“Nya … nya … tutu Ma …”
Raelina menunduk menatap Zenith yang berdiri di dalam troli belanja menunjuk-nunjuk botol susu-susu yang berjajar di rak dengan telunjuknya yang mungil.
Balita mungil itu sudah berusia dua tahun dan belum bisa berbicara lancar.
Raelina terkekeh melihat putrinya menatap botol-botol dot bayi dalam rak dengan tatapan rakus. Dia mengambil botol susu Zenith yang masih penuh dan memberikan dot pada balita itu.
Zenith melihat susu yang disodorkan ibunya dan meraih dot itu dengan tangan mungilnya. Balita itu dengan lucu duduk kembali di dalam troli dan menyedot dot susunya dengan patuh.
Raelina tidak bisa menahan senyumnya melihat putri putrinya minum susu dengan lucu. Dia kemudian mendorong kereta belanja meninggalkan rak berisi dot bayi, dan berjalan ke rak lain berisi peralatan bayi.
Dia memasukkan beberapa barang keperluan untuk Zenith yang berupa susu bubuk, popok dan lain-lain ke d
“Hey, kalian anak-anak nakal!” Dua orang berpakaian polisi berteriak dan membunyikan sirene polisi membuat para pemuda itu kelabakan dan dengan cepat melarikan diri.Salah satu petugas patroli mengejar mereka sementara satunya pergi menanyakan keadaan Raelina.Raelina menghela napas lega sambil memeluk putrinya erat. Zenith masih menangis di gendangannya.“Oke, sayang nggak apa-apa sekarang.” Raelina membujuk putrinya yang menangis. Jantungnya masih berdegup kencang karena kejadian tadi.“Apa kamu baik-baik saja, Bu?” tanya petugas patroli ibu dan anak di depannya.Raelina mendongak dan menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih.“Aku baik-baik saja, terima kasih, Pak,” ucapnya dengan penuh syukur.Entah apa yang akan terjadi nanti jika kedua petugas patroli itu tidak menolongnya dan mengusir para pemuda mabuk itu.“Ke mana Anda akan pergi, Bu?” Petugas po
Di bandara agak bising, beberapa lelaki berseragam tentara turun dari pesawat militer maupun berlalu lalang melakukan tugas mereka.Sekelompok orang berdiri dengan koper di tangan, tampak mendengar instruksi dari seorang petugas berseragam tentara angkatan darat.“Apa semua orang hadir?” Petugas bertanya sekali lagi dengan postur militer, menatap kelompok relawan Medis yang akan dikirimkan ke pangkalan militer di Asia Tengah.Dokter Brian menatap para dokter dan perawat dalam timnya untuk memastikan sekali lagi bahwa tidak ada rekannya yang ketinggalan sebelum menjawab petugas itu.“Ya, semua sudah hadir.”Petugas itu melihat ke catatannya di tangannya. “Tapi masih ada satu orang yang tidak hadir, boleh saya tahu di mana dia?” ujarnya menatap para dokter dan perawat di depannya.Dokter Brian mengerutkan keningnya dan menjawab dengan tegas, “Tidak ada yang tertinggal. Tim kami sudah lengkap. Kalau bol
“Kakak Ipar.” Romi menegakkan punggungnya yang bersandar di pohon dan mengangguk sopan menyapa Raelina.Raelina hampir tersandung ketika mendengar panggilannya. Dia menatapnya linglung.“Ka-kakak Ipar?”Apa dia Romi, bungsu dari keluarga Rajjata?“Kamu Romi?” tanyanya dengan ragu dan perasaan rumit.Melihat anggukan lelaki itu, dia menghela napas kecewa. Kebahagiaan di hatinya berpikir dia adalah Yosua berubah menjadi perasaan sedih yang terasa mencekik. Mata Raelina memanas dan matanya mengembun oleh genangan air mata.Romi menatap tanpa ekspresi melihat kesedihan Raelina terlihat begitu jelas.Raelina mengalihkan pandangannya dan menghapus air mata sudut matanya. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya sebelum menoleh menatap Romi dengan senyum terpaksa.“Ah, begitu. Ini pertemuan pertama kita ya ....” Raelina berkata dengan canggung.Sejak menikah dengan
Renaldi dan Dean menyusulnya di belakang.Romi melirik mereka acuh tak acuh tapi menyimpan peringatan serius dalam sorot matanya. Renaldi dan Dean sadar dan langsung menciut.Tidak boleh menyebutkan misi saat ada banyak orang di sekitar.Mereka hanya bercanda. Tidak mengira benar akan ada misi di hari pertama mereka tiba.“Baik, ketua kami akan datang.” Renaldi dan Dean dengan cepat memberi hormat sebelum buru-buru pergi meninggalkan Romi.Romi mengalihkan pandangannya pada punggung Raelina dari kejauhan. Matanya menyipit melihat pria lain di sampingnya.....“Dokter, apa kamu sudah menikah?” Seorang Tentara yang sedang diperiksa Raelina bertanya dengan penuh harap, menatap terpesona dokter cantik di depannya.“Iya, dan sekarang aku sudah memiliki putri berusia 2 tahun,” jawab Yuriel sambil tersenyum untuk ke sekian kalinya.“Ah, sayang sekali,” ujar pria itu itu kecewa dan
“Tidak. Aku tidak berminat menikah lagi,” kata Raelina sekenanya dan kembali memfokuskan dirinya untuk memeriksa catatan kesehatan tentara yang diperiksanya.“Mengapa tidak? Padahal ada banyak pria yang menyukaimu dan mengantre untuk menjadi ayah Zenith,” celetuk Farida agak cemburu.Raelina tersenyum menatapnya dan mendorong kursi roda Farida kembali ke tempatnya.“Kembali bekerja. Jika kamu terus melakukan pemeriksaan siapa tau kamu akan menemukan jodohmu.”Farida mengerucutkan bibirnya dan menarik kursinya kembali ke mejanya.Sementara Dokter Brian menoleh menatap Raelina dan berkata bertanya dengan acuh tak acuh.“Mengapa kamu tidak terpikirkan untuk menikah lagi?”Raelina meliriknya dan tersenyum canggung. Dia bisa menolak menjawab Farida, tetapi Dokter Brian adalah seniornya. Dia tidak mengacuhkan pertanyaannya kan?“Kurasa karena aku tidak siap. Lagi pula Zenit masih
Renaldi membawa Raelina ke kantor Romi alih-alih ke rumah sakit khusus tentara.“Kapten tidak suka memperlihatkan dirinya yang terluka di depan orang lain. Karena itu Kapten jarang datang ke rumah sakit.” Sepanjang perjalanan Renaldi mengingatkan Raelina tentang Romi.Tak lama kemudian mereka berhenti di sebuah pintu kantor yang terpisah dan terjauh dari ruang lain.Sebelum membuka pintu, Renaldi mengingatkan Raelina sekali lagi.“Kami memiliki dokter pribadi yang bisa menangani Kapten. Tapi Dokter Jack sedang tidak ada di pangkalan. Kami hanya bisa memanggil Anda untuk mengobati Kapten. Aku harap dokter mau merahasiakan bahwa kapten kami terluka,” ujarnya dengan ekspresi serius.Raelina mengangkat alisnya tinggi-tinggi.Bukankah pria itu berteriak di ruang kesehatan meminta dokter untuk memeriksa Kapten mereka. Cerita itu pasti sudah tersebarkan?Ini sudah tidak termasuk ‘rahasia’.“Si
“Kalau kamu sudah tahu, lakukan tugasmu dan jangan banyak tanya,” ujar Romi dengan tenang namun dingin.“Maafkan aku,” ucap Raelina hati-hati.Dia tidak berbicara lagi dan melakukan tugasnya dengan tenang. Tanpa anestesi, dia mengeluarkan peluru di pinggang Romi.Meski Romi sangat tenang dan tidak tampak kesakitan, dia berkeringat dingin sambil menggertakkan gigi menahan rasa sakit kala pisau bedah mengiris dagingnya. Butir-butir keringat tanpa henti mengalir di tubuh berotot pria itu, membuat tank top hitam basah kuyup.Raelina harus menahan dirinya dari perasaan kasihan saat mengeluarkan peluru dari pinggang Romi dan menjahit lukanya.Waktu berlalu dalam keheningan. Tidak ada yang berbicara setelah teguran Romi.“Selesai,” ujar Raelina menghela napas lega begitu selesai memerban luka pinggang Romi.Dia membuka maskernya dan menghapus keringat di dahinya sambil tersenyum menatap. Wajahnya tampak me
Raelina duduk di tempat tidurnya dan memegang erat kotak hitam di tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.Dia membuka kotak hitam itu. Di dalamnya tampak sebuah kotak musik. Selain kotak musik itu, ada secarik kertas dan sebuah cincin di dalamnya.Jantung Raelina menegang menatap cincin di atas pahanya tanpa berkedip. Cincin itu tampak sangat akrab.Itu cincin pernikahan yang dikenakan Yosua di jarinya. Dia mengingatnya dengan sangat jelas cincin pernikahan mereka.Mata Raelina memanas. Tangannya gemetar meraih cincin itu.“Yosua ….” Bisiknya lirih menggenggam erat cincin itu di telapak tangannya.Dia melihat surat di dalam kotak dan membuka isinya. Kertas itu awalnya putih, karena termakan waktu sedikit menguning.Sebuah tulisan tangan hitam bertinta hitam yang sangat akrab muncul dalam pandangannya.Mata Yuriel memburam membaca tulisan tangan Yosua.Untuk istr