“Kyaaa .... apa yang kamu lakukan di kamarku?!” Amora berteriak sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.Pikirannya sungguh kacau menemukan dirinya tidur bersama dengan dokter pembimbingnya. Terutama pria itu adalah salah satu anggota keluarga Dwipangga.Dia menatap Giandra dengan tatapan menuduh.Giandra bangun dari tempat tidur menyebabkan selimut yang menutupi tubuhnya meluncur ke bawah, memperlihat tubuh bawah seorang pria yang terbentuk sempurna. Dia memiliki perut six pack. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela menyinari tubuh pria seksi itu membuatnya terlihat hot.Amora sesaat melirik dan kemudian membuang muka dengan pipi bersemu. Dia menggelengkan kepalanya mengalihkan pandangannya. Dia mengernyit tatapannya berubah tajam dan dingin.Bagaimana dia bisa berakhir tidur dengan pria itu?!“Dokter Giandra bagaimana kamu bisa melakukan ini padaku?!” Amora menarik selimutnya semakin erat melindungi tubuhnya yang telanjang di bawah selimut.“Kamu tidak ingat apa yang terjadi s
“Aku tidak akan menjadi seperti Rehan karena aku menyukaimu, Amora! Aku akan bertanggung jawab padamu Amora.”“Diam! Aku tidak ingin mendengarkan apa pun!” Amora mendorong Giandra dan menutup telinganya sambil terisak.Dia tidak ingin mendengarkan apa pun yang dikatakan dokter Giandra. Hatinya sudah terlanjur marah dan kecewa. Kecewa dan marah pada dirinya karena terlibat dengan pria dari keluarga Dwipangga yang dibencinya.“Amora ....” Giandra tidak tahu bagaimana lagi menenangkan Amora atau meyakinkan wanita.Amora masih terisak.“Kumohon pergi ....” bisik Amora lirih tanpa menatap Giandra. dia menarik selimut menutupi dirinya dan menangis. Dia tidak peduli pria itu adalah dokter pembimbingnya.Giandra mengepalkan tangannya melihat Amora menangis dalam selimut. Dia ingin merangkul wanita itu tapi penolakan terus-menerus dari Amora membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.“Baiklah, aku akan pergi.” Giandra akhirnya menyerah.Dia membuka selimut dan turun dari tempat tidur memungut paka
Sementara itu di tempat lain.“Liam?”Randika mengangkat kepalanya ketika seorang wanita bertampang Asia tiba-tiba muncul di depannya. Wanita itu menatapnya dengan tatapan terkejut.“Liam ....” Matanya berubah berkaca-kaca menatap wajah pria yang teramat mirip dengan almarhum suaminya yang selalu dirindukannya selama ini.Randika mengangkat sebelah alisnya lalu menatap ke sekeliling lalu berdiri.“Maaf, apa Anda memanggil saya?” Dia menunjukkan dirinya sendiri dan berbicara sopan dalam bahasa Inggris.Air mata mengalir di wajah Olivia.“Kamu sungguh Liam!” Tanpa berpikir dua kali dia langsung memeluk Randika.“Liam, aku sangat merindukanmu!” isaknya memeluk erat pria itu.Baru saja dia mengantar sang suami pergi, dia sudah memeluk pria lain. Olivia tidak memikirkan hal itu karena di pikirannya adalah pria yang sangat mirip dengan almarhum suaminya.Randika gelagapan tiba-tiba dipeluk oleh seorang wanita yang tak dikenalnya. tak peduli bagaimana cantiknya wanita itu, tidak sopan memelu
“Nyonya, kamu mengalami halusinasi. Bagian psikolog ada di bagian sana. Panggil saja suster dan mereka akan menunjukkan jalan ke bagian psikolog,” ujarnya tidak sabar.Mata Olivia memerah sebelum kemudian menangis disangka gila.“Aku tidak gila!” tangis Olivia keras menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka.Biasanya orang-orang akan prihatin ketika dia sudah menangis dan menghiburnya. Olivia berharap pria itu meminta maaf dan menghiburnya. Hanya itu yang dia butuhkah dari pria yang dicintainya.Dia sangat sedih Liam mengiranya sudah gila.Namun Randika justru mengernyit kesal. Dia paling benci perempuan yang menangis. Apa lagi itu yang terlihat sangat cengeng, seperti orang yang selalu menggunakan air matanya untuk mendapat simpati.Orang di sekitar tempat itu menatap Randika dengan tatapan menuduh mengira dia membuat wanita itu menangis.Mood Randika seketika menjadi jelek dan ekspresinya tampak tidak ramah.“Apa yang kamu tangisi? Kamu yang lebih dulu memelukku seperti orang
Agnes mengangkat bahu.“Aku tidak tahu. Kamu yang sepupunya yang seharusnya tahu dong.”Randika berdecak dan berbalik meninggalkan Agnes.“Hei, untuk apa kamu mencari Amora?” Agnes menyusul di sebelahnya.“Kamu tidak perlu tahu,” balasnya ketus.“Liam!”Randika tiba-tiba berhenti dan bergidik. Matanya membelalak horor melihat wanita gila tadi yang mengejarnya di ujung lorong tampak masih mencarinya. Dia berbalik dengan cepat mengambil jalan lain.“Hei, kamu kenapa sih?” Agnes kemudian mengikuti.Randika menggerutu.“Ada apa dengan rumah sakit ini membiarkan seorang wanita gila berkeliaran.” Dia menatap Agnes seolah menyalahkan wanita.Agnes membalas tak kalah sewot.“Memangnya aku pemilik rumah sakit?! Apa-apaan kata-katamu meremehkan pasien kami!” dia memukul bahu Randika kesal.Randika berdecak malas.“Bye aku pergi, jangan mengikutiku. Aku tidak akan datang ke rumah sakit lagi!” dia bergidik saat mengingat wanita tadi yang memeluknya seperti orang.Dia berjalan dengan tergesa-gesa
Selama tiga hari Amora berkurung di kamar apartemennya dan melupakan pekerjaannya. Dia mengabaikan semau panggilan dari rekan-rekannya karena dia tidak ingin menceritakan alasan dia tidak masuk kerja. Dia juga tidak ingin dengan pria itu, Dokter Giandra yang menjadi dokter pembimbingnya.Dia tidak tahu bagaimana berhadapan dengan pria itu setelah kejadian pagi itu.Tiga hari berkurung di apartemen Amora sangat bosan. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukannya selain memikirkan kejadian pagi itu.Dia memutuskan keluar untuk menjernihkan pikirannya dari berkurung di apartemen yang membuatnya semakin terpuruk karena selalu terpikirkan masalah yang dialaminya bersama Dokter Giandra.Amora keluar dari apartemennya, dan berjalan-jalan di sekitar apartemennya untuk mencari angin segar. Setelah merasa cukup dia memutuskan berbelanja kebutuhan bulanannya di swalayan terdekat.Syawalan agak ramai ketika Amora datang. Dia mengambil troli dan berjalan di bagian rak sayuran. Setelah memilih sayuran
“Bukankah itu sudah jelas? Selain kamu, siapa lagi yang ingin mengganggu istriku. Olivia baru pertama kali datang ke sini dan tidak mengenal siapa pun. Hanya kamu yang dikenalnya berada di Singapura.”Amora tersenyum dingin.“Atas dasar apa aku mengganggu istri tercintamu? Aku bahkan tidak bertemu dengannya setelah sekian lama, kamu langsung menuduhku menyakiti istrimu karena dia stres?” ujarnya sinis.Rehan terdiam sejenak. Dia membuang muka sambil mengerutkan keningnya.“Mungkin saja kamu mendendam karena aku menikahi Olivia, karena itu kamu ingin menyakiti istriku, kan?”Tatapan Rehan berubah tajam.“Aku tidak percaya putraku nyaris kecelakaan bukan karena kebetulan, tapi kamu sengaja ingin mencelakai putra kami kan? Karena itu kamu ada di tempat kejadian!” Dia menatap Amora dengan tatapan menuduh.Amora mengepalkan tangannya menatap Rehan dengan tatapan tidak percaya dan sakit hati.“Itu yang kamu pikirkan tentang aku? Menurutmu aku seburuk itu?! mengapa aku harus menyakiti seoran
Amora melirik mereka sambil mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu bagaimana Dokter Giandra muncul di tempat ini yang dekat dengan apartemennya. Dia sangat tidak ingin bertemu dengan pria itu.Namun dokter Giandra datang di saat tepat saat dia pojokkan oleh mantan suaminya.“kamu menganggapmu seorang pria? Beginikah pendidikan yang di ajarkan keluarga Dwipangga padamu untuk menindas seorang wanita di pinggir jalan!”Mata Rehan menyipit menatap Giandra dan Amora. Ada tatapan curiga di matanya. Dia tersinggung dengan kata-kata tajam dari Giandra.“Ini antara aku dan Amora, kamu jangan ikut campur!” sentak Rehan tidak suka.Giandra menoleh menatap Amora,“Apa kamu ada urusan dengan dia?”Amora refleks menggelengkan kepalanya sambil mengernyitkan keningnya.Giandra kemudian menoleh menatap Rehan dingin.“Kamu lihat, apa yang kamu lakukan adalah bentuk penindasan yang bisa membawamu ke meja hukum. Ada kamera CCTV di sini yang merekam aksimu. Kamu sebaiknya pergi sebelum kami akan melaporkan
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak