai tanpa pikir panjang langsung menuju mansion ayahnya dengan langkah lebar. Menemukan beberapa penjaga yang berada di sekitar mansion tersebut. "Ayah ada di dalam?" "Ya, Tuan. Dia sedang menikmati teh dan membaca koran di gazebo." Seorang pelayan tua yang sudah mengabdikan dua puluh tahunnya di mansion ini menunjukkan Kai arah jalan."Aku akan ke sana sendiri," ujar Kai yang menghentikan pelayan tersebut. Lalu mengangguk dan membiarkan Kai pergi seorang diri. Pandangan mata Kai langsung tertuju pada pria tua yang saat ini sedang duduk membelakanginya. Seperti yang dikatakan Bibi Liu, ayahnya tengah menikmati teh di sana. "Ada apa?" Yuan Nuan berkata tanpa menoleh. Menyadari jika ada seseorang yang berdiri di belakangnya kini. "Ada yang ingin aku bicar
"Kau yang membuatnya menangis?" Kai menarik kuat-kuat kerah Leon dengan satu tangannya. Dahinya terlipat sampai ia mendengar satu kata yang diucapkan pria itu."Ya. Aku yang membuatnya menangis." Detik berikutnya, pukulan yang baru saja Kai layangkan itu sampai di wajah Leon. Membuat pria itu melangkah mundur. Memegangi hidungnya yang perih. Ternyata darah segar keluar dari sana. Leon menyeringai kecil. Kai tak tanggung-tanggung dengan kekuatan pukulan yang pria itu berikan. Saat Kai akan kembali meraih Leon. Nathalie segera menarik tangan Kai dan mendorong pria itu menjauh dari Leon. "Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan?!" Ekspresi Kai masih tidak berubah. Dipenuhi emosi, terlebih saat ia melihat bagaimana tatapan Leon padanya sekarang. "Dia menyakitimu!" Plak!Wajah Kai tertoleh ke samping. Pria itu merasakan panas mulai menjalar di sekitar pipi kirinya saat Nathalie baru saja menampar. Dan Kai baru saja menyadari jika dirinya dikendalikan oleh emosi tadi. "
Saat pertama kali membuka pintu, Nathalie benar-benar dikagetkan dengan keberadaan seseorang di depan rumahnya. Pria itu berdiri di samping mobil sembari mengecek jam yang ada di tangan kiri. Kemudian menoleh saat suara pintu terbuka terdengar. Pria itu tersenyum pada Nathalie dan kemudian berjalan mendekat. "Ayo. Aku akan mengantarmu bekerja," kata Kai sambil membukakan sebelah pintu mobilnya untuk Nathalie. Wanita itu tersenyum tipis, sebelum kemudian masuk. Di perjalanan pun, Nathalie tidak banyak berbicara. Ia hanya diam mengamati jalanan dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Berpikir apakah dirinya pantas diperlakukan seperti ini oleh Kai? Meski ia telah mengatakan tidak tersinggung dengan apa yang Yuan Nuan katakan. Namun, bukan berarti dirinya mengabaikan ucapan dari ayah Kai itu. Yuan Nuan telah memperingati dirinya secara langsung. Baik dari ucapan maupun tindakan, dia tidak akan pernah menyetujui jika Kai bersamanya. Sebelum Yuan Nuan mengatakannya, Nathalie sebenarnya
Nathalie melenguh pelan. Mendengar suara ponselnya yang berdering, ia langsung membuka mata meski sebenarnya masih mengantuk. Sebelah tangannya meraba meja di sebelah tempat tidurnya dan mencari-cari sumber bunyi tersebut. Menyingkirkan lengan besar Kai yang melingkari perutnya. Nathalie melirik sebentar, pria itu masih belum membuka mata. Tampaknya Kai sangat lelah karena pekerjaannya yang menguras waktu dan tenaga. Nathalie tak langsung mengangkat telepon tersebut. Melainkan melihat nama penelepon sembari mengucek sudut matanya. Sebelum akhirnya manik cokelat cerah itu tercengang. Dan buru-buru keluar dari kamarnya untuk mengangkat telepon. "Halo, Paman?" Nathalie berujar pelan. "Aku dengar dari Ming Shan, Kai tidak pernah kembali ke rumah sejak dia datang ke sana." Nathalie berubah diam. Pembahasan ini lagi. Padahal Nathalie berusaha untuk tidak lagi mengungkitnya. Namun, tetap saja ia tidak akan pernah bisa menghindari topik ini. "Apakah dia ada di tempatmu?" Sekali lagi Yua
Tiga hari berlalu dengan cepat. Saat ini, Nathalie tengah makan siang bersama dengan Kai. Menikmati makanannya dengan tenang, Nathalie melirik Kai sesaat. Namun, langsung tertangkap oleh sepasang manik kelam di hadapannya itu. Kai tersenyum tipis mendapati wanita itu yang buru-buru mengalihkan pandangan. Di akhir pekan ini, Kai hanya ingin menghabiskan waktunya bersama dengan wanita itu saja. Melakukan apapun bersama dengan Nathalie. "Ingin menunggang kuda?" tanya Kai. Yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Nathalie. "Aku takut." Kai terkekeh pelan. "Lalu, bermain golf?" Nathalie juga menggeleng. Ia sedang tidak ingin bermain dengan bola sekarang. Namun, ada satu hal yang ingin ia lakukan sejak beberapa hari lalu."Bagaimana dengan berenang?" "Ide bagus." Kai menyetujui dengan cepat. Sesaat, Nathalie baru tersadar jika Ming Shan masih ada di rumah Kai. "Ah, tidak jadi, Kai. Lain kali saja." Nathalie tersenyum tipis sembari melanjutkan makannya. Sedangkan Kai yang tengah m
"Kau serius dengan perkataan mu?" Setelah terdiam beberapa menit, Kai baru mengeluarkan suara. Ia terlalu kaget dengan apa yang baru saja Nathalie katakan. Pandangannya lurus menatap wanita itu di mana Nathalie tak berani menatap kedua matanya. Kai mendesah pelan. "Kau benar-benar ingin putus denganku?" tanya Kai sekali lagi. Masih menunggu wanita itu untuk kembali membuka bibir. Dan Nathalie memilih untuk mengangguk. Ia yakin dengan keputusannya sekarang. Setelah mempertimbangkan banyak hal dan melihat dari segala sisi, Nathalie yakin jika yang ia lakukan saat ini tepat. Ia tidak pantas untuk bersama dengan Kai. Dan selamanya tetap akan begitu."Apa itu karena ucapan ku beberapa waktu lalu? Kau tahu aku tidak mengatakan ingin berpisah denganmu benar-benar, kan?" Kai tidak percaya. Terlebih ketika Nathalie sama sekali tidak memandangnya. Wanita itu hanya menunduk dalam. Menghindari kontak mata dengannya."Bukan karena hal itu, Kai." Nathalie menghela napas. "Aku melakukan ini at
Hans meneguk ludah saat ia memasuki ruangan CEO dengan dokumen yang ada di pelukannya. Merasakan aura dingin menyebar memenuhi ruangan ini hingga tak memberikan celah. Padahal, baru beberapa langkah kakinya masuk. Namun, hawa menyeramkan yang ada di sekitar sini terasa begitu menusuk untuknya. Cepat-cepat Hans mengusir semua rasa tidak enaknya dan berjalan mendekati seseorang yang ingin ia temui. Seorang pria yang ternyata kini tengah berdiri membelakangi Hans dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam celana.Lagi-lagi Hans membatin, apa yang membuat atasannya itu begitu betah mengamati kota di bawah sana dengan tanpa berkutik. Seolah perhatian Kai sudah diambil penuh."Tuan ..." panggil Hans. Dan pria tinggi yang menjulang tak jauh dari Hans itu hanya bergumam pelan."Hn?" "Ini adalah proposal dari-" "Taruh saja di mejaku." Kai memotong ucapan Hans. Kemudian berbalik untuk memandang sekretarisnya itu tanpa ekspresi. "Berikan semua pekerjaan yang harus ku kerjakan hari ini." Ma
"Ini sangat mengejutkan. Aku pikir kau akan kembali menolak ku." Leon terkekeh pelan sembari mengambil salah satu buku yang terdapat dalam rak toko. Melihat judul dari buku yang masih terbungkus plastik bening itu sesaat. Sementara Nathalie yang juga tengah memilih-milih buku di sana lantas mendengkus rendah. "Aku tidak ingin kau setiap waktu selalu mengganggu ku hanya karena ingin pergi ke toko buku." "Maaf karena mengganggu waktumu sebentar."Nathalie menarik napas dalam. Padahal, Leon bisa pergi sendiri atau mencari orang lain yang mau pergi bersamanya. Namun, pria itu terus saja mengajak dirinya untuk pergi dengan alasan tidak ada seseorang yang akrab dengannya di sini selain dirinya. Dan Nathalie mau tak mau lantas menyetujui ajakan yang sebenarnya sudah Leon lakukan sejak satu minggu yang lalu. Leon tak bisa menahan diri untuk tersenyum tipis. Menemukan buku yang sudah ia cari-cari sejak tadi. Lalu, berjalan menuju Nathalie yang kini sedang membuka salah satu buku yang ada
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga