“Hey, kalian anak-anak nakal!” Dua orang berpakaian polisi berteriak dan membunyikan sirene polisi membuat para pemuda itu kelabakan dan dengan cepat melarikan diri.
Salah satu petugas patroli mengejar mereka sementara satunya pergi menanyakan keadaan Raelina.
Raelina menghela napas lega sambil memeluk putrinya erat. Zenith masih menangis di gendangannya.
“Oke, sayang nggak apa-apa sekarang.” Raelina membujuk putrinya yang menangis. Jantungnya masih berdegup kencang karena kejadian tadi.
“Apa kamu baik-baik saja, Bu?” tanya petugas patroli ibu dan anak di depannya.
Raelina mendongak dan menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih.
“Aku baik-baik saja, terima kasih, Pak,” ucapnya dengan penuh syukur.
Entah apa yang akan terjadi nanti jika kedua petugas patroli itu tidak menolongnya dan mengusir para pemuda mabuk itu.
“Ke mana Anda akan pergi, Bu?” Petugas po
Di bandara agak bising, beberapa lelaki berseragam tentara turun dari pesawat militer maupun berlalu lalang melakukan tugas mereka.Sekelompok orang berdiri dengan koper di tangan, tampak mendengar instruksi dari seorang petugas berseragam tentara angkatan darat.“Apa semua orang hadir?” Petugas bertanya sekali lagi dengan postur militer, menatap kelompok relawan Medis yang akan dikirimkan ke pangkalan militer di Asia Tengah.Dokter Brian menatap para dokter dan perawat dalam timnya untuk memastikan sekali lagi bahwa tidak ada rekannya yang ketinggalan sebelum menjawab petugas itu.“Ya, semua sudah hadir.”Petugas itu melihat ke catatannya di tangannya. “Tapi masih ada satu orang yang tidak hadir, boleh saya tahu di mana dia?” ujarnya menatap para dokter dan perawat di depannya.Dokter Brian mengerutkan keningnya dan menjawab dengan tegas, “Tidak ada yang tertinggal. Tim kami sudah lengkap. Kalau bol
“Kakak Ipar.” Romi menegakkan punggungnya yang bersandar di pohon dan mengangguk sopan menyapa Raelina.Raelina hampir tersandung ketika mendengar panggilannya. Dia menatapnya linglung.“Ka-kakak Ipar?”Apa dia Romi, bungsu dari keluarga Rajjata?“Kamu Romi?” tanyanya dengan ragu dan perasaan rumit.Melihat anggukan lelaki itu, dia menghela napas kecewa. Kebahagiaan di hatinya berpikir dia adalah Yosua berubah menjadi perasaan sedih yang terasa mencekik. Mata Raelina memanas dan matanya mengembun oleh genangan air mata.Romi menatap tanpa ekspresi melihat kesedihan Raelina terlihat begitu jelas.Raelina mengalihkan pandangannya dan menghapus air mata sudut matanya. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya sebelum menoleh menatap Romi dengan senyum terpaksa.“Ah, begitu. Ini pertemuan pertama kita ya ....” Raelina berkata dengan canggung.Sejak menikah dengan
Renaldi dan Dean menyusulnya di belakang.Romi melirik mereka acuh tak acuh tapi menyimpan peringatan serius dalam sorot matanya. Renaldi dan Dean sadar dan langsung menciut.Tidak boleh menyebutkan misi saat ada banyak orang di sekitar.Mereka hanya bercanda. Tidak mengira benar akan ada misi di hari pertama mereka tiba.“Baik, ketua kami akan datang.” Renaldi dan Dean dengan cepat memberi hormat sebelum buru-buru pergi meninggalkan Romi.Romi mengalihkan pandangannya pada punggung Raelina dari kejauhan. Matanya menyipit melihat pria lain di sampingnya.....“Dokter, apa kamu sudah menikah?” Seorang Tentara yang sedang diperiksa Raelina bertanya dengan penuh harap, menatap terpesona dokter cantik di depannya.“Iya, dan sekarang aku sudah memiliki putri berusia 2 tahun,” jawab Yuriel sambil tersenyum untuk ke sekian kalinya.“Ah, sayang sekali,” ujar pria itu itu kecewa dan
“Tidak. Aku tidak berminat menikah lagi,” kata Raelina sekenanya dan kembali memfokuskan dirinya untuk memeriksa catatan kesehatan tentara yang diperiksanya.“Mengapa tidak? Padahal ada banyak pria yang menyukaimu dan mengantre untuk menjadi ayah Zenith,” celetuk Farida agak cemburu.Raelina tersenyum menatapnya dan mendorong kursi roda Farida kembali ke tempatnya.“Kembali bekerja. Jika kamu terus melakukan pemeriksaan siapa tau kamu akan menemukan jodohmu.”Farida mengerucutkan bibirnya dan menarik kursinya kembali ke mejanya.Sementara Dokter Brian menoleh menatap Raelina dan berkata bertanya dengan acuh tak acuh.“Mengapa kamu tidak terpikirkan untuk menikah lagi?”Raelina meliriknya dan tersenyum canggung. Dia bisa menolak menjawab Farida, tetapi Dokter Brian adalah seniornya. Dia tidak mengacuhkan pertanyaannya kan?“Kurasa karena aku tidak siap. Lagi pula Zenit masih
Renaldi membawa Raelina ke kantor Romi alih-alih ke rumah sakit khusus tentara.“Kapten tidak suka memperlihatkan dirinya yang terluka di depan orang lain. Karena itu Kapten jarang datang ke rumah sakit.” Sepanjang perjalanan Renaldi mengingatkan Raelina tentang Romi.Tak lama kemudian mereka berhenti di sebuah pintu kantor yang terpisah dan terjauh dari ruang lain.Sebelum membuka pintu, Renaldi mengingatkan Raelina sekali lagi.“Kami memiliki dokter pribadi yang bisa menangani Kapten. Tapi Dokter Jack sedang tidak ada di pangkalan. Kami hanya bisa memanggil Anda untuk mengobati Kapten. Aku harap dokter mau merahasiakan bahwa kapten kami terluka,” ujarnya dengan ekspresi serius.Raelina mengangkat alisnya tinggi-tinggi.Bukankah pria itu berteriak di ruang kesehatan meminta dokter untuk memeriksa Kapten mereka. Cerita itu pasti sudah tersebarkan?Ini sudah tidak termasuk ‘rahasia’.“Si
“Kalau kamu sudah tahu, lakukan tugasmu dan jangan banyak tanya,” ujar Romi dengan tenang namun dingin.“Maafkan aku,” ucap Raelina hati-hati.Dia tidak berbicara lagi dan melakukan tugasnya dengan tenang. Tanpa anestesi, dia mengeluarkan peluru di pinggang Romi.Meski Romi sangat tenang dan tidak tampak kesakitan, dia berkeringat dingin sambil menggertakkan gigi menahan rasa sakit kala pisau bedah mengiris dagingnya. Butir-butir keringat tanpa henti mengalir di tubuh berotot pria itu, membuat tank top hitam basah kuyup.Raelina harus menahan dirinya dari perasaan kasihan saat mengeluarkan peluru dari pinggang Romi dan menjahit lukanya.Waktu berlalu dalam keheningan. Tidak ada yang berbicara setelah teguran Romi.“Selesai,” ujar Raelina menghela napas lega begitu selesai memerban luka pinggang Romi.Dia membuka maskernya dan menghapus keringat di dahinya sambil tersenyum menatap. Wajahnya tampak me
Raelina duduk di tempat tidurnya dan memegang erat kotak hitam di tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.Dia membuka kotak hitam itu. Di dalamnya tampak sebuah kotak musik. Selain kotak musik itu, ada secarik kertas dan sebuah cincin di dalamnya.Jantung Raelina menegang menatap cincin di atas pahanya tanpa berkedip. Cincin itu tampak sangat akrab.Itu cincin pernikahan yang dikenakan Yosua di jarinya. Dia mengingatnya dengan sangat jelas cincin pernikahan mereka.Mata Raelina memanas. Tangannya gemetar meraih cincin itu.“Yosua ….” Bisiknya lirih menggenggam erat cincin itu di telapak tangannya.Dia melihat surat di dalam kotak dan membuka isinya. Kertas itu awalnya putih, karena termakan waktu sedikit menguning.Sebuah tulisan tangan hitam bertinta hitam yang sangat akrab muncul dalam pandangannya.Mata Yuriel memburam membaca tulisan tangan Yosua.Untuk istr
Raelina terbangun keesokan harinya karena kebisingan di sekitar. Dia mengerjap sebelum akhirnya membukan matanya perlahan.Raelina menatap linglung ke sekeliling. Ruangan sangat diterangi cahaya matahari yang masuk dari jendela kamar dan suara bising orang berbicara terdengar keras.Raelina bangun sambil merenggangkan lehernya.“Ini sudah jam berapa?” Dia bergumam linglung dan melirik Farida yang mengobrol dengan seorang perawat di samping ranjangnya.Suara mereka sangat keras.“Oh kamu sudah bangun? Apa kami membangunkan kamu? Maaf kami berbicara terlalu keras,” ujar Farida melihat Raelina sudah bangun.“Ah nggak papa ….” Raelina menguap sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan ekspresi bingung. Dia belum sadar sepenuhnya usai bangun tidur.“Apa yang terjadi?” gumam Raelina dengan tampang bingung melihat hari sudah terang.Begitu cepatkah waktu berlalu? Dia tidak ingat mele
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa. Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab. Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu. “Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua. Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca. Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai. “Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya. Pria itu cegukan dengan wajah memerah. “Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya. “Kamu
Yosua mengambil cuti kerja satu hari untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina bersama Raelina dan Stella.Setelah apa yang terjadi di toko gaun, Yosua sangat enggan datang ke pesta ulang tahun Arina. Namun dia harus hadir karena bukan semata-mata datang ke pesta ulang tahun Arina, karena dia sudah berjanji akan menjenguk orang tuanya bersama Raelina.Pada pukul tujuh malam, Raelina dan Yosua ke kediaman Rajjata untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina dengan mobil. Stella ikut bersama mereka. Zeron tidak bisa ikut karena dia harus kerja kelompok di rumah temannya.Saat mereka tiba, Raelina melihat kediaman keluarga Rajjata dipenuhi dengan mobil para tamu yang berdatangan. Halaman kediaman Rajjata yang mewah dipenuhi mobil-mobil mewah yang berjejer.“Apa seperti ini pesta ulang tahun Arina yang selalu di adakan Arina?” Raelina bertanya takjub melihat betapa mewah suasana pesta kediaman Rajjata.Karena ini adalah kediaman seorang J
“Tidak ada. Ayo pergi.” Raelina menarik lengan Yosua mencegahnya melihat Fiona dalam toko.Yosua mengalihkan pandangannya bingung saat Raelina menariknya menjauh dari toko itu.Saat mereka menjauh daro toko gaun itu, Raelina melirik Yosua beberapa kali. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.Penampilan Fiona hari ini membuatnya gelisah. Dia bahkan lupa memberitahu Yosua dia bertemu dengan Arina dan bertengkar dengan adik iparnya.“Ada apa? Kenapa kamu terus melirikku? Ada yang ingin kamu tanyakan?” Yosua menundukkan kepalanya menatap Raelina di sebelahnya.Raelina tersentak gugup dan menggelengkan kepalanya.“Tidak apa-apa,” ujarnya mengalihkan pandangannya ke depan.Yosua mengangkat alisnya bingung, “Kamu aneh hari ini.”Raelina hanya tersenyum datar.“Aku mau ke kamar mandi,” ujarnya melangkah menuju ke kamar mandi tanpa menunggu Yosua.“Apa
Raelina membeku menatap wajah gadis itu. Dia merasa akrab dengan wajahnya.Dia melihat wajah gadis dalam foto yang dikirimkan oleh orang misterius di mana dia berpelukan dengan Yosua beberapa bulan yang lalu?Sudah lima bulan berlalu Raelina menghindari pembahasan tentang gadis itu meski Yosua bekerja sebagai pengawalnya.“Nyonya, kamu baik-baik saja ....” Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Raelina melihat wanita hamil itu terdiam dengan ekspresi aneh di wajahnyaDia mencemaskan Raelina karena wanita itu sedang hamil.Raelina mengerjapkan matanya tersadar.“Ahh ....” Dia mencoba tersenyum namun wajahnya justru terlihat aneh.Raelina memeluk perutnya yang besar dan berkata pada gadis itu. “Terima kasih sudah menolongku,” ujarnya.Fiona tersenyum lega.“Syukurlah kalau Anda baik-baik saja.” Senyum wanita muda itu sangat lembut.Sekilas orang melihat d