Sejak tadi siang, Kai sama sekali tidak mengatakan apapun pada Ming Shan. Mungkin hanya berkata beberapa hal kecil yang sekiranya penting. Lebih dari itu, tidak. Dan karena hal itu, Ming Shan menjadi cemas jika Kai tidak ingin lagi berbicara padanya.Wanita itu tahu apa yang membuat Kai bersikap demikian. Namun, ia tidak berani mengungkit kejadian tadi siang yang hanya akan membuat Kai bersikap semakin dingin padanya. Sampai jam pulang tiba. Kai langsung melengos pergi tanpa mengatakan sepatah kata pada Ming Shan. Meninggalkan wanita itu sendirian. Di dalam perjalanan pulang, Kai tidak henti-hentinya memikirkan apa yang telah ia lakukan pada Nathalie. Ia tidak tahu bagaimana cara memperlakukan wanita itu setelah ini. Setelah mampir sejenak untuk membelikan beberapa bawaan untuk Nathalie. Kai kembali melajukan mobil menuju kediamannya. Dengan langkah kakinya yang lebar ia menapaki lantai dengan cepat. Hingga sampailah di depan kamar Nathalie yang Kai yakin pemilik kamar ini ada di d
"Jangan meninggalkanku. Semua masalah yang terjadi. Kita hadapi bersama, kan?" Netra kelam Kai tertuju lurus pada Nathalie. Sementara wanita itu masih terdiam. Sampai suara Kai kembali menyapa indra pendengarnya."Thalia?" Bibir tipis yang semula tertutup rapat itu terbuka perlahan. "Ya ...." Nathalie tersenyum. Mengalungkan kedua tangannya pada leher pria itu dan semakin menyembunyikan wajahnya. Nathalie membisu. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada Kai setelah ini. Hubungan mereka tidak selalu berjalan dengan mudah, Nathalie tahu itu. Namun, perkataan Yuan Nuan juga tidak bisa sepenuhnya hilang dari kepala. Semuanya terasa semakin berat saat Nathalie kembali memikirkannya. "Ada apa?" Kai kembali bertanya. Kerutan samar di keningnya terlihat kala ia mendapati Nathalie yang sama sekali tidak bergerak dan mempertahankan posisinya sekarang."Biarkan seperti ini dulu," pinta wanita itu tanpa melonggarkan kedua tangannya yang membuat Kai tersenyum tipis. Sekaligus menerka-ne
Nathalie terduduk dalam diam sembari mengamati cangkir berisi Vanilla Late di hadapannya. Sesekali menghela napas. Sejak sepuluh menit yang lalu, ia sama sekali tidak menyentuh minumannya dan membuat seseorang yang duduk di hadapannya mengernyit."Ada apa?" tanyanya. Dan Nathalie balas menggeleng. Tersenyum tipis."Apa ada yang kau pikirkan?" tanya wanita di hadapannya itu sekali lagi. Dan kali ini Nathalie merespon dengan mengangkat wajah. Melihat ke arah Irine yang menaikkan salah satu alis menunggu jawabannya. "Aku tidak tahu." Nathalie menghela napas pendek. Menyandarkan punggungnya dengan pelan."Apakah kau bertengkar dengan Kai?" "Tidak." Nathalie menjawab cepat. "Lalu, apakah kau ... sedang kecewa dengan pria itu?""Itu juga tidak." Nathalie mengernyit. Tidak mengerti mengapa arah pembicaraan sahabatnya itu terus mengarah pada Kai. "Bukankah dia memiliki sekretaris baru?" "Berita menyebar dengan cepat, ya." Nathalie memasang wajah masam mengetahui orang sekelas Irine mas
"Apa kau sama sekali tidak ingin melepaskan ku?" Nathalie menggeleng. Masih saja membenamkan wajahnya pada dada pria itu sembari menghirup wangi Kai dalam-dalam. Menyimpan aroma tersebut sebanyak mungkin dalam dirinya. Lain halnya dengan Kai. Pria itu tidak dapat menahan senyum mematikannya dan kemudian mengangkat Nathalie untuk membawa wanita itu ke ruang tengah. Mendudukkan diri di sana. Malam masih panjang. Waktu mereka sangat banyak untuk digunakan hanya dengan berdiam saja. "Apa pekerjaanmu hari ini melelahkan?" Kai bertanya sembari mengusap surai cokelat Nathalie dengan lembut."Sangat melelahkan." Kai terkekeh saat ia mendengar hembusan napas kasar yang baru saja Nathalie keluarkan. "Tidak tertarik untuk mengundurkan diri sana dan bekerja di tempat lain?" Nathalie menaikkan pandangannya bertepatan dengan saat Kai yang baru saja menunduk. Kedua mata mereka bersinggungan beberapa saat. Sebelum kemudian Nathalie membuka bibir. "Misalnya?" "Menjadi sekretarisku." "Bukankah
22.10 WIB.Kai baru saja sampai di rumahnya dan segera memarkirkan mobil. Berjalan masuk dan mengernyit kala melihat lampu ruang tamu masih menyala. "Apa yang dia lakukan di ruang tamu semalam ini?" tanya Kai saat ia menebak ada seseorang di ruangan tersebut.Namun, saat membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam. Alangkah kagetnya Kai saat mendapati orang lain yang ada di sana. "Ming Shan? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kai sembari mendekat pada wanita itu. "Di mana Nathalie." Ming Shan tidak mengira jika pertama kali Kai akan langsung mencari wanita itu. "Nathalie ... dia ...." Bibir Ming Shan terasa kelu untuk berkata. Antara ingin mengatakannya atau tidak. Dan ketakutan yang akan ia hadapi ketika Kai mengetahui Nathalie tidak berada di sini lagi. "Aku tanya di mana Nathalie." Kai kembali berbicara dengan nada yang berbeda. Menjadi lebih dingin."Dia ... dia kembali ke rumahnya yang dulu." "Apa kau bilang?!""Dia tidak ada di sini, Kai. Dia kembali ke rumahnya." Kai ti
Ruangan CEO Hyden hari ini tampak sedikit berbeda. Meskipun terlihat tenang seperti biasanya. Namun, kali ini aura di sekitar ruangan ini begitu pekat tampak lebih dingin. Bahkan, suhu AC yang ada di sudut ruangan ini tak bisa menyaingi aura yang dipancarkan dari satu-satunya pria yang duduk di kursi pimpinan tertinggi. Kai menyesali ucapannya semalam. Meksi ia sudah mencoba keras untuk mengontrol diri, entah mengapa tiba-tiba saja pertahanannya runtuh hanya dalam beberapa kata yang Nathalie ucapkan. Ia terlanjur mengatakan perkataan yang mungkin akan membuat hubungannya dengan Nathalie semakin memburuk. Mungkin karena ia terlalu lelah sepulang kerja dan mendapati hal yang mengejutkan di luar pemikirannya. Tak sengaja ia mengucapkan perkataan menyakitkan yang bahkan belum pernah ia ucapkan sebelumnya. Lamunan Kai seketika buyar ketika pintu ruangannya terketuk. Dan mempersilahkan Ming Shan masuk membawa beberapa pekerjaan untuknya. Kai menghela napas panjang. Meminta wanita itu
Esok paginya, Kai langsung terbang menuju China. Sebelumnya, ia telah memastikan pada Irine jika Nathalie benar-benar membatalkan makan malam mereka saat itu dan Nathalie tidak memberitahukan alasannya. Setelah sampai di Beijing, Kai tanpa pikir panjang langsung menuju mansion ayahnya dengan langkah lebar. Menemukan beberapa penjaga yang berada di sekitar mansion tersebut. "Ayah ada di dalam?" "Ya, Tuan. Dia sedang menikmati teh dan membaca koran di gazebo." Seorang pelayan tua yang sudah mengabdikan dua puluh tahunnya di mansion ini menunjukkan Kai arah jalan."Aku akan ke sana sendiri," ujar Kai yang menghentikan pelayan tersebut. Lalu mengangguk dan membiarkan Kai pergi seorang diri. Pandangan mata Kai langsung tertuju pada pria tua yang saat ini sedang duduk membelakanginya. Seperti yang dikatakan Bibi Liu, ayahnya tengah menikmati teh di sana. "Ada apa?" Yuan Nuan berkata tanpa menoleh. Menyadari jika ada seseorang yang berdiri di belakangnya kini. "Ada yang ingin aku bicar
"Kau yang membuatnya menangis?" Kai menarik kuat-kuat kerah Leon dengan satu tangannya. Dahinya terlipat sampai ia mendengar satu kata yang diucapkan pria itu."Ya. Aku yang membuatnya menangis." Detik berikutnya, pukulan yang baru saja Kai layangkan itu sampai di wajah Leon. Membuat pria itu melangkah mundur. Memegangi hidungnya yang perih. Ternyata darah segar keluar dari sana. Leon menyeringai kecil. Kai tak tanggung-tanggung dengan kekuatan pukulan yang pria itu berikan. Saat Kai akan kembali meraih Leon. Nathalie segera menarik tangan Kai dan mendorong pria itu menjauh dari Leon. "Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan?!" Ekspresi Kai masih tidak berubah. Dipenuhi emosi, terlebih saat ia melihat bagaimana tatapan Leon padanya sekarang. "Dia menyakitimu!" Plak!Wajah Kai tertoleh ke samping. Pria itu merasakan panas mulai menjalar di sekitar pipi kirinya saat Nathalie baru saja menampar. Dan Kai baru saja menyadari jika dirinya dikendalikan oleh emosi tadi. "
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga